Penggunaan Bahan Baku dan Lahan serta Analisis Usaha Industri Pengolahan Ikan di Kawasan PPI Muara Angke Jakarta

(1)

PENGGUNAAN BAHAN BAKU DAN LAHAN SERTA

ANALISIS USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI

KAWASAN PPI MUARA ANGKE JAKARTA

IMELDA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Bahan Baku dan Lahan serta Analisis Usaha Industri Pengolahan Ikan dan di Kawasan PPI Muara Angke Jakarta adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 12 Februari 2013

Imelda C44080018


(3)

Pengolahan Ikan di Kawasan PPI Muara Angke Jakarta. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan ERNANI LUBIS.

Industri pengolahan ikan merupakan salah satu Industri Kepelabuhanan Perikanan yang mampu memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan yang didaratkan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui kebutuhan bahan baku utama ikan pada industri pengolahan untuk berbagai jenis industri pengolahan di kawasan PPI Muara Angke dan sekitarnya; 2) mengetahui kebutuhan luasan lahan jenis-jenis industri tersebut di atas; dan 3) mendapatkan gambaran usaha industri pengolahan ikan di PPI Muara Angke. Metode yang digunakan adalah survei dengan aspek yang diteliti terdiri dari aspek bahan baku, aspek lahan, dan aspek usaha industri. Kebutuhan bahan baku ikan dari sisi jenis ikan, jumlah dan kualitas belum dapat dipenuhi oleh pasokan hasil tangkapan didaratkan atau yang disediakan TPI PPI Muara Angke. Besaran luasan lahan yang disediakan untuk masing-masing jenis industri pengolahan ikan di PHPT Kawasan PPI Muara Angke telah ditentukan luasnya, sehingga apabila terjadi peningkatan produksi pengolahan yang membutuhkan penambahan luasan lahan, maka pengusaha pengolahan tidak dapat menambah luasan areal pengolahannya ke PHPT. Berdasarkan analisis usaha pada keempat jenis usaha pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke menguntungkan.

Kata kunci: analisis usaha, bahan baku, lahan, pengolahan ikan, PPI Muara Angke

ABSTRACT

IMELDA. Usage of Material Basics and Areas Including Business Analysis for Fishery Product Industry in PPI Muara Angke Area. Supervised by ANWAR BEY PANE and ERNANI LUBIS.

Fishery product industry is one of industries in fishing ports which give added value. The aims of this research are: 1) to know using of fish material basic for fishery product industries in PPI Muara Angke area; 2) to know using of areas for fishery product industries in PPI Muara Angke areas; and 3) describe fishery product industry in PPI Muara Angke. Survey method was used in this research. There are three aspect which was studied consist of material basics, areas, and industry effort. Material basics like fish types, quantity, and quality unfulfilledby fish catches which landed in TPI PPI Muara Angke.The fixed area was provided for every kind fishery product industry in PHPT PPI, so if happens increase of production fishery product which need added areas, the entrepreneurs can’t enlarge their areas to PHPT. Based on business analysis, the four kind fishery product industry in PPI Muara Angke are profitable.

Keywords: areas, business analysis, material basics, fishery product, PPI Muara Angke


(4)

© Hak cipta IPB, Tahun 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(5)

ANALISIS USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DAN DI

KAWASAN PPI MUARA ANGKE JAKARTA

IMELDA

Skripsi

sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Nama : Imelda

NRP : C44080018

Disetujui oleh

Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Ketua Departemen


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012 ini ialah pelabuhan perikanan, dengan judul Penggunaan Bahan Baku dan Lahan serta Analisis Usaha Industri Pengolahan Ikan di Kawasan PPI Muara Angke Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Ibu Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Wawan Oktoriza, M.Si yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Fahrul Rozi, Dwi Putra Yuwandana, Christin Novaria S., Ristiani, Hotnaida Saragih, Nurtsani Liliana, Ariestio Dwi R., Reza Setia R., Izza M dan PSP Angkatan 45 yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga serta teman-teman atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013


(8)

Penulis dilahirkan di Sumatera Selatan pada tanggal 27 November 1990 dari ayah Haidar dan ibu Sintia. Penulis adalah putri keduadari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ogan Komering Uludan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Avertebrata Air pada tahun ajaran 2010/2011, asisten praktikum Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2010/2011, Asisten Mata Kuliah Metodologi Penelitian pada tahun ajaran 2011/2012, Asisten Mata Kuliah Kapal pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, Asisten Mata Kuliah Dinamika Kapal pada tahun 2012/2013. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Bidang Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bulan Februari-Maret 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke dengan judul Penggunaan Bahan Baku dan Lahan serta Analisis Usaha Industri Pengolahan Ikan di Kawasan PPI Muara Angke Jakarta dan dinyatakan lulus pada sidang ujian akhir Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan tanggal 17 Januari 2013.


(9)

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permasalahan Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Industri Kepelabuhanan Perikanan 4

Bahan Baku Utama Ikan 7

Lahan Industri di Pelabuhan Perikanan 9

Analisis Usaha Industri Pengolahan Ikan 12

3 METODOLOGI 14

Waktu danTempat 14

Alat dan Bahan Penelitian 14

Metode Penelitian 14

Analisis Data 17

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19

Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 19

Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kota Jakarta Utara 25

Kawasan PPI Muara Angke 34

5 PENGGUNAAN BAHAN BAKU IKAN DAN PROSES PRODUKSI PADA INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PHPT PPI MUARA ANGKE

42

Kondisi Pengolahan Ikan 42

Bahan Baku Pengolahan dan Penggunaannya 47 Proses Produksi Industri Pengolahan Ikan 60 6 PENGGUNAAN LAHAN INDUSTRI PENGOLAHAN

IKAN DI KAWASAN PPI MUARA ANGKE

73


(10)

PENGOLAHAN IKAN DI PHPT PPI MUARA ANGKE

Industri Pengolahan Ikan Asin 100

Industri Pengolahan Ikan Asap 104

Industri Pengolahan Ikan Pindang 106

Industri Pengolahan Kulit Ikan Pari 108

8 SIMPULAN DAN SARAN 113

Simpulan 113

Saran 114

DAFTAR PUSTAKA 115


(11)

1 Biaya sewa tanah pelabuhan dan bangunan pelabuhan perikanan yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan berdasarkan PERMEN No. 19 tahun 2006

11

2 Jenis data utama primer dan sekunder yang dikumpulkan pada penelitian bahan baku, lahan industri dan analisis usahanya di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

16

3 Jenis data tambahan primer dan sekunder yang dikumpulkan pada penelitian bahan baku, lahan industri dan analisis usahanya di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

16

4 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di

Kota Jakarta Utara pada tahun 2006-2010 20

5 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk dan rasio jenis

kelamin menurut kecamatan di Kota Jakarta Utara tahun 2010 21 6 Jumlah nelayan berdasarkan kategori nelayan di Jakarta Utara

tahun 2010

26

7 Volume dan nilai produksi perikanan laut di Kota Jakarta

Utara tahun 2010 27

8 Pertumbuhan jumlah armada perikanan di PPI Muara Angke

menurut kelompok ukuran GT tahun 2006-2010 27 9 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap di PPI Muara

Angke tahun 2006-2010 29

10 Perkembangan volume dan nilai produksi dan retribusi di PPI

Muara Angke tahun 2006-2010 30

11 Kepelabuhanan Perikanan di PPI Muara Angke tahun 2010 37 12 Jumlah jenis ikan yang digunakan oleh setiap jenis industri

pengolahan ikan di PHPT Muara Angke tahun 2012 48 13 Jenis-jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku

pada industri pengolahan ikan asin di PHPT Muara Angke tahun 2012

49

14 Jenis ikan yang digunakan industri pengolahan ikan asap di

PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 54

15 Jenis ikan dan nama latinnya yang digunakan sebagai bahan

baku ikan pindang di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 56 16 Penggolongan kulit ikan pari berdasarkan hasil pengukuran

panjang dan lebar kulit 59

17 Jumlah garam yang dibutuhkan untuk penggaraman ketiga jenis ikan yang sering diasinkan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

61

18 Rencana pengembangan fasilitas di kawasan minapolitan

Pelabuhan Perikanan Muara Angke tahun 2011-2015 75 19 Zonasi kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam

Zachman Jakarta tahun 2010 76

20 Skema pemanfaatan ruang dan lahan pada proses produksi


(12)

pengolahan ikan pindang di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

88

23 Skema pemanfaatan ruang dan lahan pada proses produksi pengolahan kulit ikan pari dan hiu untuk konsumsi di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

93

24 Skema pemanfaatan ruang dan lahan pada proses produksi pengolahan tulang ikan untuk kosmetik di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

94

25 Skema pemanfaatan ruang dan lahan pada proses produksi pengolahan kulit ikan pari untuk penyamakan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

95

26 Penggunaan lahan, bahan baku dan produksi per tahun, frekuensi produksi per bulan, dan kapasitas proses olahan per produsi pada industri pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

98

27 Analisis usaha pada industri pengolahan ikan asin dengan dan tanpa metode perebusan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

103

28 Analisis usaha pada industri pengolahan ikan asap di PHPT

PPI Muara Angke tahun 2012. 106

29 Analisis usaha pada industri pengolahan ikan pindang di

PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 107

30 Analisis usaha pada industri pengolahan kulit ikan pari untuk konsumsi dan tulang ikan untuk kosmetik di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

110

31 Analisis usaha pada industri pengolahan kulit ikan pari untuk

penyamakan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 110 32 Nilai R/C, ROI, dan PP pada industri pengolahan ikan di


(13)

1 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di

PPI Muara Angke tahun 2006-2010 28

2 Diagram komposisi alat tangkap yang digunakan nelayan

berbasis di PPI Muara Angke tahun 2010 30

3 Grafik perkembangan volume dan nilai produksi di PPI Muara

Angke tahun 2006-2010 31

4 Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan di

Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke tahun 2011 36 5 Peta eksisting Kawasan Muara Angke tahun 2011 39 6 Komposisi jenis-jenis ikan bahan baku industri pengolahan

ikan asin di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 49 7 Diagram lokasi asal pembelian bahan baku ikan industri

pengolahan ikan asin di PHPT Muara Angke tahun 2012 50 8 Komposisi asal bahan baku ikan yang dibeli industri

pengolahan ikan asin yang berasal dari dermaga pendaratan

PPI Muara Angke tahun 2012 52

9 Kondisi bahan baku ikan asin yang digunakan dalam keadaan beku dan perlu dicairkan dahulu untuk dibersihkan di PHPT

PPI Muara Angke tahun 2012 53

10 Penjemuran ikan asin di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 62 11 Pengasapan ikan layang, ikan pari dan cucut pada industri

pengasapan ikan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 65 12 Ikan yang sudah mengalami proses pengasapan pada industri

pengolahan ikan asap di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 66 13 Ikan pindang tongkol yang sudah matang di PHPT PPI Muara

Angke tahun 2012 67

14 Ikan layang yang sedang disusun pada industri pengolahan

ikan pindang di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012 68 15 Kegiatan pengolahan ikan bandeng presto di PHPT PPI Muara

Angke tahun 2012 69

16 Kulit ikan pari dan hiu yang sedang dijemur pada industri pengolahan kulit dan tulang ikan di PHPT PPI Muara Angke

tahun 2012 70

17 Tulang ikan pari dan hiu yang sedang dijemur pada industri pengolahan kulit dan tulang ikan di PHPT PPI Muara Angke

tahun 2012 71

18 Kulit ikan yang sedang dijemur untuk tujuan penyamakan pada industri pengolahan kulit ikan pari di PHPT PPI Muara

Angke tahun 2012 72

19 Overlay peta eksisting terhadap peta peruntukan lahan umum

tahun 2011 74

20 Kondisi eksisting PHPT dan rencana pemindahan PHPT PPI

Muara Angke tahun 2011 75


(14)

23 Denah ruang dan lahan pada industri pengolahan ikan pindang

di PHPT PPI Muara angke tahun 2012 87

24 Denah ruang dan lahan pada industri pengolahan kulit ikan

dan tulang ikan di PHPT PPI Muara angke tahun 2012 91 25 Denah ruang dan lahan pada industri pengolahan kulit ikan


(15)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri perikanan di pelabuhan perikanan disebut industri kepelabuhan perikanan (IKP), terdiri atas tiga kelompok, yaitu industri penangkapan ikan, industri pengolahan ikan, dan industri tambahan atau pendukung. Industri pengolahan ikan merupakan salah satu bagian penting dari industri kepelabuhan perikanan (IKP) selain industri penangkapan. Industri pengolahan mampu memberikan nilai tambah hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan melalui pemanfaatan bahan baku ikan secara menyeluruh (Pane, 2007).

Suatu industri pengolahan ikan memerlukan lahan untuk kelangsungan pengoperasiannya. Lahan merupakan faktor yang berperan dalam penentuan posisi industri pengolahan ikan dan mempengaruhi jarak pegangkutan dari sumber hasil tangkapan yaitu tempat pelelangan ikan (TPI) ke lokasi industri pengolahan ikan. Lahan industri perlu direncanakan di suatu pelabuhan perikanan, bahkan

“jauh hari” sebelum aktivitas industri itu ada. Akan tetapi setiap industri pengolahan membutuhkan luasan lahan yang berbeda satu sama lain. Besarnya luasan lahan ini disesuaikan dengan jenis industri pengolahan yang ingin dilakukan atau direncanakan, sehingga sangat menarik untuk diteliti mengenai penggunaan lahan untuk industri pengolahan dan besarnya kebutuhan akan lahan tersebut.

Industri pengolahan ikan yang termasuk dalam Industri Kepelabuhan Perikanan menggunakan ikan sebagai bahan baku utamanya. Ketersediaan bahan baku ikan ini diperoleh langsung melalui pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI) itu sendiri baik melalui pendaratan hasil tangkapan di PP atau PPI tersebut maupun dari luar daerah yang datang dari PP atau PPI lain melalui transportasi darat. Jumlah ikan yang tersedia dan mutu ikan juga turut mempengaruhi kecukupan tersedianya bahan baku ikan. Oleh karena itu kebutuhan bahan baku utama ikan juga perlu diteliti pada Industri Kepelabuhan Perikanan (IKP). Usaha industri pengolahan ikan juga perlu dianalisis agar dapat diketahui kelayakannya. Pengetahuan mengenai kelayakan usaha tersebut bisa dijadikan pedoman dalam perencanaan pengembangan industri pengolahan ikan yang ada di kawasan PPI Muara Angke.

Pelabuhan Perikanan sebagai pusat bagi pertumbuhan industri pengolahan ikan sekaligus memberikan pelayanan bagi industri pengolahan ikan di dalamnya. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke termasuk salah satu pelabuhan perikanan yang mempunyai aktivitas industri pengolahan ikan tradisional cukup lengkap dengan jumlah produksi rata-rata per hari sebanyak 30-40 ton. Selain itu, PPI Muara Angke juga memiliki produksi hasil tangkapan yang didaratkan cukup besar yaitu sebanyak 14.553 ton pada tahun 2008 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, 2009 vide Sunea 2010). Namun demikian perlu pengkajian apakah produksi tersebut memenuhi pemenuhan kebutuhan bahan baku utama bagi industri pengolahan ikan di kawasan PPI tersebut.

Dengan mempertimbangkan berbagai alas an tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti kebutuhan bahan baku ikan dan lahan industri pengolahan di PPI


(16)

Muara Angke yang meliputi aspek-aspek bahan baku utama industri pengolahan, aspek lahan industri dan aspek usaha industri.

1.2 Permasalahan Penelitian

Berbagai permasalahan dalam penelitian ini tercermin dari pertanyaan berikut ini:

1) Jenis-jenis industri pengolahan apa saja yang ada di kawasan PPI Muara Angke?

2) Jenis-jenis bahan baku ikan apa saja yang dibutuhkan oleh setiap jenis industri pengolahan tersebut? Berapa jumlah kebutuhannya?

3) Bahan baku ikan diperoleh darimana saja pada setiap jenis industri? Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke? Luar PPI MuaraAngke? Luar PPI Muara Angke, apakah berasal dari hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan? Berapa perbandingan jumlah asal bahan baku dari setiap jenis ikan yang dibeli oleh per jenis industri?

5) Apa saja alasan-alasan setiap jenis industri pengolahan di kawasan PPI Muara Angke ini membeli bahan baku ikan di PPI Muara Angke? Atau apa saja alasan-alasan setiap jenis industri pengolahan di PPI Muara Angke ini jika mereka membeli bahan baku ikan di luar PPI Muara Angke?

6) Tahapan proses apasaja yang dilakukan pada setiap jenis industri pengolahan ikan di kawasan PPI MuaraAngke?

7) Berapa luasan lahan yang digunakan pada setiap industri di atas? Apakah lahan tersebut disewa/dikontrak atau milik sendiri? Digunakan untuk apa saja luasan lahan tersebut pada setiap jenis industri? Berapa harga sewa dan bangunan pada setiap jenis industri di atas pada saat ini?

8) Berapa besar penerimaan usaha dari setiap jenis industri di atas? Berapa besar biaya variabel dan biaya tetap dari setiap industri di atas?Apakah usaha setiap industri di atas menguntungkan? Hubungan apa yang dapat diperoleh antara bahan baku ikan yang tersedia di PPI Muara Angke ini dengan omset usaha pada setiap jenis industri di atas?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk:

1) Mengetahui penggunaan bahan baku utama ikan pada industri pengolahan (jenis, jumlah dan asal bahan baku) untuk berbagai jenis industri pengolahan di kawasan PPI Muara Angke dan sekitarnya;

2) Mengetahui penggunaan luasan lahan jenis-jenis industri tersebut di atas; 3) Mendapatkan gambaran usaha industri pengolahan ikan di PPI Muara Angke


(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1) Pihak pengelola kawasan PPI Muara Angke dalam perencanaan atau perancangan IKP; utamanya industri pengolahan ikan di kawasan PPI Muara Angke;

2) Pihak-pihak lainnya seperti peneliti/mahasiswa dan atau masyarakat lainnya baik sebagai bahan (data dan informasi) untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, maupun sebagai masukan dalam pengambilan keputusan dan lain-lain. 3) Pihak pemerintah daerah/ Dinas Kelautan dan Perikanan setempat di dalam


(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kepelabuhanan Perikanan

2.1.1 Pengertian Industri Kepelabuhanan Perikanan

Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut Indonesia sudah semakin meningkat meskipun belum sepenuhnya optimal dilihat dari semakin meningkatnya jumlah produksi ikan, jumlah perahu penangkapan ikan dan jumlah nelayan yang ada saat ini. Perkembangan pemanfaatan sumberdaya laut ini semakin membangkitkan industri yang berbasiskan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan Indonesia. Industri merupakan kumpulan perusaahaan sejenis. Berdasarkan teori ekonomi mikro, pengertian industri secara mikro adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling menggantikan secara erat (Hasibuan 1993). Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri perikanan yang berkembang di pelabuhan perikanan memiliki berbagai aktivitas meliputi kegiatan penangkapan ikan, pengolahan ikan, dan pemasaran produksi perikanan. Menurut Pane (2007) industri perikanan di pelabuhan perikanan disebut industri kepelabuhanan perikanan, terdiri atas tiga kelompok, yaitu industri pengolahan ikan, industri penangkapan ikan, dan industri tambahan atau pendukung.

Batasan dari industri pengolahan ikan menurut Pane (2007) adalah kelompok usaha di pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat terkait langsung dengan upaya menghasilkan produk olahan ikan (dalam arti luas: ikan, krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tumbuhan air dari hasil tangkapan atau eksploitasi alami dan hasil budidaya) dalam jumlah besar. Ibrahim (2004) mengatakan bahwa industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu agroindustri yang memanfaatkan hasil perikanan sebagai bahan baku untuk menghasilkan suatu produk yang bernilai tambah tinggi. Pengolahan ikan dalam arti luas terdiri atas: (a) pengolahan tradisional, seperti pemindangan ikan, pengeringan ikan, pengasapan ikan, fermentasi ikan (terasi, petis, kecap ikan, dan lain-lain), kerupuk ikan, dan lain-lain; (b) pengolahan semi modern, seperti pengalengan ikan, filet ikan dan pembuatan makanan jadi berbahan ikan (bakso ikan, fish nugget, supi, dan lain-lain); (c) pengolahan modern, seperti surimi, industri tingkat tiga dari rumput laut (bahan kosmetik, kesehatan, obat-obatan, dan lain-lain) (Pane 2007). Batasan dari kelompok industri penangkapan ikan adalah kelompok usaha di pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat terkait langsung dengan penyediaan unit penangkapan ikan (kapal/perahu, alat tangkap) atau dalam upaya menghasilkan hasil tangkapan dalam jumlah banyak. Selanjutnya batasan kelompok industri tambahan adalah kelompok usaha pendukung industri penangkapan ikan dan atau industri pengolahan ikan di pelabuhan perikanan.


(19)

Industri penangkapan ikan memegang peranan penting dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan laut seoptimal mungkin.Industri penangkapan ikan juga berperan untuk memfasilitasi operasi penangkapan ikan yang lebih baik dan ramah lingkungan. Industri tambahan dan industri pengolahan ikan juga tidak kalah penting dengan industri penangkapan ikan. Ketiga jenis industri ini saling melengkapi dalam Industri Kepelabuhanan Perikanan.

2.1.2 Aktivitas-aktivitas yang terdapat di Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan memiliki berbagai aktivitas untuk menunjang eksistensinya. Menurut Pane (2007), aktivitas-aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:

1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, antara lain aktivitas penanganan, pendaratan, pemasaran atau pelelangan ikan dan pendistribusiannya.

2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan, antara lain aktivitas pembekuan ikan, pengolahan ikan, serta pemasaran dan distribusi hasil olahan

3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan 4) Kelompok yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut 5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif. 6) Pelaku aktif di sini adalah nelayan atau pengusaha penangkapan, ABK,

nahkoda, pengolah ikan, pedagang, pembeli, buruh pengangkut, dan lainnya. 7) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang

pelabuhan perikanan

8) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan

Setiap aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan berhubungan satu sama lain dan saling menunjang. Aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan biasanya dilakukan oleh pengusaha industri pengolahan ikan yang bertujuan untuk menghasilkan produk perikanan yang memiliki nilai tambah (Tomasina 2010). Menurut Adawyah (2007) bahwa prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan atau kerusakan, memperpanjang daya awet dan mendiversifikasi produk olahan hasil perikanan.

Selanjutnya dikemukakan oleh (Adawyah 2007) bahwa cara pengolahan yang umum dilakukan pada dasarnya dibagi menjadi empat golongan, yaitu: 1) pengolahan dengan memanfaatkan faktor fisikawi, 2) pengolahan dengan bahan pengawet, 3) pengolahan yang memanfaatkan faktor fisikawi dan bahan pengawet, serta 4) pengolahan dengan cara fermentasi.

2.1.3 Aktivitas-aktivitas industri di Pelabuhan Perikanan

Menurut Indrianto (2006) pelabuhan perikanan digunakan untuk mengelola aktivitas yang meliputi proses pendaratan, pelelangan, pengolahan dan pemasaran ikan. Aktivitas pendaratan ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan sangat bergantung kepada kelengkapan fasilitas yang ada di pelabuhan seperti dermaga, kolam pelabuhan dan alur pelayaran yang dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat di pelabuhan guna melakukan pembongkaran hasil


(20)

tangkapan dan menyediakan bahan perbekalan untuk melaut. Hasil tangkapan yang telah dibongkar akan dibawa ke TPI dan selanjutnya dilakukan pelelangan ikan sebagai awal dari pemasaran ikan. Aktivitas pengolahan ikan hasil tangkapan di pelabuhan biasanya dilakukan pada saat musim ikan untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk segar. Aktivitas pemasaran berawal dari tempat pelelangan ikan hingga ke tangan konsumen.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa aktivitas-aktivitas industri di pelabuhan perikanan termasuk ke dalam aktivitas Industri kepelabuhanan perikanan yang digolongkan menjadi 3 kelompok industri yaitu industri penangkapan ikan, industri pengolahan ikan, dan industri tambahan atau pendukung. Menurut Pane (2007) aktivitas dari industri penangkapan ikan meliputi usaha penangkapan ikan, pembuatan kapal (galangan kapal), pembuatan alat tangkap (pabrik alat tangkap) dan lain-lain. Aktivitas dari industri pengolahan ikan meliputi pembekuan ikan (ikan, udang, dan lain-lain) dan pengolahan ikan. Aktivitas yang ada pada jenis industri tambahan adalah perbaikan kapal dan mesin kapal, perbaikan alat tangkap, pabrik es, dan lain-lain.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :PER.18/ MEN/2006 tentang Skala Usaha Pengolahan Hasil Perikanan maka usaha perikanan dibedakan menjadi:

a. Usaha pengolahan hasil perikanan skala mikro; b. Usaha pengolahan hasil perikanan skala kecil; c. Usaha pengolahan hasil perikanan skala menengah; d. Usaha pengolahan hasil perikanan skala besar.

Keempat jenis skala usaha pengolahan ini memiliki aktvitas yang sama yaitu: meliputi aktivitas penyediaan bahan baku, pengolahan ikan dan aktivitas pemasaran. Ketiga aktivitas tersebut saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, karena karakteristik ikan sebagai produk yang mudah busuk sehingga membutuhkan penanganan mutu ikan yang akan menjaga terhadap kerusakan atau menurunnya mutu produk perikanan tersebut. Kegiatan bahan baku merupakan kegiatan penting yang dapat mempengaruhi produksi suatu usaha. Hal ini dikarenakan jika terjadi kekurangan bahan baku dapat menyebabkan proses pengolahan dan pemasaran menjadi terhambat atau tidak efektif. Aktivitas pengolahan ikan meliputi proses produksi terdiri dari serangkaian kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Aktivitas pemasaran dapat dilakukan apabila produk telah siap untuk dijual ke konsumen. Rantai pemasaran berawal dari produsen hingga sampai ke tangan konsumen.

Aktivitas industri pengolahan ikan yang ada di pelabuhan perikanan juga memiliki ketiga aktivitas tersebut. Menurut Pane (2007), penetapan jenis industri di suatu pelabuhan perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan:

1) Bahan baku utama, antara lain ikan basah segar dan ikan basah tidak segar (kurang sampai tidak segar)

2) Jenis ikan yang tersedia 3) Ukuran ikan yang tersedia

4) Prasarana atau infrastruktur serta jenis sarana yang tersedia dan yang akan dibangun di pelabuhan perikanan dan/atau di sekitar pelabuhan perikanan 5) Bahan-bahan penunjang atau tambahan yang tersedia, seperti kaleng dan tomat


(21)

6) Pelayanan yang tersedia di pelabuhan perikanan, mencakup jenis dan cara pelayanan bahan baku industri, jenis dan cara pelayanan fasilitas, serta pelayanan pengurusan kemudahan perijinan (ekspor dan sebagainya).

Industri pengolahan ikan membutuhkan ikan dalam kondisi yang segar untuk dapat menghasilkan produk dengan mutu prima, sehingga dapat dijual dengan harga produk setinggi mungkin. Cara pengolahan ikan yang baik pada industri pengolahan ikan juga dapat menambah nilai jual produk.

2.2 Bahan Baku Utama Ikan

2.2.1 Jenis-jenis industri Pengolahan Ikan yang ada

Hasil dari sektor perikanan banyak sekali dimanfaatkan oleh masyarakat baik dalam keadaan segar maupun setelah diolah. Ikan segar biasa dikonsumsi untuk makanan sehari-hari baik di lingkungan rumah tangga ataupun di berbagai tempat makan komersil. Pengolahan dilakukan oleh beberapa industri pengolahan ikan yaitu:industri pengalengan ikan, industri pengasapan ikan, industri pembekuan ikan, industri pemindangan ikan, industri penggaraman/pengeringan ikan, industri pengolahan lainnya (Indonesian Investment Coordinating 2010).

Semua bentuk pengolahan adalah untuk membuat produk agar dapat lebih diterima oleh konsumen atau untuk membuat produk agar memiliki konsumen yang lebih besar yaitu meliputi berbagai golongan etnis, agama dan kalangan lainnya (Irianto dan Giyatmi 2009). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa tujuan dari pengolahan adalah untuk (1) mengawetkan ikan, (2) mengubah bahan baku menjadi produk yang disukai konsumen, (3) mempertahankan mutu ikan, (4) menjamin keselamatan konsumen akibat mengkonsumsi produk olahan ikan, dan (5) memanfaatkan bahan baku lebih maksimal.

Menurut Heruwati (2002) bahwa pengolahan ikan secara tradisional di Indonesia dilakukan oleh para nelayan dan keluarganya di sepanjang pantai tempat pendaratan ikan dengan cara pengolahan yang diwariskan secara turun-temurun. Cara pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, dan fermentasi lebih dominan dilakukan daripada cara pengolahan modern seperti pembekuan dan pengalengan. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau asin kering, ikan pindang, ikan asap serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi, dan sejenisnya.

Jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan perikanan Indonesia kecuali Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Jakarta, masih bersifat tradisional dan belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik antara lain jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan. Jenis industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti pengalengan ikan, kerupuk, dan terasi (Lubis, 2006).

Namun di beberapa tempat perkembangan industri pengolahan ikan baik tradisional maupun modern berjalan seimbang. Salah satunya kegiatan agroindustri pengolahan ikan hasil tangkapan di Muncar baik industri pengolahan ikan tradisional maupun modern sudah berkembang. Industri pengolahan ikan yang ada di Muncar meliputi industri pengalengan, pindang, gaplek ikan, tepung


(22)

ikan, minyak ikan, dan kerupuk ikan (Mira, Sari, dan Koeshendrajana, 2007 vide

Witry 2010).

2.2.2 Jenis-jenis bahan baku ikan yang dibutuhkan per jenis industri pengolahan ikan

Jenis industri pengolahan ikan yang berbeda umumnya membutuhkan bahan baku ikan yang berbeda pula. Misalnya untuk industri pengolahan ikan asin, jenis ikan yang paling sering diasinkan adalah ikan teri (Stolephorus spp.), patin (Pangasius hypophthalmus), manyung (Arius thalassinus), layur (Trichiurus lepturus), pepetek (Leiognathus spp.), dan lain-lain. Industri pengolahan kerupuk kulit dan pengolahan kulit pari umumnya membutuhkan bahan baku ikan pari (Dasyatis spp.).

Menurut Anisah dan Indah (2007) jenis bahan baku ikan untuk industri pengolahan pindang ikan beragam. Mulai dari ikan kecil hingga ikan besar dan dari ikan air tawar sampai ikan air laut. Jenis ikan air tawar yang dapat dijadikan bahan baku dalam pengolahan pindang ikan yaitu: nila (Oreochromis niloticus), tawes, gurami (Ospronemus gouramy), mujair (Oreochromis mossambicus), sepat siam (Trichogaster pectoralis), tambakan (Helostoma temincki), dan ikan mas (Cyprinus Carpio), sedangkan jenis ikan laut terdiri dari: layang (Decapterus

spp.), kembung (Rastreliger spp.), tongkol (Auxis thazard), bawal (Stromateus

spp.), selar (Selaroides leptocepis), kuro (Polynemus spp.), bandeng (Chanos chanos), lemuru (Sardinella longiceps), pepetek (Leiognathus spp.), japuh (Dussumieria acuta), tembang (Sardinella gibbosa), ekor kuning (Lutjanus chrysurus), dan hiu (Selachimorpha spp.). Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan pindang di Kelurahan Tegalsari, kota Tegal yaitu layang (Decapterus spp.), bentong (Selar sp.), kunir (Upeneus sp.), tiga waja (Johnius sp), lemuru (Sardinella sp.) dan tongkol (Auxis thazard).

2.2.3 Sumber bahan baku utama ikan

Salah satu hal yang penting dalam industri pengolahan ikan adalah penyediaan bahan baku ikan. Ketersediaan bahan baku akan menentukan kelangsungan usaha bagi industri pengolahan ikan. Begitu pentingnya bahan baku, sehingga industri pengolahan tidak bisa melakukan aktivitasnya tanpa adanya bahan baku. Selanjutnya dikatakan pula bahwa salah satu tempat untuk mendapatkan bahanbaku adalah tempat pelelangan ikan (TPI) yang merupakan tempat memasarkan ikan yang berasal dari kapal-kapal penangkap ikan. Apabila produksi ikan di pelabuhan perikanan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan, maka perusahaan bisa mendatangkan bahan baku dari luar daerah.

Persyaratan utama pada pengolahan produk pangan adalah adanya jaminan pasokan bahan baku dalam jumlah yang cukup untuk memungkinkan pengoperasian yang efisien. Pada saat ini industri penangkapan ikan masih mengalami kesulitan dalam melakukan pemasokan atau pemanenan secara terjadwal. Karena kegiatan penangkapan sangat dipengaruhi oleh keadaaan alam seperti kondisi cuaca dan laut (Irianto dan Giyatmi 2009). Selain itu dijelaskan pula bahwa pengolahan tidak dapat memperbaiki mutu produk. Bahan baku yang


(23)

jelek akan menghasilkan produk dengan mutu yang jelek juga. Sedapat mungkin sepanjang rantai mulai dari panen sampai ke tangan konsumen, ikan dijaga mutunya setinggi mungkin.Kegagalan dalam melindungi mutu ikan pada salah satu titik dalam rantai tersebut dapat menyebabkan produk yang dihasilkan berkualitas jelek.

Kebutuhan bahan baku sangat berpengaruh dalam proses produksi, bahkan dapat menjadi hambatan dalam proses produksi jika tidak dapat terpenuhi. Misalnya pada pengolahan ikan modern seperti pengalengan atau pembekuan menuntut pasokan bahan baku yang bermutu tinggi, jenis dan ukuran seragam serta tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Di Indonesia, persyaratan tersebut sulit dipenuhi karena beberapa hal. Pertama, corak perikanan bersifat perikanan rakyat, dengan 90% armada perahu kecil tanpa motor, pola produksinya tersebar di antara nelayan yang sangat banyak jumlahnya, sedangkan hasil tangkapan nelayan hanya sedikit. Kedua, perikanan

tropic menjadi kendala dalam memasok ikan dengan jenis dan ukuran ikan yang sangat beragam.Kedua hal ini menjadi kendala dalam memasok ikan dengan jenis dan ukuran ikan seragam serta jumlah yang cukup (Heruwati2002). Hal ini juga yang menyebabkan pengolahan ikan secara tradisional lebih banyak dilakukan dibandingkan pengolahan ikan modern.

2. 3 Lahan Industri di Pelabuhan Perikanan

2.3.1 Lahan industri pengolahan dan kebutuhanlahannya/penggunaan lahan industri pengolahan di PP/PPI

Lahan merupakan kebutuhan utama untuk berkembangnya industri pengolahan ikan di pelabuhan. Lahan juga merupakan unsur yang berpengaruh dalam menentukan posisi perusahaan yang akhirnya akan mempengaruhi jarak pengangkutan dari TPI ke tempat pengolahan. Dekatnya jarak TPI ke tempat pengolahan akan membuat perusahaan pengolah ikan lebih efektif dan efisien. Menurut Sumiati (2008) bahwa lahan adalah bagian daratan yang menampung seluruh fasilitas pelabuhan.

Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan daya dukungnya, karena lahan memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini dapat dilihat dari kemampuan lahan antara lain kemiringan lahan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif, erosi, fisiografi, geologi, dan jenis tanah (BPN 1996 vide Irianta 2008). Pertimbangan lain karena lahan sebagai bagian dari ruang yang sifatnya terbatas dalam kuantitas, memiliki sifat unit dalam hal lokasi, dan cenderung mengalami penurunan dalam melayani tuntutan pembangunan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa lahan merupakan salah satu sumber daya alam dengan multi dimensi, meliputi dimensi fisik ruang, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan.

Salah satu bentuk penggunaan lahan yaitu untuk aktivitas industri. Dalam penggunaan lahannya harus memenuhi syarat-syarat lokasi antara lain tingkat ketinggian dan kemiringan lahan kurang dari 5% yang berada di luar wilayah banjir, bukan zona labil dan bukan daerah patahan atau retakan, berlokasi di daerah pusat kota atau daerah pinggiran (menyebar dalam ruang kota), kemudahan aksesibilitas baik ke fasilitas transportasi komersial maupun ke tenaga kerja,


(24)

tersedianya jaringan utilitas, kesesuaian dengan penggunaan lahan di daerah sekitarnya, kesesuaian lokasi dengan pengelolaan kualitas udara (Chapin 1979

vide Irianta 2008). Selain itu keberadaan industri di suatu tempat juga tergantung pada faktor lingkungan yang akan menentukan keberlangsungan industri.

Industri-industri umumnya terkonsentrasi pada suatu kawasan yang disebut kawasan industri. Pengertian kawasan industri menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang kawasan industri adalah tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prsarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.

Spesifikasi dan fasilitasi kawasan industri juga dijelaskan dalam pasal 10, yaitu:

1) Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 (lima puluh) hektar dalam satu hamparan;

2) Luas lahan Kawasan Industri Tertentu untuk usaha mikro, kecil, dan menengah paling rendah 5 (lima) hektar dalam satu hamparan.

Selanjutnya dijelaskan pula mengenai pengertian kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semakin jelas pula bahwa sumberdaya lahan merupakan salah satu faktor produksi.

PER.08/MEN/2012 mengenai Kepelabuhanan Perikanan juga menjelaskan kriteria operasional untuk masing-masing tipe pelabuhan perikanan terkait dengan industri pengolahan ikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tersebut maka pelabuhan perikanan samudera (tipe A), pelabuhan perikanan nusantara (tipe B), pelabuhan perikanan pantai (PPP) diwajibkan memiliki industri pengolahan ikan dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan untuk pangkalan pendaratan ikan (tipe D) tidak memiliki kriteria operasional untuk memiliki industri pengolahan ikan di dalam pangkalan pendaratan ikan tersebut (KKP 2012).

2.3.2 Contoh-contoh lahan industri di pelabuhan perikanan tipe A dan tipe B

Menurut Priyatno (2007) lahan industri merupakan lahan yang tepat untuk pengembangan industri pengolahan ikan.Salah satu pelabuhan perikanan tipe A yang memiliki area industri adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pada tahun 2006 PPS Cilacap telah menggunakan lahan seluas 42.949,7 m2 dan menyisakan lahan seluas 84.354,30 m2 yang belum dimanfaatkan. Lahan industri PPS Cilacap yang dimanfaatkan tersebut ternyata bukan hanya dikhususkan untuk industri pengolahan ikan saja namun juga diperuntukkan untuk aktivitas terkait baik yang statusnya penunjang maupun utama. Kondisi tersebut menunjukkan adanya persaingan pemanfaatan lahan tersisa antara industri pengolahan ikan dengan industri perikanan lainnya.

Selanjutnya dijelaskan juga bahwa peraturan penyewaan lahan industri di PPS Cilacap adalah mengikuti peraturan pemerintah No. 19 tahun 2006 tentang tarif penerimaan bukan pajak pada Departemen Kelautan dan Perikanan maka lahan industri di PPS Cilacap termasuk kepada lahan pelabuhan pada kategori


(25)

pelabuhan perikanan samudera. Biaya lahan pelabuhan pada kategori pelabuhan tersebut terbagi atas dua kategori yaitu biaya pengembangan dan sumbangan pemeliharaan prasarana.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2002 tentang tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan maka biaya imbalan jasa tanah akan lahan dan bangunan pada pelabuhan perikanan juga dibedakan menjadi biaya tanah atau lahan pelabuhan, biaya bangunan pelabuhan perikanan, dan biaya tanah atau lahan yang dipakai untuk lapangan penjemuran jaring/penjemuran ikan dan tempat penumpukan barang.

Tabel 1 Biaya sewa tanah atau lahan pelabuhan dan bangunan pelabuhan perikanan yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan berdasarkan PERMEN No. 19 tahun 2006

Biaya sewa Satuan Nilai (rupiah)

A. Tanah Pelabuhan

1. Biaya Pengembangan (developmet

charge)

a.Pelabuhan Perikanan Samudera Per m2/hari 1.200

b. Pelabuhan Perikanan Nusantara Per m2/hari 1.000

c. Pelabuhan Perikanan Pantai Per m2/hari 800

2. Sumbangan pemeliharaan prasarana

a. Pelabuhan Perikanan Samudera Per m2/hari 800

b. Pelabuhan Perikanan Nusantara Per m2/hari 700

c. Pelabuhan Perikanan Pantai Per m2/hari

B. Bangunan pelabuhan perikanan 600

1. Bangunan sementara Per m2/hari 3.000

2. Bangunan semi permanen Per m2/hari 6.000

3. Bangunan permanen Per m2/hari 8.000

C. Tanah yang dipakai untuk:

1. Lapangan penjemuran jaring/penjemuran

ikan

a. Ruangan/lapangan terbuka beratap Per m2/hari 50

b. Ruangan/lapangan terbuka tidak beratap Per m2/hari 30

2. Tempat penumpukan barang

a. Ruangan/lapangan terbuka beratap Per m2/hari 500

b. Ruangan/lapangan terbuka tidak beratap Per m2/hari 350

Sumiati (2008) mengatakan bahwa salah satu pelabuhan perikanan tipe B yang memiliki industri pengolahan ikan di dalam pelabuhan tersebut adalah PPN Palabuhanratu.Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu memiliki areal seluas 10,29 ha dimana luas lahan untuk kegiatan industri pengolahan adalah 5.582 m2. Luas lahan yang diperlukan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan diperlukan seluas minimal 15 ha belum termasuk kolam pelabuhan, sehingga paling tidak maksimum luas lahan yang diperlukan untuk PPN Palabuhanratu adalah 30 ha (sesuai dengan batas minimum lahan PPS). Kapasitas lahan di PPN Palabuhanratu yang tersedia telah termanfaatkan seluruhnya. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa PPN Palabuharatu menyediakan kemudahan bagi industri


(26)

pengolahan dengan cara menyewa tempat sesuai kontrak. Peran PPN Palabuhanratu yaitu hanya sebagai pihak mediator antara penyewa lahan dengan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

2.3.3 Contoh-contoh aktivitas industri pengolahan di PP Tipe A dan Tipe B

Pelabuhan perikanan memerlukan industri pengolahan ikan untuk menunjang kegiatan pengolahan hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan tersebut. Aktivitas industri pengolahan ikan yang dilakukan cukup beragam disesuaikan dengan jenis industri pengolahan ikan.Salah satu contoh pelabuhan perikanan tipe A yang memiliki aktivitas industri pengolahan ikan adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap. Menurut Priyatno (2007) kondisi aktual industri pengolahan ikan di PPS Cilacap didominasi oleh industri-industri pengolahan ikan yang berada di luar PPS Cilacap.Ada sembilan jenis olahan yang ada di Kabupaten Cilacap, tetapi hanya dua jenis yang berada di PPS Cilacap yaitu pembekuan dan ubur-ubur asin kering. Pada tahun 2002 sampai tahun 2005 industri pengolahan ikan yang bergerak secara kontinyu di PPS Cilacap adalah PT. Toxido Prima dan PT. Kusuma Suisan Jaya. Jenis produk olahan kedua perusahaan tersebut berupa udang beku, lobster beku, layur beku, bawal beku, ubur-ubur kering dan teri kering. Jumlah produk olahan ikan di PPS Cilacap pada tahun 2005 mencapai 1.170,12 ton.

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman (PPSNZJ) yang juga merupakan pelabuhan perikanan tipe A memiliki aktivitas industri pengolahan ikan yang beragam sesuai dengan produk akhir yang akan dihasilkan (Hadiyanto, 2004). Produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan ikannya antara lain fillet, tuna loin, ikan kaleng, ikan beku, ikan pindang. Menurut Ibrahim (2004), industri perikanan di Indonesia cukup banyak jumlahnya dan terkonsentrasi pada beberapa lokasi khusus seperti Muara Baru dan Muara Angke (Jakarta), Pekalongan dan Muncar (Banyuwangi).

Usaha pengolahan ikan yang ada di PPN Palabuhanratu sebagai salah satu pelabuhan perikanan tipe B terkonsentrasi di luar lokasi PPN Palabuhanratu.Pengolahan tersebut masih diusahakan secara tradisional. Jenis-jenis usaha pengolahan ikan yang ada di PPN Palabuhanratu antara lain adalah pembekuan, pengasinan, pemindangan, kerupuk ikan, abon ikan dan pembuatan bakso ikan (Sumiati 2008). Selanjutnya dijelaskan bahwaindustri pengolahan di PPN Palabuhanratu tersebut adalah PT. AGB Palabuhanratu yang bergerak pada pemekuan khusus ikan layur.Volume produksi PT. AGB Palabuhanratu mengalami perubahan setiap bulannya tergantung pada ketersediaan ikan dan permintaan pelanggan.

2.4 Analisis Usaha Industri Pengolahan Ikan

Tujuan akhir suatu usaha adalah mendapatkan laba. Tingkat laba yang berhasil diraih sering dijadikan ukuran keberhasilan usaha. Laba dapat menunjukkan efektivitas pemanfaatan sumberdaya, selain itu juga dapat memacu perkembangan usaha dan penambahan modal, peningkatan mutu, pengembangan


(27)

teknologi, pelayanan yang lebih bagus terhadap konsumen, dan perbaikan kesejahteraan para pekerja. Untuk mengetahui gambaran laba yang didapatkan maka diperlukan analisis usaha (Wibowo 1996).

Menurut Hidayat (2007) analisis usaha merupakan suatu usaha dari sudut pandang atau badan dan atau orang-orang yang menanamkan modalnya dalam proyek atau usaha, dinyatakan dalam rupiah. Dalam analisis usaha dilakukan analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R-C ratio, analisis waktu balik modal (payback period) dan analisis return of investment

(ROI).

Analisis R/C ratio adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap rupiah yang digunakan dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaat (Sugiarto et al. 2002 vide Hidayat 2007). Payback period

merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas (Umar 2003

vide Hidayat 2007). Return of investment (ROI) adalah kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan (Riyanto 2003 vide Hidayat 2007).


(28)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Jakarta (Lampiran 1), pada bulan FebruariMaret 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara (kuesioner), hasil pengamatan dan dari literatur (data sekunder). Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang ditujukan kepada keempat jenis pemilik perusahaan pengolahan, pengelola PPI Muara Angke, pengelola TPI, pedagang ikan, dan nelayan sebagai tambahan.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Aspek-aspek yang diteliti pada setiap jenis industri di PPI Muara Angke yaitu aspek bahan baku utama industri pengolahan, aspek lahan industri dan aspek usaha industri. Aspek bahan baku utama industri pengolahan ikan yang diteliti meliputi: jenis ikan, asal pembelian, jumlahnya, alasan pembelian, proses penyiapan dan penerimaan bahan baku. Aspek lahan industri yang akan diteliti berupa luas lahan, kepemilikan lahan, harga lahan dan bangunan. Selain itu, untuk aspek usaha industri meliputi: aktivitas di dalam atau di luar PPI Muara Angke, tahapan proses industri, omset atau penerimaan usaha, analisis usaha (biaya variabel/semi variabel, biaya tetap, keuntungan, dan lain-lain, hubungan bahan baku dan omset (penerimaan usaha).

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan, wawancara, pengukuran dan pengumpulan data sekunder.

1) Pengamatan

Pengamatan terhadap bahan baku utama yaitu ikan, proses produksi dan lahan industri.

2) Wawancara

Dari empat jenis industri pengolahan ikan di Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan PPI Muara Angke hanya 4 jenis industri pengolahan yang diteliti yaitu industri pengolahan ikan asin, industri pengolahan ikan asap, industri pengolahan ikan pindang ikan, dan industri pengolahan kulit ikan pari. Hal ini dikarenakan industri pengolahan terasi sudah tidak berjalan di PHPT PPI Muara Angke sejak 4 tahun yang lalu sedangkan industri pengolahan limbah ikan tidak diteliti dalam penelitian ini. Industri pengolahan ikan asin yang ada di PHPT PPI Muara Angke terdiri dari 2 jenis yaitu industri pengolahan ikan asin dengan perebusan dan tanpa perebusan. Kedua jenis industri pengolahan ikan asin tersebut termasuk yang diambil sampelnya pada penelitian ini. Terdapat perbedaan metode, jenis ikan yang digunakan, bahan baku yang digunakan, harga per kg ikan bahan baku untuk jenis ikan yang berbeda,


(29)

jumlah tenaga kerja, jumlah garam dan kayu bakar yang digunakan, serta jumlah alat yang digunakan pada kedua jenis industri pengolahan ikan asin tersebut.

Wawancara dilakukan terhadap responden pemilik jenis usaha pengolahan ikan yaitu usaha pengolahan ikan asin, ikan pindang, ikan asap dan pengolahan kulit pari terkait dengan kebutuhan bahan baku dan kebutuhan lahan untuk industri tersebut. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap responden pengelola PPI Muara Angke sebanyak 1 orang, pengelola PHPT PPI Muara Angke sebanyak 1 orang, pengelola TPI sebanyak 1 orang, pedagang di TPI sebanyak 2 orang dan 2 orang nelayan nakhoda. Terhadap pengelola PPI Muara Angke akan diwawancarai mengenai lahan industri pengolahan ikan, aktivitas industri pengolahan ikan di pelabuhan tersebut dan kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, sedangkan terhadap responden pengelola TPI dan pedagang TPI diwawancara mengenai pemenuhan kebutuhan bahan baku ikan untuk industri pengolahan ikan di PPI Muara Angke. Responden nelayan nakhoda juga diwawancarai terkait hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke. Keseluruhan responden berjumlah 11 orang. Metode penentuan responden dilakukan secara purposive. Untuk keempat jenis industri pengolahan ikan yang ada di PPI Muara Angke tersebut diambil 6 untuk industri olahan ikan asin, 1 industri ikan pindang, 2 industri pengolahan ikan asap dan 2 industri untuk pengolahan kulit pari. 3) Pengukuran

Pengukuran dilakukan terhadap mutu jenis-jenis ikan dominan yang digunakan sebagai bahan baku industri oleh setiap jenis industri olahan. Pengukuran mutu dilakukan secara organoleptic, yaitu dengan cara mengamati bagian-bagian ikan seperti mata, insang, otot dan penekanan badan ikan. Pengambilan sampel ikan untuk pengukuran mutu ini, dilakukan secara purposive sebanyak 30 ekor ikan per jenis industri olahan.

Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data utama dan data tambahan.

1) Data utama merupakan data yang sangat penting untuk dicari agar dapat melakukan analisis data. Data utama terbagi menjadi dua jenis yaitu data utama primer dan data utama sekunder (Tabel 2)

2) Data Tambahan

Data tambahan juga terbagi menjadi dua bagian yaitu: data tambahan utama primer dan data tambahan utama sekunder (Tabel 3).


(30)

Tabel 2 Jenis data utama primer dan sekunder yang dikumpulkan pada penelitian bahan baku, lahan industri dan analisis usahanya di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

Jenis data Rincian

A. Data Utama Primer

1. Bahan baku utama yang digunakan oleh industri pengolahan ikan

Jenis ikan, asal pembelian, jumlahnya, alasan pembelian, proses penyiapan dan penerimaan bahan baku, serta mutu ikan yang diamati dari sampel jenis-jenis ikan tersebut secara organoleptik

2. Lahan industri pengolahan luas , kepemilikan dan harga lahan, bangunan, penggunaan rinci lahan dan bangunan

3. Usaha industri

B. Data Utama Sekunder 1. Data hasil tangkapan

2. Data industri pengolahan

Aktivitas industri pengolahan di dalam atau di luar PPI Muara Angke, tahapan proses industri, proses produksi yang dilakukan, omset atau penerimaan usaha (biaya-biaya terkait analisis usaha)

Jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan untuk industri pengolahan Jumlah industri pengolahan di kawasan PP atau di luar PP

Distribusi dan bentuk olahan dan yang dihasilkan oleh industri pengolahan

Tabel 3 Jenis data tambahan primer dan sekunder yang dikumpulkan pada penelitian bahan baku, lahan industri dan analisis usahanya di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

Jenis Data dan Rincian A. Data Tambahan Primer

1. Gambar/foto-foto kondisi bahan baku ikan, proses produksi, lahan industri pengolahan ikan

2. Data pengelola industri pengolahan ikan

3. Amatan mengenai kondisi gedung industri pengolahan ikan di PPI Muara Angke dan lingkungannya

4. Data harga ikan yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan B. Data Tambahan Sekunder

1. Data kondisi umum daerah penelitian tingkat kabupaten pada 5 tahun terakhir 2. Kondisi umum dan fasilitas PPI Muara Angke

3. Data volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke

4. Amatan mengenai kondisi gedung industri pengolahan ikan di PPI Muara Angke dan lingkungannya

5. Letak geografis dan luas wilayah 6. Peta daerah penelitian


(31)

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui kebutuhan bahan baku ikan industri pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke; secara deskriptif, analisis diagram pie, perhitungan rata-rata, simpangan dan kisaran nilai. Analisis data lahan industri pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke dengan cara membandingkan kebutuhan lahan industri pengolahan ikan pada keadaan sebenarnya dengan kebutuhan lahan yang disediakan oleh PPI Muara Angke. Analisis usaha dilakukan terhadap industri pengolahan ikan yang ada di PHPT PPI Muara Angke meliputi analisis rugi laba, R/C ratio, payback period dan

return of investment. 1) Analisis Rugi Laba

Analisis rugi laba secara sistematis dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Soekartawi 2003), yaitu:

μ = TR-TC

Keterangan :

μ : Keuntungan (rupiah)

TR : Total Penerimaan (rupiah)

TC : Total Biaya (rupiah)

Kriteria:

TR < TC: Usaha menguntungkan, sehingga usaha tersebut layak untuk

dilanjutkan

TR < TC : Usaha mengalami kerugian, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk

dilanjutkan

TR = TC : Usaha impas, sehingga usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (pada titik impas)

2) Analisis R/C ratio secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Hernanto 1989):

R/C =

Keterangan:

TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp)

TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Dengan kriteria usaha sebagai berikut:

- R/C > 1, Usaha menguntungkan, sehingga layak untuk dilanjutkan; - R/C = 1, Usaha impas;

- R/C < 1, Usaha rugi, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan.

3) Payback period secara sistematis dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Hernanto 1989) :


(32)

4) Analisis Return of Investment Analysis (ROI) secara sistematis dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Hernanto 1989)


(33)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara

Kota Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta selain Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat dan Kota Jakarta Timur. Kota Jakarta Utara dan Kota Jakarta Barat merupakan dua kota yang turut mempengaruhi produksi perikanan bagi DKI Jakarta; sumbangan terbesar produksi perikanan di DKI Jakarta berasal dari Kota Jakarta Utara.

4.1.1 Kondisi geografis dan topografi

Kota Jakarta Utara memiliki luas 146,66 km2 dan terbagi menjadi 6 kecamatan, yaitu: Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading dan Cilincing. Secara administrasi, Kota Jakarta Utaraterletak

antara 06˚10’00” LS - 106˚20’00” BT. Sebelah utara Jakarta Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah selatan berbatasan dengan Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Jakarta Barat. Wilayah Jakarta Utara sendiri merupakan daerah beriklim panas dengan suhu rata-rata 28,97oC pada tahun 2010.Rata-rata curah hujan 191,21 mm3 dengan maksimal curah hujan pada bulan Januari (572,2 mm3) dankelembaban udara rata-rata 77,9% serta rata-rata kecepatan angin di wilayah Jakarta Utara sekitar 4,39 knot (BPS Kota Jakarta Utara 2011).

Wilayah Jakarta Utara yang terletak di daerah khatulistiwa menyebabkan wilayahnya dipengaruhi oleh angin muson timur terjadi (Mei-Oktober) dan muson barat (November-April) (Pesona Indonesia 2011). Pada musim barat, angin dan gelombang menjadi tidak menentu. Angin dan gelombang bisa menjadi begitu besar mengakibatkan nelayan tidak dapat melaut terutama bagi nelayan dengan armada penangkapan skala kecil. Apabila kegiatan melaut ini tidak dilakukan dalam waktu yang cukup lama maka akan dapat menimbulkan dampak paceklik bagi nelayan dan kemudian akan dapat terjadi kekurangan pasokan ikan bagi konsumen ikan lainnya.

Badan Pusat Statistik Jakarta Utara (2011) menjelaskan bahwa wilayah Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 kilometer dan menjorok ke darat antara 4 sampai 10kilometer serta memiliki ketinggian 0-2 meter dari permukaan laut, dengan kurang lebih 110 pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Sebagian besar wilayahnya terdiri dari rawa-rawa atau empang air payau. Selain itu kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 13 (tiga belas) sungai dan 2 (dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut.


(34)

Kota Jakarta Utara memiliki daerah pantai yang cukup panjang sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu sekitar 35 kilometer sehingga cocok untuk pengembangan perikanan tangkap. Letak wilayah yang juga berhadapan langsung dengan Laut Jawa dan Kepulauan Seribu menjadikan daerah ini bercorak maritim, pelabuhan, pergudangan, dan perikanan, sehingga sangat memungkinkan berkembangnya industri perikanan guna memenuhi kebutuhan ikan di daerah Jakarta Utara.

4.1.2 Kependudukan, pendidikan dan lapangan kerja

Jumlah penduduk di Kota Jakarta Utara pada tahun 2010 sebanyak 1.645.659 jiwa (BPS Kota Jakarta Utara 2011). Peningkatan penduduk Kota Jakarta Utara terjadi dari tahun ke tahun pada periode 2006-2010 seperti terlihat dalam Tabel 4.

Pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama kurun waktu tahun 2006-2010, rata-rata 9% per tahun atau pada kisaran 1,0-21,8% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk ini lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu 1990-2000 yang hanya mencapai 0,51% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada kurun waktu 1990-2000 yang hanya mencapai 0,51 persen per tahun (BPS Kota Jakarta Utara 2011). Pertumbuhan penduduk tertinggi pada periode tahun 2006-2010 tersebut di atas terjadi pada tahun 2008 yaitu 21,8%. Hal ini diduga terjadi karena banyaknya pendatang yang berasal dari luar Jakarta yang mencari pekerjaan di wilayah ini. Pada umumnya, peningkatan jumlah pendatang ke ibukota Jakarta terjadi pada saat selesai hari lebaran dan tahun baru.

Tabel 4 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kota Jakarta Utara tahun 2006-2010

Tahun Pria (jiwa) Wanita (jiwa) Jumlah (jiwa) Pertumbuhan

(%)

2006 604.737 576.230 1.180.967 -

2007 612.389 585.581 1.197.970 1,4

2008 707.191 752.189 1.459.380 21,8

2009 711.717 759.946 1.471.663 1,0

2010 824.480 821.179 1.645.659 11,8

Rata-rata 692.103 699.025 1.391.128 9,0

Standar

Deviasi 89.614,7 112.238,8 198.352,5 9,9

Kisaran 604.73824.480 576.230821.179 1.180.9671.645.659 1,021,8

Sumber: BPS Kota Jakarta Utara 2011

Pada tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing sama sebesar 1,99%, sedangkan yang terendah di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 0,33% (BPS Kota Jakarta Utara


(35)

2011). Penduduk pria jumlahnya lebih banyakdibandingkan dengan penduduk jenis kelamin wanita, masing-masing sebanyak 824.480 jiwa dan 821.179 jiwa pada tahun 2010; atau dengan rasio (P/L) sebesar 0,99. Penduduk Jakarta Utara tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading dan Cilincing (BPS Kota Jakarta Utara 2011) (Tabel 5).

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa luas wilayah Jakata Utara yang mencapai 146,7 km2dan rata-rata tingkat kepadatan penduduknya sebanyak jiwa 11.664 per km2 pada tahun 2010. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu pada Kecamatan Koja sebesar 22.661 jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk terendahberada di Kecamatan Penjaringan sebesar 4.776 jiwa per km2. Penduduk terbanyak berada di Kecamatan Tanjung Priok yaitu sebanyak 355.128 jiwa, kemudian diikuti Kecamatan Cilincing sebanyak 333.583 jiwa. Sementara penyebaran penduduk yang paling sedikit yaitu di Kecamatan Kelapa Gading hanya sebanyak 216.842 jiwa.

Tabel 5 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk dan rasio jenis kelamin menurut kecamatan di Kota Jakarta Utara tahun 2010

Kecamatan

Luas Wilayah

(km2)

Penduduk Kepadatan Rasio

Laki-laki Wanita Jumlah Penduduk

Jenis Kelamin

(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa/m2) (L/P)

1. Penjaringan 45,4 120.067 96.775 216.842 4.776 1,2

2. Pademangan 11,9 69.174 56.596 125.770 10.552 1,2

3. Tanjung

Priok 22,5 194.206 160.992 355.128 15.771 1,2

4. Koja 12,3 153.862 123.227 277.089 22.611 1,2

5. Kelapa

Gading 14,9 61.335 53.864 115.199 7.749 1,1

6. Cilincing 39,7 179.127 154.456 333.583 8.403 1,2

Jumlah 146,7 777.771 645.840 1.423.611 69.862 1,2

Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2011

Penduduk Kota Jakarta Utara yang semakin meningkat setiap tahunnya dapat memungkinkan peningkatan permintaan konsumen termasuk kebutuhan ikan. Aspek pemasaran ikan menjadi sangat penting di saat kebutuhan ikan terus meningkat agar ikan atau produk perikanan lainnya dapat sampai ke tangan konsumen. Peningkatan upaya pemasaran ikan harus lebih ditingkatkan lagi baik dalam hal strategi, sasaran maupun transportasinya guna memenuhi kebutuhan tersebut.

Laju pertumbuhan penduduk yang meningkat perlu didukung oleh tingkat pendidikan yang memadai. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian pemerintah pusat maupun daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Beberapa indikator yang menggambarkan pencapaian bidang pendidikan adalah angka buta huruf, Angka Partisipasi Sekolah, dan Rata-rata Lama Sekolah.


(36)

Apabila tingkat pendidikan penduduk semakin tinggi, terutama nelayan dan pelaku perikanan lainnya seperti pengolah ikan, maka akan dapat menambah pengetahuanpara nelayan dan pelaku perikanan lainnya tersebut. Demikian pula semakin tinggi tingkat pendidikan para pengolah maka kemungkinan teknik pengolahan ikan yang digunakan para pengolah ikan, akandapat semakin maju. Kemajuan teknik pengolahan ikan dapat berupa penggunaan teknologi modern.

Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Utara (2011) mengatakan bahwa angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Jakarta Utara mengalami penurunan dari 0,85% pada tahun 2009 menjadi 0,77% pada tahun 2010. Hal ini menggambarkan bahwa 0,77% penduduk Jakarta Utara usia 10 tahun keatas masih belum mampu membaca dan menulis. Semakin menurunnya angka buta huruf di Jakarta Utara menunjukkan semakin membaiknya kemampuaan membaca dan menulis penduduk Jakarta Utara. Pencapaian pembangunan di bidang pendidikan selama tahun 2008-2010 cukup menggembirakan. Hal ini juga ditunjukkan oleh Angka Partisipasi Sekolah pada jenjang pendidikan SD (usia 7-12 tahun) sebesar 98,44 persen, di tingkat SLTP (usia 13–15 tahun) sebesar 85,63 persen, dan di tingkat SLTA (usia 16–18 tahun) sebesar 55,60 persen.

Indikator lainnya adalah rasio murid-sekolah dapat menggambarkan ketersediaan sarana pendidikan. Rasio murid-sekolah tertinggi yaitu pada jenjang SD yaitu 316, artinya setiap satu sekolah rata-rata diisi oleh 316 orang murid. Sementara untuk jenjang SLTA, rasio murid-sekolah sebesar 296. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan rasio murid-sekolah pada jenjang SLTP sebesar 314, sehingga perlu ditingkatkan lagi proses belajar mengajar di tingkat SLTA. Berdasarkan data Susenas 2010, sebagian besar penduduk Jakarta Utara berpendidikan SLTA, yaitu mencapai 33% dan hanya 7% penduduk yang berhasil menamatkan jenjang pendidikan Sarjana.

Penduduk yang mengenyam tingkat pendidikan program 9 tahun belajar lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang mengenyam tingkat pendidikan hingga tingkat SMA maupun Sarjana. Sebagian besar masyarakat di Unit Pengolahan Hasil Pengolahan Tradisional di PPI Muara Angke juga lebih banyak didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan SD sehingga hal ini dapat menjadi suatu indicator mengapa sebagian besar proses pengolahannya masih dilakukan secara tradisional.

4.1.3 Prasarana dan sarana transportasi

Transportasi (perhubungan) merupakan salah satu kegiatan yang penting bagi manusia karena dapat memudahkan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Transportasi yang telah tersedia di wilayah Jakarta Utara meliputi transportasi darat dan transportasi laut.

Prasarana transportasi darat yang banyak ditemui di Jakarta Utara yaitu jalan raya. Ketersediaan jalan raya yang memadai diperlukan untuk mendukung pertambahan jumlah kendaraan yang ada yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Jalan raya merupakan salah satu prasarana penting dalam transportasi darat karena merupakan penghubung antar satu daerah dengan daerah lainnya.


(37)

Pada tahun 2010, jumlah panjang jalan raya di Kota Jakarta Utara baik jalan tol, jalan negara, jalan provinsi maupun jalan kota adalah 1.314.514 m dengan jumlah luas jalan 8.085.482 m2(Status Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta,2010). Berdasarkan pengamatan, kondisi fisik jalan raya di wilayah ini, secara umum sudah baik sampai dengan sangat baik.

Jalan raya juga dapat sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dan daerah-daerah distribusi dengan wilayah-wilayah pemasarannya. Dengan demikian jalan raya dapat berfungsi sebagai stimulan bagi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kondisi jalan yang baik dan sangat baik di atas,akan membantu pendistribusian ikan baik segar maupun olahan dari daerah asal ke daerah tujuan. Akan tetapi banyaknya jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah panjang jalan mengakibatkan banyak kemacetan di Jakarta Utara sehingga dapat mengganggu pendistribusian ikan ke daerah-daerah pemasaran dan atau masuknya ikan dari daerah-daerah lain ke wilayah Jakarta Utara.

Sarana transportasi darat yang banyak digunakan di Jakarta Utara adalah angkutan umum seperti bus kota, minibus, bus antar daerah dan kereta api, dan kendaraan pribadi. Jumlah kendaraan angkutan umum, mikro bus dan mikrolet mengalami peningkatan dari 947 kendaraan pada tahun 2008 menjadi 1.666 kendaraan pada tahun 2010. Sebaliknya jumlah bus kota yang beroperasi di Jakarta Utara menurun pada tahun 2010 menjadi 515 bus dengan rata-rata penumpang per hari 16.139 orang(BPS Jakarta Utara 2011). Sarana lainnya yaitu kereta api juga cukup dimanfaatkan dilihat dari banyaknya pengguna jasa transportasi ini. Berdasarkan data dari BPS vide (El 2011), jumlah penumpang kereta api dari kawasan Jabodetabek pada tahun 2010 mencapai 124.308.000 orang (rata-rata 340.570 per hari).

Transportasi laut merupakan salah satu transportasi yang juga banyak digunakan di Jakarta Utara mengingat kondisi umum Kota Jakarta Utara yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Terdapat 3 (tiga) pelabuhan laut di Kota Jakarta Utara sebagai prasarana transportasi laut, yakni Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Marunda dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan yang paling berpotensi dari ketiga pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Tanjung Priok sebagai sentra bagi angkutan penumpang dan barang (ekspor dan impor) termasuk perdagangan dalam negeri. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia.

Menurut BPS (2012), jumlah keberangkatan penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2010 adalah sebanyak 205.532 orang demikian juga jumlah kedatangan penumpang di pelabuhan tersebut tidak jauh berbeda yaitu sebanyak 202.146 orang. Jumlah barang asal dalam negeri yang dimuat di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2010 sebanyak 9.901.037 ton, sedangkan jumlah barang yang dibongkar sebanyak 14.931.476 ton. Sarana transportasi laut yang digunakan yaitu kapal laut antara lain berupa kapal penumpang, kapal barang dan kapal tanker. Kapal ikan digunakan sebagai alat transportasi ikan melalui pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan yang ada di wilayah ini.

Selain transportasi laut dan transporasi darat, transportasi udara juga merupakan alat transportasi yang penting. Namun transportasi udara menghabiskan biaya yang lebih banyak dibandingkan kedua jenis transportasi lainnya. Transportasi udara memiliki kelebihan dibanding alat transportasi


(38)

lainnya yaitu memiliki teknologi yang lebih canggih dan lebih cepat dibandingkan dengan transportasi lainnya. Prasarana yang mendukung transportasi udara ini adalah bandara. Bandara berfungsi sebagai tempat terjadinya transfer perjalanan orang dan barang dari suatu wilayah ke wilayah lain pada kegiatan transportasi udara. Transportasi udara di Jakarta Utara menggunakan Bandara Soekarno Hatta yang terdapat di Kota Tangerang, Banten dan Bandara Halim Perdana Kusuma yang terdapat di Kota Jakarta Timur. Ketersediaan sarana dan prasarana udara ini sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran kegiatan transportasi di Jakarta Utara. Dengan demikian pengiriman ikan keluar wilayah Jakarta Utara, selain dapat dilakukan melalui jalur darat dan laut, juga dapat melalui jalur udara, termasuk ekspor ikan dan produk perikanan ke luar negeri.

4.1.4 Prasarana dan sarana umum lainnya di Kota Jakarta Utara

Prasarana dan sarana umum lainnya di Jakarta Utara meliputi komunikasi, air dan listrik. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi maka akses penduduk terhadap komunikasi dan informasi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Prasarana komunikasi di Jakarta Utara meliputi telekomunikasi, dan layanan pos dan giro. Pelayanan komunikasi lainnya dapat berupa fasilitas telepon umum, wartel, warnet dan lain-lain. Sarana komunikasi antara lain berupa telepon (telepon kabel), pos dan giro.

Rumah tangga yang menggunakan sarana telepon seluler sebagai sarana komunikasi sebanyak 79% dan kemudian meningkat menjadi 90% pada tahun 2010. Sementara itu rumah tangga pemilik telepon kabel terus mengalami penurunan dari 31% pada tahun 2008 menjadi 26% pada tahun 2010 (BPS Kota Jakarta Utara 2011).

Perkembangan sarana dan prasarana komunikasi di Kota Jakarta Utara yang menjadi semakin maju akan dapat membuat komunikasi antar para pelaku industri perikanan yang ada semakin baik. Komunikasi yang semakin baik inilah yang dapat membawa perkembangan bagi industri-industri perikanan yang ada di Kota Jakarta Utara.

Selain kebutuhan terhadap prasarana dan sarana komunikasi, kebutuhan prasarana dan sarana air bersih dan listrik juga merupakan kebutuhan yang mutlak dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat, karena kedua subsektor ini menjadi faktor penunjang kehidupan masyarakat. Pelayanan akan kebutuhan air bersih dan listrik merupakan salah satu sarana dan prasarana yang harus diperhitungkan pemerintah setempat.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan PT. Aerta Air Jakarta merupakan pengelola prasarana dan sarana pengadaan air bersih di Jakarta Utara. Produksi dan jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara terus meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pelanggan terutama disebabkan kondisi air tanah yang tidak layak di wilayah ini; mengingat airnya payau dan adanya pembatasan penggunaan air tanah.

Bertambahnya produksi air bersih menunjukkan semakin banyaknya volume air bersih yang dapat dialirkan untuk setiap pelanggan. Pada tahun 2008, rata-rata volume air yang disalurkan mencapai 133 m3 per pelanggan dan terus meningkat hingga mencapai 145 m3 per pelanggan pada tahun 2010 (BPS Jakarta Utara


(1)

Lampiran 6 lanjutan

Keterangan:

R/C = Return cost ratio

ROI = Return of investment

PP = payback period

2.2 Biaya Tidak Tetap

Jenis biaya tidak tetap

Jumlah kebutuhan

per bulan (satuan)

Jumlah kebutuhan

per tahun (satuan)

Rerata biaya per

satuan per tahun

(rupiah)

Jumlah (rupiah)

1. Biaya bahan baku

(kg) 48.000 505.400 11.913 6.020.700.000

2. Biaya bahan lainnya

atau O2 (liter) 168 1.680 21.429 36.000.000

3. Pisau (unit) 3 40.000 120.000

4. Biaya kayu bakar

(kg) 1 10.500 650.000 6.825.000

5. Biaya air (rupiah) 300.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000

6. Biaya listrik (rupiah) 300.000 3.150.000 3.150.000 3.150.000

7. Biaya kemasan

(rupiah) 500.000 5.250.000 5.250.000 5.250.000

8. Bensin (rupiah) 560.000 5.880.000 5.880.000 5.880.000

Sub jumlah 6.081.075.000

2.3 JUMLAH BIAYA (TC) 6.189.395.000

3. PENERIMAAN (TR)

Jenis produk Harga Jumlah Produk

(rupiah) Volume (kg) Nilai (rupiah)

1. Kulit pari 65.000 22.050 1.433.250.000

2. Kulit hiu 25.000 198.450 4.961.250.000

3. Tulang hiu 25.000 5.600 140.000.000

4. Tulang pari 45.000 5.600 252.000.000

Jumlah penerimaan 231.700 6.786.500.000

4. KEUNTUNGAN (∏)

4.1 Keuntungan bersih sebelum (3-2.3) 597.105.000

4.2 Pajak 2 % 11.942.100

4.2 Keuntungan bersih sesudah pajak (4.1-4.2) 585.162.900

5. R/C 1,10

6. ROI 1,91


(2)

Lampiran 7 Analisis usaha pada industri pangolahan kulit ikan pari untuk

penyamakan di PHPT PPI Muara Angke tahun 2012

1. INVESTASI

Jenis investasi Lama pakai (tahun) Jumlah

(satuan)

Biaya per satuan

(rupiah) Jumlah (rupiah)

1. Bangunan awal

(unit) 30 1 51.000.000 51.000.000

2. Bangunan alih hak

(unit) 30 1 90.000.000 90.000.000

3. Renovasi dan

penambahan bangunan (unit)

30 2 35.000.000 70.000.000

4. Tong (unit) 5 1 2.750.000 2.750.000

5. Baskom (unit) 3 10 30.000 300.000

6. Ember fiber (unit) 5 2 1.250.000 2.500.000

7. Keranjang plastik

besar (unit) 3 4 250.000 1.000.000

8. Bak penampungan

air (unit) 15 2 1.000.000 2.000.000

9. Para-para (unit) 3 2 840.000 1.680.000

10. Meja kayu tempat

penyimpanan bahan baku (unit)

5 1 1.000.000 1.000.000

11. Mobil pick up (unit) 10 1 100.000.000 100.000.000

12. SIUP (surat izin) selama usaha 1 150.000 150.000

13. SIP (surat izin) selama menempati

dan berusaha 1 150.000 150.000

Sub jumlah 380.330.000


(3)

Lampiran 7 lanjutan

2.1 Biaya Tetap

Jenis biaya tetap

Jumlah kebutuhan

per tahun (satuan)

Rerata biaya per satuan per tahun

(rupiah)

Jumlah (rupiah) 1. Sewa lahan usaha ke PHPT (paket, 1 paket

seluas 150 m2) 2 600.000 1.200.000

2. Perawatan tong (unit) 1 500.000 500.000

3. Perawatan baskom (unit) 10 10.000 100.000

4. Perawatan ember fiber (unit) 2 50.000 100.000

5. Perawatan keranjang plastik besar (unit) 4 25.000 100.000

6. Perawatan bak penampungan air (unit) 2 50.000 100.000

7. Perawatan para-para (unit) 2 100.000 200.000

8. Perawatan meja kayu tempat penyimpanan

bahan baku (unit) 1 100.000 100.000

9. Perawatan mobil pick up (unit) 1 3.000.000 3.000.000

10. Penyusutan bangunan 2 4.033.333

11. Penyusutan tong 1 20.000

12. Penyusutan baskom 10 100.000

13. Penyusutan ember fiber 2 200.000

14. Penyusutan keranjang plastik besar 4 333.333

15. Penyusutan bak penampungan air 2 133.333

16. Penyusutan para-para 2 560.000

17. Penyusutan meja kayu tempat penyimpanan

bahan baku 1 200.000

18. Penyusutan mobil pick up 1 10.000.000

19. Upah tenaga kerja

(orang) - 5 16.500.000 82.500.000

Sub jumlah 103.479.999

2.2 Biaya Tidak Tetap

Jenis biaya tidak tetap Jumlah kebutuhan

per bulan (satuan)

Jumlah kebutuhan

per tahun (satuan)

Rerata biaya per satuan per tahun

(rupiah)

Jumlah (rupiah

1. Biaya bahan baku

(lembar) 10.000 105.000 15.200 1.596.000.000

2. Biaya garam (ton) 1.000 10.500 700 7.350.000

3. Pisau (unit) 10 50.000 500.000

4. Biaya air per bulan

(rupiah) 400.000 4.200.000 4.200.000 4.200.000

5. Biaya listrik (rupiah) 600.000 6.300.000 6.300.000 6.300.000

6. Biaya kemasan 4 blong dan 180

kardus

42 blong dan 1890 kardus

3.000.000 31.500.000

7. Biaya bahan bakar untuk pengiriman

produk (Rp 2.500.000,- per bulan) 2.500.000 26.250.000 26.250.000


(4)

Lampiran 7 lanjutan

2.3 JUMLAH BIAYA (TC) 1.783.079.999

3. PENERIMAAN (TR)

Jenis produk Harga Jumlah Produk

(rupiah) Volume (kg) Nilai (rupiah)

1. Kulit pari kecil jantan 13.000 9.450 122.850.000

2. Kulit pari kecil betina 9.100 39.900 363.090.000

3. Kulit pari sedang betina 27.300 39.900 1.089.270.000

4. Kulit pari sedang jantan 39.000 9.450 368.550.000

Jumlah penerimaan 98.700 1.943.760.000

4. KEUNTUNGAN (∏)

4.1 Keuntungan bersih sebelum pajak (3-2.3) 243.180.001

4.2 Pajak 0,5 % 1.215.900

4.2 Keuntungan bersih sesudah pajak (4.2-2.4) 241.964.101

5. R/C 1,09

6. ROI 0,64


(5)

Lampiran 8 Harga beli per jenis ikan basah untuk industri pengolahan ikan

asin di PHPT PPI Muara Angke tahun 2011

Jenis ikan

Harga rata-rata (rupiah/kg)

1.

Bilis

2.000

2.

Bloso

5.500

3.

Bulu Ayam

6.000

4.

Cucut

10.000

5.

Cumi-cumi

19.000

6.

Jambal roti/manyung

11.500

7.

Japu

2.500

8.

Kembung

11.000

9.

Layang

6.500

10.

Lesih

4.000

11.

Lidah-lidah

4.000

12.

Pari

8.400

13.

Petek

2.500

14.

Samge

6.000

15.

Selar

3.000

16.

Tembang

4.000

17.

Tenggiri

17.000

18.

Kurisi

2.500

19.

Tongkol

4.000

20.

Utik

8.000

21.

Tongkol

7.500

22.

Wais

6.500

23.

Kurisi

2.000

24.

Teri

6.500


(6)

Lampiran 9 Harga beli per jenis ikan basah untuk industri pengolahan ikan

lainnya di PHPT PPI Muara Angke Tahun 2012

Industri Pengolahan Ikan Asap

Jenis ikan

Harga rata-rata (rupiah/kg)

1.

Layang

13.000

2.

Pari

9.000

3.

Hiu/cucut

16.000

Industri Pengolahan Ikan Pindang

Jenis ikan

Harga rata-rata (rupiah/kg)

1.

Tongkol

10.000

2.

Layang

13.000

3.

Bandeng

13.000

Industri Pengolahan Kulit Ikan Pari untuk Konsumsi dan Tulang Ikan

untuk Kosmetik

Jenis ikan

Harga rata-rata (rupiah/kg)

1.

Kulit pari

20.000

2.

Kulit hiu

11.000

3.

Tulang pari

12.000

4.

Tulang hiu

12.000

Industri Pangolahan Kulit Ikan Pari untuk Penyamakan

Jenis ikan

Harga rata-rata (rupiah/kg)

1.

Kulit pari kecil jantan

10.000

2.

Kulit pari kecil betina

7.000

3.

Kulit pari sedang

betina

21.000

4.

Kulit pari sedang