ikan, minyak ikan, dan kerupuk ikan Mira, Sari, dan Koeshendrajana, 2007 vide Witry 2010.
2.2.2 Jenis-jenis bahan baku ikan yang dibutuhkan per jenis industri
pengolahan ikan
Jenis industri pengolahan ikan yang berbeda umumnya membutuhkan bahan baku ikan yang berbeda pula. Misalnya untuk industri pengolahan ikan asin, jenis
ikan yang paling sering diasinkan adalah ikan teri Stolephorus spp., patin Pangasius hypophthalmus, manyung Arius thalassinus, layur Trichiurus
lepturus, pepetek Leiognathus spp., dan lain-lain. Industri pengolahan kerupuk kulit dan pengolahan kulit pari umumnya membutuhkan bahan baku ikan pari
Dasyatis spp..
Menurut Anisah dan Indah 2007 jenis bahan baku ikan untuk industri pengolahan pindang ikan beragam. Mulai dari ikan kecil hingga ikan besar dan
dari ikan air tawar sampai ikan air laut. Jenis ikan air tawar yang dapat dijadikan bahan baku dalam pengolahan pindang ikan yaitu: nila Oreochromis niloticus,
tawes, gurami Ospronemus gouramy, mujair Oreochromis mossambicus, sepat siam Trichogaster pectoralis, tambakan Helostoma temincki, dan ikan mas
Cyprinus Carpio, sedangkan jenis ikan laut terdiri dari: layang Decapterus spp., kembung Rastreliger spp., tongkol Auxis thazard, bawal Stromateus
spp., selar Selaroides leptocepis, kuro Polynemus spp., bandeng Chanos chanos, lemuru Sardinella longiceps, pepetek Leiognathus spp., japuh
Dussumieria acuta, tembang Sardinella gibbosa, ekor kuning Lutjanus chrysurus, dan hiu Selachimorpha spp.. Jenis ikan yang digunakan sebagai
bahan baku dalam pengolahan pindang di Kelurahan Tegalsari, kota Tegal yaitu layang Decapterus spp., bentong Selar sp., kunir Upeneus sp., tiga waja
Johnius sp, lemuru Sardinella sp. dan tongkol Auxis thazard.
2.2.3 Sumber bahan baku utama ikan
Salah satu hal yang penting dalam industri pengolahan ikan adalah penyediaan bahan baku ikan. Ketersediaan bahan baku akan menentukan
kelangsungan usaha bagi industri pengolahan ikan. Begitu pentingnya bahan baku, sehingga industri pengolahan tidak bisa melakukan aktivitasnya tanpa
adanya bahan baku. Selanjutnya dikatakan pula bahwa salah satu tempat untuk mendapatkan bahanbaku adalah tempat pelelangan ikan TPI yang merupakan
tempat memasarkan ikan yang berasal dari kapal-kapal penangkap ikan. Apabila produksi ikan di pelabuhan perikanan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan
bahan baku industri pengolahan ikan, maka perusahaan bisa mendatangkan bahan baku dari luar daerah.
Persyaratan utama pada pengolahan produk pangan adalah adanya jaminan pasokan bahan baku dalam jumlah yang cukup untuk memungkinkan
pengoperasian yang efisien. Pada saat ini industri penangkapan ikan masih mengalami kesulitan dalam melakukan pemasokan atau pemanenan secara
terjadwal. Karena kegiatan penangkapan sangat dipengaruhi oleh keadaaan alam seperti kondisi cuaca dan laut Irianto dan Giyatmi 2009. Selain itu dijelaskan
pula bahwa pengolahan tidak dapat memperbaiki mutu produk. Bahan baku yang
jelek akan menghasilkan produk dengan mutu yang jelek juga. Sedapat mungkin sepanjang rantai mulai dari panen sampai ke tangan konsumen, ikan dijaga
mutunya setinggi mungkin.Kegagalan dalam melindungi mutu ikan pada salah satu titik dalam rantai tersebut dapat menyebabkan produk yang dihasilkan
berkualitas jelek.
Kebutuhan bahan baku sangat berpengaruh dalam proses produksi, bahkan dapat menjadi hambatan dalam proses produksi jika tidak dapat terpenuhi.
Misalnya pada pengolahan ikan modern seperti pengalengan atau pembekuan menuntut pasokan bahan baku yang bermutu tinggi, jenis dan ukuran seragam
serta tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Di Indonesia, persyaratan tersebut sulit dipenuhi karena beberapa hal. Pertama,
corak perikanan bersifat perikanan rakyat, dengan 90 armada perahu kecil tanpa motor, pola produksinya tersebar di antara nelayan yang sangat banyak
jumlahnya, sedangkan hasil tangkapan nelayan hanya sedikit. Kedua, perikanan tropic menjadi kendala dalam memasok ikan dengan jenis dan ukuran ikan yang
sangat beragam.Kedua hal ini menjadi kendala dalam memasok ikan dengan jenis dan ukuran ikan seragam serta jumlah yang cukup Heruwati2002. Hal ini juga
yang menyebabkan pengolahan ikan secara tradisional lebih banyak dilakukan dibandingkan pengolahan ikan modern.
2. 3 Lahan Industri di Pelabuhan Perikanan 2.3.1 Lahan industri pengolahan dan kebutuhanlahannyapenggunaan lahan
industri pengolahan di PPPPI
Lahan merupakan kebutuhan utama untuk berkembangnya industri pengolahan ikan di pelabuhan. Lahan juga merupakan unsur yang berpengaruh
dalam menentukan posisi perusahaan yang akhirnya akan mempengaruhi jarak pengangkutan dari TPI ke tempat pengolahan. Dekatnya jarak TPI ke tempat
pengolahan akan membuat perusahaan pengolah ikan lebih efektif dan efisien. Menurut Sumiati 2008 bahwa lahan adalah bagian daratan yang menampung
seluruh fasilitas pelabuhan.
Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan daya dukungnya, karena lahan memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini dapat dilihat dari kemampuan lahan
antara lain kemiringan lahan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif, erosi, fisiografi, geologi, dan jenis tanah BPN 1996 vide Irianta 2008. Pertimbangan
lain karena lahan sebagai bagian dari ruang yang sifatnya terbatas dalam kuantitas, memiliki sifat unit dalam hal lokasi, dan cenderung mengalami
penurunan dalam melayani tuntutan pembangunan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa lahan merupakan salah satu sumber daya alam dengan multi dimensi,
meliputi dimensi fisik ruang, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan.
Salah satu bentuk penggunaan lahan yaitu untuk aktivitas industri. Dalam penggunaan lahannya harus memenuhi syarat-syarat lokasi antara lain tingkat
ketinggian dan kemiringan lahan kurang dari 5 yang berada di luar wilayah banjir, bukan zona labil dan bukan daerah patahan atau retakan, berlokasi di
daerah pusat kota atau daerah pinggiran menyebar dalam ruang kota, kemudahan aksesibilitas baik ke fasilitas transportasi komersial maupun ke tenaga kerja,
tersedianya jaringan utilitas, kesesuaian dengan penggunaan lahan di daerah sekitarnya, kesesuaian lokasi dengan pengelolaan kualitas udara Chapin 1979
vide Irianta 2008. Selain itu keberadaan industri di suatu tempat juga tergantung pada faktor lingkungan yang akan menentukan keberlangsungan industri.
Industri-industri umumnya terkonsentrasi pada suatu kawasan yang disebut kawasan industri. Pengertian kawasan industri menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang kawasan industri adalah tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prsarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Spesifikasi dan fasilitasi kawasan industri juga dijelaskan dalam pasal 10, yaitu:
1 Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 lima puluh hektar dalam satu hamparan;
2 Luas lahan Kawasan Industri Tertentu untuk usaha mikro, kecil, dan menengah paling rendah 5 lima hektar dalam satu hamparan.
Selanjutnya dijelaskan pula mengenai pengertian kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri
berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semakin jelas pula bahwa sumberdaya lahan
merupakan salah satu faktor produksi.
PER.08MEN2012 mengenai Kepelabuhanan Perikanan juga menjelaskan kriteria operasional untuk masing-masing tipe pelabuhan perikanan terkait dengan
industri pengolahan ikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tersebut maka pelabuhan perikanan samudera tipe A,
pelabuhan perikanan nusantara tipe B, pelabuhan perikanan pantai PPP diwajibkan memiliki industri pengolahan ikan dalam kegiatan operasionalnya,
sedangkan untuk pangkalan pendaratan ikan tipe D tidak memiliki kriteria operasional untuk memiliki industri pengolahan ikan di dalam pangkalan
pendaratan ikan tersebut KKP 2012. 2.3.2 Contoh-contoh lahan industri di pelabuhan perikanan tipe A dan tipe B
Menurut Priyatno 2007 lahan industri merupakan lahan yang tepat untuk pengembangan industri pengolahan ikan.Salah satu pelabuhan perikanan tipe A
yang memiliki area industri adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pada tahun 2006 PPS Cilacap telah
menggunakan lahan seluas 42.949,7 m
2
dan menyisakan lahan seluas 84.354,30 m
2
yang belum dimanfaatkan. Lahan industri PPS Cilacap yang dimanfaatkan tersebut ternyata bukan hanya dikhususkan untuk industri pengolahan ikan saja
namun juga diperuntukkan untuk aktivitas terkait baik yang statusnya penunjang maupun utama. Kondisi tersebut menunjukkan adanya persaingan pemanfaatan
lahan tersisa antara industri pengolahan ikan dengan industri perikanan lainnya.
Selanjutnya dijelaskan juga bahwa peraturan penyewaan lahan industri di PPS Cilacap adalah mengikuti peraturan pemerintah No. 19 tahun 2006 tentang
tarif penerimaan bukan pajak pada Departemen Kelautan dan Perikanan maka lahan industri di PPS Cilacap termasuk kepada lahan pelabuhan pada kategori
pelabuhan perikanan samudera. Biaya lahan pelabuhan pada kategori pelabuhan tersebut terbagi atas dua kategori yaitu biaya pengembangan dan sumbangan
pemeliharaan prasarana.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2002 tentang
tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan maka biaya imbalan jasa tanah akan lahan dan bangunan pada
pelabuhan perikanan juga dibedakan menjadi biaya tanah atau lahan pelabuhan, biaya bangunan pelabuhan perikanan, dan biaya tanah atau lahan yang dipakai
untuk lapangan penjemuran jaringpenjemuran ikan dan tempat penumpukan barang.
Tabel 1 Biaya sewa tanah atau lahan pelabuhan dan bangunan pelabuhan perikanan yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan
berdasarkan PERMEN No. 19 tahun 2006
Biaya sewa Satuan
Nilai rupiah A. Tanah Pelabuhan
1. Biaya
Pengembangan developmet
charge a.
Pelabuhan Perikanan Samudera Per m
2
hari 1.200
b. Pelabuhan Perikanan Nusantara
Per m
2
hari 1.000
c. Pelabuhan Perikanan Pantai
Per m
2
hari 800
2. Sumbangan pemeliharaan prasarana
a. Pelabuhan Perikanan Samudera
Per m
2
hari 800
b. Pelabuhan Perikanan Nusantara
Per m
2
hari 700
c. Pelabuhan Perikanan Pantai
Per m
2
hari B. Bangunan pelabuhan perikanan
600 1.
Bangunan sementara Per m
2
hari 3.000
2. Bangunan semi permanen
Per m
2
hari 6.000
3. Bangunan permanen
Per m
2
hari 8.000
C. Tanah yang dipakai untuk: 1.
Lapangan penjemuran jaringpenjemuran ikan
a. Ruanganlapangan terbuka beratap
Per m
2
hari 50
b. Ruanganlapangan terbuka tidak beratap
Per m
2
hari 30
2. Tempat penumpukan barang
a. Ruanganlapangan terbuka beratap
Per m
2
hari 500
b. Ruanganlapangan terbuka tidak beratap
Per m
2
hari 350
Sumiati 2008 mengatakan bahwa salah satu pelabuhan perikanan tipe B
yang memiliki industri pengolahan ikan di dalam pelabuhan tersebut adalah PPN Palabuhanratu.Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu memiliki areal
seluas 10,29 ha dimana luas lahan untuk kegiatan industri pengolahan adalah 5.582 m
2
. Luas lahan yang diperlukan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16MEN2006 tentang pelabuhan perikanan diperlukan
seluas minimal 15 ha belum termasuk kolam pelabuhan, sehingga paling tidak maksimum luas lahan yang diperlukan untuk PPN Palabuhanratu adalah 30 ha
sesuai dengan batas minimum lahan PPS. Kapasitas lahan di PPN Palabuhanratu yang tersedia telah termanfaatkan seluruhnya. Selanjutnya
dijelaskan juga bahwa PPN Palabuharatu menyediakan kemudahan bagi industri
pengolahan dengan cara menyewa tempat sesuai kontrak. Peran PPN Palabuhanratu yaitu hanya sebagai pihak mediator antara penyewa lahan dengan
Departemen Kelautan dan Perikanan DKP.
2.3.3 Contoh-contoh aktivitas industri pengolahan di PP Tipe A dan Tipe B