3.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui kebutuhan bahan baku ikan industri pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke; secara deskriptif, analisis
diagram pie, perhitungan rata-rata, simpangan dan kisaran nilai. Analisis data lahan industri pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke dengan cara
membandingkan kebutuhan lahan industri pengolahan ikan pada keadaan sebenarnya dengan kebutuhan lahan yang disediakan oleh PPI Muara Angke.
Analisis usaha dilakukan terhadap industri pengolahan ikan yang ada di PHPT PPI Muara Angke meliputi analisis rugi laba, RC ratio, payback period dan
return of investment. 1 Analisis Rugi Laba
Analisis rugi laba secara sistematis dinyatakan dalam rumus sebagai berikut Soekartawi 2003, yaitu:
μ = TR-TC Keterangan :
μ : Keuntungan rupiah
TR : Total Penerimaan rupiah
TC : Total Biaya rupiah
Kriteria: TR TC : Usaha menguntungkan, sehingga usaha tersebut layak untuk
dilanjutkan TR TC : Usaha mengalami kerugian, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk
dilanjutkan TR = TC : Usaha impas, sehingga usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi
pada titik impas 2 Analisis RC ratio secara matematis dirumuskan sebagai berikut Hernanto
1989:
RC =
Keterangan: TR
= Total Revenue atau Penerimaan total Rp TC
= Total Cost atau Biaya Total Rp Dengan kriteria usaha sebagai berikut:
- RC 1, Usaha menguntungkan, sehingga layak untuk dilanjutkan;
- RC = 1, Usaha impas;
- RC 1, Usaha rugi, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan.
3 Payback period secara sistematis dinyatakan dalam rumus sebagai berikut Hernanto 1989 :
Payback Period = x 1 tahun
4 Analisis Return of Investment Analysis ROI secara sistematis dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut Hernanto 1989 ROI =
x 100
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara
Kota Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah dari Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta selain Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Pusat, Kota
Jakarta Barat dan Kota Jakarta Timur. Kota Jakarta Utara dan Kota Jakarta Barat merupakan dua kota yang turut mempengaruhi produksi perikanan bagi DKI
Jakarta; sumbangan terbesar produksi perikanan di DKI Jakarta berasal dari Kota Jakarta Utara.
4.1.1 Kondisi geografis dan topografi
Kota Jakarta Utara memiliki luas 146,66 km
2
dan terbagi menjadi 6 kecamatan, yaitu: Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja,
Kelapa Gading dan Cilincing. Secara administrasi, Kota Jakarta Utaraterletak antara 06˚10’00” LS - 106˚20’00” BT. Sebelah utara Jakarta Utara berbatasan
dengan Laut Jawa. Sebelah selatan berbatasan dengan Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Timur dan
Kabupaten Bekasi sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan Jakarta Barat. Wilayah Jakarta Utara sendiri merupakan daerah
beriklim panas dengan suhu rata-rata 28,97
o
C pada tahun 2010.Rata-rata curah hujan 191,21 mm
3
dengan maksimal curah hujan pada bulan Januari 572,2 mm
3
dankelembaban udara rata-rata 77,9 serta rata-rata kecepatan angin di wilayah Jakarta Utara sekitar 4,39 knot BPS Kota Jakarta Utara 2011.
Wilayah Jakarta Utara yang terletak di daerah khatulistiwa menyebabkan wilayahnya dipengaruhi oleh angin muson timur terjadi Mei-Oktober dan
muson barat November-April Pesona Indonesia 2011. Pada musim barat, angin dan gelombang menjadi tidak menentu. Angin dan gelombang bisa menjadi begitu
besar mengakibatkan nelayan tidak dapat melaut terutama bagi nelayan dengan armada penangkapan skala kecil. Apabila kegiatan melaut ini tidak dilakukan
dalam waktu yang cukup lama maka akan dapat menimbulkan dampak paceklik bagi nelayan dan kemudian akan dapat terjadi kekurangan pasokan ikan bagi
konsumen ikan lainnya.
Badan Pusat Statistik Jakarta Utara 2011 menjelaskan bahwa wilayah Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35
kilometer dan menjorok ke darat antara 4 sampai 10kilometer serta memiliki ketinggian 0-2 meter dari permukaan laut, dengan kurang lebih 110 pulau yang
ada di Kepulauan Seribu. Sebagian besar wilayahnya terdiri dari rawa-rawa atau empang air payau. Selain itu kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan
tempat bermuaranya 13 tiga belas sungai dan 2 dua banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena
air pasang laut.
Kota Jakarta Utara memiliki daerah pantai yang cukup panjang sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu sekitar 35 kilometer sehingga cocok untuk
pengembangan perikanan tangkap. Letak wilayah yang juga berhadapan langsung dengan Laut Jawa dan Kepulauan Seribu menjadikan daerah ini bercorak maritim,
pelabuhan, pergudangan, dan perikanan, sehingga sangat memungkinkan berkembangnya industri perikanan guna memenuhi kebutuhan ikan di daerah
Jakarta Utara. 4.1.2 Kependudukan, pendidikan dan lapangan kerja
Jumlah penduduk di Kota Jakarta Utara pada tahun 2010 sebanyak 1.645.659 jiwa BPS Kota Jakarta Utara 2011. Peningkatan penduduk Kota
Jakarta Utara terjadi dari tahun ke tahun pada periode 2006-2010 seperti terlihat dalam Tabel 4.
Pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama kurun waktu tahun 2006-2010, rata-rata 9 per tahun atau pada kisaran 1,0-21,8 per tahun. Laju
pertumbuhan penduduk ini lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu 1990-2000 yang hanya mencapai 0,51 per tahun.
Laju pertumbuhan penduduk ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada kurun waktu 1990-2000 yang hanya mencapai 0,51 persen per tahun BPS Kota Jakarta Utara
2011. Pertumbuhan penduduk tertinggi pada periode tahun 2006-2010 tersebut di atas terjadi pada tahun 2008 yaitu 21,8. Hal ini diduga terjadi karena
banyaknya pendatang yang berasal dari luar Jakarta yang mencari pekerjaan di wilayah ini. Pada umumnya, peningkatan jumlah pendatang ke ibukota Jakarta
terjadi pada saat selesai hari lebaran dan tahun baru.
Tabel 4 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kota Jakarta Utara tahun 2006-2010
Tahun Pria jiwa
Wanita jiwa Jumlah jiwa
Pertumbuhan 2006
604.737 576.230
1.180.967 -
2007 612.389
585.581 1.197.970
1,4 2008
707.191 752.189
1.459.380 21,8
2009 711.717
759.946 1.471.663
1,0 2010
824.480 821.179
1.645.659 11,8
Rata-rata 692.103
699.025 1.391.128
9,0 Standar
Deviasi 89.614,7
112.238,8 198.352,5
9,9 Kisaran
604.73 824.480 576.230821.179
1.180.967 1.645.659
1,0 21,8
Sumber: BPS Kota Jakarta Utara 2011
Pada tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing sama sebesar 1,99, sedangkan yang
terendah di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 0,33 BPS Kota Jakarta Utara
2011. Penduduk pria jumlahnya lebih banyakdibandingkan dengan penduduk jenis kelamin wanita, masing-masing sebanyak 824.480 jiwa dan 821.179 jiwa
pada tahun 2010; atau dengan rasio PL sebesar 0,99. Penduduk Jakarta Utara tersebar di beberapa kecamatan yaitu: Kecamatan Penjaringan, Pademangan,
Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading dan Cilincing BPS Kota Jakarta Utara 2011 Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa luas wilayah Jakata Utara yang mencapai 146,7 km
2
dan rata-rata tingkat kepadatan penduduknya sebanyak jiwa 11.664 per km
2
pada tahun 2010. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu pada Kecamatan Koja sebesar 22.661 jiwa per km
2
, sedangkan kepadatan penduduk terendahberada di Kecamatan Penjaringan sebesar 4.776 jiwa per km
2
. Penduduk terbanyak berada di Kecamatan Tanjung Priok yaitu sebanyak 355.128
jiwa, kemudian diikuti Kecamatan Cilincing sebanyak 333.583 jiwa. Sementara penyebaran penduduk yang paling sedikit yaitu di Kecamatan Kelapa Gading
hanya sebanyak 216.842 jiwa.
Tabel 5 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk dan rasio jenis kelamin menurut kecamatan di Kota Jakarta Utara tahun 2010
Kecamatan Luas
Wilayah km
2
Penduduk Kepadatan
Rasio Laki-
laki Wanita
Jumlah Penduduk
Jenis Kelamin
jiwa jiwa
jiwa jiwam2
LP 1. Penjaringan
45,4 120.067
96.775 216.842
4.776 1,2
2. Pademangan 11,9
69.174 56.596
125.770 10.552
1,2 3.
Tanjung Priok
22,5 194.206
160.992 355.128
15.771 1,2
4. Koja 12,3
153.862 123.227
277.089 22.611
1,2 5.
Kelapa Gading
14,9 61.335
53.864 115.199
7.749 1,1
6. Cilincing 39,7
179.127 154.456
333.583 8.403
1,2 Jumlah
146,7 777.771
645.840 1.423.611 69.862
1,2 Sumber: BPS Kota Jakarta Utara, 2011
Penduduk Kota Jakarta Utara yang semakin meningkat setiap tahunnya
dapat memungkinkan peningkatan permintaan konsumen termasuk kebutuhan ikan. Aspek pemasaran ikan menjadi sangat penting di saat kebutuhan ikan terus
meningkat agar ikan atau produk perikanan lainnya dapat sampai ke tangan konsumen. Peningkatan upaya pemasaran ikan harus lebih ditingkatkan lagi baik
dalam hal strategi, sasaran maupun transportasinya guna memenuhi kebutuhan tersebut.
Laju pertumbuhan penduduk yang meningkat perlu didukung oleh tingkat pendidikan yang memadai. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi
perhatian pemerintah pusat maupun daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Beberapa indikator yang
menggambarkan pencapaian bidang pendidikan adalah angka buta huruf, Angka Partisipasi Sekolah, dan Rata-rata Lama Sekolah.
Apabila tingkat pendidikan penduduk semakin tinggi, terutama nelayan dan pelaku perikanan lainnya seperti pengolah ikan, maka akan dapat menambah
pengetahuanpara nelayan dan pelaku perikanan lainnya tersebut. Demikian pula semakin tinggi tingkat pendidikan para pengolah maka kemungkinan teknik
pengolahan ikan yang digunakan para pengolah ikan, akandapat semakin maju. Kemajuan teknik pengolahan ikan dapat berupa penggunaan teknologi modern.
Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Utara 2011 mengatakan bahwa angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Jakarta Utara mengalami penurunan
dari 0,85 pada tahun 2009 menjadi 0,77 pada tahun 2010. Hal ini menggambarkan bahwa 0,77 penduduk Jakarta Utara usia 10 tahun keatas
masih belum mampu membaca dan menulis. Semakin menurunnya angka buta huruf di Jakarta Utara menunjukkan semakin membaiknya kemampuaan
membaca dan menulis penduduk Jakarta Utara. Pencapaian pembangunan di bidang pendidikan selama tahun 2008-2010 cukup menggembirakan. Hal ini juga
ditunjukkan oleh Angka Partisipasi Sekolah pada jenjang pendidikan SD usia 7- 12 tahun sebesar 98,44 persen, di tingkat SLTP usia 13
–15 tahun sebesar 85,63 persen, dan di tingkat SLTA usia 16
–18 tahun sebesar 55,60 persen. Indikator lainnya adalah rasio murid-sekolah dapat menggambarkan
ketersediaan sarana pendidikan. Rasio murid-sekolah tertinggi yaitu pada jenjang SD yaitu 316, artinya setiap satu sekolah rata-rata diisi oleh 316 orang murid.
Sementara untuk jenjang SLTA, rasio murid-sekolah sebesar 296. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan rasio murid-sekolah pada jenjang SLTP sebesar
314, sehingga perlu ditingkatkan lagi proses belajar mengajar di tingkat SLTA. Berdasarkan data Susenas 2010, sebagian besar penduduk Jakarta Utara
berpendidikan SLTA, yaitu mencapai 33 dan hanya 7 penduduk yang berhasil menamatkan jenjang pendidikan Sarjana.
Penduduk yang mengenyam tingkat pendidikan program 9 tahun belajar lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang mengenyam tingkat
pendidikan hingga tingkat SMA maupun Sarjana. Sebagian besar masyarakat di Unit Pengolahan Hasil Pengolahan Tradisional di PPI Muara Angke juga lebih
banyak didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan SD sehingga hal ini dapat menjadi suatu indicator mengapa sebagian besar proses pengolahannya
masih dilakukan secara tradisional. 4.1.3 Prasarana dan sarana transportasi
Transportasi perhubungan merupakan salah satu kegiatan yang penting bagi manusia karena dapat memudahkan manusia untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Transportasi yang telah tersedia di wilayah Jakarta Utara meliputi transportasi darat dan transportasi laut.
Prasarana transportasi darat yang banyak ditemui di Jakarta Utara yaitu jalan raya. Ketersediaan jalan raya yang memadai diperlukan untuk mendukung
pertambahan jumlah kendaraan yang ada yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Jalan raya merupakan salah satu prasarana penting dalam
transportasi darat karena merupakan penghubung antar satu daerah dengan daerah lainnya.
Pada tahun 2010, jumlah panjang jalan raya di Kota Jakarta Utara baik jalan tol, jalan negara, jalan provinsi maupun jalan kota adalah 1.314.514 m dengan
jumlah luas jalan 8.085.482 m
2
Status Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta,2010. Berdasarkan pengamatan, kondisi fisik jalan raya di wilayah ini,
secara umum sudah baik sampai dengan sangat baik. Jalan raya juga dapat sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dan
daerah-daerah distribusi dengan wilayah-wilayah pemasarannya. Dengan demikian jalan raya dapat berfungsi sebagai stimulan bagi pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah. Kondisi jalan yang baik dan sangat baik di atas,akan membantu pendistribusian ikan baik segar maupun olahan dari daerah asal ke daerah tujuan.
Akan tetapi banyaknya jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah panjang jalan mengakibatkan banyak kemacetan di Jakarta
Utara sehingga dapat mengganggu pendistribusian ikan ke daerah-daerah pemasaran dan atau masuknya ikan dari daerah-daerah lain ke wilayah Jakarta
Utara.
Sarana transportasi darat yang banyak digunakan di Jakarta Utara adalah angkutan umum seperti bus kota, minibus, bus antar daerah dan kereta api, dan
kendaraan pribadi. Jumlah kendaraan angkutan umum, mikro bus dan mikrolet mengalami peningkatan dari 947 kendaraan pada tahun 2008 menjadi 1.666
kendaraan pada tahun 2010. Sebaliknya jumlah bus kota yang beroperasi di Jakarta Utara menurun pada tahun 2010 menjadi 515 bus dengan rata-rata
penumpang per hari 16.139 orangBPS Jakarta Utara 2011. Sarana lainnya yaitu kereta api juga cukup dimanfaatkan dilihat dari banyaknya pengguna jasa
transportasi ini. Berdasarkan data dari BPS vide El 2011, jumlah penumpang kereta api dari kawasan Jabodetabek pada tahun 2010 mencapai 124.308.000
orang rata-rata 340.570 per hari.
Transportasi laut merupakan salah satu transportasi yang juga banyak digunakan di Jakarta Utara mengingat kondisi umum Kota Jakarta Utara yang
berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Terdapat 3 tiga pelabuhan laut di Kota Jakarta Utara sebagai prasarana transportasi laut, yakni Pelabuhan Tanjung Priok,
Pelabuhan Marunda dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan yang paling berpotensi dari ketiga pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Tanjung Priok sebagai
sentra bagi angkutan penumpang dan barang ekspor dan impor termasuk perdagangan dalam negeri. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan
terbesar di Indonesia.
Menurut BPS 2012, jumlah keberangkatan penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2010 adalah sebanyak 205.532 orang demikian juga
jumlah kedatangan penumpang di pelabuhan tersebut tidak jauh berbeda yaitu sebanyak 202.146 orang. Jumlah barang asal dalam negeri yang dimuat di
Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2010 sebanyak 9.901.037 ton, sedangkan jumlah barang yang dibongkar sebanyak 14.931.476 ton. Sarana transportasi laut
yang digunakan yaitu kapal laut antara lain berupa kapal penumpang, kapal barang dan kapal tanker. Kapal ikan digunakan sebagai alat transportasi ikan
melalui pelabuhan perikananpangkalan pendaratan ikan yang ada di wilayah ini.
Selain transportasi laut dan transporasi darat, transportasi udara juga merupakan alat transportasi yang penting. Namun transportasi udara
menghabiskan biaya yang lebih banyak dibandingkan kedua jenis transportasi lainnya. Transportasi udara memiliki kelebihan dibanding alat transportasi
lainnya yaitu memiliki teknologi yang lebih canggih dan lebih cepat dibandingkan dengan transportasi lainnya. Prasarana yang mendukung transportasi udara ini
adalah bandara. Bandara berfungsi sebagai tempat terjadinya transfer perjalanan orang dan barang dari suatu wilayah ke wilayah lain pada kegiatan transportasi
udara. Transportasi udara di Jakarta Utara menggunakan Bandara Soekarno Hatta yang terdapat di Kota Tangerang, Banten dan Bandara Halim Perdana Kusuma
yang terdapat di Kota Jakarta Timur. Ketersediaan sarana dan prasarana udara ini sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran kegiatan transportasi di Jakarta
Utara. Dengan demikian pengiriman ikan keluar wilayah Jakarta Utara, selain dapat dilakukan melalui jalur darat dan laut, juga dapat melalui jalur udara,
termasuk ekspor ikan dan produk perikanan ke luar negeri.
4.1.4 Prasarana dan sarana umum lainnya di Kota Jakarta Utara
Prasarana dan sarana umum lainnya di Jakarta Utara meliputi komunikasi, air dan listrik. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi maka akses
penduduk terhadap komunikasi dan informasi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Prasarana komunikasi di Jakarta Utara meliputi telekomunikasi,
dan layanan pos dan giro. Pelayanan komunikasi lainnya dapat berupa fasilitas telepon umum, wartel, warnet dan lain-lain. Sarana komunikasi antara lain berupa
telepon telepon kabel, pos dan giro.
Rumah tangga yang menggunakan sarana telepon seluler sebagai sarana komunikasi sebanyak 79 dan kemudian meningkat menjadi 90 pada tahun
2010. Sementara itu rumah tangga pemilik telepon kabel terus mengalami penurunan dari 31 pada tahun 2008 menjadi 26 pada tahun 2010 BPS Kota
Jakarta Utara 2011.
Perkembangan sarana dan prasarana komunikasi di Kota Jakarta Utara yang menjadi semakin maju akan dapat membuat komunikasi antar para pelaku industri
perikanan yang ada semakin baik. Komunikasi yang semakin baik inilah yang dapat membawa perkembangan bagi industri-industri perikanan yang ada di Kota
Jakarta Utara.
Selain kebutuhan terhadap prasarana dan sarana komunikasi, kebutuhan prasarana dan sarana air bersih dan listrik juga merupakan kebutuhan yang mutlak
dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat, karena kedua subsektor ini menjadi faktor penunjang kehidupan masyarakat. Pelayanan akan kebutuhan air bersih dan
listrik merupakan salah satu sarana dan prasarana yang harus diperhitungkan pemerintah setempat.
Perusahaan Daerah Air Minum PDAM dan PT. Aerta Air Jakarta merupakan pengelola prasarana dan sarana pengadaan air bersih di Jakarta Utara.
Produksi dan jumlah pelanggan air bersih di Jakarta Utara terus meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pelanggan terutama disebabkan kondisi air tanah
yang tidak layak di wilayah ini; mengingat airnya payau dan adanya pembatasan penggunaan air tanah.
Bertambahnya produksi air bersih menunjukkan semakin banyaknya volume air bersih yang dapat dialirkan untuk setiap pelanggan. Pada tahun 2008, rata-rata
volume air yang disalurkan mencapai 133 m
3
per pelanggan dan terus meningkat hingga mencapai 145 m
3
per pelanggan pada tahun 2010 BPS Jakarta Utara
2011. Ketersedian air berpengaruh kepada kebutuhan operasional nelayan dalam
melaut. Kebutuhan akan air di Kota Jakarta Utara sudah tercukupi sehingga kemungkinan kebutuhan operasional nelayan yaitu air juga tercukupi. BPS Kota
Jakarta Utara 2011 menjelaskan bahwa pengadaan listrik di Jakarta Utara diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara PLN yang menyediakan layanan
listrik bagi masyarakat Jakarta Utara. Jumlah listrik yang terjual pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 10,72 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang pelanggannya berjumlah sekitar 202.922 jiwa. Sebagian listrik terjual dilayani di area pelayanan Sunter sebesar 57,60 persen. Masyarakat dikenakan
beban biaya setiap bulannya untuk mendapatkan pelayan pengadaan air bersih dan listrik tersebut.
Pengadaan listrik yang cukup di Kota Jakarta Utara juga memungkinkan kecukupan kebutuhan listrik di pelabuhan-pelabuhannya guna mendukung
aktivitas-aktivitasnya; terutama di pelabuhan perikananpangkalan pendaratan ikan yang memiliki aktivitas perikanan tangkap.
4.2 Keadaan Umum PerikananTangkap Kota Jakarta Utara
4.2.1 Unit penangkapan ikan
Unit penangkapan ikan terdiri dari kapal penangkapan ikan, alat penangkapan ikan dan nelayan.
1 Armada penangkapan ikan di Kota Jakarta Utara Armada penangkapan ikan sebagai pendukung keberlangsungan proses
penangkapan ikan di Kota Jakarta Utara terdiri dari perahu tanpa motor PTM, perahu motor tempel PMT dan kapal motor KM.
Ukuran KM yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara berkisar antara 0- 5 GT hingga 50-100 GT dengan jumlah keseluruhan KM sebanyak 3.131 unit.
Jumlah KM ukuran 5-10 GT paling dominan di Jakarta Utara pada tahun 2010 yaitu sebanyak 1.721 unit atau sebesar 54,4, kemudian KM ukuran 0-5 GT
sebanyak 535 unit atau sebesar 16,9, KM ukuran 50-100 GT sebanyak 310 unit atau sebesar 9,8, KM ukuran 20-30 GT sebanyak 280 unit dan KM ukuran 10-
20 GT sebanyak 247 unit. Kapal motor berukuran 30-50 GT menempati posisi armada penangkapan yang paling sedikit yaitu sebanyak 68 unit atau 2,2 Dinas
Perikanan DKI Jakarta 2010. Pada tahun yang sama, keberadaan PTM dan PMT di Jakarta Utara sudah tidak ditemukan lagi.
2 Nelayan di Jakarta Utara
Nelayan Jakarta Utara dapat dikelompokkan menjadi dua kategori asal, yaitu nelayan penetap dan nelayan pendatang, sedangkan bila ditinjau dari status
kepemilikannya nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan pekerja. Jumlah keseluruhan nelayan di Jakarta Utara pada tahun 2010 sebanyak 18.916
orang terdiri dari 11.445 orang nelayan penetap dan 7.471 orang nelayan pendatang Tabel 6.
Produksi ikan di Jakarta Utara ini diperoleh dari lima pelabuhan yang ada di wilayah tersebut yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru, Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke, Pangkalan Pendaratan Ikan Kamal Muara,
Pangkalan Pendaratan Ikan Kalibaru dan Pangkalan Pendaratan Ikan Cilincing. Nilai produksi ikan yang didaratkan di Jakarta Utara pada tahun 2010 sebanyak
Rp3.045.141.027.000,00, dengan nilai produksi pada kuartal I, kuartal II, kuartal III dan kuartal IV secara berturut-turut sebanyak Rp 584.872.591.000,00; Rp
801.419.459.000,00; Rp 630.623.248.000,00; Rp 1.037.225.729.000,00.
Tabel 6 Jumlah nelayan berdasarkan kategori nelayan di Jakarta Utara tahun 2010
Kategori nelayan Jumlah orang
Persentase 1. Nelayan Penetap
11.445 60,5
a. Pemilik 1.326
7,0 b. Pekerja
10.119 53,5
2. Nelayan Pendatang 7.471
39,5 a. Pemilik
1.274 6,7
b. Pekerja 6.195
32,8 Jumlah
18.916 100,0
Sumber:Dinas Perikanan DKI Jakarta 2011
Nelayan pendatang cukup tinggi jumlahnya terhadap nelayan penetap. Hal ini menggambarkan bahwa perikanan tangkap di Kota Jakarta Utara masih cukup
tergantung kepada armada penangkapan ikan pendatang atau dari luar Jakarta. Atau dapat pula dikatakan bahwa Jakarta Utara sebagai bagian dari wilayah
ibukota negara, subsektor perikanan tangkapnya memiliki daya tarik yang cukup tinggi bagi armada penangkapan ikan pendatang; dapat diduga terutama daya tarik
dari aspek pemasaran.
Pada tahun yang sama di Jakarta Utara, nelayan pemilik hanya merepresentasikan 13,7 dari keseluruhan nelayan di wilayah ini; terbesar
86,3 merupakan nelayan pekerja. 3 Alat tangkap
Aulia 2011 menjelaskan bahwa kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya nelayan di Jakarta Utara menggunakan alat
tangkap seperti payang, dogol, pukat cincin, gillnet, bagan, rawai tuna, pancing, bubu dan muroami. Alat tangkap gillnet dan rawai tuna banyak dioperasikan oleh
nelayan di Muara Baru, sedangkan di Muara Angke alat tangkap yang banyak dioperasikan adalah bukoami, pukat cincin, jaring cumi, gillnet, bubu, dan
cantrang.
4.2.2 Produksi hasil tangkapan Kota Jakarta Utara
Sebagai daerah yang berbatasan dengan laut, Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang mempunyai potensi perikanan laut cukup besar
dilihat dari jumlah produksinya pada tahun 2010 sebesar 171.432,7 ton Tabel 7. Jumlah produksi pada kuartal I, kuartal II, kuartal III dan kuartal IV berturut-turut
sebanyak 38.292,4 ton; 45.004,5 ton; 39.242,7 ton; 48.893,1 ton.
Tabel 7 Volume dan nilai produksi perikanan laut di Kota Jakarta Utara tahun 2010
KT Kuartal
Jumlah
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
VP 38.292,4
45.004,5 39.242,7
48.893,1 171.432,7
NP 584.872.591
801.419.459 630.623.248
1.037.225.729 3.045.141.027
Ketererangan: KT
= Kategori; VP = Volume produksi; NP = Nilai Produksi
Sumber: Dinas Perikanan DKI Jakarta 2011
4.2.3 Prasarana Perikanan Tangkap Kota Jakarta Utara 1 Prasarana perikanan tangkap di PPI Muara Angke
1 Unit penangkapan di PPI Muara Angke
Jumlah armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke pada tahun 2010 berjumlah 3.009 unit mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 Tabel 8.
Tabel 8 Pertumbuhan jumlah armada perikanan di PPI Muara Angke menurut kelompok ukuran GT tahun 2006-2010
Tahun KM 30 GT
KM ≥ 30 GT Jumlah unit
P Jumlah unit
P Jumlah
unit P
2006 3.701
1.161 4.862
2007 3.662
-1,1 636
-45,2 4.298
-11,6 2008
3.511 -4,1
640 0,6
4.151 -3,4
2009 2.541
-27,6 463
-27,7 3.004
-27,6 2010
2.361 -7,1
648 40
3.009 0,2
R 3.155
-10 710
-8,1 3.865
-10,6 SD
649,9 -12
263,9 37,2
827,2 12,4
Kisaran 2.361
3.701 - 27,6
-1,1 6361.161 - 45,2
40 3.0094.862 -27,6
0,2 Keterangan:
KM = Kapal motor; P = Pertumbuhan; R = Rata-rata; SD = Standar deviasi Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2011
Gambar 1 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke tahun 2006-2010
Jumlah kapal penangkap ikan yang ada di PPI Muara Angke pada tahun 2010 lebih didominasi oleh KM berukuran 30 GT yaitu sebanyak 78,5 atau
2.361 unit dibandingkan KM berukuran ≥ 30 GT yang hanya berjumlah 648 unit
Tabel 9. Selama periode 2006-2010 armada KM 30 GT relatif memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding KM
≥ 30 GT. Pada periode yang sama tersebut armada KM 30 GT mengalami pertumbuhan negatif dengan rata-rata
10 per tahun atau kisaran -27,6 hingga -1,1 unit per tahun, sedangkan KM berukuran 30 GT mempunyai pertumbuhan negatif rata-rata 8,1 unit per tahun
atau kisaran -45,2 hingga 40 unit per tahun.
Keseluruhan jumlah alat tangkap di PPI Muara Angke selama kurun waktu 2006-2010 mengalami pertumbuhan negatif dengan rata-rata 4 per tahun atau
pada kisaran pertumbuhan -27,3 hingga -14,4 persen per tahun. Penambahan jumlah armada perikanan tangkap ini diiringi dengan pertambahan alat tangkap
ikan yang digunakan di PPI tersebut.
Berdasarkan Gambar 1 juga dapat diketahui bahwa selama periode 2006- 2010 terjadi penurunan jumlah armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke
setiap tahunnya. Penurunan armada penangkapan ikan di atas, tidak disertai dengan penurunan jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di PPI
Muara. Alat tangkap yang digunakan di PPI Muara Angke cukup beragam seperti terlihat pada Tabel 10. Alat tangkap yang paling banyak digunakan pada tahun
2010 di PPI Muara Angke adalah bouke ami sebanyak 1.361 unit atau 55,1 dan jaring cumi 798 unit atau 32,3 Gambar 2. Alat tangkap purse seine cukup
banyak terdapat di PPI ini yaitu 115 unit atau 4,7 dari seluruh alat tangkap di PPI ini. Jumlah alat tangkap di PPI Muara Angke pada tahun 2010 sebanyak
2.469 unit. 2 Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan
Peningkatan jumlah armada dan alat penangkapan ikan di atas, juga ikut mempengaruhi jumlah volume produksi ikan yang didaratkan. Volume produksi
ikan yang didaratkan juga cenderung meningkat sebagai akibat dari peningkatan armada dan alat penangkapan ikan. Perkembangan volume dan nilai produksi
ikan yang didaratkan dan nilai ikan di PPI Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap di PPI Muara Angke
tahun 2006-2010
Jenis 2006
2007 2008
2009 2010
R SD
K 1.
Bouke Ami
1.158 1.619
1.277 1.367
1.361 1.356 151,5
1.158 1.619
2. Bubu
324 211
235 105
102 195
84 102
324 3.
Fish Net 1
- -
317 3
107 148,5 1
317 4.
Gill Net 164
173 261
50 50
140 80,6
50 261
5. Jaring
Cantrang 267
125 65
- -
152 84,7
65 267
6. Jaring
Cumi 782
621 679
767 798
729 68,1
621 798
7. Jaring
Tangsi 15
13 16
4 4
10 5,3
4 16
8. Jaring
Nilon 1
2 1
1 1
1 0,4
1 2
9. Payang
- -
2 2
- 2
2 2
10. Lampara
Dasar 17
9 3
3 -
8 5,7
3 17
11. Liong
Bun 12
10 14
16 15
13 2,2
10 16
12. Pancing
6 12
7 10
10 9
2,2 6
12 13.
Purse Seine
1.097 485
560 116
115 475 361,3
115 1.097
14. Muro
Ami 5
4 14
4 5
6 3,8
4 14
Jumlah 3.856 3.292
3.138 2.448
2.469 3.041 532,1 2.448
3.856 P
- -1,3
14,4 -23,7
-7,3 -4
13,6 -23,7
14,4 Keterangan:
K = Kisaran
P = Pertumbuhan
R = Rata-rata
SD = Standar deviasi
Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2011
Gambar 2 Diagram komposisi alat tangkap yang digunakan nelayan berbasis di PPI Muara Angke tahun 2010
Jumlah produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke pada tahun 2010 sebanyak 36,3 ribu ton, dengan rata-rata pertumbuhan produksi ikan yang
didaratkan setiap tahunnya di PPI Muara Angke sebesar 15,2 dan kisaran pertumbuhannya dari -26 hingga 70,4 Tabel 11. Nilai produksi ikan yang
didaratkan pada tahun yang sama yaitu 82,6 milyar rupiah dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya 41,7 dan berkisar antara -57,6 milyar rupiah
hingga 209,4 milyar rupiah. Demikian pula untuk retribusi di PPI Muara Angke pada tahun 2010 sebesar 4,4 milyar rupiah dengan rata-rata pertumbuhan per
tahunnya sebesar 19,6 atau berkisar antara -8,3 milyar rupiah hingga 69,2 milyar rupiah.
Tabel 10 Perkembangan volume dan nilai produksi dan retribusi di PPI Muara Angke tahun 2006-2010
Tahun VP
P NP
P Retribusi
P ribu ton
milyar rupiah
milyar rupiah
2006 24,6
- 54,8
- 2,4
- 2007
26,1 6,1
56,5 3,1
2,2 -8,3
2008 28,8
10,3 63,4
12,2 2,5
13,6 2009
21,3 -26
26,7 -57,9
2,6 4,0
2010 36,3
70,4 82,6
209,4 4,4
69,2 R
27,4 15,2
56,8 41,7
2,8 19,6
SD 5,7
40,2 20,1
116,1 0,9
34,2 K
21,3 36,3 -2670,4
26,7 82,6 -57,6209,4
2,2 4,4 -8,369,2
Keterangan: K = Kisaran; NP = Nilai produksi; P = Pertumbuhan; R = Rata-rata; SD = Standar deviasi;
VP = Volume produksi Sumber: Unit Pelaksana Teknis PPI Muara Angke 2011
Produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke secara keseluruhan selama kurun waktu 2006-2010 cenderung mengalami peningkatan, hanya saja
pada tahun 2009 terjadi penurunan volume produksi ikan yang cukup drastis Gambar 3. Hal ini diduga terjadi akibat penurunan jumlah KM penangkap ikan
baik KM 30 GT maupun KM ≥ 30 GT dan penurunan jumlah alat tangkap yang digunakan di PPI Muara Angke pada tahun yang sama sehingga jumlah produksi
ikan yang didaratkan juga ikut berkurang.
Sebagaimana volume produksi ikan yang didaratkan, nilai produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke selama kurun waktu 2006-2010 juga
mengalami peningkatan. Akan tetapi pada tahun 2009, nilai produksi ikan mengalami penurunan drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi ikan yang
didaratkan menurun pada tahun 2009 tersebut.
Gambar 3 Grafik perkembangan volume dan nilai produksi di PPI Muara Angketahun 2006-2010
3 Fasilitas-fasilitas yang disediakan PPI Muara Angke
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan tipe D yang menurut Aulia 2011 fasilitasnya cukup lengkap untuk mendukung
kegiatan di PPI Muara Angke khususnya penanganan hasil tangkapan; sebagaimana terlihat pada Tabel 16 Unit Pelaksana Teknis PPI Muara Angke
2011. Fasilitas-fasilitas yang terkait dengan penanganan hasil tangkapan telah disediakan seperti tempat pelelangan ikan TPI, cold storage, fasilitas air bersih
dan sebagainya.
4 Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional PPI Muara Angke a Sejarah PHPT PPI Muara Angke
Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional PHPT PPI Muara Angkeberada di kawasan PPI Muara Angke dan memiliki peranan penting dalam kegiatan Industri
Kepelabuhanan Perikanan di pangkalan pendaratan tersebut. Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional ini tepatnya berada di wilayah RW.001 Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara PHPT PPI Muara Angke 2011.
Selanjutnya Unit Pelaksana Teknis PPI Muara Angke 2011 menjelaskan bahwa kegiatan PHPT mulai beroperasi sejak tanggal 14 Juli 1984 dengan Dasar
Hukum Pengelolaannya Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No.2263 Tahun 1984.Pembangunan dilakukan dengan dana APBD DKI Jakarta, Dinas Perikanan
Jakarta melalui 4 tahap empat tahap : a Tahap I beroperasi Tahun 1984
= 103 unit b Tahap II beroperasi Tahun 1988
= 36 unit c Tahap III beroperasi Tahun 1989
= 38 unit d Tahap IV beroperasi Tahun 1989
= 24 unit e Tambahan Unit Pengasapan Tahun 2003 = 6 unit
Sehingga jumlah fasilitas sebanyak 207 unit. Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional Muara Angke juga dihuni oleh
masyarakat yang berasal dari beragam daerah yaitu Indramayu, Serang, Bugis dan Madura. Jumlah Penduduk PHPT Muara Angke sebanyak kurang lebih 5.865 jiwa
dengan rincian PHPT Muara Angke, 2011: a Rukun Warga 01 = 3,915 jiwa 1,359 KK
b Rukun Warga 11 = 1,950 jiwa 796 KK
Jumlah warga yang beraktivitas di PHPT PPI Muara Angke hanya sejumlah 1.250 jiwa atau 21,3 dari seluruh total penduduk di PHPT PPI Muara Angke.
Masyarakat di PHPT Muara Angke dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar sudah mengenyam pendidikan di tingkat SD yaitu sebesar 74,7, tamat
SLTP sebanyak 16,1, tamat SLTA sebanyak 9,7, sedangkan untuk yang tidak bersekolah sebanyak 9,5 PHPT Muara Angke, 2011.
Fasilitas yang terdapat di PHPT PPI Muara Angke meliputi: bangunan 2 dua lantai dengan ukuran 5x5 m² dimana lantai bawah dari bangunan tersebut
digunakan untuk kegiatan pengolahan ikan, sedangkan lantai atas untuk istirahat pekerja; para-para penjemuran ikan dengan ukuran 5 X 25 m² yang berada di
halaman belakang bangunan pengolahan dengan tiang beton dan penjemuran bambu. Fasilitas PHPT PPI Muara Angke tersebut disewakan kepada pengolah
ikan dengan harga sewa setiap unit Rp 50.000,00 bulan. b Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan di PHPT Muara Angke
Unit Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional Muara Angke diisi oleh berbagai jenis industri pengolahan ikan di dalamnya. Industri pengolahan ikan di
PHPT PPI Muara Angke tersebut terdiri dari: pengolahan ikan asin, pengolahan ikan asap, pengolahan cuwepindang, pengolahan terasi, pengolahan kulit ikan
sebagai bahan baku penyamakan dan pengolahan limbah ikan.
Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional Muara Angke mencatat jumlah masing-masing jenis industri pengolahan ikan sebagai berikut PHPT PPI Muara
Angke, 2011:
a Pengolah ikan asin sebanyak 191 unit b Pengolah ikan pindang sebanyak 1 unit
c Pengolah ikan asap sebanyak 6 unit d Pengolah terasi sebanyak 1 unit
e Pengolah kulit ikan pari sebanyak 6 unit f Pengolahan limbah ikan bahan pakan ternak sebanyak 2 unit
Selanjutnya PHPT PPI Muara Angke menyebutkan bahwa perkembangan industri pengolahan ikan di PHPT PPI Muara Angke untuk industri pengolahan
ikan asin cukup pesat terlihat dengan jumlah industri pengolahan ikan untuk jenis tersebut sebanyak 191 unit. Industri pengolahan ikan asin mendominasi industri
pengolahan ikan yang ada di PHPT PPI Muara Angke dibandingkan dengan industri pengolahan ikan lainnya. Industri pengolahan terasi di PHPT PPI Muara
Angke sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 2008 yang lalu.
Jenis ikan yang diolah di PPI Muara Angke antara lain; ikan teri Stelophorus indicus, ikan bloso Saurida spp., cucut Sphyma sp., cumi-cumi
Loligo sp., layang Decapterus ruseli, pari Dasyatis spp., pepetek Leiognathus spp., tenggiri Scomberomorus commersoni, tongkol Auxis
thazard, dan lain-lain dengan kisaran produksi per hari sebanyak 30-40 ton. Hasil produksi para pengolah tersebut pada umumnya dipasarkan ke wilayah
Jabodetabek UPT PKPP dan PPI, 2008.
2 Prasarana perikanan tangkap lainnya di Kota Jakarta Utara
Simarmata 2011 mengatakan bahwa ikan yang didaratkan melalui laut di Kota Jakarta Utara selain PPI Muara Angke berasal dari PPS Muara Baru, PPI
Muara Kamal, PPI Cilincing dan PPI Kali Baru. Berikut ini adalah keterangan untuk masing-masing pelabuhan perikanan tersebut:
1 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizham Zachman Jakarta terletak di Muara Baru Teluk Jakarta, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yaitu berada di
06
25’ LS dan 1065’ BT. Luas areal secara keseluruhan sekitar 98 ha terbagi menjadi tiga areal yaitu kawasan industri 48 ha, areal fasilitas Perum dan UPT
PPSNJZ 10 ha dan kolam pelabuhan 40 ha. Letak pelabuhan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa Teluk Jakarta di sebelah utara, Pelabuhan Sunda
Kelapa di sebelah timur, Kecamatan Penjaringan di sebelah selatan dan Pantai Seruni kawasan Waduk Pluit di sebelah barat PPSNZJ, 2011.
Armada penangkapan yang ada di PPSNZJ meliputi kapal yang berukuran 10 GT sampai dengan 200 GT dengan menggunakan berbagai jenis alat
tangkap yaitu gillnet, bubu, purse seine, longline, lift net, muroami dan lain-lain. Nelayan yang ada di PPSNZJ tersebut terdiri dari nelayan penetap dan pendatang.
Rata-rata laju pertumbuhan jumlah keseluruhan nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006-2010 adalah sebesar 11,5 pada kisaran 2,5 - 24
Nurhalimah, 2011.
Produksi ikan di PPS Nizam Zachman berasal dari dua sumber yaitu dari laut merupakan ikan hasil tangkapan oleh kapal-kapal penangkap ikan yang
melakukan pendaratan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta dan dari darat melalui jalur darat yang merupakan ikan yang didatangkan dari luar daerah
yaitu daerah-daerah yang sebagian besar terletak di daerah pesisir utara dan selatan Pulau Jawa seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada periode 2010,
jumlah volume produksi ikan yang masuk ke PPSNJZ sebanyak 186.388,4 ton dengan rata-rata laju pertumbuhan 66,8 per tahun PPSNZJ, 2011.
2 Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Kamal Jakarta
Pangkalan Pendaratan Ikan Kamal Muara terletak di Kelurahan Kamal Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.
Pangkalan Pendaratan Ikan Kamal Muara dimanfaatkan untuk pendaratan kapal motor dan perahu motor tempel nelayan dan penjualan ikan. Anonymous, 2000a
vide Nuraini 2003.
Pangkalan Pendaratan Ikan Kamal Muara termasuk pangkalan pendaratan ikan yang beroperasi sudah cukup lama, tetapi PPI ini baru dinyatakan dibuka
secara resmi pada tahun 1999 berdasarkan surat keputusan Gubernur tahun 1999. Meskipun demikian tahun-tahun sebelumnya PPI ini tetap berproduksi Nugroho
2000 vide Nuraini 2003.
Alat tangkap bottom gillnet, payang dan bagan banyak dioperasikan oleh nelayan Kamal Muara Aulia 2011.
3 Pangkalan Pendaratan Ikan Cilincing Jakarta Pangkalan Pendaratan Ikan Cilincing terletak di Kecamatan Cilincing yang
merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara, dengan batas-batas sebelah timur berbatasan dengan wilayah
Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Koja dan sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Cakung Kota Jakarta Timur.
Alat tangkap jaring rampus, payang, jaring kejer, bubu dan dogol banyak dioperasikan oleh nelayan Cilincing Aulia 2011.
4 Pangkalan Pendaratan Ikan Kali Baru Jakarta Pangkalan pendaratan ikan ini dibangun sejak tahun 1970. Pangkalan
Pendaratan Ikan Kali Baru terus berkembnag meskipun telah ditutup secara resmi melalui SK Gubernur No. 2681977. Melihat kenyataan tersebut maka diterbitkan
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 40221999 tentang pembukaan kembali tempat-tempat pendaratan ikan termasuk PPI Kali Baru Anonymous, 2000a vide
Nuraini 2003.
4.3 Kawasan PPI Muara Angke