SASARAN STRATEGI SASARAN Rencana Kerja Kementerian Perhubungan Tahun 2009

No. Kegiatan Satuan Jumlah Rp Miliar m. Lanjutan Pembangunan Kapal Perintis yang terdiri dari: 900 DWT 750 DWT 500 DWT 350 DWT unit unit unit unit 2 2 2 2 114 n. Lanjutan pembangunan kapal 2000 GT batu bara Unit 5 110 o. Pilot Project National Single Window 3 Pelabuhan Utama di Tg. Priok, Tg. Perak, Makassar. Paket 1 15 p. Indonesia Ship Reporting System di Selat Sunda dan Lombok Paket 1 6 II PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA TRANSPORTASI LAUT a. Pengerukan Alur dan Kolam pelabuhan Paket 10 71 III PROGRAM RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN DAN PERATURAN TRANSPORTASI LAUT Paket 1 379.169 IV PROGRAM PENYELENGGARAAN PIMPINAN KENEGARAAN DAN KEPEMERINTAHAN Paket 1 894.587 Sumber : Ditjen Perhubungan Laut, 2008 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VI-5 BAB VII PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA A. KONDISI UMUM Didalam mewujudkan Visi dan menjalankan Misi, serta mencapai tujuan dan sasaran Departemen Perhubungan tahun 2005 - 2009, pembangunan tansportasi udara ditempuh melalui 2 dua strategi pokok, yaitu strategi pemulihan dan penataan penyelenggaraan transportasi, serta strategi pembangunan dalam rangka peningkatan kapasitas dan pelayanan transportasi udara, yang dilaksanakan melalui peningkatan pembinaan, pengawasan dan penegakan peraturan dalam penyelenggaraan transportasi udara; meningkatkan kualitas dan produktifitas pelayanan dengan penerapan manajemen mutu untuk meme- nuhi kebutuhan demand jasa transportasi udara, menciptakan iklim usaha jasa transportasi dalam persaingan yang sehat dan kondusif menuju industri penerbangan yang efisien, efektif, kompetitif dan berkelanjutan, yang mendorong minat investasi pihak swasta; dan memperluas jangkauan pelayanan hingga ke daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, serta mampu mendu- kung penanganan bencana. Prioritas pembangunan bandar udara di Indonesia didasarkan pada : 1. Pemeliharaanperawatan dan pemenuhan standar Kesela- matan dan keamanan penerbangan; 2. Pembangunanpengembangan bandar udara bagi pengope- rasian pesawat sejenis B 737 untuk ibukota provinsi; 3. Perhatian khusus kepada daerah terisolasi dan daerah perbatasan terutama kawasan daerah tertinggal; 4. Pemenuhan permintaan jasa transportasi udara saat ini dan yang akan datang, didasarkan pada analisis permintaan versus kapasitas. Upaya dan hasil-hasil yang dicapai untuk Pembangunan Prasarana Bandar Udara berdasarkan KM 44 tahun 2002 adalah 187 bandar udara yang terdiri penyelenggara UPT Ditjen Hubud sejumlah 162 bandara termasuk bandara Hang Nadim yang diselenggarakan oleh Badan Ototorita Batam, PT Persero Angkasa Pura I menyelenggarakan 13 Bandara dan PT Angkasa Pura II menyelenggarakan 12 bandara. Sampai dengan tahun 2007 terdapat tambahan 6 bandar udara yang telah dan akan dioperasikan untuk melayani penerbangan umum yaitu Bandar Udara Internasional Minangkabau, Abdurahman Saleh – Malang, Blimbingsari- Banyuwangi, Seko, Rampi dan Hadinotonegoro- Jember. Pembangunan dan pengembangan bandar udara di daerah rawan bencana dan perbatasan untuk mengantisipasi Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-1 bencana serta melaksanakan pengamanan wilayah Indonesia baik secara security approach maupun prosperity approach dibuat program pembangunan dan pengembangan bandar udara untuk didarati pesawat sekelas F-27 C-130 Hercules pada lo- kasi yang sudah atau belum ada bandara. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan prioritas berdasarkan kebutuhan di lapangan dan ketersediaan pendanaan. Pembangunan fasilitas landasan dan bangunan pada tahun 2006 terkait dengan pengembangan fasilitas sisi udara bandar udara untuk peningkatan kapasitas pelayanan pada 31 bandar udara, yaitu: pesawat sejenis C-212 menjadi pesawat sejenis F- 28 sebanyak 4 bandara, pesawat sejenis F-28 menjadi pesawat sejenis B-737 sebanyak 1 bandar udara dan pesawat sejenis B- 737 terbatas menjadi pesawat sejenis B-737 penuh sebanyak 4 bandara, sedangkan pengembangan fasilitas sisi udara bandar udara untuk peningkatan kapasitas bandara pada tahun 2007 yaitu: 1. Peningkatan kapasitas Bandara dari C212 menjadi ATR 42 di 6 lokasi bandara: Teuku Cut Ali, Kuala Batee, Seko, Rampi, Depati Parbo, Stagen dan Pongtiku. 2. Peningkatan kapasitas bandara dari ATR 42 menjadi F-28 di bandara Cut Nya’ Dhien – Nagan Raya. 3. Peningkatan kapasitas bandara dari F-28 menjadi B-737 di bandara A.Yani dan Radin Inten II; dengan pembangunan fasilitas landasan pada tahun 2007 seluas 330.752 m 2 , pembangunan fasilitas bangunan pada tahun 2007 seluas 11.708 m 2 dan pembangunan fasilitas terminal pada tahun 2007 seluas 2.253 m 2 . Untuk menunjang aktivitas penerbangan malam dan meningkatkan minimal operasional visibility, sampai tahun 2005 sejumlah 53 bandara telah dilengkapi dengan lampu landasan Runway Light, 28 bandara diantaranya dilengkapi dengan lampu pendaratan PALS Precision Approach Lighting System dan 20 bandara dilengkapi dengan MALS Medium Approach Lighting System. Sementara pada tahun 2006 belum ada penambahan fasilitas lampu pendaratan. Hingga tahun 2007,jumlah peralatan PALS sebanyak 29 unit dan MALS sebanyak 20 unit. Sampai dengan tahun 2005 terdapat 23 bandara yang telah dilengkapi dengan peralatan Instrument Landing System ILS, sebanyak 28 unit, dan pada tahun 2006 dilakukan penggantian sebanyak 4 unit ILS di Bandara Polonia-Medan, Sultan Syarif Kasim II- Pekanbaru, Ngurah Rai-Denpasar dan Tjilik Riwut – Palangka Raya yang merupakan pemindahan dari Bandara Dominie Eduard Osok-Sorong. Hingga tahun 2007 telah Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-2 terpasang sebanyak 31 unit peralatan Instrument Landing System ILS yang terdapat di 27 lokasi bandara. Dalam rangka pemantauan dan pengamatan penerbangan, sampai dengan tahun 2005 telah terpasang peralatan Radar sebanyak 35 unit yang terdiri dari PSR 13 unit, MSSR 5 unit dan SSR 17 unit. Kebutuhan beberapa peralatan Radar terutama untuk kawasan timur Indonesia Sorong, Sentani, Timika, Saumlaki, Kupang dan Palu, secara bertahap dialokasikan mulai tahun 2007, terpasang peralatan RADAR PSR, SSR, MSSR sebanyak 36 Unit di 20 lokasi. Jumlah peralatan NDB sebagai peralatan navigasi sampai dengan tahun 2005 telah terpasang sebanyak 173 unit. Dengan perkembangan teknologi navigasi, penggunaan NDB hanya dibatasi sebagai locator system pendaratan presisi ILS saja, sedangkan untuk approach dan en-route, jumlahnya tidak ditambah. Peralatan VORDME sampai dengan tahun 2006 telah terpasang di 62 lokasi, atau terjadi penambahan sebanyak 3 lokasi Enarotali, Ende dan Ternate dari 59 lokasi. Pemasangan VORDME sampai tahun 2007 telah terpasang yaitu VOR sebanyak 67 unit dan DME sebanyak 66 unit. Dengan dipasang- nya alat tersebut, maka proses pendekatan dan pendaratan pesawat udara yang sebelumnya dilakukan dengan prosedur visual akan meningkat menjadi prosedur instrumen non presisi, sehingga dapat meningkatkan aspek keselamatan penerbangan. Saat ini kebutuhan VORDME untuk en-route sudah mencukupi, sedangkan untuk approach, perlu dikaji secara selektif. Sampai dengan tahun 2007 telah terpasang 387 unit SSB, fasilitas komunikasi point to point Ground to Ground. Untuk peralatan komunikasi Air to Ground sampai tahun 2007 antara lain VHF-portable sebanyak 142 unit, VHF-ER 28 set. Dengan penambahan peralatan tersebut sebagian bandara telah mengalami peningkatan pelayanan lalu lintas penerbangan yang semula bersifat informatif menjadi aktif positif controlled, sehingga pada tahun 2006 terdapat 63 bandara dengan pelayanan ADC yang berarti bertambah 5 bandara dari 58 bandara pada tahun 2005. Peralatan Security X-Ray dan kelengkapanya di bandara, sampai dengan tahun 2005 telah terpasang 228 unit, pada tahun 2006 bertambah 11 unit, sehingga menjadi 239 unit. Pada tahun 2006 terdapat bantuanhibah dari Pemerintah Jepang sejumlah 40 unit peralatan X-Ray beserta kelengkapannya kepada pemerintah Indonesia untuk dioperasikan di bandara-bandara PT. Persero Angkasa Pura I 12 unit pada 4 bandara dan PT. Persero Angkasa Pura II 28 unit pada 3 bandara. Hingga tahun 2007 jumlah peralatan security X-Ray telah terpasang 254 unit. Penambahan termasuk penggantian peralatan tersebut Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-3 telah meningkatkan kecepatan dalam pemeriksaan pendeteksian barang bawaan dan calon penumpang pesawat. Pemasangan peralatan Flight Information Display System FIDS dan Public Adress System PAS pada tahun 2006 sejumlah 3 unit sehingga menjadi 28 unit FIDS dan 33 unit PAS dibandingkan dengan tahun 2005. Hingga tahun 2007 Pemasangan peralatan Flight Information Display System FIDS dan Public Address System PAS menjadi 30 unit FIDS dan 36 unit PAS . Dengan pemasangan peralatan FIDS beserta kelengkapannya telah terjadi peningkatan pelayanan dan kualitas informasi yang diperlukan bagi calon penumpang pesawat udara. Selanjutnya penambahan peralatan Integrated Ground Communication System IGCS 1 unit pada tahun 2006 sehingga jumlahnya menjadi 3 unit di 3 bandara. Dan pada tahun 2007 penambahan peralatan Integrated Ground Com- munication System IGCS sebanyak 1 unit sehingga jumlahnya menjadi 4 unit di 3 bandara . Dengan dipasangnya peralatan IGCS telah mengurangi penggunaan jumlah jalur frekuensi dan meningkatnya kualitas komunikasi antar unit kerja terkait di bandara. Pemasangan peralatan genset yang disesuaikan dengan kebu- tuhan dan kapasitas bandara pada tahun 2006 sebanyak 5 unit sehingga jumlahnya menjadi 196 unit. Hingga tahun 2007 peralatan Genset terpasang sebanyak 571 unit. Dengan pemasangan termasuk penggantian peralatan Genset tersebut telah terpenuhi ketersediaan catu daya listrik untuk mendukung operasional peralatan di bandara. Dalam mengantisipasi perkembangan arus lalulintas udara dan teknologi CNSATM serta mengatasi keterbatasan yang ada saat ini dan menampung pertumbuhan dimasa datang, pada tahun 2007 telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: Implementasi penggunaan GNSS sebagai alat bantu navigasi penerbangan; Restrukturisasi ATS rute; Implementasi RNP Required Navigation PerformanceRNAVArea Navigation pada ATS routes tertentu; Implementasi RVSM Reduced Vertical Separation Minima mulai FL290 hingga FL410; Persiapan penerapan otomasi peralatan ATS di Makassar MAATS untuk CPDLC dan ADS-C dan ADS-B; Penerapan prosedur-prosedur operasional berbasis satelit GNSS dan CPDLC. Implementasi New English Proficiency; Persiapan modernisasi sistem otomasi di ATC Jakarta Jakarta Automation Air Traffic System untuk sistem otomasi di wilayah Barat, direncanakan untuk dilakukan modernisasi mulai tahun 2009; Instalasi sistem radar ADS-C dan ADS-B dilokasi yang belum terjangkau RADAR serta sebagai pengganti sistem RADAR yang sudah tua. Terkait dengan pengelolaan navigasi udara, akan dilakukan kajian oleh team untuk memformulasikan bentuk Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-4 kelembagaan dan pengelolaan ANSP Air Navigation Single Provider. Sampai dengan tahun 2006 jumlah pesawat yang teregistrasi sebanyak 1.134 unit, dengan rincian : pesawat beroperasi 573 unit, terdiri dari Fix Wings 431 unit dan Rotary Wings 142 unit. Pesawat terdaftar AOC 135 seat 19 sebanyak 206 unit, AOC 121 seat 19 sebanyak 310 unit. AOC 91 general aviation sebanyak 57 unit. Hingga tahun 2007 jumlah pesawat yang teregistrasi sebanyak 1072 unit dengan rincian : pesawat beroperasi 536 unit, terdiri dari Fix Wings 448 unit dan Rotary wings 88 unit. Pesawat terdaftar AOC 135 seat 30 sebanyak 230 unit, AOC 121 seat 30 sebanyak 304 unit. AOC 91 general aviation sebanyak 102 unit. Pada tahun 2006 jumlah perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang beroperasi adalah 17 perusahaan, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal khusus angkutan kargo 1 perusahaan, perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal 34 perusahaan, perusahaan angkutan udara bukan niaga sebanyak 25 perusahaan. Hingga tahun 2007 jumlah peru- sahaan angkutan udara niaga berjadwal yang beroperasi adalah sebanyak 13 perusahaan. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal khusus kargo 1 perusahaan, perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal 34 perusahaan, dan perusahaan angkutan udara bukan niaga 25 perusahaan. Jumlah penumpang angkutan udara dalam negeri pada tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 18,1, sedangkan jumlah penumpang angkutan udara luar negeri pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 10,2. Jumlah penumpang dalam negeri pada tahun 2006 sebanyak 34.015.981 dan pada tahun 2007 meningkat sebesar 20 dari tahun 2006 menjadi 40.81 jt penumpang. Jumlah penumpang luar negeri pada 2006 sebanyak 12,75 juta meningkat sebesar 10 dari tahun 2006 menjadi 14,03 juta pada tahun 2007. Angkutan kargo dalam negeri mengalami penurunan sebesar 3,4 dibandingkan tahun 2005, sedangkan angkutan kargo luar negeri mengalami kenaikan sebesar 25,23 dibandingkan tahun 2005. Jumlah angkutan kargo dalam negeri pada tahun 2006 sebesar 268,5 ton dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 349,05 ton, sedangkan angkutan kargo luar negeri pada tahun 2006 sebesar 300,82 ton dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 345,94 ton. Perkembangan Subsidi Operasi Angkutan Udara Perintis selama kurun waktu tahun 2003 – 2006, menunjukkan bahwa jumlah rute tahun 2003 sebanyak 73 rute meningkat menjadi 83 rute pada tahun 2004, meningkat menjadi sebanyak 90 rute pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 91 rute. Jumlah kotaprovinsi terhubungi pada tahun 2003 sebanyak 70 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-5 kota dari 10 provinsi meningkat menjadi 76 kota dari 10 provinsi pada tahun 2004, pada tahun 2005 meningkat menjadi 81 kota dari 13 provinsi dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 82 kota dari 13 provinsi. Hingga tahun 2007 rute penerbangan perintis sebanyak 91 rute dengan jumlah kota yang terhubungi sebanyak 83 kota dari 13 propinsi dengan alokasi anggaran 127,689 miliar, dan subsidi BBM 10 lokasi dengan biaya Rp. 9,355 miliar. Frekuensi penerbangan angkutan udara perintis mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebanyak 5.628 menjadi 6.032 pada tahun 2004, meningkat menjadi 6.656 pada tahun 2005, pada tahun 2006 menjadi 7.176. Hal ini dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran, yaitu dari tahun 2003 sebesar Rp. 77.17 miliar menjadi 78,77 miliar pada tahun 2004, selanjutnya menjadi Rp. 92,27 miliar pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 menjadi Rp. 112.39 miliar. Subsidi angkutan BBM juga mengalami peningkatan dari 7 lokasi pada tahun 2003, menjadi 9 lokasi pada tahun 2006, dibarengi dengan peningkatan kebutuhan biaya yang semula Rp. 2,87 miliar pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 5,68 miliar pada tahun

2006, pada tahun 2007meningkat menjadi 9,355 miliyar.

Rute perintis tahun 2004 yang telah menjadi rute komersial pada tahun 2005 adalah 4 rute : Jayapura - Tanah Merah PP, Timika – Ewer PP, Merauke - Ewer PP, dan Kupang - Larantuka PP. Terdapat rute perintis baru pada tahun 2005 sebanyak 13 rute, yaitu: Tapak Tuan - Banda Aceh PP, Medan - Kutacane PP, Kutacane - Banda Aceh PP, Kupang - Atambua PP, Ambon - Banda PP, Ternate - Mangole PP, Long Bawan – Binuang PP, Wamena - Tiom PP, Wamena - Dekai PP, Timika - Modio PP dan Timika - Alama PP. Rute Perintis tahun 2006 terdapat 7 rute perintis baru: Tapak tuan – Blang pidie PP, Blang pidie – Aceh PP, Nunukan – Binuang PP, Palangkaraya – Kuala Pembuang PP, Palu – Buol PP, Jayapura – Pagai PP, Timika – Illu PP dan tahun 2007 terdapat 12 rute perintis baru : Datadawai – Melak PP, Longbawan – Malinau PP, Long Layu – Malinau PP, Palangkaraya – Buntok PP, Makassar – Tana toraja PP, Makassar – Bua PP, Bua – Masamba PP, Ternate – Gebe PP, Wamena – Lilim PP, Wamena – Apalapsili PP, Wamena – Mindiptanah PP, Timika – Dekai PP. Terkait dengan aspek Keamanan dan Keselamatan Pener- bangan, didalam mencapai suatu tingkat keselamatan pener- bangan yang diinginkan diperlukan metode dan tindakan- tindakan tertentu salah satunya adalah Safety Management System SMS, yaitu suatu pendekatan terorganisir untuk mengelola keselamatan, yang mencakup struktur organisasi yang diperlukan, tanggung jawab, kebijakan dan prosedur. Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-6 Sampai dengan tahun 2006 telah dilaksanakan beberapa kegi- atan yang merupakan bagian dari SMS, yaitu kegiatan sertifikasi operasi bandar udara pada 67 bandara, sertifikasi peralatan security pada 2 bandara, dan sertifikasi pesawat udara pada 573 pesawat udara. Sedangkan kegiatan yang akan segera dilaksanakan adalah pembuatan peraturan PP, KM terkait dengan pelaksanaan Safety Management System SMS, penyusunan organisasi formal yang terkait dengan pelaksanaan SMS dan ketentuan baru di bidang keamanan penerbangan, antara lain menindaklanjuti ICAO Annex 17 Amendment 11 yang diberlakukan 1 Juli 2006. Upaya tindaklanjut yang telah dilakukan adalah melalui peraturan Dirjen Perhubungan Udara no. AU 4400DKP1046 2006 tanggal 24 Agustus 2006 yang mengatur agar pengelola bandar udara meningkatkan kewas- padaan dengan melaksanakan pengamanan antara lain melakukan pemeriksaan lebih ketat terhadap orang yang masuk daerah terbatas, mencocokkan tiket dengan ID, melaksanakan pemeriksaan random 10 terhadap bagasi kabin, penambahan frekuensi patroli, pemeriksaan cargo dan mewaspadai serta memeriksa dengan teliti bahan cairan yang dibawa penumpang. Ketentuan lain yang diberlakukan adalah Peraturan Dirjen Perhubungan Udara No. AU 5468 DKP12182006 tanggal 3 Oktober 2006 yang mengatur tentang penumpang yang turun dilarang meninggalkan barangnya di pesawat udara, memba-tasi jumlah dan berat bagasi kabin, melakukan pemeriksaan pesawat udara sebelum berangkat dan melakukan revisi Program Pengamanan Bandar Udara pada 14 bandara serta melaksanakan peraturan Dirjen Perhubungan Udara No SKEP252XII2005 tanggal 16 Desember 2005 tentang Program Nasional Diklat Pengamanan Penerbangan Sipil dengan melakukan Diklat kepada petugas pengamanan penerbangan sipil sebanyak 471 orang. Disamping itu, melaksanakan peraturan Dirjen Perhubungan Udara No SKEP253XII2005 tanggal 16 Desember 2005 tentang Evaluasi Efektifitas Peng- amanan Penerbangan Sipil Quality Control dengan melakukan audit pada 24 bandar udara. Sampai dengan tahun 2007 telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang merupakan bagian dari Safety Management System yaitu: mengidentifikasi beberapa gejala yang menyebabkan kecelakaan; menindak lanjuti perbaikan yang harus dilaksanakan untuk meyakinkan standar tingkat keselamatan selalu terjaga; memonitor secara berkesi- nambungan dengan melakukan pengawasan secara berkala terhadap tingkat keselamatan penerbangan; kegiatan yang dilaksanakan meliputi : 1Sertifikasi Operasi Bandar Udara Pada 57 bandara, 2Sertifikasi Peralatan Peralatan Security pada 2 bandara, 3 Sertifikasi pesawat udara pada 536 pesawat udara 4 Sertifikasi Fasilitas Peralatan RDPS Medan, 5 Sertifikasi Fasilitas MAATS, 6 Pembuatan Peraturan PP, KM terkait Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-7 dengan pelaksanaan Safety Management System SMS, 7 Pem- buatan organisasi formal yang terkait dengan pelaksanaan SMS. Dalam hal kerjasama antar negara telah dilakukan kerjasama dengan dengan Pemerintah Australia untuk melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain: National Regulatory Asísstance Programme terhadap Personil Perhubungan Udara, Pusdiklat Perhubungan Udara dan PT Persero Angkasa Pura I serta PT Persero Angkasa Pura II diikuti 20 orang; Quality Control Programme Aviation Security kepada Personil Perhubungan Udara, Pusdiklat Perhubungan Udara dan PT Persero Angkasa Pura I serta PT Persero Angkasa Pura II, diikuti 20 orang; Aviation Security National InspectorAuditor Course diikuti 18 orang; dan Aviation Security Instructor Course diikuti 23 orang. Kerjasama dengan Pemerintah Jepang adalah Study on Major Airport Security System Enforcement Plan pada 22 bandar udara Internasional, sedangkan kerjasama dengan Pemerintah Amerika Serikat adalah antara lain : Technical Assistance on Airport Safety and Security Assessment Project in Indonesia pada 4 bandar udara; Technical Assistance Quality Control Course dengan Transportation Security Administration TSA yang diikuti 15 orang. Indonesia menyelenggarakan pertemuan di bidang keselamatan antara lain pertemuan Internasional Strategic Summit on Aviation Safety di Bali pada tanggal 2 s.d 3 Juli 2007 yang diikuti oleh 180 peserta terdiri dari delegasi Ditjen Hubud, ICAO, IATA, Flight Safety Fund, ASA Australia, DOTARS, INACA, JICA, IAFTA, FPI, AP-I, AP-II, GMF, PT. Dirgantara Indonesia dan organisasi profesi terkait termasuk operator nasional. Hasil dari pertemuan tersebut ditandai dengan penandatanganan komit- men Indonesia dalam peningkatan keselamatan penerbangan dan keamanan penerbangan yang ditanda tangani oleh Menteri Perhubungan dan Presiden Dewan ICAO. Pertemuan lainnya yaitu International Agencies Assistance Frame Work 2007 mengenai asistensi teknis dibidang reformasi regulasi, implementasi teknologi modern, dan peningkatan kemampuan SDM. Pertemuan ke 2 ANSP Conference di Bali pada tanggal 5 s.d 6 Juli 2007 dalam membahas pelaporan incidentaccident, Air Traffic Flow Management serta kemampuan berbahasa inggris bagi ATC dan Pilot untuk menyusun Regional Safety Road Map dan Seamless Airspace. Pertemuan ke-2 antara Indonesia dengan Australia pada AVSEC forum di Sydney pada tanggal 30 s.d 31 Oktober 2007, dengan hasil meningkatkan system keamanan di Bandara El Tari Kupang, percepatan pemberian ijin ke pemerintah Australia atas permohonan penempatan Air Security Officer di pesawat Australia yang terbang ke Indonesia melalui penerbitan Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-8 peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang penerapan Air Security Officer. Pada tanggal 21 dan 22 Juni 2007 telah dilakukan pertemuan antara Timor Leste dan Indonesia untuk membahas Operational Coordination Agreement OCA between ATS unit of Timor Leste and ATS unit of Indonesia melibatkan ATS unit ACC Ujung Pandang dan ATS unit Bandara Eltari-Kupang. Kerjasama dengan pemerintah Australia meliputi pelatihan di bidang keamanan penerbangan berupa Capacity Building, serta pemberian bantuan dalam peningkatan kapasitas di bidang keselamatan penerbangan Indonesia Transportasi Safety Assistance Programme ITSAP, dan kerjasama dengan pemerintah Jepang dengan pemberian bantuan Grant JICA Security Equipment untuk 5 bandar udara yaitu, Bandara : Adi Sucipto-Yogyakarta, Soekarno-Hatta, Polonia-Medan, Ngurah Rai-Bali dan Sepinggan-Balikpapan. Kualitas Pelayanan Navigasi Penerbangan pada Flight Information Region Indonesia melalui Breakdown of Separation BOS adalah situasi dimana pesawat udara berada pada posisi diluar area separasi baik lateral maupun vertikal yang sudah ditetapkan. Breakdown of Coordination BOC adalah situasi dimana terjadi penurunan pelayanan akibat menurunnya kualitas koordinasi antar unit pelayanan, atau unit pelayanan dengan pesawat udara. Data BOS dan BOC terdiri dari lokasi dan tanggal kejadian, ATS unit dan pesawat terbang terkait serta informasi faktual dilapangan. Sesuai dengan data yang telah dilaporkan sejak 2001 hingga 2007, kecenderungan BOC adalah naik seiring dengan kenaikkan jumlah pergerakan pesawat data aircraft departure namun dengan gradien yang rendah, sedangkan untuk BOS cenderung tetap. Untuk mengurangi kejadian BOS dan BOC dalam rangka mening- katkan kualitas pelayanan navigasi penerbangan, Ditjen Hubud telah menyiapkan berbagai hal, yaitu: Pembinaan terhadap ATCO ATC Officer pada saat validasi license di seluruh bandar udara, memberikan pembinaan terhadap para checker untuk lebih waspada dalam mengawasi para ATCO didalam melaksanakan tugas Pemandu lalu lintas penerbangan di lapangan, immediate reporting system dan suspension license and rating, mengadakan ATC Refreshing Course, menyelenggarakan Mapping dan Training New English Proficiency bagi ATC dan pilot. Dalam aspek legislasi dan regulasi telah dilaksanakan antara lain: Tindak Lanjut Inpres No. 3 Tahun 2006 yaitu Revisi UU Penerbangan, Ratifikasi Perjanjian Internasional dan pada tahun 2006 dilakukan proses ratifikasi 2 dua Konvensi Internasional ICAO, yaitu Cape Town Convention 2001 Convention on Inter- national Interest in Mobile Equipment on Matters Specific. Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-9 Konvensi ini mengatur tentang jaminan kebendaan atas barang modal bergerak termasuk pesawat udara. Dengan meratifikasi konvensi dan protokol ratifikasi konvensi oleh Depkumham, dan protocol oleh Ditjen Perhubungan Udara, Montreal Convention 1991 Convention on the Making of Plastic Explosives for the Purpose of Detection, Indonesia telah memiliki peraturan tentang larangan memproduksi, menyimpan, membawa, meng- ekspor, mengimpor dan mengedarkan bahan peledak plastik tanpa ditandai. Disamping itu ratifikasi konvensi ini akan meningkatkan citra dan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia dalam memerangi teroris internasional pada umumnya dan memberikan jaminan keamanan dan kesela- matan transportasi udara pada khususnya. Dibidang navigasi penerbangan, saat ini telah disiapkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil yang mengatur tentang sertifikasi fasilitas navigasi CASR part 171, pelayanan navigasi CASR part 172, prosedur penerbangan CASR part 173 dan informasi aero- nautika CASR part 175. Dibidang pelayanan bandar udara juga sudah disiapkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil tentang bandar udara CASR part 139. Pada tahun 2006 Ditjen Perhubungan Udara telah menerapkan National Single Window NSW sebagai tindak lanjut Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Upaya yang telah dilakukan adalah perbaikan prosedur penyampaian notice of arrival, evaluasi penetapan tarif berupa pengenaan tarif perhari dan penataan gudang serta Pembangunan terminal kargo, penataan prosedur dan lay out terminal serta sosialisasi proses pelayanan kargo selama 24 jam. Sebagai upaya peningkatan pelayanan keamanan dan kesela- matan penerbangan telah di keluarkan keputusan tentang Pembatasan Umur Pesawat melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 tahun 2006 tentang pembatasan pesawat udara kategori transport untuk penumpang, dimana pesawat udara yang boleh didaftarkan untuk pertama kali di Indonesia adalah yang berusia kurang dari 20 tahun atau kurang dari 50000 cycle. Dalam Kerjasama Luar Negeri Angkutan Udara Internasional untuk menghadapi perkembangan dan perubahan di dunia penerbangan, Indonesia telah menyiapkan kebijakan-kebijakan angkutan udara guna meningkatkan daya saing dunia penerbangan di Indonesia. Liberalisasi angkutan udara di Indonesia dilakukan secara bertahap mengingat kendala- kendala sebagai berikut : Kinerja perusahaan nasional belum optimal untuk mengembangkan cakupan usaha dan mening- katkan daya saingnya; Potensi demand sebagian besar kota-kota di Indonesia yang mempunyai bandar udara internasional masih rendah, sehingga penerapan open sky secara langsung hanya terfokus pada kota-kota yang market demand-nya tinggi, seperti Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-10 Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan dan Padang; Pandangan masyarakat dunia terhadap kondisi sosial dan politik Indonesia dan perangkat hukum yang belum terintegrasi dengan baik bersifat sektoral. Dengan liberalisasi yang dilakukan secara bertahap, Indonesia diharapkan memperoleh manfaat dari : Pertumbuhan perda- gangan dan pariwisata; Pengembangan industri penerbangan; Pertumbuhan ekonomi daerah karena ada hubungan udara langsung dengan negara lain termasuk sektor pariwisata; Menciptakan dan Menguatkan hubungan serta kerjasama antar airlines internasional bagi perusahaan penerbangan; Meningkatkan daya saing airlines nasional terhadap airlines asing; Kerjasama antara airlines nasional dan asing serta menghindari terjadinya “back-track traffic”. Terdapat beberapa tingkatan yang dilakukan dalam liberalisasi angkutan udara, yaitu Forum WTO adalah forum mondial duniaglobal yang beranggotakan semua negara di dunia dan hingga saat ini masalah liberalisasi angkutan udara yang dibahas hanya mengenai “jasa penunjang soft rights”, yang tertuang dalam GATS Annex on Air Transport, yaitu Aircraft repairs and maintenance, Selling and marketing of air transport dan Computer reservation system CRS. Permasalahan di dalam forum WTO yang terkait masalah Air transport adalah masih adanya perbedaan masalah kewenangan antara WTO dengan ICAO dalam meliberalisasikan bidang hard rights. Posisi Indonesia hingga tahun 2007 belum membuat komitmen, karena prioritas liberalisasi angkutan udara masih di tingkat regional ASEAN, sedangkan liberalisasi angkutan udara di tingkat APEC membahas bidang-bidang angkutan udara yang tertuang dalam 8 opsi yang terkait dengan Airlines Ownership and Control, Secara umum Indonesia menggunakan prinsip substansial ownership and Effective Control dan Multiple Airlines Designations no restriction. Indonesia telah menerapkan dalam setiap perjanjian antara lain tarif double disapproval. Indonesia telah mengarah pada double disapproval dengan beberapa ketentuan pengaman. Dalam Air Freight more relaxation arrangement than passengers, Indonesia telah merelaksasi pengaturan hak angkut untuk air freight, Airline’s Cooperative Arrangment eq. Third Country Code Sharing, dimana Indonesia membuka kerjasama komersial dalam bentuk third party code sharing dengan persyaratan 5 th freedom rights bagi airlines pihak ketiga, Charter Services Competitor sechedule Airlines. Secara umum charter meru- pakan supplement bagi schedule services, yakni Market Access Open all international Airport. Semua bandara internasional Indonesia terbuka untuk asing, Doing Business free transfer of earning, free to open repre-sentative, free to sell and advertise Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-11 airlines product, etc dan Indonesia cukup terbuka dalam hal doing business matters. Liberalisasi di tingkat ASEAN membahas 2 dua bidang, yaitu Bidang Soft Right jasa penunjang penerbangan yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Services AFAS yang meliputi Computer Reservation System CRS, Aircraft main- tenance and Repairs, Sales and Marketing, Aircraft Leasing Without Crew. Posisi Indonesia telah membuka keempat bidang tersebut sampai dengan mode 3, yaitu dengan kepemilikan asing maksimal 49 kecuali Aircraft Leasing Without Crew yang hanya dibuka untuk mode 1 dan 2 dan dalam Bidang Hard Right jasa penerbangan yang dibagi menjadi 2dua yaitu : angkutan kargo dan angkutan penumpang. Untuk Hard Right liberalisasi dilakukan dengan mengacu pada ASEAN Roadmap Integration on Air Travel Services. Mengingat Roadmap adalah kesepakatan ASEAN yang bersifat mengikat para anggotanya, Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN harus tunduk pada Roadmap dimaksud. BIMP-EAGA Working Group on Air Linkages pada daerah-daerah yang dikembangkan adalah Bandar Seri Begawan - Brunei, Pontianak, Tarakan, Manado, Balikpapan – Indo-nesia, Miri, Labu-han, Kota Kinabalu, Kuching – Malaysia dan Davao, General Santos, Zamboanga, P. Princessa, Mindanao – Philip- pina. Konsep 3rd 4th yaitu kapasitas, frekuensi dan tipe pesawat tidak dibatasi, 5th freedom yaitu dilakukan dengan ketentuan penambahan per tahun 2 dua point sejak tahun 2006 Multi designnated airlines. Guna percepatan pengembangan wilayah BIMP-EAGA, akan dilakukan revisi MoU BIMP-EAGA on Air Linkages yang telah ditanda tangani pada tahun 1995 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan negara-negara BIMP-EAGA dengan perubahan sebagai berikut : Diberikannya hak kebebasan ke-5 dengan ketentuan penambahan per tahun 2 dua poin bagi setiap negara sejak tahun 2006, sehingga tercapai liberalisasi penuh pada semua EAGA entry points pada tahun 2008; Menganut multi designated airlines dengan prinsip subtantially owned andor effectively controlled; Hak co-terminalisasi blinded sector dengan own stop-over rights dan code-sharing arrangements; serta Kerjasama untuk rute yang tidak dilayani airlines nasional. Revisi MoU tersebut direncanakan ditanda tangani oleh Menteri Perhubungan negara-negara EAGA pada pertemuan KTT ASEAN di Cebu tanggal 10 Desember 2006, tetapi pertemuan dibatalkan oleh Pemerintah Philippina dikarenakan terjadinya badai. IMT-GT, merupakan kerjasama sub-regional diantara 3 negara, yaitu: Indonesia, Malaysia, dan Thailand yang bertujuan untuk mengembangkan wilayah perbatasan antara 3 negara. Daerah- Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-12 daerah yang dikembangkan di Indonesia adalah : Medan, Banda Aceh, Nias, Padang; Di Malaysia : Ipoh, Langkawi, dan Penang, sdangkan di Thailand: Hat Yai, Pattani, Narathiwat, Phatthalung, Trang dan Nakhon Si Thammarat. Tahun 2007 tidak ada pembatasan kapasitas frekuensi dan tipe pesawat bagi pelaksanaan hak angkut 3, 4 dan 5 bagi angkutan penumpang dan kargo. Serta diperkenankannya co-terminalisasi dengan own stop-right dan commercial cooperative arrangements dan Multi designated airlines Pada tahun 2005 Indonesia telah melakukan perjanjian hubu- ngan udara dengan 68 negara. Pada tahun 2006 Indonesia telah melakukan 9 kali perjanjian hubungan udara bilateral. Perjanjian bilateral tersebut terdiri dari 3 perjanjian dengan negara baru Islandia, Yunani dan Kenya dan 6 perjanjian untuk merevisi MOU UAE 2 kali pertemuan, Kamboja 2 kali perte-muan, Saudi Arabia dan Oman. Dengan tambahan 3 negara baru, sampai saat ini Indonesia telah memiliki perjanjian hubungan udara dengan 71 negara yang terdiri dari 2 negara di belahan Amerika Utara, 26 negara Eropa, 13 negara ASIA, 10 negara ASEAN, 5 negara Afrika, 11 negara Timur TengahArab dan 4 negara Pasific. Dari 71 negara yang telah membuat perjanjian hubungan udara dengan Indonesia, 22 negara telah merealisasikan perjanjian tersebut. Sampai dengan tahun 2007 Indonesia telah memiliki perjanjian hubungan udara bilateral dengan 71 negara. Negara-negara mitra Indonesia berdasarkan wilayah adalah: 1 Amerika Utara : 2 Negara 2 Eropa : 26 Negara 3 Asia : 14 Negara 4 Asean : 10 Negara 5 Afrika : 6 Negara 6 Timur TengahArab : 10 Negara 7 Pacific : 3 Negara Jumlah perjanjian hubungan udara bilateral 71 negara, 36 operator penerbangan dari 22 negara melaksanakan pener- bangan ke 11 kota tujuan di Indonesia Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Denpasar, Mataram, Manado, 9 perusahaan penerbangan nasional terbang ke 12 negara Hongkong, RR.China, Jepang, Korea, Malaysia, Thailand, Singapore, Vietnam, Philipina, Australia, Selandia Baru dan Arab Saudi dengan 25 kota tujuan di mancanegara. Pelaksanaan Angkutan Haji fase I keberangkatan yang dimulai dari tanggal 28 November 2006 sd 25 Desember 2006 dilaksanakan melalui 11 Bandara Embarkasi yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda – Banda Aceh, Bandara Polonia – Medan, Bandara Soekarno Hatta – Jakarta, Bandara Adi Sumarmo – Solo, Bandara Juanda – Surabaya, Bandara Hasanuddin – Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-13 Makassar, Bandara Sepinggan – Balikpapan, Bandara Samsudin Noor – Banjarmasin, Bandara Hang Nadim – Batam, Bandara Minang-kabau – Padang Embarkasi baru, dan Bandara SM.Ba- daruddin II – Palembang embarkasi baru. Selama periode 28 November 2006 sd 25 Desember 2006 phase I pemberangkatan, telah diberangkatkan sebanyak 187,789 jemaah haji yang tergabung dalam 468 Kloter dengan perincian Garuda Indonesia : mengangkut 102.726 jemaah haji 276 klo-ter, Saudi Arabian Airlines : mengangkut 85.063 jemaah haji 192 kloter. Jumlah open seat kursi kosong adalah 1760 kursi yang terdiri atas GA 837 kursi dan SV 923 kursi. Adanya kursi kosong tersebut dikarenakan adanya jemaah haji yang meninggal, sakit atau mengundurkan diri dan lain sebagainya. Kinerja atau On Time Performance OTP rata-rata untuk keseluruhan embarkasi mencapai 88,89 . Adapun rincian OTP masing-masing Airlines adalah Garuda Indonesia : 95.65 , Saudi Arabian Airlines: 79.17 . Pelaksanaan angku- tan Haji phase I keberangkatan yang di mulai dari tanggal 17 November 2006 s.d 14 Desember 2007 dilaksanakan melalui 11 Bandara Embarkasi yaitu: 1 Bandara Sultan Iskandar Muda- Banda Aceh 2 Bandara Polonia-Medan 3 Bandara Soekarno Hatta-Jakarta 4 Bandara Adi Sumarmo-Solo 5 Bandara Juan- da-Surabaya 6 Bandara Hasanuddin-Makassar 7 Bandara Sepingan-Balikpapan 8 Bandara Samsudin Noor-Banjarmasin 9 Bandara Hang Nadim-Batam 10 Bandara Minangkabau- Padang 11 Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II-Palembang. Selama periode 17 November 2006 s.d 14 Desember 2007 phase I pemberangkatan, telah diberangkatkan sebanyak 193.917 jemaah haji yang tergabung dalam 483 kloter, dengan perincian Garuda Indonesia :mengangkut 107.543 jemaah haji 288 kloter, Saudi Arabian Airlines : mengangkut 86.374 jemaah haji 195 kloter. Selama periode 23 Desember 2007 s.d 22 Januari phase II kepulangan telah di pulangkan seba-nyak 193.756 jemaah haji yang tergabung dalam 483 kloter. Dengan rincian Garuda Indonesia mengangkut sebanyak 107.543 jemaah haji 288 kloter, Saudi Arabian Airlines mengangkut 86.222 jemaah haji 195 kloter. Armada Pesawat yang digunakan adalah pesawat udara produksi tahun 1995 keatas kecuali B-747 tahun pembuatan 1983 keatas dengan rincian sebagai berikut: Jakarta dan Medan B-747-GA, dengan kapasitas : 455 seats; Jakarta, Batam dan Surabaya B747-SV, dengan kapasitas :450 seats; Banda Aceh, PadangA 330, dengan kapasitas :405 seats; Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Palembang B767A330 dengan kapasitas :325 seats. Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-14

B. SASARAN

1. Terjaminnya keselamatan, keamanan, dan kepastian hukum serta kualitas pelayanan, kenyamanan, dalam penyeleng- garaan transportasi udara; 2. Terwujudnya pertumbuhan Sub Sektor Transportasi Udara yang stabil sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan sustainable growth; 3. Terwujudnya perusahaan penerbangan nasional yang efisien dan efektif serta kompetitif di pasar internasional ; 4. Terwujudnya kontinuitas pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok tanah air, sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. Meningkatnya kualitas dan profesionalisme SDM Ditjen Perhubungan Udara bertaraf internasional dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal dan berdaya saing; 6. Terwujudnya reformasi kelembagaan, peraturan perundang- undangan, SDM dan pelayanan transportasi udara; 7. Terjaminnya prioritas kegiatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi melalui selesainya proses revisi UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan serta peraturan pelaksanaannya; 8. Terwujudnya Penyempurnaan peraturan di bidang pener- bangan dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional.

C. STRATEGI

1. Meningkatkan pembinaan, pengawasan melalui peningkatan kemampuan pengawasan para inspektur penerbangan dan penegakkan peraturan guna meningkatkan penyelenggaraan transportasi udara yang berkualitas; 2. Memenuhimenyelesaikan tindak lanjut hasil audit ICAO tentang penyelenggaraan Transportasi Udara di Indonesia; 3. Memenuhi kebutuhan persyaratan minimum keamanan dan keselamatan Penerbangan terhadap sarana dan prasarana Transportasi Udara; 4. Menyediakan pelayanan angkutan udara perintis; 5. Meningkatkan sarana dan prasarana Transportasi Udara di daerah terisolir, perbatasan, dan rawan bencana secara bertahap; 6. Menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksana hasil revisi Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-15 UU Penerbangan; 7. Menyelesaikan pembentukkan lembagaunit tunggal Navigasi Penerbangan dan Lembagaunit kerja lainnya yang dibutuhkan; 8. Menerapkan tatanan kebandarudaraan nasional yang efisien dan efektif yang menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

D. PROGRAM PEMBANGUNAN

Pembangunan Transportasi Udara pada tahun 2009 bertujuan melanjutkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan transportasi udara melalui penerapan pelayanan dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal, peningkatan dukungan terhadap daya saing sektor riil serta peningkatan investasi proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan oleh swasta melalui berbagai skema kerjasama antara pemerintah dan swasta dengan prioritas menunjang pertumbuhan, pengentasan kemiskinan, dan membuka lapangan kerja di jabarkan dalam 4 program yaitu: 1. Program pembangunan Transportasi Udara, bertujuan untuk mewujudkan pengembangan pembangunan prasa- rana bandara sesuai pola jaringan prasarana dan pelayanan transportasi udara nasional melalui, implementasi tatanan kebandarudaraan nasional yang berdasarkan hirarki fungsi secara efisien dan efektif dengan pertimbangan pemenuhan permintaan jasa transportasi udara serta menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional dan mencip- takan daya saing industri angkutan udara nasional dengan penerapan kebijakan liberalisasi angkutan udara secara selektif dalam menghadapi pasar global; 2. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Trans- portasi Udara, bertujuan untuk menjamin peningkatan kualitas pelayanan transportasi udara nasional melalui pemenuhan prosedur kerja, standar pelayanan, dan on time performance serta implementasi ketentuan keselamatan penerbangan secara optimal; 3. Program Restrukturisasi dan Kelembagaan, bertujuan untuk mewujudkan reformasi kelembagaan, peraturan perundang- undangan, SDM dan pelayanan transportasi udara, menja- min prioritas kegiatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi serta mewujudkan penyempurnaan peraturan dibidang penerbangan dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional. 4. Program penyelenggaraan Pimpinan Pemerintahan dan Kenegaraan, bertujuan untuk menjamin peningkatan kemampuan personal dibidang teknis dan operasi, keha- rusan memiliki sertifikat kecakapan personal SKP serta Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-16 peningkatan tenaga manajer dan administrasi secara bertahap, keharusan mengikuti jenjang pendidikan keprofesionalan dibidang transportasi udara. Uraian kegiatan 4 program tersebut adalah sebagai berikut: TABEL VII – 1 PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA TRANSPORTASI UDARA Kegiatan Satuan Jumlah Miliar Rp. a. Fasilitas Landasan - Landasan Pacu - Taxiway - Apron M2 M2 M2 1400,534 19,671 146,975 475,167,296 b. Bangunan danTerminal - Gedung Kantor - Rumah Dinas, Rumah operasional - Terminal - Bangunan Operasional - Jalan,Pagar,Parkir,Saluran,Gedung kargo - Gedung Khusus M2 M2 M2 M2 M2 M2 3,407 3,300 6,873 7,121 131,346 182,630 65,116,934 c. Fasilitas Keselamatan Penerbangan: - Faslektrikpen Unit 656 13,858,854 Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII - 2 PROGRAM RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN DAN PERATURAN TRANSPORTASI UDARA Kegiatan Satuan Jumlah Miliar Rp. Operasional Belanja Pegawai dan Belanja Barang Di kantor pusat dan UPT Ditjen Hubud: a. Honorarium Pelaksana Anggaran b. Kegiatan PNBP c. Penyusunan Peraturan d. PenyuluhanPenyebaran Info e. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi f. Evaluasi dan pelaporan g. Peningkatan Kinerja Pegawai h. Verifikasi Fasilitas Bandara Satker 166 560,471,714 Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII – 3 PROGRAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA Kegiatan Satuan Jumlah Miliar Rp 1 PembangunanPeningkatan Fasilitas Landasan 5,012,880,519 a. Landasan Pacu M 2 870,841 b. Taxiway M 2 36,671 c. Apron M 2 70,821 d. Pekerjaan TanahUrugan Tanah M 2 3,976,519 e. RESA M 2 75,600 f. Overrun M 2 7,020 g. Turning Area M 2 12,700 h. Shoulder M 2 2,754,120 2 Pembangunan Fasilitas Bangunan dan terminal Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-17