pada tahun 2007meningkat menjadi 9,355 miliyar.

dengan pelaksanaan Safety Management System SMS, 7 Pem- buatan organisasi formal yang terkait dengan pelaksanaan SMS. Dalam hal kerjasama antar negara telah dilakukan kerjasama dengan dengan Pemerintah Australia untuk melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain: National Regulatory Asísstance Programme terhadap Personil Perhubungan Udara, Pusdiklat Perhubungan Udara dan PT Persero Angkasa Pura I serta PT Persero Angkasa Pura II diikuti 20 orang; Quality Control Programme Aviation Security kepada Personil Perhubungan Udara, Pusdiklat Perhubungan Udara dan PT Persero Angkasa Pura I serta PT Persero Angkasa Pura II, diikuti 20 orang; Aviation Security National InspectorAuditor Course diikuti 18 orang; dan Aviation Security Instructor Course diikuti 23 orang. Kerjasama dengan Pemerintah Jepang adalah Study on Major Airport Security System Enforcement Plan pada 22 bandar udara Internasional, sedangkan kerjasama dengan Pemerintah Amerika Serikat adalah antara lain : Technical Assistance on Airport Safety and Security Assessment Project in Indonesia pada 4 bandar udara; Technical Assistance Quality Control Course dengan Transportation Security Administration TSA yang diikuti 15 orang. Indonesia menyelenggarakan pertemuan di bidang keselamatan antara lain pertemuan Internasional Strategic Summit on Aviation Safety di Bali pada tanggal 2 s.d 3 Juli 2007 yang diikuti oleh 180 peserta terdiri dari delegasi Ditjen Hubud, ICAO, IATA, Flight Safety Fund, ASA Australia, DOTARS, INACA, JICA, IAFTA, FPI, AP-I, AP-II, GMF, PT. Dirgantara Indonesia dan organisasi profesi terkait termasuk operator nasional. Hasil dari pertemuan tersebut ditandai dengan penandatanganan komit- men Indonesia dalam peningkatan keselamatan penerbangan dan keamanan penerbangan yang ditanda tangani oleh Menteri Perhubungan dan Presiden Dewan ICAO. Pertemuan lainnya yaitu International Agencies Assistance Frame Work 2007 mengenai asistensi teknis dibidang reformasi regulasi, implementasi teknologi modern, dan peningkatan kemampuan SDM. Pertemuan ke 2 ANSP Conference di Bali pada tanggal 5 s.d 6 Juli 2007 dalam membahas pelaporan incidentaccident, Air Traffic Flow Management serta kemampuan berbahasa inggris bagi ATC dan Pilot untuk menyusun Regional Safety Road Map dan Seamless Airspace. Pertemuan ke-2 antara Indonesia dengan Australia pada AVSEC forum di Sydney pada tanggal 30 s.d 31 Oktober 2007, dengan hasil meningkatkan system keamanan di Bandara El Tari Kupang, percepatan pemberian ijin ke pemerintah Australia atas permohonan penempatan Air Security Officer di pesawat Australia yang terbang ke Indonesia melalui penerbitan Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-8 peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang penerapan Air Security Officer. Pada tanggal 21 dan 22 Juni 2007 telah dilakukan pertemuan antara Timor Leste dan Indonesia untuk membahas Operational Coordination Agreement OCA between ATS unit of Timor Leste and ATS unit of Indonesia melibatkan ATS unit ACC Ujung Pandang dan ATS unit Bandara Eltari-Kupang. Kerjasama dengan pemerintah Australia meliputi pelatihan di bidang keamanan penerbangan berupa Capacity Building, serta pemberian bantuan dalam peningkatan kapasitas di bidang keselamatan penerbangan Indonesia Transportasi Safety Assistance Programme ITSAP, dan kerjasama dengan pemerintah Jepang dengan pemberian bantuan Grant JICA Security Equipment untuk 5 bandar udara yaitu, Bandara : Adi Sucipto-Yogyakarta, Soekarno-Hatta, Polonia-Medan, Ngurah Rai-Bali dan Sepinggan-Balikpapan. Kualitas Pelayanan Navigasi Penerbangan pada Flight Information Region Indonesia melalui Breakdown of Separation BOS adalah situasi dimana pesawat udara berada pada posisi diluar area separasi baik lateral maupun vertikal yang sudah ditetapkan. Breakdown of Coordination BOC adalah situasi dimana terjadi penurunan pelayanan akibat menurunnya kualitas koordinasi antar unit pelayanan, atau unit pelayanan dengan pesawat udara. Data BOS dan BOC terdiri dari lokasi dan tanggal kejadian, ATS unit dan pesawat terbang terkait serta informasi faktual dilapangan. Sesuai dengan data yang telah dilaporkan sejak 2001 hingga 2007, kecenderungan BOC adalah naik seiring dengan kenaikkan jumlah pergerakan pesawat data aircraft departure namun dengan gradien yang rendah, sedangkan untuk BOS cenderung tetap. Untuk mengurangi kejadian BOS dan BOC dalam rangka mening- katkan kualitas pelayanan navigasi penerbangan, Ditjen Hubud telah menyiapkan berbagai hal, yaitu: Pembinaan terhadap ATCO ATC Officer pada saat validasi license di seluruh bandar udara, memberikan pembinaan terhadap para checker untuk lebih waspada dalam mengawasi para ATCO didalam melaksanakan tugas Pemandu lalu lintas penerbangan di lapangan, immediate reporting system dan suspension license and rating, mengadakan ATC Refreshing Course, menyelenggarakan Mapping dan Training New English Proficiency bagi ATC dan pilot. Dalam aspek legislasi dan regulasi telah dilaksanakan antara lain: Tindak Lanjut Inpres No. 3 Tahun 2006 yaitu Revisi UU Penerbangan, Ratifikasi Perjanjian Internasional dan pada tahun 2006 dilakukan proses ratifikasi 2 dua Konvensi Internasional ICAO, yaitu Cape Town Convention 2001 Convention on Inter- national Interest in Mobile Equipment on Matters Specific. Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-9 Konvensi ini mengatur tentang jaminan kebendaan atas barang modal bergerak termasuk pesawat udara. Dengan meratifikasi konvensi dan protokol ratifikasi konvensi oleh Depkumham, dan protocol oleh Ditjen Perhubungan Udara, Montreal Convention 1991 Convention on the Making of Plastic Explosives for the Purpose of Detection, Indonesia telah memiliki peraturan tentang larangan memproduksi, menyimpan, membawa, meng- ekspor, mengimpor dan mengedarkan bahan peledak plastik tanpa ditandai. Disamping itu ratifikasi konvensi ini akan meningkatkan citra dan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia dalam memerangi teroris internasional pada umumnya dan memberikan jaminan keamanan dan kesela- matan transportasi udara pada khususnya. Dibidang navigasi penerbangan, saat ini telah disiapkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil yang mengatur tentang sertifikasi fasilitas navigasi CASR part 171, pelayanan navigasi CASR part 172, prosedur penerbangan CASR part 173 dan informasi aero- nautika CASR part 175. Dibidang pelayanan bandar udara juga sudah disiapkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil tentang bandar udara CASR part 139. Pada tahun 2006 Ditjen Perhubungan Udara telah menerapkan National Single Window NSW sebagai tindak lanjut Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Upaya yang telah dilakukan adalah perbaikan prosedur penyampaian notice of arrival, evaluasi penetapan tarif berupa pengenaan tarif perhari dan penataan gudang serta Pembangunan terminal kargo, penataan prosedur dan lay out terminal serta sosialisasi proses pelayanan kargo selama 24 jam. Sebagai upaya peningkatan pelayanan keamanan dan kesela- matan penerbangan telah di keluarkan keputusan tentang Pembatasan Umur Pesawat melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 tahun 2006 tentang pembatasan pesawat udara kategori transport untuk penumpang, dimana pesawat udara yang boleh didaftarkan untuk pertama kali di Indonesia adalah yang berusia kurang dari 20 tahun atau kurang dari 50000 cycle. Dalam Kerjasama Luar Negeri Angkutan Udara Internasional untuk menghadapi perkembangan dan perubahan di dunia penerbangan, Indonesia telah menyiapkan kebijakan-kebijakan angkutan udara guna meningkatkan daya saing dunia penerbangan di Indonesia. Liberalisasi angkutan udara di Indonesia dilakukan secara bertahap mengingat kendala- kendala sebagai berikut : Kinerja perusahaan nasional belum optimal untuk mengembangkan cakupan usaha dan mening- katkan daya saingnya; Potensi demand sebagian besar kota-kota di Indonesia yang mempunyai bandar udara internasional masih rendah, sehingga penerapan open sky secara langsung hanya terfokus pada kota-kota yang market demand-nya tinggi, seperti Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-10 Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan dan Padang; Pandangan masyarakat dunia terhadap kondisi sosial dan politik Indonesia dan perangkat hukum yang belum terintegrasi dengan baik bersifat sektoral. Dengan liberalisasi yang dilakukan secara bertahap, Indonesia diharapkan memperoleh manfaat dari : Pertumbuhan perda- gangan dan pariwisata; Pengembangan industri penerbangan; Pertumbuhan ekonomi daerah karena ada hubungan udara langsung dengan negara lain termasuk sektor pariwisata; Menciptakan dan Menguatkan hubungan serta kerjasama antar airlines internasional bagi perusahaan penerbangan; Meningkatkan daya saing airlines nasional terhadap airlines asing; Kerjasama antara airlines nasional dan asing serta menghindari terjadinya “back-track traffic”. Terdapat beberapa tingkatan yang dilakukan dalam liberalisasi angkutan udara, yaitu Forum WTO adalah forum mondial duniaglobal yang beranggotakan semua negara di dunia dan hingga saat ini masalah liberalisasi angkutan udara yang dibahas hanya mengenai “jasa penunjang soft rights”, yang tertuang dalam GATS Annex on Air Transport, yaitu Aircraft repairs and maintenance, Selling and marketing of air transport dan Computer reservation system CRS. Permasalahan di dalam forum WTO yang terkait masalah Air transport adalah masih adanya perbedaan masalah kewenangan antara WTO dengan ICAO dalam meliberalisasikan bidang hard rights. Posisi Indonesia hingga tahun 2007 belum membuat komitmen, karena prioritas liberalisasi angkutan udara masih di tingkat regional ASEAN, sedangkan liberalisasi angkutan udara di tingkat APEC membahas bidang-bidang angkutan udara yang tertuang dalam 8 opsi yang terkait dengan Airlines Ownership and Control, Secara umum Indonesia menggunakan prinsip substansial ownership and Effective Control dan Multiple Airlines Designations no restriction. Indonesia telah menerapkan dalam setiap perjanjian antara lain tarif double disapproval. Indonesia telah mengarah pada double disapproval dengan beberapa ketentuan pengaman. Dalam Air Freight more relaxation arrangement than passengers, Indonesia telah merelaksasi pengaturan hak angkut untuk air freight, Airline’s Cooperative Arrangment eq. Third Country Code Sharing, dimana Indonesia membuka kerjasama komersial dalam bentuk third party code sharing dengan persyaratan 5 th freedom rights bagi airlines pihak ketiga, Charter Services Competitor sechedule Airlines. Secara umum charter meru- pakan supplement bagi schedule services, yakni Market Access Open all international Airport. Semua bandara internasional Indonesia terbuka untuk asing, Doing Business free transfer of earning, free to open repre-sentative, free to sell and advertise Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-11 airlines product, etc dan Indonesia cukup terbuka dalam hal doing business matters. Liberalisasi di tingkat ASEAN membahas 2 dua bidang, yaitu Bidang Soft Right jasa penunjang penerbangan yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Services AFAS yang meliputi Computer Reservation System CRS, Aircraft main- tenance and Repairs, Sales and Marketing, Aircraft Leasing Without Crew. Posisi Indonesia telah membuka keempat bidang tersebut sampai dengan mode 3, yaitu dengan kepemilikan asing maksimal 49 kecuali Aircraft Leasing Without Crew yang hanya dibuka untuk mode 1 dan 2 dan dalam Bidang Hard Right jasa penerbangan yang dibagi menjadi 2dua yaitu : angkutan kargo dan angkutan penumpang. Untuk Hard Right liberalisasi dilakukan dengan mengacu pada ASEAN Roadmap Integration on Air Travel Services. Mengingat Roadmap adalah kesepakatan ASEAN yang bersifat mengikat para anggotanya, Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN harus tunduk pada Roadmap dimaksud. BIMP-EAGA Working Group on Air Linkages pada daerah-daerah yang dikembangkan adalah Bandar Seri Begawan - Brunei, Pontianak, Tarakan, Manado, Balikpapan – Indo-nesia, Miri, Labu-han, Kota Kinabalu, Kuching – Malaysia dan Davao, General Santos, Zamboanga, P. Princessa, Mindanao – Philip- pina. Konsep 3rd 4th yaitu kapasitas, frekuensi dan tipe pesawat tidak dibatasi, 5th freedom yaitu dilakukan dengan ketentuan penambahan per tahun 2 dua point sejak tahun 2006 Multi designnated airlines. Guna percepatan pengembangan wilayah BIMP-EAGA, akan dilakukan revisi MoU BIMP-EAGA on Air Linkages yang telah ditanda tangani pada tahun 1995 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan negara-negara BIMP-EAGA dengan perubahan sebagai berikut : Diberikannya hak kebebasan ke-5 dengan ketentuan penambahan per tahun 2 dua poin bagi setiap negara sejak tahun 2006, sehingga tercapai liberalisasi penuh pada semua EAGA entry points pada tahun 2008; Menganut multi designated airlines dengan prinsip subtantially owned andor effectively controlled; Hak co-terminalisasi blinded sector dengan own stop-over rights dan code-sharing arrangements; serta Kerjasama untuk rute yang tidak dilayani airlines nasional. Revisi MoU tersebut direncanakan ditanda tangani oleh Menteri Perhubungan negara-negara EAGA pada pertemuan KTT ASEAN di Cebu tanggal 10 Desember 2006, tetapi pertemuan dibatalkan oleh Pemerintah Philippina dikarenakan terjadinya badai. IMT-GT, merupakan kerjasama sub-regional diantara 3 negara, yaitu: Indonesia, Malaysia, dan Thailand yang bertujuan untuk mengembangkan wilayah perbatasan antara 3 negara. Daerah- Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-12 daerah yang dikembangkan di Indonesia adalah : Medan, Banda Aceh, Nias, Padang; Di Malaysia : Ipoh, Langkawi, dan Penang, sdangkan di Thailand: Hat Yai, Pattani, Narathiwat, Phatthalung, Trang dan Nakhon Si Thammarat. Tahun 2007 tidak ada pembatasan kapasitas frekuensi dan tipe pesawat bagi pelaksanaan hak angkut 3, 4 dan 5 bagi angkutan penumpang dan kargo. Serta diperkenankannya co-terminalisasi dengan own stop-right dan commercial cooperative arrangements dan Multi designated airlines Pada tahun 2005 Indonesia telah melakukan perjanjian hubu- ngan udara dengan 68 negara. Pada tahun 2006 Indonesia telah melakukan 9 kali perjanjian hubungan udara bilateral. Perjanjian bilateral tersebut terdiri dari 3 perjanjian dengan negara baru Islandia, Yunani dan Kenya dan 6 perjanjian untuk merevisi MOU UAE 2 kali pertemuan, Kamboja 2 kali perte-muan, Saudi Arabia dan Oman. Dengan tambahan 3 negara baru, sampai saat ini Indonesia telah memiliki perjanjian hubungan udara dengan 71 negara yang terdiri dari 2 negara di belahan Amerika Utara, 26 negara Eropa, 13 negara ASIA, 10 negara ASEAN, 5 negara Afrika, 11 negara Timur TengahArab dan 4 negara Pasific. Dari 71 negara yang telah membuat perjanjian hubungan udara dengan Indonesia, 22 negara telah merealisasikan perjanjian tersebut. Sampai dengan tahun 2007 Indonesia telah memiliki perjanjian hubungan udara bilateral dengan 71 negara. Negara-negara mitra Indonesia berdasarkan wilayah adalah: 1 Amerika Utara : 2 Negara 2 Eropa : 26 Negara 3 Asia : 14 Negara 4 Asean : 10 Negara 5 Afrika : 6 Negara 6 Timur TengahArab : 10 Negara 7 Pacific : 3 Negara Jumlah perjanjian hubungan udara bilateral 71 negara, 36 operator penerbangan dari 22 negara melaksanakan pener- bangan ke 11 kota tujuan di Indonesia Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Denpasar, Mataram, Manado, 9 perusahaan penerbangan nasional terbang ke 12 negara Hongkong, RR.China, Jepang, Korea, Malaysia, Thailand, Singapore, Vietnam, Philipina, Australia, Selandia Baru dan Arab Saudi dengan 25 kota tujuan di mancanegara. Pelaksanaan Angkutan Haji fase I keberangkatan yang dimulai dari tanggal 28 November 2006 sd 25 Desember 2006 dilaksanakan melalui 11 Bandara Embarkasi yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda – Banda Aceh, Bandara Polonia – Medan, Bandara Soekarno Hatta – Jakarta, Bandara Adi Sumarmo – Solo, Bandara Juanda – Surabaya, Bandara Hasanuddin – Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-13 Makassar, Bandara Sepinggan – Balikpapan, Bandara Samsudin Noor – Banjarmasin, Bandara Hang Nadim – Batam, Bandara Minang-kabau – Padang Embarkasi baru, dan Bandara SM.Ba- daruddin II – Palembang embarkasi baru. Selama periode 28 November 2006 sd 25 Desember 2006 phase I pemberangkatan, telah diberangkatkan sebanyak 187,789 jemaah haji yang tergabung dalam 468 Kloter dengan perincian Garuda Indonesia : mengangkut 102.726 jemaah haji 276 klo-ter, Saudi Arabian Airlines : mengangkut 85.063 jemaah haji 192 kloter. Jumlah open seat kursi kosong adalah 1760 kursi yang terdiri atas GA 837 kursi dan SV 923 kursi. Adanya kursi kosong tersebut dikarenakan adanya jemaah haji yang meninggal, sakit atau mengundurkan diri dan lain sebagainya. Kinerja atau On Time Performance OTP rata-rata untuk keseluruhan embarkasi mencapai 88,89 . Adapun rincian OTP masing-masing Airlines adalah Garuda Indonesia : 95.65 , Saudi Arabian Airlines: 79.17 . Pelaksanaan angku- tan Haji phase I keberangkatan yang di mulai dari tanggal 17 November 2006 s.d 14 Desember 2007 dilaksanakan melalui 11 Bandara Embarkasi yaitu: 1 Bandara Sultan Iskandar Muda- Banda Aceh 2 Bandara Polonia-Medan 3 Bandara Soekarno Hatta-Jakarta 4 Bandara Adi Sumarmo-Solo 5 Bandara Juan- da-Surabaya 6 Bandara Hasanuddin-Makassar 7 Bandara Sepingan-Balikpapan 8 Bandara Samsudin Noor-Banjarmasin 9 Bandara Hang Nadim-Batam 10 Bandara Minangkabau- Padang 11 Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II-Palembang. Selama periode 17 November 2006 s.d 14 Desember 2007 phase I pemberangkatan, telah diberangkatkan sebanyak 193.917 jemaah haji yang tergabung dalam 483 kloter, dengan perincian Garuda Indonesia :mengangkut 107.543 jemaah haji 288 kloter, Saudi Arabian Airlines : mengangkut 86.374 jemaah haji 195 kloter. Selama periode 23 Desember 2007 s.d 22 Januari phase II kepulangan telah di pulangkan seba-nyak 193.756 jemaah haji yang tergabung dalam 483 kloter. Dengan rincian Garuda Indonesia mengangkut sebanyak 107.543 jemaah haji 288 kloter, Saudi Arabian Airlines mengangkut 86.222 jemaah haji 195 kloter. Armada Pesawat yang digunakan adalah pesawat udara produksi tahun 1995 keatas kecuali B-747 tahun pembuatan 1983 keatas dengan rincian sebagai berikut: Jakarta dan Medan B-747-GA, dengan kapasitas : 455 seats; Jakarta, Batam dan Surabaya B747-SV, dengan kapasitas :450 seats; Banda Aceh, PadangA 330, dengan kapasitas :405 seats; Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Palembang B767A330 dengan kapasitas :325 seats. Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-14

B. SASARAN

1. Terjaminnya keselamatan, keamanan, dan kepastian hukum serta kualitas pelayanan, kenyamanan, dalam penyeleng- garaan transportasi udara; 2. Terwujudnya pertumbuhan Sub Sektor Transportasi Udara yang stabil sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan sustainable growth; 3. Terwujudnya perusahaan penerbangan nasional yang efisien dan efektif serta kompetitif di pasar internasional ; 4. Terwujudnya kontinuitas pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok tanah air, sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. Meningkatnya kualitas dan profesionalisme SDM Ditjen Perhubungan Udara bertaraf internasional dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal dan berdaya saing; 6. Terwujudnya reformasi kelembagaan, peraturan perundang- undangan, SDM dan pelayanan transportasi udara; 7. Terjaminnya prioritas kegiatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi melalui selesainya proses revisi UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan serta peraturan pelaksanaannya; 8. Terwujudnya Penyempurnaan peraturan di bidang pener- bangan dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional.

C. STRATEGI

1. Meningkatkan pembinaan, pengawasan melalui peningkatan kemampuan pengawasan para inspektur penerbangan dan penegakkan peraturan guna meningkatkan penyelenggaraan transportasi udara yang berkualitas; 2. Memenuhimenyelesaikan tindak lanjut hasil audit ICAO tentang penyelenggaraan Transportasi Udara di Indonesia; 3. Memenuhi kebutuhan persyaratan minimum keamanan dan keselamatan Penerbangan terhadap sarana dan prasarana Transportasi Udara; 4. Menyediakan pelayanan angkutan udara perintis; 5. Meningkatkan sarana dan prasarana Transportasi Udara di daerah terisolir, perbatasan, dan rawan bencana secara bertahap; 6. Menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksana hasil revisi Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-15 UU Penerbangan; 7. Menyelesaikan pembentukkan lembagaunit tunggal Navigasi Penerbangan dan Lembagaunit kerja lainnya yang dibutuhkan; 8. Menerapkan tatanan kebandarudaraan nasional yang efisien dan efektif yang menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

D. PROGRAM PEMBANGUNAN

Pembangunan Transportasi Udara pada tahun 2009 bertujuan melanjutkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan transportasi udara melalui penerapan pelayanan dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal, peningkatan dukungan terhadap daya saing sektor riil serta peningkatan investasi proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan oleh swasta melalui berbagai skema kerjasama antara pemerintah dan swasta dengan prioritas menunjang pertumbuhan, pengentasan kemiskinan, dan membuka lapangan kerja di jabarkan dalam 4 program yaitu: 1. Program pembangunan Transportasi Udara, bertujuan untuk mewujudkan pengembangan pembangunan prasa- rana bandara sesuai pola jaringan prasarana dan pelayanan transportasi udara nasional melalui, implementasi tatanan kebandarudaraan nasional yang berdasarkan hirarki fungsi secara efisien dan efektif dengan pertimbangan pemenuhan permintaan jasa transportasi udara serta menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional dan mencip- takan daya saing industri angkutan udara nasional dengan penerapan kebijakan liberalisasi angkutan udara secara selektif dalam menghadapi pasar global; 2. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Trans- portasi Udara, bertujuan untuk menjamin peningkatan kualitas pelayanan transportasi udara nasional melalui pemenuhan prosedur kerja, standar pelayanan, dan on time performance serta implementasi ketentuan keselamatan penerbangan secara optimal; 3. Program Restrukturisasi dan Kelembagaan, bertujuan untuk mewujudkan reformasi kelembagaan, peraturan perundang- undangan, SDM dan pelayanan transportasi udara, menja- min prioritas kegiatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi serta mewujudkan penyempurnaan peraturan dibidang penerbangan dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional. 4. Program penyelenggaraan Pimpinan Pemerintahan dan Kenegaraan, bertujuan untuk menjamin peningkatan kemampuan personal dibidang teknis dan operasi, keha- rusan memiliki sertifikat kecakapan personal SKP serta Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-16 peningkatan tenaga manajer dan administrasi secara bertahap, keharusan mengikuti jenjang pendidikan keprofesionalan dibidang transportasi udara. Uraian kegiatan 4 program tersebut adalah sebagai berikut: TABEL VII – 1 PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA TRANSPORTASI UDARA Kegiatan Satuan Jumlah Miliar Rp. a. Fasilitas Landasan - Landasan Pacu - Taxiway - Apron M2 M2 M2 1400,534 19,671 146,975 475,167,296 b. Bangunan danTerminal - Gedung Kantor - Rumah Dinas, Rumah operasional - Terminal - Bangunan Operasional - Jalan,Pagar,Parkir,Saluran,Gedung kargo - Gedung Khusus M2 M2 M2 M2 M2 M2 3,407 3,300 6,873 7,121 131,346 182,630 65,116,934 c. Fasilitas Keselamatan Penerbangan: - Faslektrikpen Unit 656 13,858,854 Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII - 2 PROGRAM RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN DAN PERATURAN TRANSPORTASI UDARA Kegiatan Satuan Jumlah Miliar Rp. Operasional Belanja Pegawai dan Belanja Barang Di kantor pusat dan UPT Ditjen Hubud: a. Honorarium Pelaksana Anggaran b. Kegiatan PNBP c. Penyusunan Peraturan d. PenyuluhanPenyebaran Info e. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi f. Evaluasi dan pelaporan g. Peningkatan Kinerja Pegawai h. Verifikasi Fasilitas Bandara Satker 166 560,471,714 Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII – 3 PROGRAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA Kegiatan Satuan Jumlah Miliar Rp 1 PembangunanPeningkatan Fasilitas Landasan 5,012,880,519 a. Landasan Pacu M 2 870,841 b. Taxiway M 2 36,671 c. Apron M 2 70,821 d. Pekerjaan TanahUrugan Tanah M 2 3,976,519 e. RESA M 2 75,600 f. Overrun M 2 7,020 g. Turning Area M 2 12,700 h. Shoulder M 2 2,754,120 2 Pembangunan Fasilitas Bangunan dan terminal Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 VII-17