commit to user 153
e. Aturan bagi hasil Perhutani dalam program community development
penyulingan kayu putih
Meskipun dalam pelaksanaannya program community development penyulingan kayu putih mendapat dukungan dari masyarakat, namun berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap masyarakat maupun pihak PT. Holcim Indonesia Tbk. Cilacap diketahui kendala dalam memaksimalkan tujuan
dan mengembangkan program ini. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu tujuan program pemberdayaan yang dilakukan perusahaan adalah
memberikan dampak positif berupa adanya pendapatan dari program ini. Kendala tersebut yakni adanya aturan bagi hasil sharing yang ditetapkan dalam
perjanjian atau MoU yang dilakukan antara LMDH dengan Perhutani. Pada awal perencanaan program ini pada dasarnya masyarakat maupun perusahaan telah
menyepakatii adanya aturan bagi hasil yang ditetapkan oleh Perhutani. Dalam perjanjian aturan bagi hasil sharing tersebut ditetapkan kesepakatan bahwa
masyarakat yang tergabung dalam LMDH harus menjual hasil minyak kayu putih kepada Perhutani dengan perhitungan penjualan 87,4 x Rp. 96.000.
Sebagaimana penuturan Yudhi Noviar selaku Asper KBKPH Rawa Timur : “Hasil penyulingan kayu putih itu harus dijual ke Perhutani engga boleh ke
pihak lain, kan kita kerjasama, ibaratnya Perhutani yang punya kawasannya, LMDH ini yang melakukan pengolahan hasil yang dibeli sesuai dengan
proporsi sharing, 87, 4 itu milik LMDH sisanya yang 12,6 Perhutani
132
”
132
Kutipan wawancara dengan Yudhi Noviar selaku Asper KBKPH Rawa Timur, Senin 29 November 2010
commit to user 154
· Aturan bagi hasil dinilai memberatkan masyarakat Kelurahan Kutawaru
Aturan bagi hasil sharing tersebut didasarkan atas peraturan dari Perhutani dan kesepakatan bersama mengenai aturan sharing yang diberlakukan
kepada masyarakat yang ikut memanfaatkan lahan milik Perhutani. Seiring berjalannya waktu, masyarakat sasaran program merasa aturan bagi hasil
sharing dalam perjanjianMou yang diberlakukan dinilai memberatkan
masyarakat, hal ini dikarenakan penentuan harga minyak kayu putih sepenuhnya menjadi kewenangan Perhutani, sedangkan harga jual minyak kayu putih di
pasaran lebih tinggi daripada harga jual yang ditetapkan oleh Perhutani. Sebagaimana penuturan Achmad Rif’an selaku Sekretaris LMDH :
“Harga jual minyak kayu putih itu kita masih terbentur dengan MoU perum Perhutani jadi penjualannya ke Perum Perhutani. hanya 87,4 dikalikan
tonase kali seratus ribu rupiah. Seratus ribu rupiah itu potongannya di pabrik itu empat ribu rupiah, jadi dikalikan sembilan puluh enam ribu
rupiah. Masalahnya kan perhutani merasa tanah itu kan tanah milik Negara sedangkan bibit dulu sebagian memang dari Perhutani, swadaya dari
masyarakat memang sudah ada namun karena di lahan Perhutani jadi tetep minyak masuknya ke Perum Perhutani gitu mas, padahal kalau kita melihat
keluar sana kan harga minyak kayu putih itu kan Rp. 150.000-Rp. 180.000 per kilo
133
.” Aturan bagi hasil yang telah disepakati memang tidak dapat dihapus sama
sekali, hal ini karena masyarakat memanfaatkan lahan Perhutani untuk kegiatan ini. Namun, masyarakat masih berharap kepada Perhutani agar aturan bagi hasil
yang telah disepakati tersebut dapat berubah sedikit agar tidak begitu memberatkan masyarakat. Sebagaimana penuturan Busro H.S selaku Ketua
LMDH :
133
Kutipan wawancara dengan Achmad Rif’an selaku Sekretaris LMDH, Jumat 19 November 2010
commit to user 155
“Maksud saya dari segenap lembaga nanti ingin duduk bersama mau rembug bersama karena masih keberatan dari pihak pengelola pabrik,
rencana akhir tahun mau duduk bersama mau merubah sharing yang dulunya 87,4 x 100.000 semoga Perhutani bisa menyadari ada
penguranagan daripada sharing tersebut
134
” Masyarakat juga berharap PT. Holcim Indonesia Tbk. Cilacap dapat ikut
serta dalam membantu masyarakat untuk membahas perubahan aturan bagi hasil tersebut. Sebagaimana penuturan Achmad Rif’an selaku Sekretaris LMDH : ”
Harapan kita sih Holcim ikut berperan dalam negosiasi dengan pihak perhutani hubungannya dengan perubahan MoU masalah kenaikan harga itu lo mas
135
”
· Kendala teknis yang dihadapi masyarakat Kelurahan Kutawaru
Selain kendala perjanjianMoU yang diberlakukan, berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap masyarakat sasaran program
community development penyulingan kayu putih diketahui beberapa kendala yang
dihadapi masyarakat dalam kegiatan community development penyulingan kayu putih. Kendala yang dihadapi masyarakat tersebut berupa kendala teknis, seperti
kurangnya bibit tanaman kayu putih yang diperlukan untuk menutupi kerapatan tegakan lahan agar dapat menunjang keberlanjutan program ini, dimana lahan
yang disediakan Perhutani seluas 210 Ha baru tertanami pohon kayu putih seluas 190 Ha. Sebagaimana penuturan Busro H.S selaku Ketua LMDH : “Ada
kekurangan, dalam hal kerapatan tegakan tanaman kayu putih, karena lahan seluas 210 Ha baru ditanam 190 Ha, sehingga diperlukan penambahan bibit plances kayu
putih, untuk tempat penimbunan bahan baku kan juga masih manual
136
.”
134
Kutipan wawancara dengan Busro H.S selaku Ketua LMDH, Selasa 16 November 2010
135
Kutipan wawancara dengan Achmad Rif’an selaku Sekretaris LMDH, Jumat 19 November 2010
136
Kutipan wawancara dengan Busro H.S selaku Ketua LMDH, Selasa 16 November 2010
commit to user 156
Selain itu kondisi fisik pabrik tempat pelaksanaan program community development
penyulingan kayu putih juga perlu dilakukan pembenahan terutama di tempat penampungan daun kayu putih dan tempat pengolahan limbah hasil
penyulingan minyak kayu putih. Tempat penampungan daun kayu putih sebagai bahan baku pengolahan minyak kayu putih masih berada di tempat terbuka
sehingga menyebabkan daun kayu putih terkena hujan yang pada akhirnya menurunkan kualitas minyak kayu putih itu sendiri. Sebagaimana penuturan
Basrun selaku penyuling kayu putih : “Kalau mengenai program ini mungkin ya masih banyak kekurangan apa ini
ya halamannya kurang bisa dicor, kalau bisa dicor sampai jalan kan ga
sampe becek-becek kayak gitu, kalau sudah di cor kan kita bekerja jadi lebih enak, semisal kita mau njemur itu bahan bakar kan enak daun daunnya kan
ga kemana mana kalu dari pabriknya sudah cukup fasilitasnya
137
.” Hal senada juga diungkapkan oleh Tukiran selaku pengrajin kayu bakar
untuk keperluan pengolahan kayu putih : “Untuk masalah penyimpanan kayu kurang memadai tempatnya, masih istilahnya kayu kadang masih kehujanan
tempatnya memang tidak ada
138
.”
137
Kutipan wawancara dengan Basrun selaku penyuling kayu putih, Selasa 16 November 2010
138
Kutipan wawancara dengan Tukiran selaku pengrajin kayu bakar, Selasa 16 November 2010
commit to user 157
4. DATA PRODUKHASIL