Tokoh Antagonis Tokoh dan Penokohan
68
perintahnya menghancurkan Gedong Sapi. Pak Cokro memiliki sifat penghasut. Hal itu disampaikan pengarang secara analitik
dalam kutipan berikut: Mereka yang sama-sama berdiri dihadapanku kini
adalah segerombolan anak muda yang tak tahu apa- apa, tetapi diprovokasi oleh Pak Cokro untuk
menyerang Gedong Sapi, terbukti mereka seperti kerbau dicocok hidungnya yang menurut saja apa
yang dikatakan dukun itu.
58
Ia adalah seorang dukun yang selalu mengaitkan segala peristiwa yang terjadi dengan hal-hal gaib.
Sejak dulu, sampai usiaku sekarang 10 tahun, ia sudah tersohor sebagai tabib pengobatan. Ia
seringkali mengobati pasien dengan air yang disemburkan dari mulutnya. Sebelumnya, ia
berkumur-kumur dengan air kembang setaman, dirapalkan mantra, barulah molekul-molekul air
berubah.
59
Sejak zaman dahulu hingga saat inipun masih banyak orang yang mempercayai dukun, terlebih mereka yang tinggal di
tanah Jawa dengan tradisi yang sangat kental, salah satunya ialah mempercayai dukun sehingga dalam cerita ini pengarang
mencoba menghadirkan tradisi tersebut. Dengan profesinya sebagai tabib yang disegani masyarakat, membuat ia haus
sanjungan dan bersifat sombong. Namanya akan semakin membumbung, sepertinya
kepalanya mendadak membesar. Ya, meskipun Pak Cokro sudah dibilang bisa membaca, namun itu tak
merubah sifatnya yang gandrung sanjungan, gila hormat, karena ia punya kemampuan baru yang
jarang dimiliki oleh orang-orang tua di Kampung Genteng.
60
58
Ibid., h. 159.
59
Ibid., h. 160.
60
Ibid., h. 217.
69
Sifat haus akan sanjungan seseorang memang bukanlah hal yang aneh dalam kehidupan bermasyarakat. Masih banyak di
sekitar kita orang-orang yang menginginkan dirinya dipandang dalam masyarakat dan menjadikannya pribadi yang sombong.
3 Mat Karmin Mat Karmin secara fisik digambarkan sebagai seorang
laki-laki yang berusia sekitar 30-an. Tubuhnya bongsor, jakun dan bulu sudah tumbuh yang menandakan ia sudah dewasa.
Wajahnya tirus dengan tonjolan tulang pipi dan geraham yang bergemelutukan. Penggambaran fisiknya tersebut disampaikan
pengarang secara analitik. Perhatikan kutipan berikut: Seorang laki-laki yang dilihat dari wajahnya,
usianya tak lagi muda, sekitar 30-an tahun lebih, senyum-senyum sendiri sambil tertidur di rumput
perdu, tubuhnya terguncang-guncang oleh tawa yang tak bisa ditahan dari diafragma perutnya.
61
Selain itu, Mat Karmin adalah seorang pebisnis mainan anak yang ulung. Ia selalu tahu kegemaran anak-anak dan
musim yang sedang digemari oleh anak-anak. Mat Karmin hidup sebatangkara semenjak orang tua angkatnya meninggal
ketika ia masih kanak-kanak. Ia diwarisi sebuah rumah oleh orang tua angkatnya, sehingga ia lebih suka menyendiri dalam
rumah. Masa
kanak-kanakanya telah
direnggut oleh
kesendiriannya sehingga ia menjadi pribadi yang pendiam. Karena ia akhirnya hidup sebatangkara, Mat Karmin
hanya berteman dalam kesunyian. Tiga tahun pertama dihabiskan hidupnya sendirian, ia menjadi
manusia kamar, pribadi introvert yang tak mengenal dunia luar selain kamarnya.
62
61
Ibid., h. 227.
62
Ibid., h. 55.
70
Masa kanak-kanak adalah masa yang harus dinikmati dengan suka cita. Masa itulah mereka akan menghabiskan waktu
hanya dengan bermain. Namun tidak untuk Mat Karmin, lelaki penyendiri ini lebih suka menikmati masa kecilnya dengan
mengurung diri di kamar, karena hal itu membuatnya merasa damai. Ia hanya mengharapkan belas kasihan dari para
tetangganya yang seringkali memberinya makan. Akibat dari perbuatannya yang mengungkung diri dalam kamar selama
bertahun-tahun, membuatnya kesulitan berbicara karena ia sama sekali tidak melakukan komunikasi dengan siapapun. Efek yang
sangat buruk pun terjadi pada pribadi Mat Karmin. Ketika ia tumbuh dewasa, ia justru tertarik dengan dunia anak-anak yang
selama ini tak ia temui dalam masa kecilnya. Ia lebih akrab dengan anak-anak kecil dibanding bergaul dengan anak
sesusianya. Masyarakat menganggap Mat Karmin tak pantas bermain dengan anak-anak, karena fisiknya menunjukkan ia
telah menjadi pribadi yang dewasa. Bagiku, Mat Karmin hanyalah anak kecil yang
terperangkap dalam tubuh orang dewasa, masa kecilnya terlihat kurang bahagia, dibandingkan aku
maupun anak Gedong Sapi.
63
Melalui tokoh Mat Karmin ini timbullah paradoks, karena melalui fisiknya yang besar serta berumur 30-an, merupakan
suatu tanda bahwa seseorang telah dewasa. Namun, tidak demikian dengan Mat Karmin, ia justru seolah seperti anak kecil
dan bergaul dengan anak kecil, karena masa kecilnya dulu kurang bahagia. Mat Karmin juga seorang yang licik dan mau
menang sendiri. Seperti tergambar dalam kutipan di bawah ini: Tapi, Mat Karmin tak peduli, ia terus berusaha
merampas kepemilikan kami, kadang mengutus anak
63
Ibid., h. 56.
71
seusia SMP untuk merebut kembali layang-layang yang telah kami miliki, kadang ia juga perampas itu
sendiri. Mat Karmin memang licik, dan ingin untung dua kali.
64
Sifat liciknya tersebut juga menghadirkan paradoks bagi pembaca, karena Mat Karmin seharusnya mampu mengayomi
anak-anak di bawah umurnya, bukannya bersikap jahat atau licik. Akibat latar belakang kehidupannya yang penyendiri dan
sering bergaul dengan anak-anak kecil, belakangan diketahui bahwa ia ternyata seorang pedofil. Semiun menjelaskan bahwa
pedophilia berasal dari kata pais, paios = anak; phileo = mencintai. Pedophlia berarti penyimpangan seksual di mana
orang dewasa baik pria maupun wanita mencari kepuasan seksual dengan anak-anak kecil, dan sebagian pelakunya adalah
seorang pria.
65
Seperti yang dilakukan oleh tokoh Mat Karmin. Laboratorium forensik kepolisian berhasil
mengungkap satu kejahatan kriminal yang dilakukan oleh seorang
pedophilis. Mat Karmin begitu mengagetkan karena lelaki pendiam itu punya
kecenderungan aneh. Ia tidak normal karena menyukai anak-anak kecil untuk dijadikan objek
birahinya.
66
Kutipan di atas memberikan kejelasan mengenai perilaku Mat Karmin yang aneh, di satu sisi Mat Karmin seorang yang
pendiam, namun di sisi lain ia menyimpan perilaku menyimpang yang sangat merugikan orang lain, terlebih pada anak-anak kecil
yang tak berdosa. 4 Yok Bek
Yok Bek adalah seorang peternak sapi yang ulet. Ia pemasok susu sapi terkenal se-Jawa Tengah. Ayah dari
64
Prasetyo, Loc.cit.
65
Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 2, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006, h. 49.
66
Prasetyo, Op.cit., h. 235.
72
Pambudi, Yudi, dan Pepeng sudah lama bekerja pada Yok Bek. Yok Bek memiliki watak pemarah dan berlaku sewenang-
wenang. Tak jarang ia memaki ketiga ayah anak alam itu, walaupun hanya karena masalah sepele.
Kadang Yok Bek — perempuan Cina itu —berdiri dan
berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya, dibentak-bentaknya ayah ketiga temanku itu dengan
kasar, bahkan kadang kata-kata makian yang aku tahu, bahasa itu tabu bagi anak-anak.
67
Perempuan uzur dengan kulit tangan yang mulai keriput ini digambarkan oleh pengarang sebagai sosok yang berkedok
baik. Padahal, Yok Bek adalah keturunan Cina yang ingin menghancurkan Gedong Sapi dan ingin menghancurkan
generasi penerus bangsa. Ia hanya menginginkan lahan di Gedong Sapi untuk tempat peternakan sapinya. Namun,
peternakan Sapi milik Yok Bek justru membuat warga merasa jengah karena bau kotoran sapi, dan sama sekali tak membawa
untung bagi warga. Perhatikan kutipan di bawah ini: ―Tetapi, selama ratusan tahun di Kampung Genteng,
apa yang bisa Engkoh lakukan untuk warga? Nggak ada kan? Apa Engkoh pernah menyumbangkan
susu-susu sapi Engkoh untuk perbaikan gizi sehari saja, agar anak-anak kampung bisa jadi
pintar?‖.
68
Sifat pelit yang dimiliki Yok Bek serta peternakan sapi yang merugikan warga membuatnya akan segera diusir dari
Kampung. Sifat pelitnya tersebut merupakan paradoks bagi warga Kampung Genteng, seharusnya seseorang yang memiliki
tingkat ekonomi tinggi harus pintar berbagi dengan sesama, bukan justru mengabaikan mereka yang tidak mampu. Sifat
jahat Yok Bek nampak jelas terlihat ketika Pambudi, Yudi dan
67
Ibid., h. 17.
68
Ibid., h. 125.
73
Pepeng yang tak lain anak dari orang-orang yang bekerja pada Yok Bek mulai bersekolah. Ia tampak geram melihat anak-anak
itu mengenyam pendidikan. ―Ah, sialan, rupanya anak -anak itu sekarang sudah
sekolah, gawat, benar-benar gawat, kalau mereka sekolah, kemudian menjadi
pintar...‖.
69
Dari kutipan di atas terlihat bagaimana Yok Bek merasa cemas karena anak-anak Gedong Sapi menjadi penerus bangsa.
Ia menginginkan anak-anak Gedong Sapi tetap buta akan pendidikan. Orang-orang seperti Yok Bek adalah penjajah
ekonomi bangsa Indonesia. Ia menginginkan usaha di tanah Indonesia, karena Indonesia memiliki lahan yang kaya dan luas,
namun mereka tidak menginginkan warga Indonesia berjaya dan turut menikmati hasil.
―Tidak Hanya saja kau harus tahu tabiat orang - orang semacam dia itu tidak suka kalau ada pribadi
yang pintar, biar bisa dibodohi terus‖.
70
Perkara itulah yang membuat Yok Bek merasa takut dengan bersekolahnya ketiga anak alam, sehingga Yok Bek
menghasut ayah dari ketiga anak alam itu agar menghentikan sekolah anak-anak mereka. Seperti yang dikatakan Yok Bek
pada kutipan berikut : ―Coba dekati anak kalian, dan bicarakan baik -baik,
sebaiknya sekolahnya tak usah diteruskan, nanti saja kalau sepulang anakku dari Australia untuk
meninjau peternakan sapi di sana, biarlah aku omong-omong dengannya untuk memikirkan nasib
pendidikan anak-anak kalian‖.
71
69
Ibid., h. 128.
70
Ibid., h. 133.
71
Prasetyo, Loc.cit.
74
Sikap Yok Bek yang coba menghasut ketiga ayah anak alam tersebut telah meracuni pikiran mereka yang memang ayah
ketiga anak alam tersebut mudah sekali terpancing oleh Yok Bek, karena pendidikan mereka yang rendah tersebut.
Demikianlah penjelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam novel OMDS. Dapat disimpulkan bahwa tokoh protagonis
dalam cerita di antaranya adalah Faisal yang merupakan tokoh sentral, selanjutnya Pambudi, Yudi, Pepeng, Pak Zainal, Bu
Mutia, dan Kania. Mereka merupakan tokoh yang kehadirannya memberikan nilai positif melalui karakter yang mereka miliki.
Adapun tokoh antagonis dalam cerita di antaranya Rena, Pak Cokro, Mat Karmin, dan Yok Bek. Mereka adalah tokoh-tokoh
yang ditampilkan dengan menonjolkan karakter sebagai penentang dari tokoh protagonis.
Dari penjelasan mengenai tokoh dan penokohan, dapat diketahui bahwa tokoh protagonis seperti Faisal, Pambudi, Yudi,
dan Pepeng telah meraih kesuksesan karena kesungguhan mereka, sedangkan tokoh antagonis seperti Rena, Mat Karmin,
Yok Bek, telah menerima balasan dari perbuatan mereka yang tidak baik. Pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa
seseorang yang bersikap baik akan memperoleh kebahagiaan, begitupun sebaliknya. Maka dari itu, watak yang ditampilkan
para tokoh dapat diharapkan menjadi pelajaran bagi pembaca. Selain tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, terdapat
beberapa tokoh lainnya yang memang tidak ditampilkan dalam analisis karena kehadiran tokoh tersebut hanya sebagai
pendukung jalannya cerita dan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap penceritaan. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya:
Guruh, Kharisma, Kiai Khadis, Ustadz Muhsin, Koh A Kiong, Bang Ujai, dan Minto.
75