20
kehidupan yang dituntut mampu mengikuti perkembangan yang ada di dalamnya.
32
Manfaat yang dapat diambil dari karya sastra diantaranya adalah agar mendapat nilai estetik. Menurut Ratna dalam bukunya yang berjudul Estetika
Sastra dan Budaya, estetik dalam bahasa Inggris menjadi aesthetics atau esthetics studi tentang keindahan. Dalam bahasa Indonesia menjadi estetikus, estetik dan
estetika, yang masing-masing berarti orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan ilmu atau filsafat tentang keindahan atau keindahan itu
sendiri.
33
Manfaat lain dari karya sastra yaitu mendapatkan manfaat praktis. Maksud dari manfaat praktis yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
34
Nilai praktis dalam novel OMDS terlihat dari nilai moral yang disampaikan dalam novel tersebut yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, nilai pendidikan yang dikaji dalam novel ini akan ditekankan terkait dengan nilai moral yang terkandung
dalam novel OMDS.
D. Hakikat Moral
1. Pengertian Moral
Menurut Bertens, moral atau moralitas berasal dari kata sifat latin moralis mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya
saja terlihat lebih abstrak. Misalnya kita berbicara mengenai ―moralitas
suatu perbuatan‖, artinya kita berbicara mengenai baik atau buruknya
suatu perbuatan, yang berarti moralitas merupakan sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk.
35
32
Abdullah Idi, Sosiologi Pedidikan, Individu, Masyarakat, dan Pendidikan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011, h. 59.
33
Nyoman Kutha Ratna, Estetika Sastra dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 3
—4.
34
Aristha serenade, Unsur dan Nilai Sastra, artikel ini diunduh pada 10 November 2013, Pukul 20.00, dari
http:aristhaserenade.blogspot.compunsur-dan-nilai-sastra.html
35
K. Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan kesebelas, 2011, h. 7
21
Setiap perbuatan manusia pasti berkaitan dengan baik dan buruk, akan tetapi tidak semua, yang berarti ada juga beberapa perbuatan yang
netral dari segi etis. Misalnya, sesuatu yang baik akan selalu diawali atau menggunakan tangan kanan atau kaki kanan, namun seseorang yang
tebiasa memakai sepatu diawali dengan kaki kiri karena sudah menjadi kebiasaan, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang
tidak baik atau melanggar moral, akan tetapi hal tersebut dapat dikatakan amoral. Berbeda dengan seorang kepala rumah tangga yang lebih dulu
membelanjakan uangnya untuk kepentingan sendiri seperti main judi, dan lain sebagainya,
dan sisa uang tersebut barulah ia serahkan untuk keperluan keluarga, maka tindakan tersebut termasuk tindakan immoral.
Seperti yang dijelaskan oleh Bertens bahwa perbuatan yang bersifat amoral tidak memiliki relevansi yang etis, tidak berhubungan dengan
konteks moral atau di luar suasana etis, sedangkan immoral bertentangan dengan moral baik, yang berarti tindakan atau perbuatan yang dinilai
buruk.
36
Jadi, jelas terlihat bagaimana perbedaan antara amoral dan immoral yang sering disalahartikan.
Suseno memaparkan bahwa moral mengacu pada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia, sebagai tolak ukur untuk menentukan
baik atau buruknya suatu tindakan manusia sebagai manusia, bukan sebagai pelaku peran yang tertentu atau terbatas.
37
Zubair menjelaskan bahwa istilah etika berasal dari kata Yunani ―Ethos‖ yang berarti watak kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan
moral yang berasal dari kata Latin ―Mos‖ yang dalam bentuk jamaknya
―Mores‖ yang berarti juga adat atau cara hidup.
38
Moral atau etika merupakan aspek yang berkaitan dengan perbuatan atau kelakuan yang
pada dasarnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.
36
Ibid, h. 8
37
Franz Magnis-Suseno,
Etika Dasar:
Masalah-masalah Pokok
Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanisius, 1987, h. 19
38
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995, h. 15.
22
Sedangkan secara umum menurut Nurgiyantoro, moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan,
pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang akan disampaikan kepada pembaca.
39
Nilai moral yang terdapat dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika mengenai baik atau
buruk suatu perbuatan, patut untuk ditiru ataukah sebaliknya sehingga dapat
tercipta suatu
hubungan antarmanusia
yang baik
dalam bermasyarakat.
Semi menyatakan bahwa moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma, suatu konsep tentang kehidupan yang disanjungtinggi oleh
sebagian besar masyarakat tersebut. Ukuran moral dalam masyarakat juga mengalami perubahan menurut gerak pertumbuhan masyarakat yang
bersangkutan.
40
Moral memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak dalam
hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.
Seseorang harus mampu memiliki kesadaran moral, karena kesadaran moral timbul dari diri sendiri ketika berhadapan dengan baik
dan buruk dalam hidupnya. Dengan adanya kesadaran moral, maka seseorang akan mampu memberi penilaian terhadap suatu perbuatan
termasuk pada perbuatan yang baik atau yang buruk. Setelah timbul kesadaran moral, maka manusia akan mampu mengontrol tentang hal baik
yang harus ia lakukan dan hal buruk yang tidak pantas dilakukan. Singkatnya, semua nilai yang mendukung harkat manusia adalah nilai
moral atau etis.
39
Nurgiyantoro, op.cit., h. 320.
40
Semi, op.cit., h. 49.
23
Ciri-ciri dari manusia yang memiliki kesadaran moral adalah ia akan selalu berpegang teguh pada nilai-nilai yang diyakini sekalipun tidak ada
orang lain yang melihatnya karena kesadaran ini lahir dari dalam dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun.
Moral berarti etika, etika memiliki pengertian yang sama dengan moral. Mengacu pada penjelasan dari Setiadi yang mengatakan bahwa kata
etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi orang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
41
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Salam, bahwa etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
42
Hal tersebut merupakan sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik sebagai
manusia. Menurut hukum etika, suatu perbuatan itu dinilai pada tiga tingkat: 1
semasih belum lahir jadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam kata hati, niat; 2 sesudahnya, sudah berupa perbuatan nyata = pekerti; 3
akibat atau hasil dari perbuatan itu = baik atau tidak baik. Apa yang masih berupa kata hati atau niat itu, dalam bahasa falsafah ataupun psikologi,
biasa disebut karsa atau kehendak, kemauan, will. Isi dari karsa atau kemauan itulah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Langkah-langkah
yang ditempuh oleh perbuatan itulah yang dinilai.
43
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan yang lainnya kita dapat mengatakan bahwa antara etika dan moral
memiliki obyek yang sama yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan posisinya baik atau buruk.
41
Setiadi, op.cit., h. 108.
42
Burhanuddin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, h. 1.
43
Burhanuddin Salam, Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h. 4
—5.