Biografi Wiwid Prasetyo Nilai moral dalam novel orang miskin dilarang sekolah karya Wiwid Prasetyo dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di sekolah
38
waktu sekolah tiba. Sebelumnya mereka bertiga meremehkan sekolah. Namun setelah mereka bertemu bu Mutia yang seorang guru kelas 1 SD mereka, baru
sadar bahwa belajar itu penting, karena tanpa ilmu mereka bisa mudah ditipu oleh orang yang lebih pintar.
Di sekolah, salah satu dari anak alam ini menemukan sosok yang sangat dikaguminya. Kania, gadis kecil yang cantik dan pemberani itu ditaksir oleh
Pambudi. Mereka mengira Kania merupakan anak orang berada, karena cantik, bersih dan pandai. Namun setelah diselidiki oleh Pambudi, kehidupannya sama
dengan keluarganya dan juga teman-temannya. hanya karena cita-cita, semangat dan keyakinan bisa membuat dia berjalan dan terus melangkah dari
kerasnya kehidupan saat ini. Dan itu membuat Pambudi semakin jatuh hati kepada Kania. Karena selain sebagai wanita yang hebat, Kania juga sosok yang
dikaguminya. Karena dengan berilmu, kita bisa menakklukkan rintangan kehidupan dengan ilmu. Seperti saat Faisal bercita-cita untuk menciptakan
kampungnya agar warganya tidak terus diperbudak oleh Yok Bek selama hidup mereka. Warga Kampung Genteng harus berubah.
Ketika Pambudi, Yudi dan Pepeng telah menikmati indahnya bangku sekolah, tiba-tiba mereka disuruh berhenti sekolah oleh orang tua mereka.
Orang tua mereka telah dihasut oleh Yok Bek untuk menyuruh mereka berhenti dari sekolah, karena Yok Bek takut jika anak-anak itu akan menjadi pintar dan
mengambil alih usahanya dan akan sulit membodohi mereka. Setelah mereka berhenti, mereka kembali disemangati oleh Faisal hingga mereka berhasil
kembali ke sekolah. Penerimaan penghargaan berprestasi pun diselenggarakan di SD Kartini,
tempat Faisal dan kawan-kawan bersekolah. Hari yang begitu bersejarah bagi Faisal dan Kania karena mereka mendapatkan penghargaan atas prestasi
mereka dan terpilih sebagai perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Eksakta, Begitu juga dengan Pambudi, Yudi dan Pepeng yang akhirnya naik kelas, dan
akhirnya para warga Kampung Genteng pun menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Bahkan, Pak Cokro, yang dulunya sebagai dukun, kini mengubah
tempat prakteknya menjadi Taman Baca bagi penduduk Kampung Genteng.
39