16
5. Sudut Pandang
Menurut Minderop, pada hakikatnya merupakan strategi, teknik atau siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya untuk
menampilkan pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan yang disalurkan melalui sudut pandang.
21
Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya
terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Sudut pandang dibedakan menjadi beberapa bagian, namun dalam analisis ini menggunakan sudut pandang orang pertama
―aku-an‖. Minderope menjelaskan bahwa pencerita
―aku-an‖ tokoh utama digunakan apabila pencerita merupakan salah satu tokoh utama dalam ceritera yang dalam
bercerita mengacu kepada dirinya sendiri dengan menggunakan kata ―aku‖.
22
Dengan menggunakan sudut pandang tokoh utama ―aku-an‖ maka kita sebagai
pembaca akan lebih mudah memahami isi cerita berdasarkan pandangan si tokoh utama
―aku-an‖ tersebut yang memiliki peranan penting dalam cerita, dan tentunya tokoh utama
―aku-an‖ ini mengalami peristiwa dan konflik secara langsung dalam cerita.
6. Gaya Bahasa
Aminuddin dalam Siswanto mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan indah dan harmonis
melalui media bahasa serta mampu menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
23
Menurut Keraf, jenis-jenis gaya bahasa dapat dibedakan sebagai berikut; 1 berdasarkan bahasa terdiri dari segi non bahasa berupa gaya bahasa
berdasarkan pengarang, masa, medium, subyek, tempat, hadirin, tujuan, sedangkan jika dari segi bahasa terdiri atas gaya bahasa berdasarkan pilihan
kata dan nada yang terdapat dalam wacana; 2 gaya bahasa berdasarkan
21
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 88.
22
Ibid., h. 94.
23
Siswanto, op.cit.,h.158.
17
pilihan kata terdiri atas gaya bahasa resmi, tak resmi, dan percakapan; 3 berdasarkan nada, yaitu gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan
gaya menengah; 4 berdasarkan struktur kalimat terdiri dari klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi; 5 gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna terdiri atas gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
24
Jadi, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan cara pengarang menggunakan bahasa melalui karya yang dihasilkan. Semakin khas gaya
bahasa yang digunakan pengarang, maka karakter pengarang karya sastra tersebut pun akan semakin terlihat. Gaya bahasa yang digunakan peneliti
adalah gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yaitu gaya bahasa kiasan.
Pendekatan selanjutnya yang digunakan penulis adalah pendekatan pragmatik. Dalam pendekatan pragmatik, peran pembaca sangat diperlukan
karena peran pembaca tersebut dapat menentukan dan menilai layak atau tidaknya sebuah karya sastra, seperti yang dijelaskan oleh Semi yaitu
pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Dengan demikian,
pendekatan ini menggabungkan antara unsur pelipur lara dan unsur didaktis.
25
Ratna mengatakan bahwa pendekatan pragmatik memiliki hubungan dengan sosiologi atau kemasyarakatan karena pragmatik membicarakan
mengenai masyarakat sebagai pembaca dan terkait tanggapan-tanggapan dari masyarakat sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan oleh para
penikmatnya.
26
Pendapat lain dikemukakan oleh Yudiono bahwa makna yang terdapat di dalam karya sastra dapat ditentukan oleh pembaca karena karya
sastra sebagai seni dapat dipandang berhasil apabila dapat membuat pembaca
24
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya bahasa, Jakarta: PT Gramedia Jakarta, 1985, h. 115 —
129
25
Atar Semi, Kritik Sastra, Bandung: Angkasa Bandung, 1984, h. 44.
26
Ratna, op.cit., h. 71 —72.