BAB LIMA PULUH SEMBILAN JASON

BAB LIMA PULUH SEMBILAN JASON

REMAJA BERUMUR ENAM BELAS TAHUN biasanya stres gara-gara memikirkan ujian mengemudi untuk mendapatkan SIM dan rnenabung supaya bisa membeli kendaraan sendiri. Jason stres karena mesti mengendalikan seregu kuda api dengan tali dari angin. Setelah memastikan bahwa teman-temannya sudah naik ke kapal dan aman di dek bawah, Jason mengikat ventus ke haluan Argo II (alhasil menyebabkan Festus tidak senang), duduk mengangkang di kepala naga, dan berteriak, "Maju, jalan!" Para ventus melejit membelah ombak. Mereka tidak secepat kuda Hazel, Arion, tetapi mereka jauh lebih panas. Tendangan kaki mereka menyemburkan uap tebal sehingga Jason hampir mustahil melihat arah yang mereka lalui. Kapal melesat meninggalkan teluk. Dalam waktu singkat, Afrika tinggal berupa garis samar di cakrawala di belakang mereka. Jason harus mencurahkan seluruh konsentrasinya agar bisa mengendalikan tali kekang angin. Kuda-kuda berjuang keras

untuk membebaskan diri. Hanya kekuatan tekad Jason yang menahan mereka. Malta, perintahnya. Langsung ke Malta. Pada saat daratan akhirnya tampak di kejauhan —pulau berbukit-bukit sarat bangunan batu pendek —Jason sudah bersimbah peluh. Lengannya terasa loyo, seperti habis mengulurkan tangan sambil menahan barbel. Dia berharap mereka sudah mencapai tempat yang tepat sebab dia tidak sanggup mempertahankan kuda-kuda itu lebih lama lagi. Dia membebaskan tali kekang angin. Para ventus berhamburan menjadi partikel-partikel pasir dan uap. Kelelahan, Jason pun turun dari buritan. Dia bersandar ke leher Festus. Sang naga menoleh dan menepuk-nepuknya dengan dagu. "Makasih, Bung," kata Jason. "Hari yang berat, ya?" Di belakangnya, papan geladak berderit. "Jason?" panggil Piper. "Demi dewa-dewi, lenganmu ...." Jason tidak memperhatikan, tapi kulitnya belang-belang karena melepuh. Piper mengeluarkan sekotak ambrosia. "Makan ini." Jason mengunyah. Mulutnya dipenuhi rasa brownies yang baru dipanggang —makanan favoritnya dari toko roti di Roma Baru. Bekas melepuh di lengannya memudar. Tenaga Jason pulih kembali, tapi brownies ambrosia terasa lebih pahit daripada biasanya, seolah entah bagaimana mengetahui bahwa Jason telah berpaling dari Perkemahan Jupiter. Rasanya tidak lagi mengingatkan Jason akan rumah. "Makasih, Pipes," gumamnya. "Berapa lama aku —?" "Kira-kira enam jam." Wow, pikir Jason. Pantas dia merasa linu-linu dan lapar. "Yang lain?"

"Semuanya baik-baik saja. Bosan terkurung. Perlu kuberi tahu mereka bahwa sudah aman untuk naik ke geladak atas?" Jason menjilat bibirnya yang kering. Meskipun sudah makan ambrosia, dia merasa penat. Dia tidak mau yang lain melihatnya seperti ini. "Beri aku waktu sebentar," kata Jason, "... tarik napas dulu." Piper bersandar di sebelah Jason. Dalam balutan kaus kutung hijau, celana pendek abu-abu, dan sepatu bot hiking-nya, Piper tampak siap mendaki gunung —dan kemudian bertarung melawan pasukan musuh di puncak. Belatinya tersandang ke sabuk. Kornukopia-nya tersampir ke pundak. Piper sekarang "Semuanya baik-baik saja. Bosan terkurung. Perlu kuberi tahu mereka bahwa sudah aman untuk naik ke geladak atas?" Jason menjilat bibirnya yang kering. Meskipun sudah makan ambrosia, dia merasa penat. Dia tidak mau yang lain melihatnya seperti ini. "Beri aku waktu sebentar," kata Jason, "... tarik napas dulu." Piper bersandar di sebelah Jason. Dalam balutan kaus kutung hijau, celana pendek abu-abu, dan sepatu bot hiking-nya, Piper tampak siap mendaki gunung —dan kemudian bertarung melawan pasukan musuh di puncak. Belatinya tersandang ke sabuk. Kornukopia-nya tersampir ke pundak. Piper sekarang

"Aku beruntung ada kau," kata Jason. "Iya, memang." Piper menepuk dada Jason dengan lembut. "Nah, bagaimana kalau kita rapatkan kapal ini ke dermaga?" Jason memicingkan mata ke seberang perairan. Jarak mereka dengan pulau masih satu kilometer kurang. Dia tidak punya gambaran bagaimana mereka bakal menjalankan mesin kapal atau mengembangkan layar Untungnya, Festus mendengarkan percakapan mereka. Sang kepala naga menoleh ke depan dan menyemburkan kepulan api. Mesin kapal berderak dan mendesing. Kedengarannya seperti bunyi sepeda mahabesar yang rantainya berkarat — tetapi kapal toh beringsut ke depan. Argo II pelan-pelan menuju pesisir. "Naga baik." Piper menepuk- nepuk leher Festus. Mata rubi naga itu berkilau-kilau, seolah senang akan prestasinya. "Dia tampak lain sejak kau membangunkannya," ujar Jason. "Lebih hidup. "Sebagaimana seharusnya." Piper tersenyum. "Kurasa kita sesekali butuh penyemangat dari seseorang yang menyayangi kita, supaya tidak terus tertidur lesu." Saat berdiri di samping Piper, Jason merasa bahagia sekali sampai-sampai dia nyaris bisa membayangkan masa depan mereka bersama di Perkemahan Blasteran, seusai perang —dengan asumsi bahwa mereka masih hidup dan masih ada perkemahan tempat mereka bisa pulang. Ketika kau kembali harus memilih, kata Notus, badai atau api —ingatlah aku. Dan jangan putus asa. Semakin dekat dengan Yunani, semakin dada Jason sesak karena ngeri. Dia mulai berpikir bahwa dugaan Piper tentang larik badai atau api dalam ramalan memang benar —salah seorang dari mereka, Jason atau Leo, takkan kembali hidup-hidup dari pelayaran ini. Itulah sebabnya mereka harus menemukan Leo. Meskipun Jason amat menyukai kehidupannya, dia tidak sudi membiarkan temannya meninggal demi dirinya. Dia takkan sanggup menanggung rasa bersalah jika hal itu sampai terjadi. Tentu saja Jason berharap dirinya keliru. Dia berharap mereka berdua bakal melalui misi ini dengan selamat. Tapi kalau tidak, Jason harus siap. Dia akan melindungi teman-temannya dan menghentikan Gaea —apa pun taruhannya. Jangan putus asa. Iya. Enak saja Notus berkata begitu. Dia Ian dewa angin yang kekal. Saat pulau semakin dekat, Jason melihat dermaga yang diramaikan layar di sana-sini. Dari garis pantai berbatu-batu, menjulanglah pemecah ombak mirip benteng —tingginya antara lima betas atau delapan betas meter. Di atas dinding itu, terbentanglah kota bergaya abad pertengahan yang terdiri dari menara gereja, kubah, dan bangunan rapat-rapat yang semuanya terbuat dari batu keemasan yang sama. Dari tempat Jason berdiri, kelihatannya kota itu memakan seluruh jengkal lahan di pulau tersebut. Dia menelaah perahu-perahu di pelabuhan. Kurang dari seratus meter di "Aku beruntung ada kau," kata Jason. "Iya, memang." Piper menepuk dada Jason dengan lembut. "Nah, bagaimana kalau kita rapatkan kapal ini ke dermaga?" Jason memicingkan mata ke seberang perairan. Jarak mereka dengan pulau masih satu kilometer kurang. Dia tidak punya gambaran bagaimana mereka bakal menjalankan mesin kapal atau mengembangkan layar Untungnya, Festus mendengarkan percakapan mereka. Sang kepala naga menoleh ke depan dan menyemburkan kepulan api. Mesin kapal berderak dan mendesing. Kedengarannya seperti bunyi sepeda mahabesar yang rantainya berkarat — tetapi kapal toh beringsut ke depan. Argo II pelan-pelan menuju pesisir. "Naga baik." Piper menepuk- nepuk leher Festus. Mata rubi naga itu berkilau-kilau, seolah senang akan prestasinya. "Dia tampak lain sejak kau membangunkannya," ujar Jason. "Lebih hidup. "Sebagaimana seharusnya." Piper tersenyum. "Kurasa kita sesekali butuh penyemangat dari seseorang yang menyayangi kita, supaya tidak terus tertidur lesu." Saat berdiri di samping Piper, Jason merasa bahagia sekali sampai-sampai dia nyaris bisa membayangkan masa depan mereka bersama di Perkemahan Blasteran, seusai perang —dengan asumsi bahwa mereka masih hidup dan masih ada perkemahan tempat mereka bisa pulang. Ketika kau kembali harus memilih, kata Notus, badai atau api —ingatlah aku. Dan jangan putus asa. Semakin dekat dengan Yunani, semakin dada Jason sesak karena ngeri. Dia mulai berpikir bahwa dugaan Piper tentang larik badai atau api dalam ramalan memang benar —salah seorang dari mereka, Jason atau Leo, takkan kembali hidup-hidup dari pelayaran ini. Itulah sebabnya mereka harus menemukan Leo. Meskipun Jason amat menyukai kehidupannya, dia tidak sudi membiarkan temannya meninggal demi dirinya. Dia takkan sanggup menanggung rasa bersalah jika hal itu sampai terjadi. Tentu saja Jason berharap dirinya keliru. Dia berharap mereka berdua bakal melalui misi ini dengan selamat. Tapi kalau tidak, Jason harus siap. Dia akan melindungi teman-temannya dan menghentikan Gaea —apa pun taruhannya. Jangan putus asa. Iya. Enak saja Notus berkata begitu. Dia Ian dewa angin yang kekal. Saat pulau semakin dekat, Jason melihat dermaga yang diramaikan layar di sana-sini. Dari garis pantai berbatu-batu, menjulanglah pemecah ombak mirip benteng —tingginya antara lima betas atau delapan betas meter. Di atas dinding itu, terbentanglah kota bergaya abad pertengahan yang terdiri dari menara gereja, kubah, dan bangunan rapat-rapat yang semuanya terbuat dari batu keemasan yang sama. Dari tempat Jason berdiri, kelihatannya kota itu memakan seluruh jengkal lahan di pulau tersebut. Dia menelaah perahu-perahu di pelabuhan. Kurang dari seratus meter di