BAB TUJUH PULUH TUJUH PERCY

BAB TUJUH PULUH TUJUH PERCY

PERCY MENATAP ATHENA PARTHENOS, MENUNGGU patung itu menebasnya. Sistem katrol baru buatan Leo telah menurunkan patung tersebut ke sisi bukit dengan teramat mudah. Kini patung dewi setinggi dua belas meter dengan kalem memandangi Sungai Acheron, gaun emasnya yang disorot cahaya matahari mirip logam cair. "Luar biasa." Reyna mengakui. Matanya masih merah sehabis menangis. Segera setelah dia mendarat di Argo II, pegasusnya, Scipio, ambruk, takluk karena cakaran beracun selepas diserang gryphon semalam sebelumnya. Reyna membebaskan kuda itu dari derita dengan pisau keemasannya, mengubah pegasus menjadi debu yang berhamburan ke udara Yunani nan harum. Mungkin bukan akhir riwayat yang jelek bagi seekor kuda terbang, tetapi Reyna telah kehilangan kawan setia. Percy menduga Reyna sudah terlalu sering berkorban dalam hidupnya.

Sang praetor mengitari Athena Parthenos dengan waswas. "Kelihatannya seperti baru dibuat." "Iya," tukas Leo. "Kami singkirkan sarang laba-laba yang melapisinya, menggunakan sedikit cairan pembersih. Tidak sulit kok." Argo II melayang di udara, tidak jauh dari permukaan tanah. Sementara Festus menjalankan radar untuk mengawasi kalau-kalau muncul ancaman, seluruh awak memutuskan untuk makan siang di bukit sambil membahas hendak melakukan apa. Setelah kejadian yang mereka lalui beberapa pekan terakhir, Percy merasa mereka berhak makan enak bersama-sama —pokoknya apa saja yang bukan air api atau sup daging drakon "Hei, Reyna," panggil Annabeth. "Sini. Makanlah bersama kami." Sang praetor melirik, alisnya yang berwana gelap dikerutkan, seakan makanlah bersama kami tidak masuk akal. Percy tidak pernah melihat Reyna tanpa baju tempur sebelumnya. Baju tempur Reyna ditinggal di kapal, sedang diperbaiki oleh Buford si Meja Ajaib. Gadis itu mengenakan celana jin serta kaus ungu Perkemahan Jupiter dan hampir menyerupai remaja biasa —hanya saja menyandang pilau di sabuk dan menampakkan ekspresi waspada, seolah siap menghadang serangan dari arah mana saja. "Baiklah." Reyna akhirnya berkata. Mereka beringsut supaya Reyna mendapat ruang untuk duduk di lingkaran. Dia bersila di samping Annabeth, mengambil roti isi keju, kemudian menggigiti pinggiran roti tersebut. kata Reyna. "Frank Zhang ... praetor." Frank menggeliut sambil membersihkan remah-remah dari dagunya. "Iya. Kenaikan pangkat darurat." "Untuk memimpin legiun yang lain," komentar Reyna. "Legiun hantu." Hazel merangkul Frank dengan protektif. Sesudah sejam di ruang kesehatan, mereka berdua kelihatan jauh lebih balk; tetapi Percy bisa melihat bahwa mereka tidak tahu harus seperti apa menyikapi kedatangan bos lama mereka dari Perkemahan Jupiter untuk makan siang. "Reyna," kata Jason, "coba kau melihatnya." "Frank luar biasa." Piper sepakat. "Frank seorang pemimpin." Hazel bersikeras. "Dia mampu menjadi praetor yang hebat." Mata Reyna terpaku pada Frank, seperti sedang mencoba menimbang-nimbang kekuatannya. "Aku percaya kepada kalian," ujarnya. "Aku setuju." Frank mengerjapkan mata. "Sungguh?" Reyna tersenyum macam. "Putra Mars, pahlawan yang membantu mengembalikan elang legiun aku bisa bekerja sama dengan demigod macam itu. Aku cuma sedang memikirkan bagaimana caranya meyakinkan Legiun XII Fulminata." Frank merengut. "Iya. Aku juga memikirkan hal yang sama." Percy masih tidak bisa mencerna drastisnya perubahan Frank. "Percepatan pertumbuhan" bukanlah istilah yang pas. Dia setidaknya tujuh setengah sentimeter lebih tinggi, kurang montok, dan lebih berotot, seperti pemain futbol. Wajahnya tampak lebih gagah, tulang rahangnya lebih menonjol. Kesannya seolah Frank sempat berubah menjadi banteng, kemudian kembali lagi menjadi manusia, tetapi masih mempertahankan sejumlah ciri banteng. "Legiun pasti mau mendengarkanmu,

Reyna," ujar Frank. "Kau berhasil sampai di sini, seorang diri, menyeberangi Negeri Kuno." Reyna mengunyah roti isi dengan susah payah, seperti mengunyah kardus. "Perbuatanku itu justru melanggar hukum legiun."

"Caesar melanggar hukum sewaktu menyeberangi Sungai Rubicon," kata Frank. "Pemimpin hebat terkadang harus berpikir di luar kelaziman." Reyna menggelengkan kepala. "Aku bukan Caesar. Setelah menemukan surat Jason di Istana Diocletian, melacak kalian mudah saja. Aku melakukan itu semata- mata karena kupikir memang perlu." Percy mau tak mau tersenyum. "Reyna, kau terlalu rendah hati. Terbang ke belahan dunia lain seorang diri untuk menanggapi permohonan Annabeth karena kau tahu dengan cara itulah kedamaian bisa dicapai? Itu heroik namanya." Reyna mengangkat bahu. "Kata demigod yang terperosok ke dalam Tartarus dan keluar dari sana dengan selamat." "Dia dibantu," tukas Annabeth. "Oh, jelas," ujar Reyna. "Tanpa kau, aku ragu Percy bisa keluar dengan selamat dari dalam kantong kertas." "Benar." Annabeth sepakat. "Heir protes Percy. Yang lain mulai tertawa, tetapi Percy tidak keberatan. Rasanya menyenangkan melihat mereka tersenyum. Bahkan kembali ke dunia fana saja sudah menyenangkan, begitu pula menghirup udara yang tidak beracun, menikmati sinar matahari di punggungnya. Tiba-tiba Percy teringat pada Bob. Sampaikan salamku kepada matahari dan bintang- bintang. Pupuslah senyum Percy. Bob dan Damasen telah mengorbankan nyawa supaya Percy dan Annabeth bisa duduk di sini sekarang, menikmati sinar matahari dan tertawa-tawa bersama teman- teman. Ini tidak adil. Leo mengambil sebuah obeng dari sabuk perkakasnya. Dia menikam sebutir stroberi berlumur cokelat dan mengoperkan buah tersebut kepada Pak Pelatih Hedge. Kemudian dia mengambil sebuah obeng lagi dan menyula stroberi kedua untuk dia makan sendiri. "Jadi, pertanyaannya adalah," tukas Leo, "akan kita apakan patung Athena bekas setinggi dua belas meter itu?" Reyna memicingkan mata ke arah Athena Parthenos. "Meskipun patung itu kelihatan bagus di atas bukit, aku tidak datang jauh-jauh ke sini untuk mengaguminya. Menurut Annabeth, patung itu harus dikembalikan ke Perkemahan Blasteran oleh pemimpin Romawi. Benarkah yang kupahami?" Annabeth mengangguk. "Aku bermimpi di ... ehmm, di Tartarus. Aku berada di Bukit Blasteran, kemudian suara Athena berkata, Aku harus berdiri di sini. Si orang Romawi harus membawakanku." Percy mengamat-amati patung tersebut dengan resah. Hubungannya dengan ibu Annabeth tidak terlalu harmonic. Dia membayangkan Patung Mama Besar bakal menjadi hidup dan mencerca Percy karena sudah menjerumuskan putrinya dalam banyak sekali masalah —atau mungkin menginjak Percy tanpa babibu. "Masuk akal juga," kata Nico. Percy berjengit. Kesannya Nico baru membaca pikiran Percy dan setuju bahwa Athena harus menginjaknya. Putra Hades duduk di seberang lingkaran dari Percy, tidak makan apa-apa kecuali setengah delima, buah Dunia Bawah. Percy bertanya-tanya apakah Nico bermaksud melucu. "Patung itu adalah simbol yang berarti penting," kata Nico. "Apabila seorang Romawi mengembalikannya kepada bangsa Yunani tindakan itu bisa menyembuhkan perpecahan historis, mungkin bahkan menyembuhkan pecahnya kepribadian dewa-dewi."

Pak Pelatih Hedge menelan stroberi berikut setengah obeng. "Sebentar, tunggu dulu. Aku menyukai perdamaian sama seperti satir-satir lain —" "Bapak benci perdamaian," timpal Leo. "Intinya adalah, Valdez, jarak kita tinggal —berapa, beberapa hari perjalanan dari Athena? Sepasukan raksasa sudah menanti kita di sang. Kita sudah bersusah payah menyelamatkan patung ini —" "Aku yang paling

bersusah payah." Annabeth mengingatkannya. " —karena ramalan itu menyebutnyape/aknat raksasa," lanjut sang pelatih. "Jadi, kenapa kita tidak membawa serta patung itu ke Athena? Patung tersebut jelas merupakan senjata rahasia kita." Dipandanginya Athena Parthenos. "Di mataku kelihatannya seperti peluru kendali balistik. Mungkin kalau Valdez memasanginya mesin —" Piper berdeham. "Wah, ide bagus, Pak Pelatih, tapi banyak dari kita yang bermimpi dan mendapat visi kebangkitan Gaea di Perkemahan Blasteran ...." Piper mencabut belati Katoptris-nya dan meletakkannya di piring. Pada saat itu, belati tersebut tidak menampakkan apa-apa selain langit, tetapi melihatnya tetap saja membuat Percy tidak nyaman. "Sejak kita kembali ke kapal," kata Piper, "aku melihat hal-hal buruk di pisau ini. Legiun Romawi sudah dekat dengan Perkemahan Blasteran, hampir mencapai jarak yang memungkinkan mereka untuk melancarkan serangan. Mereka sedang mengerahkan bala bantuan: roh-roh, elang, serigala." "Octavian," geram Reyna. "Aku menyuruh dia menunggu." "Ketika kita mengambil alih komando," usul Frank, "prioritas pertama adalah memasangkan Octavian ke katapel terdekat dan melemparkannya sejauh mungkin." "Setuju," ujar Reyna. "Tapi untuk saat ini —" "Dia berniat menyulut perang," timpal Annabeth. "Dia akan mendapatkan perang, kecuali kita menghentikannya." Piper membalikkan bilah pisau. "Sayangnya, itu bukan yang terburuk. Aku melihat citra masa depan yang mungkin terjadi —perkemahan yang terbakar, demigod Romawi dan Yunani yang tergolek mati. Dan Gaea ...." Suaranya menghilang. Percy teringat Dewa Tartarus dalam bentuk fisiknya, menjulang tinggi di hadapan Percy. Dia tidak pernah merasa begitu ngeri dan tanpa daya. Dia masih malu saat mengingat betapa pedangnya tergelincir lepas dari tangannya. Ini sama sia-sianya seperti berusaha membunuh bumi. Jika Gaea seperkasa itu dan didampingi oleh bala bantuan berupa sepasukan raksasa, Percy merasa tidak mungkin tujuh demigod mampu menghentikan sang dewi, terutama saat sebagian besar dewa tengah terpuruk. Mereka harus menghentikan para raksasa sebelum Gaea terbangun karena jika tidak, sekian sudah. Andai Athena Parthenos adalah senjata rahasia, membawanya ke Athena adalah opsi yang cukup menggoda. Percy malah menyukai ide sang pelatih untuk menggunakan patung tersebut sebagai peluru kendali guna menghancurkan Gaea dalam ledakan awan jamur nuklir dewata. Sayangnya, insting Percy mengatakan bahwa Annabeth benar. Patung tersebut semestinya dikembalikan ke Long Island, tempatnya berpeluang menghentikan pecahnya peperangan antara kedua kubu. "Jadi, Reyna akan membawa patung itu," kata Percy. "Sedangkan kita melanjutkan perjalanan ke Athena." Leo mengangkat bahu. "Aku setuju-setuju saja. Tapi, eh, ada beberapa persoalan logistik. Waktu kita tinggal berapa —dua minggu sebelum hari raya Romawi ketika Gaea ceritanya bakal bangkit?"

"Hari Raya Spes," kata Jason. "Jatuhnya tanggal 1 Agust Sekarang tanggal —" "18 Juli," jawab Frank. "Iya, betul, tepat empat belas dihitung dari besok." Hazel meringis. "Kita butuh waktu delapan belas hari untuk menempuh perjalanan dari Roma ke sini — perjalanan yang semestinya hanya memakan waktu maksimal dua atau tiga hat "Jadi, memperhitungkan bahwa kita biasanya sial," kata Leo, "mungkin kita punya cukup waktu untuk melayarkan Argo II ke Athena, menemukan para raksasa, dan mencegah mereka membangunkan Gaea. Mungkin. Tapi, bagaimana caranya Reyna membawa patung mahabesar ini ke Perkemahan Blasteran sebek m bangsa Yunani dan Romawi sating bunuh? Dia bahkan tidak punya pegasus lagi. Eh, maaf —" "Tidak apa-apa," bentak Reyna. Dia barangkali memang memperlakukan mereka sebagai sekutu alih-alih musuh, ten' pi Percy bisa melihat bahwa Reyna masih jengkel kepada Leo, mungkin karena dia telah meledakkan "Hari Raya Spes," kata Jason. "Jatuhnya tanggal 1 Agust Sekarang tanggal —" "18 Juli," jawab Frank. "Iya, betul, tepat empat belas dihitung dari besok." Hazel meringis. "Kita butuh waktu delapan belas hari untuk menempuh perjalanan dari Roma ke sini — perjalanan yang semestinya hanya memakan waktu maksimal dua atau tiga hat "Jadi, memperhitungkan bahwa kita biasanya sial," kata Leo, "mungkin kita punya cukup waktu untuk melayarkan Argo II ke Athena, menemukan para raksasa, dan mencegah mereka membangunkan Gaea. Mungkin. Tapi, bagaimana caranya Reyna membawa patung mahabesar ini ke Perkemahan Blasteran sebek m bangsa Yunani dan Romawi sating bunuh? Dia bahkan tidak punya pegasus lagi. Eh, maaf —" "Tidak apa-apa," bentak Reyna. Dia barangkali memang memperlakukan mereka sebagai sekutu alih-alih musuh, ten' pi Percy bisa melihat bahwa Reyna masih jengkel kepada Leo, mungkin karena dia telah meledakkan

Pasiphae sungguh telah membuka Labirin, dan menurutku memang sudah ...." Dia memandangi Percy dengan waswas. "Kau pernah mengatakan bahwa Labirin bisa mengantar kita ke mana raja. Jadi, barangkali —" "Tidak." Percy dan Annabeth berbicara berbarengan. "Aku tidak ingin mematahkan semangatmu, Hazel," kata Percy. "Masalahnya ...." Dia berjuang mencari-cari kata yang tepat. Bagaimana caranya menjabarkan Labirin kepada seseorang yang belum pernah menjelajahi tempat itu? Daedalus menciptakan Labirin untuk menjadi jejaring hidup yang terus berkembang. Sepanjang berabad-abad, Labirin telah bercabang-cabang bagaikan akar pohon di bawah seluruh permukaan bumi. Memang, Labirin bisa membawa kita ke mana saja. Jarak tidaklah berarti di dalamnya. Kita bisa saja memasuki labirin dari New York di Pesisir Timur Amerika Serikat, berjalan tiga meter, lantas keluar dari labirin di Los Angeles di Pesisir Barat —tetapi hanya jika kita memiliki metode andal untuk menentukan arah di dalamnya. Jika tidak, Labirin akan mengelabui dan berusaha membunuh kita di setiap kelokannya. Ketika jejaring terowongan ambruk sesudah Daedalus meninggal, Percy merasa lega. Membayangkan bahwa labirin tersebut beregenerasi sendiri, lagi-lagi menyebar luas di dalam bumi dan menyediakan ruang lapang baru untuk tempat tanggal para monster ... Percy tidak gembira dibuatnya. Sudah cukup banyak masalah yang mesti dia hadapi. "Salah satunya," kata Percy, "lorong-lorong dalam Labirin terlalu kecil untuk dilewati Athena Parthenos. Tidak mungkin patung itu muat di bawah sana —" "Dan kalaupun labirin memang terbuka kembali," lanjut Annabeth, "kita tidak tahu keadaannya sekarang. Dahulu saja Labirin sudah berbahaya, ketika masih dikendalikan oleh Daedalus, padahal dia tidak jahat. Jika Pasiphae membuat ulang Labirin sesuai keinginannya ...." Annabeth menggeleng. "Hazel, mungkin indra bawah tanahmu bisa memandu Reyna melewati Labirin, tapi orang lain mustahil bisa melewatinya dengan selamat. Selain itu, kami membutuhkanmu di sini. Lagi pula, jika kau tersesat di bawah sana —" "Kau benar," kata Hazel murung. "Lupakan saja."

Reyna melempar pandang berkeliling ke seluruh anggota rombongan. 'Ada ide lain?" "Aku bisa pergi." Frank mengajukan diri, kedengarannya tidak terlalu senang. "Kalau benar aku sudah menjadi praetor, aku harus pergi. Mungkin kita bisa membuat semacam kereta luncur atau —" "Tidak, Frank Zhang." Reyna tersenyum lesu kepada pemuda itu. "Kuharap kita bisa bekerja berdampingan di masa mendatang, tapi untuk saat ini, tempatmu adalah bersama kru kapal. Kau termasuk satu dari tujuh orang yang disebut-sebut dalam ramalan." "Aku tidak termasuk," ujar Nico. Semua orang berhenti makan. Percy menatap Nico di seberang lingkaran, berusaha menerka apakah dia bercanda atau serius. Hazel meletakkan garpunya. "Nico —" "Aku akan ikut dengan Reyna," katanya. "Aku bisa mengantar patung dengan perjalanan bayangan." "Ehmm ...." Percy angkat tangan. "Maksudku, aku tahu kau baru mengantarkan kita berdelapan ke permukaan tanah dan itu memang keren. Tapi, setahun lalu, kau bilang menempuh perjalanan bayangan sendiri sekalipun sudah berbahaya dan sukar diprediksi. Kau bahkan sempat terdampar di China beberapa kali. Mengantar patung setinggi dua belas meter dan dua orang lain menyeberangi muka bumi —" "Aku sudah berubah sejak kembali dari Tartarus." Mata Nico berkilat-kilat marah —lebih menggebu daripada yang Percy pahami. Dia bertanya-tanya apakah ada perbuatannya yang telah menyebabkan temannya itu tersinggung. "Nico." Jason mengintervensi, "kami bukannya mempertanya-kan kesaktianmu. Kami semata-mata tidak ingin kau mati karena memaksakan Reyna melempar pandang berkeliling ke seluruh anggota rombongan. 'Ada ide lain?" "Aku bisa pergi." Frank mengajukan diri, kedengarannya tidak terlalu senang. "Kalau benar aku sudah menjadi praetor, aku harus pergi. Mungkin kita bisa membuat semacam kereta luncur atau —" "Tidak, Frank Zhang." Reyna tersenyum lesu kepada pemuda itu. "Kuharap kita bisa bekerja berdampingan di masa mendatang, tapi untuk saat ini, tempatmu adalah bersama kru kapal. Kau termasuk satu dari tujuh orang yang disebut-sebut dalam ramalan." "Aku tidak termasuk," ujar Nico. Semua orang berhenti makan. Percy menatap Nico di seberang lingkaran, berusaha menerka apakah dia bercanda atau serius. Hazel meletakkan garpunya. "Nico —" "Aku akan ikut dengan Reyna," katanya. "Aku bisa mengantar patung dengan perjalanan bayangan." "Ehmm ...." Percy angkat tangan. "Maksudku, aku tahu kau baru mengantarkan kita berdelapan ke permukaan tanah dan itu memang keren. Tapi, setahun lalu, kau bilang menempuh perjalanan bayangan sendiri sekalipun sudah berbahaya dan sukar diprediksi. Kau bahkan sempat terdampar di China beberapa kali. Mengantar patung setinggi dua belas meter dan dua orang lain menyeberangi muka bumi —" "Aku sudah berubah sejak kembali dari Tartarus." Mata Nico berkilat-kilat marah —lebih menggebu daripada yang Percy pahami. Dia bertanya-tanya apakah ada perbuatannya yang telah menyebabkan temannya itu tersinggung. "Nico." Jason mengintervensi, "kami bukannya mempertanya-kan kesaktianmu. Kami semata-mata tidak ingin kau mati karena memaksakan

Nico berdiri. "Aku sebaiknya pamit juga, sekalian beristirahat sebelum berangkat. Sampai ketemu di dekat patung saat matal ari terbenam." Begitu Nico pergi, Hazel mengerutkan kening. "Sikapn a aneh. Aku tidak yakin dia sudah berpikir masak-masak." "Dia pasti akan baik-baik saja," ujar Jason. "Aku berharap kau benar." Hazel menyapukan tangan ke atas tanah. Berlian pun menyembul keluar — bebatuan keruh yang gemerlapan. "Kita lagi-lagi menemui persimpangan. Athena Parthenos ke barat. Argo II ke timur. Kuharap pilihan kita benar. Percy berharap dia bisa mengatakan sesuatu yang memk bangkitkan semangat, tetapi dia merasa gelisah. Meskipun mer, telah berhasil melalui banyak cobaan dan memenangi demik banyak pertempuran, mereka tidak kunjung mengalahkan ea, Memang, mereka sudah membebaskan Thanatos. Mereka sudah' menutup Pintu Ajal. Paling tidak, sekarang monster- monster mereka bunuh akan tetap mengeram di Tartarus untuk sement ra. Tetapi, para raksasa sudah kembali —semuanya. "Satu hal yang menggangguku," katanya. "Kalau Hari Raya Spes tinggal dua minggu lagi, sedangkan Gaea membutuhl an darah dua demigod untuk membangunkannya —apa kata Clytius? Darah Olympus? —bukankah dengan ke Athena, yang kita lakukan justru persis seperti yang Gaea inginkan? Kalau kita tidak ke sana, sedangkan dia tidak bisa menjadikan seorang pun dari kita sebagai korban, bukankah artinya Gaea takkan bisa terbang un sepenuhnya?" Annabeth menggamit tangan Percy. Dia menikmati penampilan Annabeth sekarang, setelah mereka kembali ke dunia fana, tanpa Kabut Ajal. Rambut pirang Annabeth tampak inc ah berkilauan, diterpa sinar matahari —sekalipun dia masih kurus dan lesu, sama seperti Percy, sedangkan mata kelabu gadis itu keruh karena galau. "Percy, kita tidak bisa lari dari masa depan," kata Annabeth. "Jika kita tidak ke Athena, kita mungkin akan kehilangan kesempatan untuk menghentikan Gaea. Athena adalah medan pertempuran kita. Kita tidak bisa menghindarinya. Lagi pula, sia-sia saja berusaha mematahkan ramalan. Gaea bisa menangkap kita di tempat lain atau menumpahkan darah demigod lain." "Iya, kau benar," ujar Percy. "Aku tidak Nico berdiri. "Aku sebaiknya pamit juga, sekalian beristirahat sebelum berangkat. Sampai ketemu di dekat patung saat matal ari terbenam." Begitu Nico pergi, Hazel mengerutkan kening. "Sikapn a aneh. Aku tidak yakin dia sudah berpikir masak-masak." "Dia pasti akan baik-baik saja," ujar Jason. "Aku berharap kau benar." Hazel menyapukan tangan ke atas tanah. Berlian pun menyembul keluar — bebatuan keruh yang gemerlapan. "Kita lagi-lagi menemui persimpangan. Athena Parthenos ke barat. Argo II ke timur. Kuharap pilihan kita benar. Percy berharap dia bisa mengatakan sesuatu yang memk bangkitkan semangat, tetapi dia merasa gelisah. Meskipun mer, telah berhasil melalui banyak cobaan dan memenangi demik banyak pertempuran, mereka tidak kunjung mengalahkan ea, Memang, mereka sudah membebaskan Thanatos. Mereka sudah' menutup Pintu Ajal. Paling tidak, sekarang monster- monster mereka bunuh akan tetap mengeram di Tartarus untuk sement ra. Tetapi, para raksasa sudah kembali —semuanya. "Satu hal yang menggangguku," katanya. "Kalau Hari Raya Spes tinggal dua minggu lagi, sedangkan Gaea membutuhl an darah dua demigod untuk membangunkannya —apa kata Clytius? Darah Olympus? —bukankah dengan ke Athena, yang kita lakukan justru persis seperti yang Gaea inginkan? Kalau kita tidak ke sana, sedangkan dia tidak bisa menjadikan seorang pun dari kita sebagai korban, bukankah artinya Gaea takkan bisa terbang un sepenuhnya?" Annabeth menggamit tangan Percy. Dia menikmati penampilan Annabeth sekarang, setelah mereka kembali ke dunia fana, tanpa Kabut Ajal. Rambut pirang Annabeth tampak inc ah berkilauan, diterpa sinar matahari —sekalipun dia masih kurus dan lesu, sama seperti Percy, sedangkan mata kelabu gadis itu keruh karena galau. "Percy, kita tidak bisa lari dari masa depan," kata Annabeth. "Jika kita tidak ke Athena, kita mungkin akan kehilangan kesempatan untuk menghentikan Gaea. Athena adalah medan pertempuran kita. Kita tidak bisa menghindarinya. Lagi pula, sia-sia saja berusaha mematahkan ramalan. Gaea bisa menangkap kita di tempat lain atau menumpahkan darah demigod lain." "Iya, kau benar," ujar Percy. "Aku tidak