BAB EMPAT PULUH SATU PIPER

BAB EMPAT PULUH SATU PIPER

PIPER TIDAK BANYAK TAHU TENTANG Laut Mediterania, tapi dia cukup yakin laut itu semestinya tidak membeku pada bulan Juli. Dua hari mengarungi lautan dari Split, arakan awan kelabu menelan langit. Ombak makin kencang. Gerimis dingin menciprati geladak, membentuk es di pagar pembatas kapal dan tali-temali. "Gara-gara tongkat Diocletian," gumam Nico sambil meng-angkat tongkat kuno itu. "Pasti itu." Piper tak habis pikir. Semenjak Jason dan Nico kembali dari Istana Diocletian, sikap mereka begitu gelisah dan penuh rahasia. Sesuatu yang besar telah terjadi di sana —sesuatu yang tak mau diceritakan Jason kepadanya. Masuk akal jika tongkat itu yang mungkin menyebabkan perubahan cuaca ini. Bola hitam di pucuk tongkat tampak mengisap warna langsung dari udara. Elang-elang emas di dasarnya berkilat dengan kejam. Konon tongkat itu bisa mengendalikan orang-orang mati, dan is jelas-jelas menguarkan aura yang buruk. Baru sekali saja memandangi tongkat itu, Pelatih Hedge langsung berubah pucat, lalu mengumumkan bahwa dia akan pergi ke ruangannya untuk menghibur dirinya dengan video- video Chuck Norris. (Meskipun Piper menduga dia sebetulnya sedang mengirimkan pesan-Iris ke kampung halamannya kepada kekasihnya, Mellie; sang pelatih bertingkah begitu gelisah belakangan ini menyangkut kekasihnya, tapi dia tidak mau memberi tahu Piper apa yang sebenarnya terjadi). Jadi, ya barangkali tongkat itu bisa menimbulkan badai salju yang aneh. Tapi, Piper merasa bukan itu masalahnya. Dia mencemaskan ada hal lain yang tengah terjadi —sesuatu yang bahkan lebih buruk. "Kita PIPER TIDAK BANYAK TAHU TENTANG Laut Mediterania, tapi dia cukup yakin laut itu semestinya tidak membeku pada bulan Juli. Dua hari mengarungi lautan dari Split, arakan awan kelabu menelan langit. Ombak makin kencang. Gerimis dingin menciprati geladak, membentuk es di pagar pembatas kapal dan tali-temali. "Gara-gara tongkat Diocletian," gumam Nico sambil meng-angkat tongkat kuno itu. "Pasti itu." Piper tak habis pikir. Semenjak Jason dan Nico kembali dari Istana Diocletian, sikap mereka begitu gelisah dan penuh rahasia. Sesuatu yang besar telah terjadi di sana —sesuatu yang tak mau diceritakan Jason kepadanya. Masuk akal jika tongkat itu yang mungkin menyebabkan perubahan cuaca ini. Bola hitam di pucuk tongkat tampak mengisap warna langsung dari udara. Elang-elang emas di dasarnya berkilat dengan kejam. Konon tongkat itu bisa mengendalikan orang-orang mati, dan is jelas-jelas menguarkan aura yang buruk. Baru sekali saja memandangi tongkat itu, Pelatih Hedge langsung berubah pucat, lalu mengumumkan bahwa dia akan pergi ke ruangannya untuk menghibur dirinya dengan video- video Chuck Norris. (Meskipun Piper menduga dia sebetulnya sedang mengirimkan pesan-Iris ke kampung halamannya kepada kekasihnya, Mellie; sang pelatih bertingkah begitu gelisah belakangan ini menyangkut kekasihnya, tapi dia tidak mau memberi tahu Piper apa yang sebenarnya terjadi). Jadi, ya barangkali tongkat itu bisa menimbulkan badai salju yang aneh. Tapi, Piper merasa bukan itu masalahnya. Dia mencemaskan ada hal lain yang tengah terjadi —sesuatu yang bahkan lebih buruk. "Kita

"Aku akan mengantarmu turun." Frank melingkarkan lengannya di pinggang Hazel dan membantunya menapaki tangga. Piper berharap Hazel akan baik-baik saja. Beberapa malam terakhir, semenjak pertarungan dengan Sciron itu, keduanya menikmati obrolan bersama. Sungguh berat menjadi dua orang gadis di kapal. Keduanya saling berbagi cerita, mengeluhkan kebiasaan-kebiasaan jorok para laki- laki, dan berbagi tangisan bersama saat mengenang Annabeth. Hazel memberitahunya bagaimana rasanya mengendalikan Kabut, dan Piper terkeju mendengar betapa miripnya dengan perasaan saat menggunakai bahasa mantra. Piper menawarkan bantuan kepadanya jika dia mampu. Sebagai balasan, Hazel telah berjanji untuk melatihnya bertarung-pedang —kemahiran yang sangat payah dikuasai Piper Piper merasa seolah dia memiliki seorang teman baru, yang sungguh menyenangkan jika saja mereka bisa hidup cukup lama untuk menikmati manisnya buah pertemanan. Nico menyapukan es dari rambutnya. Dia mengernyit memandang tongkat Diocletian. "Sebaiknya aku simpan saja ini Kalau is benar-benar penyebab cuaca buruk ini, mungkin lebih baik untuk menaruhnya di bawah dek "Tentu," sahut Jason. Nico menoleh kepada Piper dan Leo, seakan mengkhawatirkan apa yang akan mereka katakan saat dia pergi. Piper merasa kewaspadaan diri Nico meningkat. Nico seperti sedang meringkuk ke dalam bola psikologis, seperti saat dirinya kerasukan di dalam jambangan perunggu itu. Begitu dia pergi ke bawah, Piper mengamati wajah Jason. Sorot matanya penuh kekhawatiran. Apa yang telah terjadi di Kroasia? Leo mengeluarkan obeng dari balik sabuknya. "Batal sudah pertemuan besar tim. Sepertinya tinggal kita lagi yang tersisa." Tinggal kita lagi. Piper teringat akan hari bersalju di Chicago pada Desember lalu, saat mereka bertiga baru mendarat di Taman Millennial dalam misi pertama mereka. Leo tidak banyak berubah semenjak saat itu, kecuali dia tampak lebih terbiasa dengan perannya sebagai anak Hephaestus. Selama ini dia selalu menyimpan terlalu banyak energi kegelisahan. Sekarang dia sudah tahu cara memanfaatkannya. Kedua tangannya senantiasa bergerak, mengeluarkan berbagai alat dari balik sabuknya, mengutak-atik kendali, bekerja dengan bola Archimedes kesayangannya. Hari ini dia memindahkannya dari panel kendali dan mematikan kepala Festus di haluan kapal untuk perbaikan —menyetel-ulang prosesornya untuk peningkatan mutu kendali-mesin dengan bola itu, entah apa itu artinya. Sementara Jason, dia tampak lebih kurus, lebih tinggi, dan makin diliputi kesedihan. Rambutnya yang dulu dipotong cepak ala Romawi kini lebih panjang dan acak-acakan. Pola beralur akibat serangan Sciron di sepanjang sisi kin kepalanya juga menarik —hampir seperti gaya seorang pemberontak. Mata biru esnya entah mengapa terkesan lebih tua —sarat kecemasan dan tanggung jawab. Piper tahu apa yang dibisikkan teman- "Aku akan mengantarmu turun." Frank melingkarkan lengannya di pinggang Hazel dan membantunya menapaki tangga. Piper berharap Hazel akan baik-baik saja. Beberapa malam terakhir, semenjak pertarungan dengan Sciron itu, keduanya menikmati obrolan bersama. Sungguh berat menjadi dua orang gadis di kapal. Keduanya saling berbagi cerita, mengeluhkan kebiasaan-kebiasaan jorok para laki- laki, dan berbagi tangisan bersama saat mengenang Annabeth. Hazel memberitahunya bagaimana rasanya mengendalikan Kabut, dan Piper terkeju mendengar betapa miripnya dengan perasaan saat menggunakai bahasa mantra. Piper menawarkan bantuan kepadanya jika dia mampu. Sebagai balasan, Hazel telah berjanji untuk melatihnya bertarung-pedang —kemahiran yang sangat payah dikuasai Piper Piper merasa seolah dia memiliki seorang teman baru, yang sungguh menyenangkan jika saja mereka bisa hidup cukup lama untuk menikmati manisnya buah pertemanan. Nico menyapukan es dari rambutnya. Dia mengernyit memandang tongkat Diocletian. "Sebaiknya aku simpan saja ini Kalau is benar-benar penyebab cuaca buruk ini, mungkin lebih baik untuk menaruhnya di bawah dek "Tentu," sahut Jason. Nico menoleh kepada Piper dan Leo, seakan mengkhawatirkan apa yang akan mereka katakan saat dia pergi. Piper merasa kewaspadaan diri Nico meningkat. Nico seperti sedang meringkuk ke dalam bola psikologis, seperti saat dirinya kerasukan di dalam jambangan perunggu itu. Begitu dia pergi ke bawah, Piper mengamati wajah Jason. Sorot matanya penuh kekhawatiran. Apa yang telah terjadi di Kroasia? Leo mengeluarkan obeng dari balik sabuknya. "Batal sudah pertemuan besar tim. Sepertinya tinggal kita lagi yang tersisa." Tinggal kita lagi. Piper teringat akan hari bersalju di Chicago pada Desember lalu, saat mereka bertiga baru mendarat di Taman Millennial dalam misi pertama mereka. Leo tidak banyak berubah semenjak saat itu, kecuali dia tampak lebih terbiasa dengan perannya sebagai anak Hephaestus. Selama ini dia selalu menyimpan terlalu banyak energi kegelisahan. Sekarang dia sudah tahu cara memanfaatkannya. Kedua tangannya senantiasa bergerak, mengeluarkan berbagai alat dari balik sabuknya, mengutak-atik kendali, bekerja dengan bola Archimedes kesayangannya. Hari ini dia memindahkannya dari panel kendali dan mematikan kepala Festus di haluan kapal untuk perbaikan —menyetel-ulang prosesornya untuk peningkatan mutu kendali-mesin dengan bola itu, entah apa itu artinya. Sementara Jason, dia tampak lebih kurus, lebih tinggi, dan makin diliputi kesedihan. Rambutnya yang dulu dipotong cepak ala Romawi kini lebih panjang dan acak-acakan. Pola beralur akibat serangan Sciron di sepanjang sisi kin kepalanya juga menarik —hampir seperti gaya seorang pemberontak. Mata biru esnya entah mengapa terkesan lebih tua —sarat kecemasan dan tanggung jawab. Piper tahu apa yang dibisikkan teman-

Misi pertama mereka untuk menyelamatkan Hera rasany sudah berabad-abad yang lalu. Begitu banyak telah berubah dalan tujuh bulan dia tak habis pikir bagaimana para dewa bis bertahan hidup selama ribuan tahun. Seberapa banyak perubahai yang telah mereka lihat? Barangkali wajar saja dewa-dewi Olympus terlihat agak sinting. Seandainya Piper telah hidup melewati tig milenium, dia sendiri pasti sudah akan jadi gila. Dia memandangi tetesan hujan yang dingin. Piper akai menyerahkan apa pun agar bisa berada di Perkemahan Blasterai lagi. Di sana cuacanya begitu terkendali, bahkan saat musin dingin. Bayangan yang dilihatnya di pisaunya baru-baru ini yah, bayang-bayang itu tidak memberinya banyak harapan untuk dinanti. Jason meremas pundaknya. "Hei, semua akan baik-baik saja Kita sudah mendekati Epirus sekarang. Satu atau dua hari lagi kit akan sampai, kalau petunjuk arah yang diberikan Nico benar." "Yap." Leo sibuk mengutak-atik bolanya, mengetuk dai menekan salah satu permata di permukaannya. "Besok pagi kita akan tiba di pesisir barat Yunani. Lalu satu jam menempul daratan, dan jreng —Gerha Hades! Aku akan beli kaus untul kenang-kenangan!" "Hoye," gumam Piper. Piper tidak bersemangat untuk terjun ke dalam kegelapan lagi Dia masih dihantui mimpi-mimpi buruk tentang nymphaeun dan hypogeum di bawah kekuasaan Roma. Dalam bilah Katoptri dia melihat bayang-bayang serupa dengan yang Leo dan Haze jelaskan dari mimpi-mimpi mereka —sesosok penyihir pucat dalan balutan gaun emas, kedua tangannya menenun cahaya emas d udara seperti benang sutra di alat tenun; sesosok raksasa dalan gelap menyusuri lorong panjang dengan deretan obor. Selagi di melewati setiap obor, nyala obor padam. Piper melihat sebual gua raksasa yang dipenuhi monster —Cyclops, Anak Bumi, dan sosok-sosok yang lebih aneh lagi— mengepung dirinya dan teman-t emannya, jauh mengalahkan jumlah mereka. Setiap kali Piper melihat bayang-bayang itu, suara di kepalanya lalu mengulangi satu kalimat, berulang-ulang kali. "Teman- Teman," ucapnya, "aku sudah berpikir tentang Ramalan Tujuh." Tidak mudah untuk melepas perhatian Leo dari pekerjaannya, tapi perkataan Piper itu berhasil melakukannya. "Ada apa dengan Ramalan itu?" tanyanya. "Hal yang bagus, kuharap?" Piper merapikan tanduk kambing di tali pundaknya. Terkadang tanduk kemakmuran itu dirasanya begitu ringan hingga dia lupa tentangnya. Saat-saat lain tanduk itu serasa besi landasan, seolah dewa sungai Achelous sedang mengirimkan pikiran-pikiran buruk, iiiencoba menghukumnya karena telah merebut tanduk miliknya. "Di Katoptris." Piper mulai bicara, "aku terus melihat raksasa Clytius itu —prig yang berada di balik bayang-bayang. Aku tahu kelemahannya adalah api, tapi dalam penglihatanku, dia niemadamkan nyala api ke mana pun dia pergi. Cahaya macam .1pa pun terisap ke dalam awan kegelapannya begitu saja." "Kedengarannya seperti Nico," ujar Leo. "Apa menurutmu keduanya berhubungan?" Jason menegur. "Hei, Bung, berhenti mengganggu Nico. jadi, Piper, bagaimana dengan raksasa itu? Apa yang kau pikirkan?" Piper dan Leo bertukar pandang bingung: Sejak kapan Jason membela Nico di Angelo? Piper memutuskan untuk tidak be rkomentar. "Aku terus berpikir tentang api," ujar Piper. "Bahwa kita mengharapkan Leo mengalahkan raksasa itu karena dia ...."

"Hot —panas(Bisa juga diterjemahkan keren.—penerj. )?" saran Leo sambil nyengir. "Em, lebih cocok kita sebut mudah terbakar. Kembali pokok permasalahan, kalimat dari ramalan itu mengusikku: Dengan badai atau api, dunia akan runtuh." "Yeah, kami sudah tahu tentang itu," ujar Leo meyakinkan "Kau akan bilang aku api. Dan Jason ini badai." Piper mengangguk setengah hati. Dia tahu bahwa tak seorang pun dari mereka senang membicarakannya, tapi mereka semua tentu bisa merasakan bahwa memang itulah kenyataannya. Kapal berbelok haluan ke kanan. Jason meraih paga yang diselimuti es. "Jadi kau khawatir salah seorang dari kam akan membahayakan misi ini, mungkin secara tidak sengaja menghancurkan dunia?" "Bukan," ujar Piper. "Aku merasa selama ini kita telah salal mengartikan kalimat itu. Dunia Bumi. Dalam bahasa Yunani kata untuk itu adalah ...." Piper meragu, tidak ingin mengucapkan nama itu dengan lantang, walau di lautan. "Gaea." Mata Jason berbinar, langsung merasa tertaril "Maksudmu, dengan badai atau api, Gaea akan runtuh?" "Oh ...." Seringai Leo makin lebar. "Kau tahu, aku jaul lebih menyukai versimu. Karena kalau Gaea runtuh di bawa] kekuasaanku, Tuan Api, itu sungguh sangat memuaskan." "Atau di bawah kekuasaanku badai." Jason mengecup Pipe: "Piper, itu sungguh brilian! Kalau kau benar, ini berita bagth Kita hanya perlu mencari tahu siapa di antara kami yang aka menghancurkan Gaea." "Mungkin." Piper tidak merasa nyarnan telah mengangkat harapan mereka. "Tapi, begini, pilihannya adalah antara badai atau api Dia mengeluarkan Katoptris dan menaruhnya di konsol. Segera saja, pedang itu mengerjap, menunjukkan bayangan gelap raksasa Clytius bergerak menyusuri lorong, memadamkan obor-obor. "Aku mengkhawatirkan Leo dan pertarungan melawan Clytius," ucapnya. "Kalimat dalam ramalan itu terdengar seakan hanya satu dari kalian yang akan berhasil. Dan kalau bagian badai atau api itu terhubung dengan kalimat ketiganya, Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan Piper tidak menuntaskan pikirannya, tapi dari raut wajah Jason dan Leo, dia tahu bahwa mereka mengerti. Jika dia membaca ramalan itu dengan benar, hanya salah seorang di antara Leo atau Jason yang akan mengalahkan Gaea. Satunya lagi akan tewas.[]