BAB TIGA PULUH TIGA JASON

BAB TIGA PULUH TIGA JASON

JASON TERTIDUR SAAT BERTUGAS. ITU hal yang buruk karena dia tengah berada ratusan meter di udara. Dia seharusnya lebih tahu. Saat itu adalah pagi perjumpaan mereka dengan Sciron sang penyamun, dan Jason sedang bertugas, melawan beberapa ventus liar yang mengancam kapal. Ketika dia menyabet ventus terakhir, dia lupa menahan napas. Kesalahan bodoh. Ketika hancur, roh angin menciptakan ruang hampa udara. Kecuali kita menahan napas, udara tersedot langsung dari paru-paru kita. Tekanan pada telinga bagian dalam anjlok begitu cepat, hingga kesadaran kita hilang. Itulah yang terjadi pada Jason. Lebih buruk lagi, dia langsung memasuki sebuah mimpi. Di lubuk bawah sadarnya, dia berpikir: Serius, JASON TERTIDUR SAAT BERTUGAS. ITU hal yang buruk karena dia tengah berada ratusan meter di udara. Dia seharusnya lebih tahu. Saat itu adalah pagi perjumpaan mereka dengan Sciron sang penyamun, dan Jason sedang bertugas, melawan beberapa ventus liar yang mengancam kapal. Ketika dia menyabet ventus terakhir, dia lupa menahan napas. Kesalahan bodoh. Ketika hancur, roh angin menciptakan ruang hampa udara. Kecuali kita menahan napas, udara tersedot langsung dari paru-paru kita. Tekanan pada telinga bagian dalam anjlok begitu cepat, hingga kesadaran kita hilang. Itulah yang terjadi pada Jason. Lebih buruk lagi, dia langsung memasuki sebuah mimpi. Di lubuk bawah sadarnya, dia berpikir: Serius,

Beberapa blok dari tempatnya, awan berkumpul di atas Gedung Empire State —pintu masuk ke Gunung Olympus itu sendiri. Kilat menyambar. Udara disarati bau hujan yang akan turun. Puncak gedung pencakar langit itu terang seperti biasa, tetapi lampu-lampunya seperti rusak. Lampu-lampu itu berkedip-kedip dari warna ungu menjadi jingga seolah-olah warna-warna tengah berebut kekuasaan. Di atas atap bangunan tempat Jason berada, berdirilah teman-teman lamanya dari Perkemahan Jupiter: kesatuan tempur demigod dalam pakaian perang baja, sementara tameng dan senjata-senjata emas Imperial mereka berkilauan dalam gelap. Dia melihat Dakota dan Nathan, Leila dan Marcus. Octavian berdiri di satu sisi, kurus dan pucat, pinggiran matanya merah akibat kurang tidur atau marah, serangkaian boneka sesaji terikat dengan tali di pinggangnya. Jubah putih augur menutupi kaus ungu dan celana komprangnya. Di bagian tengah barisan berdirilah Reyna, kedua anjing logamnya, Aurum dan Argentum berada di sisinya. Saat melihat Reyna, Jason diserbu rasa bersalah yang besar. Dia telah membiarkan Reyna percaya bahwa mereka punya masa depan bersama. Jason tak pernah jatuh cinta kepadanya, Jason tak pernah benar-benar merayunya tetapi Jason juga tidak menolak Reyna. Jason menghilang, meninggalkan Reyna memimpin per-kemahan sendiri. (Baiklah, itu bukan murni gagasan Jason, tetapi tetap saja ....) Kemudian, Jason kembali ke Perkemahan Jupiter dengan pacar barunya, Piper, dan sekelompok teman-teman Yunani dalam kapal perang. Mereka menembak Forum dan melarikan diri, meninggalkan Reyna dengan perang di tangannya. Dalam mimpi Jason, Reyna tampak letih. Yang lain inungkin tidak memperhatikan, tetapi Jason sudah bekerja dengan Reyna cukup lama untuk mengenali kelelahan dalam matanya, kekakuan pada bahunya di bawah pengikat baju bajanya. Rambut hitamnya basah, seakan-akan dia barn saja mandi dengan buru-buru. Pasukan Romawi memandangi pintu masuk melalui atap itu seolah-olah mereka sedang menunggu seseorang. Ketika pintu terbuka, dua orang muncul. Salah satunya adalah faun —bukan, pikir Jason—satir. Dia mengetahui bedanya di Perkemahan Blasteran, dan Pak Pelatih Hedge selalu mengoreksinya jika dia melakukan kesalahan. Faun-faun Romawi cenderung berkeliaran, mengemis-ngemis dan makan. Satin lebih berguna, lebih terlibat dalam urusan demigod. Jason merasa dia belum pernah melihat satin yang ini sebelumnya, tetapi dia yakin satir ini berasal dari pihak Yunani. Tidak ada faun yang terlibat begitu penuh tekad mendatangi sekelompok pasukan Romawi bersenjata pada tengah malam. Satir itu mengenakan kaus Pelestarian Alam bergambar pans yang terancam punah, serta harimau dan hal-hal lain. Tidak ada yang menutupi kedua kakinya yang berbulu kusut. Janggutnya lebat, rambut cokelat ikal terselip dalam topi gaya Rasta, dan satu set buluh perindu tergantung di lehernya. Tangannya memain-mainkan keliman bajunya, tetapi melihat caranya mengamati pasukan Romawi, memperhatikan posisi dan persenjataan mereka, Jason menduga satir ini pernah berada dalam pertempuran sebelumnya. Di sisi satin itu adalah seorang gadis berambut merah yang dikenali Jason dari Perkemahan Blasteran —oracle mereka, Rachel Elizabeth Dare. Rambut keritingnya panjang dan dia mengenakan blus putih sederhana serta jin yang dihiasi desain-desain tinta buatan tangan. Dia menggenggam sikat rambut plastik bewarna biru yang diketuk-ketukkan dengan gugup ke pahanya seperti jimat keberuntungan.

Jason mengingat Rachel di api unggun perkemahan, membaca lank-lank ramalan yang mengirim Jason, Piper, dan Leo pada perjalanan pertama mereka bersama. Dia adalah remaja manusia biasa —bukan demigod —tetapi untuk alasan yang tak pernah dipahami Jason, arwah Delphi telah memilihnya sebagai inang. Pertanyaan sesungguhnya: Apa yang dilakukan Rachel dengan orang-orang Romawi? Rachel melangkah maju, matanya tertancap kepada Reyna. "Kau telah menerima pesanku." Octavian mendengus. "Itulah satu-satunya alasan kalian masih hidup sampai sejauh ini, Graecus. Kuharap kalian datang untu.k merundingkan penyerahan diri." "Octavian ...." Reyna memperingatkan. "Setidaknya geledah mereka Octavian memprotes. "Tidak perlu," kata Reyna, seraya mengamati Rachel Dare. "Apakah kalian membawa senjata?" Rachel mengangkat bahu. "Aku pernah memukul mata Kronos dengan sikat rambut ini sekali. Selain itu, tidak." Orang-orang Romawi sepertinya tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Manusia itu sepertinya tidak sedang bercanda. "Dan, temanmu?" Reyna mengangguk ke arah satir. "Kukira kau datang sendirian." "Ini Grover Underwood." Rachel menjelaskan. "Dia adalah pemimpin Dewan." "Dewan apa?" desak Octavian. "Tetua Berkuku Belah, Bung." Suara Grover terdengar tinggi dan melengking, seolah-olah ketakutan, tetapi Jason menduga satir itu lebih kuat daripada yang dia tunjukkan. "Serius, bukankah kalian orang-orang Romawi punya alam dan pohon dan sebagainya? Aku punya kabar yang perlu kalian dengar. Plus, aku adalah pelindung resmi. Aku di sini untuk, kalian tahu, melindungi Rachel." Reyna terlihat seperti sedang berusaha untuk tidak tersenyum. "Tapi, tanpa senjata?" "Hanya buluh ini." Ekspresi Grover berubah sayu. "Percy selalu mengatakan versiku atas lagu 'Born to be Wild' seharusnya dihitung sebagai senjata berbahaya, tapi kukira tidak separah itu." Octavian tersenyum mengejek. "Sam lagi teman Percy Jackson. Hanya itu yang perlu kudengar." Reyna mengangkat tangan meminta semua diam. Anjing emas dan peraknya mengendus-endus udara, tetapi mereka tetap tenang dan penuh perhatian di sisi Reyna. "Sejauh ini, tamu-tamu kita berkata jujur," kata. Reyna. "Hati-hati, Rachel dan Grover, jika kalian mulai berdusta, pertemuan ini tidak akan berjalan baik untuk kalian. Sampaikan apa yang hendak kalian sampaikan." Dari saku celana jinnya, Rachel mengeluarkan secarik kertas seperti serbet. "Sebuah pesan. Dari Annabeth." Jason tidak yakin pendengarannya benar. Annabeth berada di Tartarus. Dia tak bisa mengirim pesan kepada siapa pun pada selembar serbet. Mungkin aku sudah menghantam air dan mati, kata bawah sadar Jason. Ini bukan penglihatan sebenarnya. Ini sejenis halusinasi pascakematian. Namun, mimpi itu tampak sangat nyata. Dia bisa merasakan angin menyapu atap. Dia bisa mencium badai. Kilat berkelap-kelip di atas Gedung Empire State, membuat baju baja pasukan. Romawi berkilauan. Reyna menerima pesan itu. Sul membaca pesan, alisnya terangkat. Mulutnya membuka karena kaget. Akhirnya, dia mendongak menatap Rachel. "Apakah ini lelucon?"

"Kuharap demikian," kata Rachel. "Mereka benar-benar berada di Tartarus." "Tapi, bagaimana —" "Entahlah," kata Rachel. "Surat itu muncul di dalam api pengorbanan di paviliun makan kami. Itu tulisan tangan Annabeth. Dia memintamu secara khusus." Octavian tergugah. "Tartarus? Apa maksudmu?" Reyna menyerahkan surat itu kepada Octavian. Octavian berkomat-kamit saat membaca: "Roma, Arachne, Athena —Athena Parthenon?" Dia memandang berkeliling dengan marah, seolah-olah menunggu seseorang membantah apa yang tengah dia Baca. "Muslihat orang Yunani! Orang Yunani terkenal atas muslihat mereka!" Reyna mengambil kembali surat itu. "Mengapa meminta ini dariku?" Rachel tersenyum. "Karena Annabeth bijaksana. Dia percaya kau bisa melakukan ini, Reyna Avila

Ramirez-Arellano." Jason merasa seperti baru ditampar. Tidak ada yang pernah menggunakan nama lengkap Reyna. Gadis itu tak suka memberitahukan alasannya kepada siapa pun. Satu-satunya saat Jason pernah mengucapkan nama itu keras-keras, sekadar untuk mencoba mengucapkannya dengan benar, Reyna melemparkan tatapan membunuh ke arahnya. Itu adalah nama seoranggadis kecil di San Juan, kata Reyna kepada Jason. Aku sudah meninggalkannya ketika aku meninggalkan Puerto Rico. Reyna menatap marah. "Bagaimana kau —" "Uh," sela Grover Underwood. "Maksudmu, inisialmu RA-RA?" Tangan Reyna bergerak menuju belatinya. "Tapi, itu tidak penting!" sambung satir itu cepat-cepat. "Begini, kami tak akan mengambil risiko datang ke sini jika kami tidak memercayai naluri Annabeth. Seorang pemimpin Romawi yang mengembalikan patung Yunani paling penting ke Perkemahan Blasteran —Annabeth tabu itu bisa mencegah perang." "Ini bukan muslihat," tambah Rachel. "Kami tidak berbohong. Tanya saja anjing-anjingmu." Kedua anjing greyhound logam itu tidak bereaksi. Reyna mengelus kepala Aurum sambil berpikir keras. "Athena Parthenos jadi legenda itu benar." "Reyna!" seru Octavian. "Kau tidak mungkin serius mem- pertimbangkan hal ini! Bahkan, kalaupun patung itu masih ada, kau paham apa yang tengah mereka lakukan. Kita sudah hendak menyerang mereka —menghancurkan orang-orang Yunani bodoh selamanya —dan mereka mengarang tugas konyol ini untuk mengalihkan perhatianmu. Mereka ingin mengirimmu untuk menjemput ajal!" Orang-orang Romawi lain berbisik-bisik, menatap marah kepada kedua tamu mereka. Jason teringat betapa Octavian bisa sangat meyakinkan, dan dia berhasil membuat para perwira berpihak kepadanya. Rachel Dare menghadapkan muka pada sang augur. "Octavian, putra Apollo, seharusnya kau lebih serius menanggapi hal ini. Bahkan, orang-orang Romawi menghormati Oracle Delphi, ayahmu." "Ha!" sahut Octacian. "Kau Oracle Delphi? Benar. Dan, aku adalah Kaisar Nero!" "Setidaknya Nero bisa bermain musik," gumam Grover. Octavian mengepalkan kedua tinjunya. Tiba-tiba saja angin berubah arah. Angin berputar di sekeliling pasukan Romawi diiringi suara desisan, seperti sarang ular. Rachel Dare memancarkan aura hijau, seolah-olah terkena cahaya lampu

sorot warna zamrud yang lembut. Kemudian, angin mem udar dan aura itu pun hilang. Seringai mengejek lenyap dari wajah Octavian. Pasukan Romawi berkerisik gelisah. "Ini keputusanmu," kata Rachel, seolah-olah tadi tak terjadi apa-apa. "Aku tak punya ramalan spesifik untuk kuberikan kepadamu, tapi aku bisa melihat kilasan-kilasan masa depan. Aku melihat Athena Parthenos di Bukit Blasteran. Aku melihat dia membawanya." Rachel menunjuk ke arah Reyna. "Selain itu, Ella menggumamkan larik-larik dari Kitab Sibylline-mu —" "Apa?" tukas Reyna. "Kitab Sibylline sudah hancur berabad-abad silam." "Sudah kuduga!" Octavian meninju telapak tangannya sendiri. "Harpy yang mereka bawa dari perjalanan itu —Ella. Sudah kuduga dia mengucapkan ramalan! Sekarang aku paham. Dia—entah bagaimana dia menghafalkan satu salinan Kitab Sibylline." Reyna menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Bagaimana mungkin?" "Kami tidak tahu," aku Rachel. "Tapi, ya, sepertinya itulah yang terjadi. Ella punya ingatan yang sempurna. Dia sangat menyukai buku. Entah di mana, entah bagaimana, dia membaca kitab ramalan Romawi kalian. Sekarang dialah satu-satunya sumber kitab itu." "Teman- temanmu berdusta," sergah Octavian. "Mereka mengatakan kepada kami bahwa harpy itu hanya meracau. Mereka mencurinya!" Grover mendengus marah. "Ella bukan barang milik kalian! Dia adalah makhluk yang merdeka. Lagi pula, dia ingin berada di Perkemahan Blasteran. Dia mengencani salah satu temanku, Tyson." "Si Cyclops." Reyna teringat. "Harpy mengencani Cyclops ...." "Itu tidak ada sangkut pautnya!" tukas Octavian. "Harpy itu memiliki ramalan Romawi yang berharga.

Jika orang-orang Yunani tidak mau mengembalikannya, kami harus menawan Oracle mereka! Pengawal!" Dua centurion maju, pila mereka terbidik. Grover membawa buluh perindu ke bibirnya, memainkan sebuah irama cepat, dan tombak centurion-centurion itu pun berubah menjadi pohon natal. Kedua pengawal itu menjatuhkan pohon dengan kaget. "Cukup!" Reyna berteriak. Reyna jarang meninggikan suara. Ketika dia melakukannya, semua orang mendengarkan. "Kita sudah menyimpang dari intinya," ujar Reyna. "Rachel Dare, kau mengatakan kepadaku Annabeth berada di Tartarus, tapi dia menemukan cara untuk mengirim pesan ini. Dia ingin aku membawa patung ini dari Tempat Kuno ke perkemahanmu." Rachel mengangguk. "Hanya orang Romawi yang bisa mengembalikannya dan memulihkan perdamaian." "Mengapa orang Romawi menginginkan perdamaian," tanya Reyna, "setelah kapal kalian menyerang kota kami?" "Kau tahu alasannya," kata Rachel. "Untuk menghindari perang ini. Untuk mendamaikan kembali sisi Yunani dan Romawi para dewa. Kita harus bekerja sama untuk mengalahkan Gaea." Octavian melangkah maju untuk bicara, tetapi Reyna melemparkan tatapan sangar ke arahnya. "Menurut Percy Jackson," kata Reyna, "pertempuran melawan Gaea akan berlangsung di Tempat-Tempat Kuno. Di Yunani." "Di situlah para raksasa berada." Rachel membenarkan. "Apa pun sihir, apa pun ritual yang direncanakan para raksasa untuk mem-bangkitkan Ibu Bumi, kurasa itu akan terjadi di Yunani. Tapi yah, masalah kita tidak terbatas pada Tempat-Tempat Kuno. Itu sebabnya aku membawa Grover untuk bicara dengan kalian."

Satir itu menarik-narik janggutnya. "Yeah ... begini, selama beberapa bulan terakhir ini, aku sudah bicara dengan para satir dan roh alam di seluruh penjuru benua. Mereka semua mengatakan hal yang sama. Gaea mulai bergerak —maksudku, diapersis berada di ambang kesadaran. Dia berbisik-bisik di benak para naiad, berusaha mengubah mereka. Dia menimbulkan gempa, mencabut pohon-pohon dryad. Minggu lalu saja, dia muncul dalam wujud manusia di selusin tempat yang berbeda, menakut-nakuti beberapa kawanku. Di Colorado, sebongkah barn berbentuk kepalan Langan raksasa muncul dari gunung dan memukul beberapa Kuda Poni Pesta seperti lalat." Reyna mengerutkan kening. "Kuda Poni Pesta." "Ceritanya panjang," sahut Rachel. "Intinya: Gaea akan bangkit di mana-mana. Dia sudah mulai bergerak. Tidak akan ada tempat yang aman dari pertempuran. Dan, kita tahu sasaran pertamanya adalah perkemahan-perkemahan demigod. Dia ingin kita binasa." "Spekulasi," kata Octavian. "Pengalih perhatian. Perkemahan Yunani takut akan serangan kita. Mereka mencoba membuat kita bingung. Lagi- lagi ini adalah Kuda Troya!" Reyna memutar-mutar cincin perak yang selalu dikenakannya, dengan gambar pedang dan obor simbol ibunya, Bellona. "Marcus," ujarnya, "ambit Scipio dari kandang." "Reyna, jangan!" Octavian memprotes. Reyna menghadap kedua orang Yunani itu. "Aku akan melakukan ini untuk Annabeth, demi harapan perdamaian di antara perkemahan kita, tapi jangan berpikir aku telah melupakan penghinaan terhadap Perkemahan Jupiter. Kapal kalian menembak kota kami. Kalianlah yang mengumumkan perang —bukan kami. Sekarang, pergilah." Grover mengentakkan kaki kambingnya. "Percy tidak akan pernah-5, "Grover," panggil Rachel, "kita harus pergi." Nada Rachel mengatakan: Sebelum terlambat. Setelah mereka kembali menuruni tangga, Octavian berputar ke arah Reyna. "Apa kau sudah gila?" "Akulah praetor legiun ini," kata Reyna. "Aku menganggap ini keputusan terbaik bagi Roma." "Menjemput maut? Melanggar undang-undang tertua dan pergi ke Tempat-Tempat Kuno? Bagaimana kau akan menemukan kapal mereka, itu pun kalau kau selamat dalam perjalanan?" "Aku akan menemukan mereka," kata Reyna. "Jika mereka berlayar ke Yunani, aku tahu sebuah tempat yang akan menjadi perhentian Jason. Untuk menghadapi hantu-hantu Satir itu menarik-narik janggutnya. "Yeah ... begini, selama beberapa bulan terakhir ini, aku sudah bicara dengan para satir dan roh alam di seluruh penjuru benua. Mereka semua mengatakan hal yang sama. Gaea mulai bergerak —maksudku, diapersis berada di ambang kesadaran. Dia berbisik-bisik di benak para naiad, berusaha mengubah mereka. Dia menimbulkan gempa, mencabut pohon-pohon dryad. Minggu lalu saja, dia muncul dalam wujud manusia di selusin tempat yang berbeda, menakut-nakuti beberapa kawanku. Di Colorado, sebongkah barn berbentuk kepalan Langan raksasa muncul dari gunung dan memukul beberapa Kuda Poni Pesta seperti lalat." Reyna mengerutkan kening. "Kuda Poni Pesta." "Ceritanya panjang," sahut Rachel. "Intinya: Gaea akan bangkit di mana-mana. Dia sudah mulai bergerak. Tidak akan ada tempat yang aman dari pertempuran. Dan, kita tahu sasaran pertamanya adalah perkemahan-perkemahan demigod. Dia ingin kita binasa." "Spekulasi," kata Octavian. "Pengalih perhatian. Perkemahan Yunani takut akan serangan kita. Mereka mencoba membuat kita bingung. Lagi- lagi ini adalah Kuda Troya!" Reyna memutar-mutar cincin perak yang selalu dikenakannya, dengan gambar pedang dan obor simbol ibunya, Bellona. "Marcus," ujarnya, "ambit Scipio dari kandang." "Reyna, jangan!" Octavian memprotes. Reyna menghadap kedua orang Yunani itu. "Aku akan melakukan ini untuk Annabeth, demi harapan perdamaian di antara perkemahan kita, tapi jangan berpikir aku telah melupakan penghinaan terhadap Perkemahan Jupiter. Kapal kalian menembak kota kami. Kalianlah yang mengumumkan perang —bukan kami. Sekarang, pergilah." Grover mengentakkan kaki kambingnya. "Percy tidak akan pernah-5, "Grover," panggil Rachel, "kita harus pergi." Nada Rachel mengatakan: Sebelum terlambat. Setelah mereka kembali menuruni tangga, Octavian berputar ke arah Reyna. "Apa kau sudah gila?" "Akulah praetor legiun ini," kata Reyna. "Aku menganggap ini keputusan terbaik bagi Roma." "Menjemput maut? Melanggar undang-undang tertua dan pergi ke Tempat-Tempat Kuno? Bagaimana kau akan menemukan kapal mereka, itu pun kalau kau selamat dalam perjalanan?" "Aku akan menemukan mereka," kata Reyna. "Jika mereka berlayar ke Yunani, aku tahu sebuah tempat yang akan menjadi perhentian Jason. Untuk menghadapi hantu-hantu

Tartarus. Tapi, jangan serang Perkemahan Blasteran sampai aku kembali." Octavian menyipitkan mata. "Saat kau pergi, augur adalah perwira senior. Aku yang akan memegang kendali." "Aku tabu." Reyna tidak terdengar senang akan hal itu. "Tapi, kau sudah dengar perintahku. Kahan semua mendengarnya." Reyna memeriksa wajah-wajah centurion, menantang mereka untuk menyangsikannya. Reyna berderap pergi, jubah ungunya mengombak dan anjing-anjingnya mengikuti. Begitu Reyna pergi, Octavian berbalik menghadap para centurion. "Kumpulkan semua perwira senior. Aku menghendaki rapat begitu Reyna

berangkat menempuh perjalanan konyolnya. Akan ada beberapa perubahan dalam rencana legiun ini.” Salah satu centurion membuka mulut untuk menanggapi, tetapi entah karena apa dia berbicara dengan suara Piper: "BANGUN!" Mata Jason membeliak, dan dia melihat permukaan Taut meluncur cepat ke

arahnya.[]