BAB EMPAT PULUH TIGA PIPER

BAB EMPAT PULUH TIGA PIPER

PIPER TIDAK BERENCANA UNTUK MENEMBAKKAN muffin-muffin blueberry. Kornukopia-nya pasti menangkap kegelisahannya dan berpikir dia dan para tamunya butuh kudapan panggang hangat. Setengah lusin muffin panas beterbangan keluar dari tanduk kemakmuran seperti tembakan peluru. Itu bukanlah serangan pembuka yang paling efektif. Khione hanya perlu menggeser tubuhnya ke samping. Sebagian besar muffin melesat melewatinya keluar pagan Saudaranya, para Boreads, masing-masing menangkap satu dan mulai melahapnya. "Muffin," ucap saudara yang lebih besar. Cal, ingat Piper: kependekan dari Calais. Pakaiannya sama persis seperti yang dikenakannya di Quebec —sepatu dengan tonjolan sol antilicin, celana olahraga, dan kaus hold merah —dan dengan dua mata lebam dan sejumlah gigi yang patah. "Muffin memang enak." "Ah, merci," ucap saudara bertubuh kurus kering —Zethes, ingatnya —yang tengah berdiri di landasan meriam, sayap ungunya terbentang. Rambut putihnya masih ditata dengan gaya mullet (Rambut pendek di bagian depan kepala dan panjang menjuntai di 1.1kang. —penerj)Era Disco yang mengerikan. Kerah kemeja sutranya mencuat dari lempeng pelindung dadanya. Celana poliester hijau-kekuningan yang dikenakannya benar-benar ketat, dan jerawatnya semakin parah saja. Meski semua itu, dia melengkungkan alisnya dan tersenyum lebar seakan dirinya adalah blasteran perayu ulung. "Aku tahu gadis yang cantik ini akan merindukanku." Dia herbicara bahasa Prancis ala Quebec, yang Piper terjemahkan tanpa susah-payah. Berkat ibunya, Aphrodite, bahasa cinta dah tertanam kuat dalam dirinya, walau dia tidak ingin enggunakannya dengan Zethes. "Apa yang kau lakukan?" desak Piper. Kemudian, dengan harmspeak: "Bebaskan teman- temanku." Zethes mengerjapkan mata. "Kita harus membebaskan teman-temanmu." "Ya." Cal setuju. "Tidak, dasar bodoh!" bentak Khione. "Dia sedang meng-gunakan charmspeak. Gunakan otakmu." "Otak ...." Cal mengerutkan kening seakan dirinya tidak ya kin apa itu otak. "Muffin lebih enak." Dia memasukkan seluruh muffin ke dalam mulutnya dan alai mengunyah. Zethes memungut blueberry dari lapisan atas muffinnya dan m onggigitnya perlahan. "Ah, Piper-ku yang sungguh cantik ',fah lama aku menanti untuk bertemu denganmu lagi. Sayangnya, .I udariku benar. Kami tidak bisa membebaskan teman-temanmu. N Ialahan, kami harus membawa mereka ke Quebec, tempat mereka

akan ditertawakan untuk selamanya. Maafkan aku, tapi inilah perintah yang mesti kami laksanakan." "Perintah ?" Semenjak musim dingin terakhir, Piper sudah berharap Khione akan menunjukkan wajah dinginnya cepat atau lambat. Saat mereka mengalahkan dirinya di Rumah Serigala di Sonoma, dewi salju itu telah bersumpah akan membalas dendam. Tapi, mengapa Zethes dan Cal ada di sini? Di Quebec, Boreads bersaudara itu tampak nyaris bersahabat —setidaknya, dibandingkan dengan saudari esnya. "Teman-Teman, dengar," ujar Piper. "Saudarimu menentang Boreas. Dia bekerja sama dengan kaum raksasa, berusaha mem-bangkitkan Gaea. Dia berencana untuk mengambil alih kekuasaan ayah kalian." Khione tertawa, lembut dan dingin. "Oh, Piper McLean Tersayang. Kau bisa saja mencoba memanipulasi saudara-saudaraku yang lernah tekadnya dengan daya pikatmu, persis seperti putri sejati dari dewi cinta. Sungguh penipu yang lihai." "Penipu?"seru Piper lantang. "Kau berusaha membunuh kami! Zethes, dia bekerja untuk Gaea!" Zethes mengernyit. "Ah, gadis cantik. Kami semua bekerja untuk Gaea sekarang. Sayangnya, perintah ini datang dari ayah kami, Boreas sendiri." "Apa?" Piper tidak ingin memercayainya, tetapi senyum puas Khione menunjukkan bahwa itu benar. "Akhirnya ayahku memahami kebijaksanaan dari pertimbang-anku," ucap Khione lirih, puas, "atau setidaknya dia sempat memahaminya sebelum sisi Romawi-nya mulai berseteru dengan Yunani-nya. Sayangnya sekarang dia tidak mampu berbuat apa-apa, tapi dia telah menyerahkan tanggung jawab kepadaku. Dia t clah memerintahkan agar kekuatan Angin Utara digunakan demi inembantu Raja Porphyrion, dan tentu saja Ibu Bumi." Piper menelan ludah tegang. "Bagaimana kau bahkan bisa herada di sini?" Dia menunjuk ke es di seluruh badan kapal. "Sekarang musim panas!" Khione mengangkat bahu. "Kekuatan kami bertumbuh. Hukum alam telah dijungkir-balikkan. Begitu Ibu Bumi bangkit, kami akan kembali membangun dunia seperti yang kami inginkan!" "Dengan hoki," ujar Cal, mulutnya masih penuh. "Dan, piza. Dan, muffin." "Ya, ya," seringai Khione. "Aku harus menjanjikan beberapa hal kepada si dungu berbadan besar itu. Dan kepada Zethes —" "Oh, kebutuhanku sederhana saja." Zethes melicinkan ambutnya ke belakang sambil mengedipkan mata pada Piper. "Seharusnya aku mempertahankanmu di istana kami saat kita itertama bertemu, Piper-ku tersayang. Tapi segera kita akan kembali ke sana lagi, bersama-sama, dan aku akan menghujanimu dengan penuh romansa." "Terima kasih, tapi tidak usah," ujar Piper. "Sekarang, lepaskan Jason." Piper mengerahkan segenap kekuatannya ke dalam kata-katanya, dan Zethes patuh. Dia menjentikkan jari. Es yang nenyelubungi Jason segera saja mencair. Jason ambruk ke lantai, terengah-engah dan mengepulkan asap; tapi setidaknya dia hidup. "Dasar idiot!" Khione menyentakkan tangannya, dan Jason I,embali membeku, sekarang tubuhnya terbujur rata di lantai lermaga seperti karpet kulit beruang. Khione membalikkan itu badan menghadap Zethes. "Kalau kau menginginkan gadis u sebagai hadiahmu, kau harus tunjukkan bahwa kau bisa Iitengendalikannya. Bukan sebaliknya!" "Ya, tentu saja." Zethes tampak kecewa.

"Sementara Jason Grace ...." Mata cokelat Khione berbinar. "Dia dan teman-temanmu lainnya akan bergabung dalam koleksi patung es di pelataran istana kami di Quebec. Jason akan menghia.,i ruang singgasanaku." "Hebat," gumam Piper. "Kau menghabiskan satu hari pentuh untuk memikirkan kalimat itu?" Setidaknya Piper tahu bahwa Jason masih hidup, yang mengurangi kepanikannya. Es yang beku bisa dibalikkan. artinya teman-temannya yang lain kemungkinan masih hidup di geladak bawah. Dia hanya membutuhkan sebuah rencana untuk membebaskan mereka. Sayangnya, dia bukanlah Annabeth. Dia tidak begitu pandai meramu strategi di tempat. Dia butuh waktu untuk berpikir. "Bagaimana dengan

Leo?" cetusnya. "Kau kirim dia ke mana?" Dewi salju melangkah pelan mengitari Jason, mengamatinyil seolah dia seonggok karya seni di tepi jalan. "Leo Valdez patut menerima huk.uman khusus," ucapnya. "Aku telah mengirimnya ke sebuah tempat di mana dia takkan pernah bisa kembali." Napas Piper sesak. Malang bagi Leo. Bayangan tidak pernah melihatnya lagi nyaris menghancurkannya. Khione bisa melihatnya di wajahnya. "Ah, Piper-ku Sayang!" Dia tersenyum penuh kemenangan. "Tapi itu adalah yang terbaik. Leo tidak bisa dimaafkan, bahkan sebagai patung es ... tidak setelah dia menghinaku. Si bodoli itu menolak untuk berkuasa di sisiku! Dan kekuatannya atm api ...." Dia menggelengkan kepala. "Dia tidak bisa dibiarka n untuk mencapai Gerha Hades. Sayangnya, Tuan Clytius batik;in lebih tidak menyukai api daripada aku." Piper mencengkeram belatinya. Api, pikirnya. Terima kasih kau telah mengingatkanku, dasar ivanita penyihir. Dia memindai sekitar geladak. Bagaimana cara membuat 'pi? Sekotak tabung-tabung kecil api Yunani tersimpan rapat Ii meriam depan, tapi itu terlalu jauh. Bahkan jika dia berhasil nencapainya tanpa menjadi beku, api Yunani akan membakar termasuk kapal dan semua temannya. Pasti ada cara lain. Matanya menyimpang ke haluan kapal. Oh. Festus, si kepala di haluan kapal, bisa mengembuskan api yang L)esar. Sayangnya, Leo telah mematikannya. Piper sama sekali tidak tahu cara untuk menghidupkannya kembali. Dia takkan punya waktu untuk mencari tahu kendali yang benar di konsol kapal. Dia hanya punya ingatan samar scat Leo mengutak-atik bagian dalam tengkorak perunggu sang naga, menggumamkan sesuatu tentang cakram kendali; tapi seandainya pun Piper bisa mencapai haluan kapal, dia sama sekali tak tahu apa yang mesti dilakukannya. Tetap saja, nalurinya memberitahunya bahwa Festus adalah peluang terbaiknya. Seandainya saja dia bisa mencari cara untuk meyakinkan para penawannya untuk membiarkannya bergerak cukup dekat dengannya "Yah!" Khione menyela pikirannya. "Sayangnya waktu kita bersama akan segera berakhir. Zethes, sudikah kau —" "Tunggu!" seru Piper. Sebuah perintah sederhana, dan itu berhasil. Boreads bersaudara dan Khione mengernyit ke arahnya, menanti. Piper cukup yakin dia bisa mengendalikan kedua saudara laki-luki itu dengan charmspeak, tapi Khione adalah suatu masalah. Charmspeak kurang mempan jika ditujukan kepada seseorang yang tidak tertarik kepada kita atau jika ditujukan bagi sosok yang kuat seperti seorang dewa. Dan juga kurang mempan bila korban

kita tahu tentang charmspeak dan secara aktifselalu waspada pend menghadapinya. Semua itu berlaku bagi Khione. Apa yang akan dilakukan oleh Annabeth? Tunda, pikir Piper. Saat ragu, bicaralah lebih banyak. "Kau takut terhadap teman-temanku," ujarnya. "Jadi kenapa tidak kau bunuh saja mereka?" Khione tertawa. "Kau bukanlah dewa, makanya kau tidak mengerti. Kematian itu begitu singkat, begitu tak memuaskan. Jiwa manusia yang lemah berpindah ke Dunia Bawah, lalu apa yang terjadi kemudian? Hal terbaik yang bisa kuharapkan adalah kalian pergi ke Lapangan Hukuman atau Asphodel, tapi kalian para blasteran sungguh terlalu mulia. Kemungkinan besar kalian akan pergi ke Elysium —atau dilahirkan kembali dalam sebuah kehidupan baru. Buat apa aku menghadiahi teman-temanmu dengan itu? Buat apa jika aku bisa menghukum mereka secara kekal?" "Dan aku?" Piper tak ingin bertanya. "Mengapa aku masih hidup dan tidak dibekukan?" Khione menoleh pada saudara-saudaranya dengan jengkel. "Salah satu alasannya adalah, Zethes telah mengklaim dirimu." "Aku pendamping yang hebat." Zethes berjanji. "Kau akan tahu sendiri, Cantik." Bayangan itu membuat perut Piper bergolak. "Tapi bukan itu satu- satunya alasan," ucap Khione. "Alasan lainnya adalah karena aku membencimu, Piper. Benar-benar benci. Tanpa kau, Jason tentu akan menetap bersamaku di Quebec." "Kau berkhayal, yah?" Mata Khione berubah sekeras batu-batu permata di lingkaran hiasan kepalanya. "Kau pengganggu, putri dari seorang kita tahu tentang charmspeak dan secara aktifselalu waspada pend menghadapinya. Semua itu berlaku bagi Khione. Apa yang akan dilakukan oleh Annabeth? Tunda, pikir Piper. Saat ragu, bicaralah lebih banyak. "Kau takut terhadap teman-temanku," ujarnya. "Jadi kenapa tidak kau bunuh saja mereka?" Khione tertawa. "Kau bukanlah dewa, makanya kau tidak mengerti. Kematian itu begitu singkat, begitu tak memuaskan. Jiwa manusia yang lemah berpindah ke Dunia Bawah, lalu apa yang terjadi kemudian? Hal terbaik yang bisa kuharapkan adalah kalian pergi ke Lapangan Hukuman atau Asphodel, tapi kalian para blasteran sungguh terlalu mulia. Kemungkinan besar kalian akan pergi ke Elysium —atau dilahirkan kembali dalam sebuah kehidupan baru. Buat apa aku menghadiahi teman-temanmu dengan itu? Buat apa jika aku bisa menghukum mereka secara kekal?" "Dan aku?" Piper tak ingin bertanya. "Mengapa aku masih hidup dan tidak dibekukan?" Khione menoleh pada saudara-saudaranya dengan jengkel. "Salah satu alasannya adalah, Zethes telah mengklaim dirimu." "Aku pendamping yang hebat." Zethes berjanji. "Kau akan tahu sendiri, Cantik." Bayangan itu membuat perut Piper bergolak. "Tapi bukan itu satu- satunya alasan," ucap Khione. "Alasan lainnya adalah karena aku membencimu, Piper. Benar-benar benci. Tanpa kau, Jason tentu akan menetap bersamaku di Quebec." "Kau berkhayal, yah?" Mata Khione berubah sekeras batu-batu permata di lingkaran hiasan kepalanya. "Kau pengganggu, putri dari seorang

dilakukannya? Bagaimana mungkin dia bisa menyelamatkan teman-temannya dengan kemampuan yang dimilikinya? Piper sudah nyaris mengamuk —menerjang musuh-musuhnya dengan kemarahan dan membiarkan dirinya terbunuh. Dia memandangi ekspresi puas Khione dan menyadari memang itu harapan sang dewi. Dia ingin Piper lepas kendali. Dia menginginkan hiburan. Nyali Piper menguat. Dia teringat akan gadis-gadis yang biasa mengejeknya di Sekolah Alam Liar. Dia ingat Drew, kepala penasihat keji yang digantikannya di kabin Aphrodite; dan Medea, yang telah memantrai Jason dan Leo di Chicago; dan Jessica, mantan asisten ayahnya, yang selalu mernperlakukannya seperti anak nakal tak tahu diri. Sepanjang hidupnya, Piper selalu diremehkan, dibilang tak ada gunanya. Itu tidak benar, bisik suara lain —suara yang terdengar seperti milik ibunya. Mereka semua merendahkanmu karena mereka takut clan iri padamu. Begitu juga Khione. Gunakan itu! Meski merasa kesulitan, tapi Piper berhasil mengeluarkan tawa. Dia mencobanya lagi, dan tawa itu keluar dengan lebih mudah. Tak lama dia sudah terpingkal-pingkal sambil membungkuk, menahan geli dan mendengus. Calais ikut bergabung, sampai Zethes menyikutnya. Senyum Khione memudar. "Apa? Apa yang lucu? Aku sudah menghancurkanmu!" "Menghancurkanku!" Piper kembali terbahak. "Oh, demi dewa-dewi maaf." Dia mengambil napas dengan susah dan berusaha menahan geli. "Oh, ampun baiklah. Kau benar-benar mengira aku tak punya kekuatan? Kau benar-benar mengira aku tak ada gunanya? Demi dewa-dewi Olympus, otakmu pasti sudah beku oleh es. Kau tidak tahu rahasiaku, yah?" Mata Khione memicing. [ 352 "Kau tak punya rahasia," ujarnya. "Kau berbohong." "Balk, terserahlah," sahut Piper. "Yeah, silakan bawa teman-temanku. Tinggalkan aku di sini tanpa guna."Dia mendengus. "Yeah. Gaea pasti akan sangat puas dengan tindakanmu." Salju berputar-putar di sekeliling sang dewi. Zethes dan Calais bertukar pandang cemas. "Saudariku." Zethes berkata, "kalau dia benar-benar punya rahasia —" "Pita?" Cal menebak.

"Hoki?" " —kita hares tahu," lanjut Zethes. Khione jelas tidak termakan. Piper berusaha memasang wajah datar, tapi dia malah membuat matanya menari dengan kejailan dan humor. Ayolah, tantangnya. Sambut gertakanku. "Rahasia apa?" Khione menuntut. "Tunjukkan kepada kami!" Piper mengedikkan bahu. "Baiklah." Dia menunjuk sambil lalu ke arah haluan kapal. "Ikuti aku, orang-orang es."[]