BAB LIMA PULUH DUA LEO
BAB LIMA PULUH DUA LEO
LEO MENGIRA DIA SUDAN SIBUK sebelumnya. Saat Calypso sudah memusatkan pikirannya pada satu hal, dia akan bergerak layaknya mesin. Dalam sehari, Calypso telah mengumpulkan perlengkapan cukup untuk pelayaran selama seminggu —makanan, termos minum, obat-obatan herbal dari tamannya. Dia menenun layar yang cukup besar untuk sebuah kapal pesiar kecil dan membuat tali-temali cukup untuk keperluan selama pelayaran. Sudah begitu banyak yang dikerjakannya hingga pada hari kedua Calypso menanyakan jika Leo memerlukan bantuan dengan proyeknya sendiri. Leo mendongak dari papan sirkuit yang perlahan mulai Beres. "Sepertinya, kau sudah tak sabar rnengusirku." "Itu bonusnya," akunya. Calypso sedang mengenakan pakaian untuk bekerja dengan balutan celana jin dan kaus oblong putih kotor. Saat Leo menanyakannya tentang pergantian kostumnya, Calypso mengatakan bahwa dia baru menyadari betapa praktisnya pakaian ini setelah membuatkannya untuk Leo. Dalam balutan celana jin biru, dia tidak terlalu terlihat seperti seorang dewi. Kausnya dikotori rumput dan noda tanah, seolah dia baru saja berlari menembus pusaran Gaea. Kakinya telanjang. Rambut kayu manis panggangnya dikuncir ke belakang, yang membuat mata almond-nya tampak lebih besar dan lebih mengesankan. Kedua tangannya sudah kapalan dan dipenuhi luka kcet akibat mengerjakan tali- temali. Saat memandanginya, Leo merasa ada entakan di perutnya yang tidak bisa sepenuhnya dijelaskannya. "Jadi?" tanya Calypso. "Jadi apa?" Calypso mengangguk ke arah papan sirkuit. "Jadi ada yang bisa kubantu? Bagaimana hasilnya sejauh ini?" "Oh, eh, lumayan. Kurasa. Kalau aku bisa menghubungkan alat ini ke perahu, semestinya aku bisa berlayar kembali ke dunia." "Sekarang yang kau butuhkan hanyalah perahu." Leo mencoba membaca ekspresinya. Dia tidak yakin jika Calypso terganggu karena dirinya masih berada di sini, atau sedih karena dia tidak akan ikut pergi berlayar juga. Kemudian Leo memandangi semua perlengkapan yang telah dikumpulkan Calypso —jelas cukup untuk dua orang selama beberapa hari. "Apa yang dikatakan Gaea ...." Leo meragu. "Tentang dirimu keluar dari pulau ini. Apa kau ingin mencobanya?" "Dia merengut. "Apa maksudmu?" "Yah aku tidak bilang akan menyenangkan berlayar bersamamu, selalu mengeluh dan memelototiku dan semacamnya. Tapi kurasa aku bisa bertahan menghadapinya, kalau kau ingin mencoba." Rautnya sedikit melunak. "Mulia sekali," gumamnya. "Tapi tidak, Leo. Kalau aku mencoba ikut pergi bersamamu, peluang kecilmu untuk melepaskan
diri akan nihil sama sekali. Para dewa telah menaruh sihir di pulau ini untuk menahanku di sini. Seorang pahlawa n pergi. Aku tidak bisa. Hal terpenting adalah membebaska agar kau bisa menghentikan Gaea. Bukan berarti bahwa peduli tentang apa yang akan terjadi kepadamu." Dengan cepat dia menambahkan. "Tapi, nasib dunia sedang dipertaruhkat "Mengapa kau peduli tentang itu?" tanya Leo. "Maksud setelah terasingkan dari dunia sebegitu lama?" Dia melengkungkan alisnya seakan kaget Leo mengaju pertanyaan yang masuk akal. "Kurasa aku tidak suka disur suruh —baik oleh Gaea maupun orang lain. Meskipun terkadang membenci para dewa, selama lebih dari tiga miles aku mulai menyadari bahwa mereka lebih baik dari bangsa Ti Mereka je/as lebih baik dari kaum raksasa. Setidaknya para d selalu menjaga hubungan. Hermes selalu bersikap baik kepach Dan ayahmu, Hephaestus, sering datang berkunjung. Dia or yang baik." Leo merasa ganjil dengan nada bicaranya yang terk( melantur. Calypso seakan terdengar seperti sedang merest nilai dirinya, bukan ayahnya. Calypso mengulurkan tangannya dan menutup muluti Leo tidak menyadari mulutnya menganga selama ini. "Sekarang," ujar Calypso, "apa yang bisa kubantu?" "Oh." Leo memandangi proyeknya, tapi ketika dia bic tercetus sebuah ide yang telah terbentuk sejak Calypso membuai baju baru untuknya. "Kau tahu pakaian antiapi itu? Apa kau diri akan nihil sama sekali. Para dewa telah menaruh sihir di pulau ini untuk menahanku di sini. Seorang pahlawa n pergi. Aku tidak bisa. Hal terpenting adalah membebaska agar kau bisa menghentikan Gaea. Bukan berarti bahwa peduli tentang apa yang akan terjadi kepadamu." Dengan cepat dia menambahkan. "Tapi, nasib dunia sedang dipertaruhkat "Mengapa kau peduli tentang itu?" tanya Leo. "Maksud setelah terasingkan dari dunia sebegitu lama?" Dia melengkungkan alisnya seakan kaget Leo mengaju pertanyaan yang masuk akal. "Kurasa aku tidak suka disur suruh —baik oleh Gaea maupun orang lain. Meskipun terkadang membenci para dewa, selama lebih dari tiga miles aku mulai menyadari bahwa mereka lebih baik dari bangsa Ti Mereka je/as lebih baik dari kaum raksasa. Setidaknya para d selalu menjaga hubungan. Hermes selalu bersikap baik kepach Dan ayahmu, Hephaestus, sering datang berkunjung. Dia or yang baik." Leo merasa ganjil dengan nada bicaranya yang terk( melantur. Calypso seakan terdengar seperti sedang merest nilai dirinya, bukan ayahnya. Calypso mengulurkan tangannya dan menutup muluti Leo tidak menyadari mulutnya menganga selama ini. "Sekarang," ujar Calypso, "apa yang bisa kubantu?" "Oh." Leo memandangi proyeknya, tapi ketika dia bic tercetus sebuah ide yang telah terbentuk sejak Calypso membuai baju baru untuknya. "Kau tahu pakaian antiapi itu? Apa kau
"Sari apel dan semur." Leo menambahkan. "Kira bahk bisa menyediakan hiburan. Kau bisa menyanyi dan aku bisa, yah membakar diri sesekali." Calypso tertawa —sebuah suara yang jernih dan riang ya membuat jantung Leo melompat. "Lihat," ujar Leo, "Aku lucu, Ian?" Calypso berhasil mematikan senyumnya. "Kau tidak lug Sekarang, kembalilah bekerja, atau, tidak akan ada sari apel d semur." "Baik, Nona," serunya. Mereka bekerja dalam heni. bersisian, selama sisa sore itu. Dua malam kemudian, konsol panduan sudah jadi. Leo dan Calypso duduk di pantai, dekat titik tempat Leo to menghancurkan meja makannya, dan mereka menyantap mal malam piknik bersama. Bulan purnama mengubah ombak menj perak. Api unggun mereka melecutkan percikan jingga ke Ian Calypso mengenakan kaus putih bersih dan celana jinnya, r tampaknya menjadi pilihan pakaiannya sehari-hari. Di bukit pasir di belakang mereka, perbekalan sudah diker rapi dan siap dibawa. "Yang kita butuhkan sekarang adalah perahu," kata Calyi Leo mengangguk. Dia berusaha untuk tidak ter memikirkan kata kita. Calypso sudah menegaskan dia takkan it "Aku bisa mulai menebang kayu untuk membuat pa besok," ujar Leo. "Dalam beberapa hari, kita akan punya cul papan untuk membuat lambung kapal ukuran kecil." "Kau pernah membangun kapal sebelumnya," ingat Calr "Argo II-mu." Leo mengangguk. Dia teringat tentang berbulan-bulan n yang dihabiskannya untuk menciptakan Argo II. Entah meng membuat perahu untuk berlayar dari Ogygia terasa seperti rugas yang lebih menantang. "Jadi, berapa lama sampai kau bisa berlayar?" Nada suara Calypso terdengar ringan, tetapi dia tidak menatap matanya. "Eh, belum pasti. Satu minggu lagi?" Entah mengapa, mengatakan itu mampu mengurangi kegelisahan Leo. Saat tiba di sini, dia tak sabar untuk pergi. Kini, dia merasa lega masih memiliki beberapa hari lagi. Aneh. Calypso menyapukan jemarinya sepanjang papan sirkuit yang sudah jadi. "Ini menghabiskan banyak waktu untuk dibuat." "Kau tak bisa memburu-buru kesempurnaan." Senyurn menyimpul di sudut mulutnya. "Ya, tapi apakah ini akan berfungsi?" "Untuk keluar, bukan masalah," kata Leo. "Tapi, untuk kembali lagi aku akan membutuhkan Festus dan —" Ape" Leo mengerjapkan mata.
"Festus. Naga perungguku. Begitu aim tahu cara merakitnya kembali, aku akan —" "Kau sudah pernah memberitahuku tentang Festus," ujar Calypso. "Tapi, apa maksudmu dengan kembali lagi?" Leo menyeringai gelisah. "Yah untuk kembali kemari, Ian? Aku yakin sudah pernah bilang sebelumnya." "Kau jelas belum pernah bilang." "Aku tidak akan meninggalkanmu di sini! Setelah semua bantuanmu padaku dan segalanya. Tentu saja aku akan kembali lagi. Begitu aku merakit ulang Festus, is akan mampu menangani sistem panduan yang lebih baik. Ada sebuah astrolab yang aku, eh, ...." Dia menghentikan ucapannya, memutuskan lebih baik tidak menyebutkan bahwa benda itu dibuat oleh salah seorang mantan pujaan hati Calypso. "... yang kutemukan di Bologna. Begini, kurasa dengan kristal yang kau berikan padaku —"
"Kau tak bisa kembali lagi," desak Calypso. Hati Leo terempas. "Karena aku tidak diterima?" "Karena kau tak bisa. Itu mustahil. Tidak ada seorang pi yang bisa menemukan Ogygia dua kali. Itu peraturannya." Leo memutar matanya. "Yeah, well, kau mungkin suit menyadari aku tidak pandai menaati peraturan. Aku ak kembali ke sini dengan nagaku, dan kita akan membawamu per I Mengantarmu ke mana pun kau ingin pergi. Itu sudah semestiny, "Semestinya ...." Suara Calypso nyaris tak terdengar. Di bawah cahaya api, matanya terlihat begitu sedih. Leo tak kuasa melihatnya. Apa dia mengira Leo sedang membohongin hanya untuk menghiburnya saja? Leo sudah menetapkan h bahwa dia akan kembali dan membebaskannya dari pulau inni Bagaimana mungkin dia tidak melakukannya? "Kau tentu tidak mengira aku bisa mendirikan Reparasi Mo Leo dan Calypso tanpa Calypso, Ian?" tanya Leo. "Aku tak b membuat sari apel dan semur, dan aku jelas tak bisa menyanyi Mata Calypso menerawang ke pasir. "Yah, pokoknya," ujar Leo, "besok aku akan mulai menebang kayu. Dan dalam beberapa hari lagi ...." Tatapan Leo tertuju ke lautan. Sesuatu mengapung di tengah ombak. Leo memandang tak percaya saat rakit besar dari kayu mengambang di tengah gelombang dan menyapunya hingga terhenti di pantai. Leo terlalu terkejut untuk bergerak, tapi Calypso langsung bangkit berdiri. "Cepat!" Dia berlari menyusur pantai, mengambil beberapa tas perbekalan, dan melarikannya ke rakit. "Aku tidak tahu berapa lama rakit itu akan bertahan!" "Tapi ...." Leo mematung. Kakinya seperti membatu. Baru Naja dia meyakinkan dirinya sendiri dia masih memiliki seminggu di Ogygia. Sekarang dia bahkan tak punya waktu untuk menuntaskan makan malamnya. "Itu rakit ajaibnya?" "Ampun deh!" teriak Calypso. "Rakit ini mungkin akan rfungsi seperti semestinya dan mengantarkanmu ke mana pun ingin pergi. Tapi, kita tak bisa yakin. Sihir di pulau ini jelas-jelas tak stabil. Kau harus siapkan alat panduanmu untuk navigasi." Calypso merebut konsolnya dan berlari menuju rakit, yang tnendorong Leo bergerak. Leo membantunya mengikatkannya ke rakit dan menghubungkan kawat dengan kemudi kecil di belakang. Rakit itu sudah dilengkapi sebuah tiang sehingga Leo dan Calypso mengangkat layar mereka ke atas dan mulai memasang tali-temali. Mereka bekerja berdampingan dalam harmoni sempurna. liahkan di antara para pekemah Hephaestus, Leo tidak pernah bekerja dengan orang seintuitif gadis tukang kebun kekal ini. Sebentar saja, mereka telah memasang layar dan menyimpan seluruh perbekalan di rakit. Leo menekan tombol-tombol di Iola Archimedes, menggumamkan permohonan kepada ayahnya, Hephaestus, dan konsol perunggu Langit itu pun berdengung hidup. Tali-temali dikencangkan. Layar dibalikkan. Rakit mulai mengais pasir, berusaha menggapai ombak. "Pergilah," kata Calypso. Leo berpaling. Calypso berada begitu dekat dengannya. Baunya seperti kayu manis bercampur asap kayu, dan dalam benaknya, Leo berpikir tidak "Kau tak bisa kembali lagi," desak Calypso. Hati Leo terempas. "Karena aku tidak diterima?" "Karena kau tak bisa. Itu mustahil. Tidak ada seorang pi yang bisa menemukan Ogygia dua kali. Itu peraturannya." Leo memutar matanya. "Yeah, well, kau mungkin suit menyadari aku tidak pandai menaati peraturan. Aku ak kembali ke sini dengan nagaku, dan kita akan membawamu per I Mengantarmu ke mana pun kau ingin pergi. Itu sudah semestiny, "Semestinya ...." Suara Calypso nyaris tak terdengar. Di bawah cahaya api, matanya terlihat begitu sedih. Leo tak kuasa melihatnya. Apa dia mengira Leo sedang membohongin hanya untuk menghiburnya saja? Leo sudah menetapkan h bahwa dia akan kembali dan membebaskannya dari pulau inni Bagaimana mungkin dia tidak melakukannya? "Kau tentu tidak mengira aku bisa mendirikan Reparasi Mo Leo dan Calypso tanpa Calypso, Ian?" tanya Leo. "Aku tak b membuat sari apel dan semur, dan aku jelas tak bisa menyanyi Mata Calypso menerawang ke pasir. "Yah, pokoknya," ujar Leo, "besok aku akan mulai menebang kayu. Dan dalam beberapa hari lagi ...." Tatapan Leo tertuju ke lautan. Sesuatu mengapung di tengah ombak. Leo memandang tak percaya saat rakit besar dari kayu mengambang di tengah gelombang dan menyapunya hingga terhenti di pantai. Leo terlalu terkejut untuk bergerak, tapi Calypso langsung bangkit berdiri. "Cepat!" Dia berlari menyusur pantai, mengambil beberapa tas perbekalan, dan melarikannya ke rakit. "Aku tidak tahu berapa lama rakit itu akan bertahan!" "Tapi ...." Leo mematung. Kakinya seperti membatu. Baru Naja dia meyakinkan dirinya sendiri dia masih memiliki seminggu di Ogygia. Sekarang dia bahkan tak punya waktu untuk menuntaskan makan malamnya. "Itu rakit ajaibnya?" "Ampun deh!" teriak Calypso. "Rakit ini mungkin akan rfungsi seperti semestinya dan mengantarkanmu ke mana pun ingin pergi. Tapi, kita tak bisa yakin. Sihir di pulau ini jelas-jelas tak stabil. Kau harus siapkan alat panduanmu untuk navigasi." Calypso merebut konsolnya dan berlari menuju rakit, yang tnendorong Leo bergerak. Leo membantunya mengikatkannya ke rakit dan menghubungkan kawat dengan kemudi kecil di belakang. Rakit itu sudah dilengkapi sebuah tiang sehingga Leo dan Calypso mengangkat layar mereka ke atas dan mulai memasang tali-temali. Mereka bekerja berdampingan dalam harmoni sempurna. liahkan di antara para pekemah Hephaestus, Leo tidak pernah bekerja dengan orang seintuitif gadis tukang kebun kekal ini. Sebentar saja, mereka telah memasang layar dan menyimpan seluruh perbekalan di rakit. Leo menekan tombol-tombol di Iola Archimedes, menggumamkan permohonan kepada ayahnya, Hephaestus, dan konsol perunggu Langit itu pun berdengung hidup. Tali-temali dikencangkan. Layar dibalikkan. Rakit mulai mengais pasir, berusaha menggapai ombak. "Pergilah," kata Calypso. Leo berpaling. Calypso berada begitu dekat dengannya. Baunya seperti kayu manis bercampur asap kayu, dan dalam benaknya, Leo berpikir tidak
"Tapi, kalau rakit ini hanya muncul untuk orang-orang yap kau sukai —" "Jangan bermimpi dulu, Leo Valdez," ujarnya. "Aku masih mem bencimu." "Oke." "Dan kau takkan kembali ke desaknya. "Jadi jan memberiku janji-janji kosong." "Bagaimana kalau janji penuh?" ujar Leo. "Karena aku p akan--" Calypso menarik wajahnya dan memberinya sebuah kecupa yang dengan efektif membungkam mulutnya. Meski sering bergurau dan melempar rayuan, Leo belu pernah menerima kecupan seorang gadis sebelumnya. Ya kecupan saudari di pipi dari Piper, tapi itu tidak terhitung. I adalah kecupan sungguhan. Seandainya Leo memiliki roda gigi dan kawat-kawat di otaknya, mereka pasti sudah korsleting sekaran Calypso mendorong tubuhnya menjauh. "Aku tidak per mengecupmu." "Oke." Suaranya terdengar satu oktaf lebih tinggi dari biasa. "Pergi dari sini." "Oke." Calypso berpaling, menyeka matanya dengan kesal, bergegas kembali ke pantai, angin mengacak-acak rambutnya. Leo ingin memanggilnya, tetapi layarnya menangkap angin berkekuatan penuh, dan rakitnya menjauh dari pantai. Dia berusaha menyelaraskan konsol panduan. Pada scat Leo menoleh ke belakang, Pulau Ogygia hanya segaris gelap di kejauhan, api unggun mereka berdenyut seperti sebuah jantung jingga kecil. Kecupan itu masih terasa. Itu tidak terjadi, Leo membatin sendiri. Aku tidak bisa jatuh enta dengan seorang gadis kekal. Dia jelas tak bisa jatuh cinta lenganku. Tidak mungkin. Selagi rakitnya meluncur di air, mengantarnya kembali ke dunia manusia, dia menjadi lebih mengerti makna dari sebaris Ramalan —Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan. Dia mengerti betapa bisa berbahayanya sebuah sumpah itu. Tapi Leo tidak peduli. "Aku akan kembali untuk menjemputmu, Calypso," serunya kepada angin malam. "Aku bersumpah atas Sungai Styx."[]