BAB DUA PULUH DELAPAN HAZEL

BAB DUA PULUH DELAPAN HAZEL

AKHIRNYA!" PEKIK SCIRON. "JAUH LEBIH lama daripada dua menit!" "Maaf," ujar Jason. "Itu keputusan besar ... kaki yang mana." Hazel berusaha menjernihkan pikiran dan membayangkan adegan melalui mata Sciron —apa yang didambakan Sciron, apa yang diharapkan Sciron. Itulah kunci untuk menggunakan Kabut. Hazel tak bisa memaksa orang untuk melihat dunia dengan caranya. Dia tak bisa membuat realitas Sciron tampak kurang bisa dipercaya. Tapi, jika dia menunjukkan kepadanya apa yang ingin dia lihat ... yah, Hazel adalah anak Pluto. Dia pernah menghabiskan waktu berpuluh-puluh tahun bersama orang mati, mendengarkan mereka mendambakan kehidupan masa lalu mereka yang hanya diingat separuhnya, dikacaukan oleh nostalgia. Orang mati melihat apa yang mereka yakini mereka lihat. Begitu pula yang masih hidup. Pluto adalah dewa Dunia Bawah, dewa kekayaan. Mungkin dua bidang pengaruh itu lebih terhubung ketimbang yang disadari Hazel. Tidak banyak perbedaan antara mendamba dan tamak. Bila Hazel bisa memanggil emas dan berlian, mengapa tidak jenis harta terpendam lain —gambaran dunia yang ingin dilihat oleh orang-orang? Tentu saja Hazel mungkin salah, dan bila demikian, dia dan Jason akan menjadi makanan kura-kura. Hazel menaruh tangannya pada saku jaketnya, tempat kayu bakar sihir Frank terasa lebih berat daripada biasanya. Sekarang dia bukan hanya membawa garis hidup Frank. Dia menanggung iiyawa seluruh awak kapal. Jason melangkah maju, kedua tangannya terbuka tanda Hicilyerah. "Aku yang pertama, Sciron. Aku akan mencuci kaki dirimu." "Pilihan yang sangat bagus!" Sciron menggoyang-goyangkan iri kakinya yang berbulu dan seperti mayat itu. "Aku mungkin AKHIRNYA!" PEKIK SCIRON. "JAUH LEBIH lama daripada dua menit!" "Maaf," ujar Jason. "Itu keputusan besar ... kaki yang mana." Hazel berusaha menjernihkan pikiran dan membayangkan adegan melalui mata Sciron —apa yang didambakan Sciron, apa yang diharapkan Sciron. Itulah kunci untuk menggunakan Kabut. Hazel tak bisa memaksa orang untuk melihat dunia dengan caranya. Dia tak bisa membuat realitas Sciron tampak kurang bisa dipercaya. Tapi, jika dia menunjukkan kepadanya apa yang ingin dia lihat ... yah, Hazel adalah anak Pluto. Dia pernah menghabiskan waktu berpuluh-puluh tahun bersama orang mati, mendengarkan mereka mendambakan kehidupan masa lalu mereka yang hanya diingat separuhnya, dikacaukan oleh nostalgia. Orang mati melihat apa yang mereka yakini mereka lihat. Begitu pula yang masih hidup. Pluto adalah dewa Dunia Bawah, dewa kekayaan. Mungkin dua bidang pengaruh itu lebih terhubung ketimbang yang disadari Hazel. Tidak banyak perbedaan antara mendamba dan tamak. Bila Hazel bisa memanggil emas dan berlian, mengapa tidak jenis harta terpendam lain —gambaran dunia yang ingin dilihat oleh orang-orang? Tentu saja Hazel mungkin salah, dan bila demikian, dia dan Jason akan menjadi makanan kura-kura. Hazel menaruh tangannya pada saku jaketnya, tempat kayu bakar sihir Frank terasa lebih berat daripada biasanya. Sekarang dia bukan hanya membawa garis hidup Frank. Dia menanggung iiyawa seluruh awak kapal. Jason melangkah maju, kedua tangannya terbuka tanda Hicilyerah. "Aku yang pertama, Sciron. Aku akan mencuci kaki dirimu." "Pilihan yang sangat bagus!" Sciron menggoyang-goyangkan iri kakinya yang berbulu dan seperti mayat itu. "Aku mungkin

memerlukannya. Percayalah kepadaku, air tidak akan ada gunanya pada kedua kaki yang lucu ini." Sciron menggoyang-goyangkan jari kakinya, dan bau kafe zombi meruyak lagi ke seluruh penjuru tebing. Jason nyaris muntah. "Oh, demi dewa-dewi, tidak ...." Sciron mengangkat bahu. "Kau selalu bisa memilih apa yang ada di tanganku yang satunya." Dia mengangkat pistol sundut di Langan kanannya. "Dia akan melakukannya," kata Hazel. Jason memelototi Hazel, tetapi Hazel memenangkan perlombaan melotot itu. "Ya, deh." Jason bergumarn. "Bagus sekali! Sekarang " Sciron melompat ke bongkahan bate kapur terdekat yang ukurannya tepat untuk dijadikan ganjal kaki. Sciron menghadap ke air dan menaruh kakinya sehingga dia terlihat seperti seorang penjelajah yang baru saja mengklaim sebuah negara baru. "Aku akan melihat kaki langit sementara kau menggosok jempol kakiku yang bengkak. Ini akan jauh lebih menyenangkan." "Yeah," sahut Jason. "Pasti begitu." Jason berlutut di depan si bandit, di tepi tebing tempat dia merupakan sasaran empuk. Satu tendangan dan Jason akan jatuh. Hazel berkonsentrasi. Dia membayangkan dirinya adalah Sciron, raja penyamun. Dia tengah memandangi seorang anak berambut pirang menyedihkan yang sama sekali tidak berbahaya —hanya satu lagi demigod pecundang yang akan menjadi korbannya. Di dalam benaknya, Hazel melihat apa yang akan terjadi. Hazel memerintah Kabut, memanggilnya dari kedalaman bumi seperti yang dia lakukan ketika memanggil emas, perak, atau mirah delima. Jason menyemprotkan cairan pembersih itu. Matanya berair. dia menyeka jempol kaki Sciron dengan lap dan menoleh ke samping untuk muntah. Hazel nyaris tak sanggup menyaksikan. ketika tendangan itu terjadi, Hazel nyaris melewatkannya. Sciron menghantamkan kakinya ke dada Jason. Jason terguling belakang melewati tepi tebing, kedua tangannya terayun-ayun, dan dia berteriak saat terjatuh. Ketika Jason hampir menyentuh air, si kura-kura muncul dan menelannya dalam sekali lahap, cmudian tenggelam di bawah permukaan. Bel tanda bahaya terdengar di Argo II. Teman-teman Hazel herhamburan di atas geladak, mengoperasikan katapel. Hazel lendengar Piper meraung-raung dari kapal. Suasananya begitu kacau, hingga Hazel hampir kehilangan fokus. Dia memaksa benaknya membelah menjadi dua —satu hagian terfokus kuat pada tugasnya, satu bagian lagi memainkan peran yang perlu dilihat Sciron. Hazel berteriak marah. "Apa yang kau lakukan?" "Oh, Sayang ...." Suara Sciron terdengar sedih, tetapi Hazel ndapat kesan dia tengah menyembunyikan seringaian di balik ..saputangan. "Itu kecelakaan, aku jamin." "Teman-temanku akan membunuhmu sekarang!" "Mereka bisa mencoba," kata Sciron. "Tapi, sementara itu kurasa kau punya waktu untuk mencuci kakiku yang lain! percayalah kepadaku, Sayang. Kura-kuraku sudah kenyang wkarang. Dia tidak menginginkanmu juga. Kau sangat aman, ecuali kau menolak perintahku." Sciron mengarahkan pistol sundut ke kepala Hazel. Hazel bimbang, membiarkan Sciron melihat penderitaannya. dia tidak boleh terlalu cepat mengiakan. Kalau memerlukannya. Percayalah kepadaku, air tidak akan ada gunanya pada kedua kaki yang lucu ini." Sciron menggoyang-goyangkan jari kakinya, dan bau kafe zombi meruyak lagi ke seluruh penjuru tebing. Jason nyaris muntah. "Oh, demi dewa-dewi, tidak ...." Sciron mengangkat bahu. "Kau selalu bisa memilih apa yang ada di tanganku yang satunya." Dia mengangkat pistol sundut di Langan kanannya. "Dia akan melakukannya," kata Hazel. Jason memelototi Hazel, tetapi Hazel memenangkan perlombaan melotot itu. "Ya, deh." Jason bergumarn. "Bagus sekali! Sekarang " Sciron melompat ke bongkahan bate kapur terdekat yang ukurannya tepat untuk dijadikan ganjal kaki. Sciron menghadap ke air dan menaruh kakinya sehingga dia terlihat seperti seorang penjelajah yang baru saja mengklaim sebuah negara baru. "Aku akan melihat kaki langit sementara kau menggosok jempol kakiku yang bengkak. Ini akan jauh lebih menyenangkan." "Yeah," sahut Jason. "Pasti begitu." Jason berlutut di depan si bandit, di tepi tebing tempat dia merupakan sasaran empuk. Satu tendangan dan Jason akan jatuh. Hazel berkonsentrasi. Dia membayangkan dirinya adalah Sciron, raja penyamun. Dia tengah memandangi seorang anak berambut pirang menyedihkan yang sama sekali tidak berbahaya —hanya satu lagi demigod pecundang yang akan menjadi korbannya. Di dalam benaknya, Hazel melihat apa yang akan terjadi. Hazel memerintah Kabut, memanggilnya dari kedalaman bumi seperti yang dia lakukan ketika memanggil emas, perak, atau mirah delima. Jason menyemprotkan cairan pembersih itu. Matanya berair. dia menyeka jempol kaki Sciron dengan lap dan menoleh ke samping untuk muntah. Hazel nyaris tak sanggup menyaksikan. ketika tendangan itu terjadi, Hazel nyaris melewatkannya. Sciron menghantamkan kakinya ke dada Jason. Jason terguling belakang melewati tepi tebing, kedua tangannya terayun-ayun, dan dia berteriak saat terjatuh. Ketika Jason hampir menyentuh air, si kura-kura muncul dan menelannya dalam sekali lahap, cmudian tenggelam di bawah permukaan. Bel tanda bahaya terdengar di Argo II. Teman-teman Hazel herhamburan di atas geladak, mengoperasikan katapel. Hazel lendengar Piper meraung-raung dari kapal. Suasananya begitu kacau, hingga Hazel hampir kehilangan fokus. Dia memaksa benaknya membelah menjadi dua —satu hagian terfokus kuat pada tugasnya, satu bagian lagi memainkan peran yang perlu dilihat Sciron. Hazel berteriak marah. "Apa yang kau lakukan?" "Oh, Sayang ...." Suara Sciron terdengar sedih, tetapi Hazel ndapat kesan dia tengah menyembunyikan seringaian di balik ..saputangan. "Itu kecelakaan, aku jamin." "Teman-temanku akan membunuhmu sekarang!" "Mereka bisa mencoba," kata Sciron. "Tapi, sementara itu kurasa kau punya waktu untuk mencuci kakiku yang lain! percayalah kepadaku, Sayang. Kura-kuraku sudah kenyang wkarang. Dia tidak menginginkanmu juga. Kau sangat aman, ecuali kau menolak perintahku." Sciron mengarahkan pistol sundut ke kepala Hazel. Hazel bimbang, membiarkan Sciron melihat penderitaannya. dia tidak boleh terlalu cepat mengiakan. Kalau

Mata Sciron bersinar-sinar. Persis inilah yang dia harapkan. Hazel putus asa dan tak berdaya. Sciron, putra Poseidon, kembali berjaya. Hazel nyaris tak percaya orang ini punya ayah yang sama dengan Percy Jackson. Kemudian, dia teringat bahwa Poseidon memiliki kepribadian yang berubah-ubah, seperti laut. Mungkin anak-anaknya mencerminkan hal itu. Percy adalah anak dari sifat Poseidon yang lebih baik — kuat, tetapi lemah lembut dan suka menolong, jenis lautan yang melayarkan kapal-kapal ke daratan nan jauh dengan aman. Sciron adalah anak dari sisi Poseidon yang lain —jenis laut yang memukul-mukul garis pantai tanpa ampun hingga hancur, atau menyeret orang-orang tak berdosa dari pantai dan membiarkan mereka tenggelam, atau menghantam kapal dan menewaskan seluruh awaknya tanpa belas kasihan. Hazel merenggut botol semprot yang dijatuhkan Jason. "Sciron," geramnya, "kakimu adalah hal yang paling tidak menjijikkan dari dirimu." Mata Sciron mengeras. "Bersihkan saja." Hazel berlutut, mencoba tak mengacuhkan bau yang menyengat. Dia bergeser ke samping, memaksa Sciron menyesuaikan posisinya, tetapi Hazel membayangkan lautan masih berada di punggungnya. Dia menahan pemandangan itu dalam benaknya saat dia bergeser ke samping lagi. "Segeralah mulai!" bentak Sciron. Hazel menahan senyum. Dia berhasil membuat Sciron berbalik seratus delapan puluh derajat, tetapi Sciron masih melihat air di depannya, daerah pedalaman yang berbukit-bukit di belakangnya. Hazel mulai membersihkan. Hazel sudah banyak melakukan pekerjaan menjijikkan sebelum ini. Dia pernah membersihkan kandang unicorn di 1crkemahan Jupiter. Dia pernah mengisi dan menggali kakus un tuk legiunnya. Ini tidak ada apa-apanya, Hazel menghibur diri sendiri. sulit untuk tidak muntah ketika melihat jari-jari kaki iron. Ketika tendangan itu datang, Hazel melayang ke belakang, tetapi dia tidak terlempar jauh. Dia mendarat pada pantatnya di atas rumput beberapa meter dari Sciron. Sciron menatap Hazel. "Tapi ...." Mendadak dunia berubah. Ilusi itu memudar, meninggalkan . iron dalam keadaan bingung bukan kepalang. Laut berada di i)clakangnya. Dia hanya berhasil menendang Hazel menjauh dari tepian tebing. Sciron menurunkan pistolnya. "Bagaimana —" "Bersiaplah untuk menyerah," kata Hazel kepadanya. Jason menukik dari angkasa, persis di atas kepala Hazel, dan menubruk si penyamun hingga jatuh dari tebing. Sciron menjerit saat dia jatuh, sambil menembakkan pistol flintlock-nya dengan liar, tetapi kali itu dia tidak mengenai apa-I pa. Hazel berdiri. Dia mencapai tepian tebing tepat waktu untuk melihat kura-kura itu menyerbu dan mencaplok Sciron dari udara. Jason menyeringai. "Hazel, itu tadi menakjubkan. Sungguh ... hazel? Hei, Hazel?" Hazel jatuh berlutut, tiba-tiba merasa pusing. Di kejauhan, dia bisa mendengar teman-temannya bersorak Iari kapal di bawah sana. Jason berdiri di atasnya, tetapi dia ' bergerak dengan gerakan lambat, sosoknya samar, suaranya hanya tcrdengar berdengung. Es merayapi bebatuan dan rerumputan di sekitar Hazel. Gundukan harta yang dia panggil tadi terbenam kembali ke dalam bumi. Kabut berputar-putar.

Apa yang telah kulakukan? pikir Hazel dengan panik. Ads sesuatu yang salah. "Tidak, Hazel," ujar sebuah suara berat di belakangnya. "Kat telah bertindak benar." Hazel nyaris tak berani bernapas. Dia barn mendengar sum- itu satu kali sebelumnya, tetapi dia telah mengulang-ulangny ribuan kali dalam benak. Dia berbalik dan mendapat dirinya tengah mendongat menatap ayahnya. Sosok itu mengenakan pakaian gaya Romawi —rambui gelapnya dipangkas pendek, wajah pucat perseginya tercukui bersih. Tunik dan

toganya terbuat dari wol hitam yang dihias sulaman benang emas. Wajah-wajah jiwa yang tersiksa bergerak-gerak pada kainnya. Tepiannya toganya dihiasi warna meral seorang senator atau praetor, tetapi garis itu beriak seperti sungal darah. Pada jari manis Pluto, terdapat sebuah batu baiduri besar seperti sebongkah Kabut beku yang terpoles. Cincin kawinnya, pikir Hazel. Tapi, Pluto tak pernah menikahi ibu Hazel. Dewa tidak menikahi manusia biasa. Cincin itu pasti melambangkan pernikahannya dengan Persephone. Pikiran itu membuat Hazel begitu marah hingga dia meng-enyahkan persoalannya dan berdiri. "Apa yang kau inginkan?" desak Hazel. Hazel berharap nada bicaranya menyakiti hati Pluto —menusuknya atas segala rasa sakit yang pernah dia timbulkan pada diri Hazel. Namun, seulas senyum samar bermain-main di mulut Pluto. "Putriku," katanya. "Aku terkesan. Kau telah bertambah kuat.' Aku tidak berterima kasih kepadamu, demikian Hazel ingin berteriak. Dia tidak ingin merasa senang dengan pujian Pluto; tetapi matanya masih terasa tersengat. "Kukira kalian para dewa besar sedang lumpuh." Hazel berhasil ,berkata. "Pribadi Yunani dan Romawi kalian saling berkelahi." "Memang." Pluto membenarkan. "Tapi, kau meminta tuanku sedemikian kuat sehingga kau memungkinkanku ncul walau cuma untuk sesaat." "Aku tidak meminta bantuanmu." Bahkan, saat mengucapkannya, Hazel tahu itu tidak benar. untuk kali pertama, dengan sukarela dia menerima silsilahnya anak Pluto. Dia berusaha memahami kekuatan ayahnya menggunakan kekuatan itu sepenuhnya. "Ketika kau tiba di rumahku di Epirus," kata Pluto, "kau harus ..siap. Yang mati tidak akan menyambutmu. Sementara si penyihir perempuan Pasiphae —" "Pasifik?" tanya Hazel. Kemudian, dia menyadari itu pasti nama perempuan itu. "Dia tidak akan bisa diperdaya semudah Sciron." Mata Pluto berkilat-kilat seperti batu vulkanik. "Kau berhasil dalam ujian perrtamamu, tetapi Pasiphae berniat membangun kembali wilayah kekuasaannya, yang akan membahayakan semua demigod. Kecuali, menghentikannya di Gerha Hades ...." Sosoknya berkelip-kelip. Selama sesaat dia berjanggut, nengenakan jubah Yunani dengan rangkaian laurel emas dirambutnya. Di sekitar kakinya, kerangka- kerangka tangan nenjebol tanah. Dewa itu mengertakkan gigi dan mengerutkan kening. Sosok Romawi- nya menjadi stabil. Tangan-tangan kerangka masuk kembali ke dalam tanah. "Kita tidak punya banyak waktu." Dia terlihat seperti pria yang bare saja sakit parah. "Ketahuilah bahwa Pintu Ajal berada di tingkat terendah Necromanteion. Kau harus membuat Pasiphae I nclihat apa yang ingin dia lihat. Kau benar. Itulah rahasia dari semua sihir. Tapi, itu tidak akan mudah dilakukan ketika kau berada di dalam labirinnya." "Apa maksudmu? Labirin apa?" "Kau akan mengerti." Pluto berjanji. "Dan, Hazel Levesque ... kau tidak akan memercayaiku, tapi aku bangga pada kekuatanmu. Terkadang terkadang satu-satunya cara aku bisa memberi perhatian kepada anak-anakku adalah dengan menjaga jarak." Hazel menahan diri dari melontarkan makian. Pluto hanyalah satu lagi ayah dewa tak ada gunanya yang sedang membuat dalih- dalih lemah. Namun, jantung Hazel berdentam-dentam saat dia memutar ulang perkataan Pluto: Aku bangga pada kekuatanmu. "Pergilah temui teman-temanmu," kata Pluto. "Mereka akan khawatir. Perjalanan menuju Epirus masih mengandung banyak bahaya." "Tunggu," pinta Hazel. Pluto mengangkat satu alisnya. "Ketika aku di Thanatos," ujar Hazel, "kau tahu Kematian .. . dia bilang aku tidak termasuk dalam daftar arwah liar yang harus ditangkap. Dia bilang mungkin itu sebabnya kau menjaga jarak. Jika kau mengakuiku, kau harus membawaku kembali ke Dunia Bawah." Pluto menunggu. "Apa pertanyaanmu?" "Kau di sini. Mengapa kau tidak membawaku ke Dunia Bawah? Mengembalikanku ke tempat yang mati?" Sosok Pluto mulai memudar. Dia tersenyum, tetapi Hazel tidak tahu apakah dia toganya terbuat dari wol hitam yang dihias sulaman benang emas. Wajah-wajah jiwa yang tersiksa bergerak-gerak pada kainnya. Tepiannya toganya dihiasi warna meral seorang senator atau praetor, tetapi garis itu beriak seperti sungal darah. Pada jari manis Pluto, terdapat sebuah batu baiduri besar seperti sebongkah Kabut beku yang terpoles. Cincin kawinnya, pikir Hazel. Tapi, Pluto tak pernah menikahi ibu Hazel. Dewa tidak menikahi manusia biasa. Cincin itu pasti melambangkan pernikahannya dengan Persephone. Pikiran itu membuat Hazel begitu marah hingga dia meng-enyahkan persoalannya dan berdiri. "Apa yang kau inginkan?" desak Hazel. Hazel berharap nada bicaranya menyakiti hati Pluto —menusuknya atas segala rasa sakit yang pernah dia timbulkan pada diri Hazel. Namun, seulas senyum samar bermain-main di mulut Pluto. "Putriku," katanya. "Aku terkesan. Kau telah bertambah kuat.' Aku tidak berterima kasih kepadamu, demikian Hazel ingin berteriak. Dia tidak ingin merasa senang dengan pujian Pluto; tetapi matanya masih terasa tersengat. "Kukira kalian para dewa besar sedang lumpuh." Hazel berhasil ,berkata. "Pribadi Yunani dan Romawi kalian saling berkelahi." "Memang." Pluto membenarkan. "Tapi, kau meminta tuanku sedemikian kuat sehingga kau memungkinkanku ncul walau cuma untuk sesaat." "Aku tidak meminta bantuanmu." Bahkan, saat mengucapkannya, Hazel tahu itu tidak benar. untuk kali pertama, dengan sukarela dia menerima silsilahnya anak Pluto. Dia berusaha memahami kekuatan ayahnya menggunakan kekuatan itu sepenuhnya. "Ketika kau tiba di rumahku di Epirus," kata Pluto, "kau harus ..siap. Yang mati tidak akan menyambutmu. Sementara si penyihir perempuan Pasiphae —" "Pasifik?" tanya Hazel. Kemudian, dia menyadari itu pasti nama perempuan itu. "Dia tidak akan bisa diperdaya semudah Sciron." Mata Pluto berkilat-kilat seperti batu vulkanik. "Kau berhasil dalam ujian perrtamamu, tetapi Pasiphae berniat membangun kembali wilayah kekuasaannya, yang akan membahayakan semua demigod. Kecuali, menghentikannya di Gerha Hades ...." Sosoknya berkelip-kelip. Selama sesaat dia berjanggut, nengenakan jubah Yunani dengan rangkaian laurel emas dirambutnya. Di sekitar kakinya, kerangka- kerangka tangan nenjebol tanah. Dewa itu mengertakkan gigi dan mengerutkan kening. Sosok Romawi- nya menjadi stabil. Tangan-tangan kerangka masuk kembali ke dalam tanah. "Kita tidak punya banyak waktu." Dia terlihat seperti pria yang bare saja sakit parah. "Ketahuilah bahwa Pintu Ajal berada di tingkat terendah Necromanteion. Kau harus membuat Pasiphae I nclihat apa yang ingin dia lihat. Kau benar. Itulah rahasia dari semua sihir. Tapi, itu tidak akan mudah dilakukan ketika kau berada di dalam labirinnya." "Apa maksudmu? Labirin apa?" "Kau akan mengerti." Pluto berjanji. "Dan, Hazel Levesque ... kau tidak akan memercayaiku, tapi aku bangga pada kekuatanmu. Terkadang terkadang satu-satunya cara aku bisa memberi perhatian kepada anak-anakku adalah dengan menjaga jarak." Hazel menahan diri dari melontarkan makian. Pluto hanyalah satu lagi ayah dewa tak ada gunanya yang sedang membuat dalih- dalih lemah. Namun, jantung Hazel berdentam-dentam saat dia memutar ulang perkataan Pluto: Aku bangga pada kekuatanmu. "Pergilah temui teman-temanmu," kata Pluto. "Mereka akan khawatir. Perjalanan menuju Epirus masih mengandung banyak bahaya." "Tunggu," pinta Hazel. Pluto mengangkat satu alisnya. "Ketika aku di Thanatos," ujar Hazel, "kau tahu Kematian .. . dia bilang aku tidak termasuk dalam daftar arwah liar yang harus ditangkap. Dia bilang mungkin itu sebabnya kau menjaga jarak. Jika kau mengakuiku, kau harus membawaku kembali ke Dunia Bawah." Pluto menunggu. "Apa pertanyaanmu?" "Kau di sini. Mengapa kau tidak membawaku ke Dunia Bawah? Mengembalikanku ke tempat yang mati?" Sosok Pluto mulai memudar. Dia tersenyum, tetapi Hazel tidak tahu apakah dia