BAB EMPAT PULUH DELAPAN PERCY

BAB EMPAT PULUH DELAPAN PERCY

AKHLYS MENERJANG PERCY, DAN UNTUK sesaat Percy berpikir: Hei, aku `kan coma asap. Dia tak bisa menyentuhku, `kan? Percy membayangkan Takdir di Olympus sana, menertawakan angan-angan semunya: LOL, Dasar Amatir! Cakar sang dewi menyapu dadanya dan menyengat seperti air mendidih. Percy terhuyung ke belakang, tapi dia belum terbiasa menjadi asap. Kakinya bergerak terlalu lambat. Lengannya serasa kertas tisu. Dengan putus asa, Percy melemparkan tas ranselnya ke arah Akhlys, berpikir mungkin tasnya akan berubah jadi padat saat terlepas dari tangannya, tapi sia-sia saja. Tas itu terjatuh dengan. bunyi debum pelan. Akhlys menggeram, merangkak, bersiap melompat. Dia mungkin sudah akan menggigiti habis wajah Percy seandainya saja Annabeth tidak menerjang dan berteriak, "Hei!" tepat di kuping sang dewi. Akhlys menjengit, berpaling ke asal suara. Dia berusaha menyerang Annabeth, tapi Annabeth lebih lihai hrrgerak daripada Percy. Mungkin dia tidak merasa tubuhnya i.tgai asap seperti yang dirasakan Percy, atau mungkin dia hanya Icbih banyak berlatih dalam bertarung. Annabeth sudah berada di Perkemahan Blasteran sejak usia tujuh tahun. Mungkin dia ,ernah mengikuti kelas-kelas yang tak pernah didapat Percy, kcperti Bagaimana Cara Bertarung Saat Sebagian Tubuh Terbuat Bari Asap. Annabeth menukik tepat ke antara kedua kaki sang dewi lalu terjungkir-balik hingga berdiri. Akhlys memutar tubuhnya dan nenyerang, tapi Annabeth mengelak lagi, seperti seorang matador. Percy begitu takjubnya hingga melewatkan beberapa detik ,mg berharga. Dia memelototi mayat Annabeth, terselubungi .abut tapi bergerak begitu tangkas dan penuh percaya diri seperti hiasa. Kemudian tercetus dalam benaknya alasan Annabeth melakukan ini: untuk mengulur waktu bagi mereka. Yang artinya, Percy harus membantu. Dia memutar otak dengan kalut, berusaha memikirkan cara untuk mengalahkan Derita. Bagaimana Percy bisa bertarung saat dia tak bisa menyentuh apa pun? Pada serangan ketiga Akhlys, Annabeth tidak begitu beruntung. )ia mencoba untuk berbelok ke samping, tapi sang dewi meraih pergelangan tangan Annabeth dan menariknya kencang hingga icalbuatnya jatuh terjengkang. Sebelum Akhlys sempat menerkam, Percy bergerak maju, tmbil berteriak dan mengayunkan pedangnya. Dia masih merasa ubuhnya sepadat tisu Kleenex, tetapi kemarahan tampaknya membantu Percy bergerak lebih gesit. "Hei, Senang!" teriaknya. Akhlys berputar, menjatuhkan lengan Annabeth. "Senang?"

"Yeah!" Percy menunduk selagi Akhlys berusaha mengincar kepalanya. "Kau sangat penuh keceriaan!" "Aahhh!" Akhlys menerjang lagi, tetapi dia kehilangan keseimbangan. Percy menyingkir ke samping dan mundur, membawa sang dewi menjauh dari Annabeth. "Ra.mah!" panggil Percy. "Menyenangkan!" Sang dewi menggeram dan mengernyit. Dia terhuyun mengejar Percy. Setiap pujian seolah memukulnya seper melempar pasir ke wajahnya. "Aku akan membunuhmu dengan perlahan!" geramnya, m dan hidungnya berair, darah menetes dari kedua pipinya. akan memotong-motong tubuhmu sebagai persembahan b Malam!" Annabeth bangkit, berdiri dengan goyah. Dia mulai merog isi tasnya, jelas mencari sesuatu yang bisa membantu. Percy ingin memberinya lebih banyak waktu. Annabeth adalah otaknya. Lebih baik Percy yang diserang selagi Annabeth menyiapkan rencana yang brilian. "Enak dipeluk!" teriak Percy. "Empuk, hangat, dan enak dipeluk!" Akhlys mengeluarkan bunyi menggeram dan tercekik, seperti kucing sedang kejang-kejang. "Kematian perlahan!" Akhlys berteriak. "Kematian dari seribu macam racun!" Di sekelilingnya, tanaman racun bermunculan dan menyeruak di mana-mana seperti balon-balon yang ditiup terlalu kuat. Getah hijau-dan-putih menetes keluar, mengumpul jadi

genangan, dan mulai mengaliri tanah menuju Percy. Wanginya yang terlalu kuat membuat kepalanya pusing. "Percy!" Suara Annabeth terdengar begitu jauh. "Eh, hei, Nona Menyenangkan! Ceria! Senyum! Kemarilah!" Tapi perhatian sang dewi derita kini terpusat pada Percy. Percy berusaha kembali mundur. Sayangnya nanah beracun itu kini mengalir di sekelilingnya, membuat tanah mengeluarkan asap than udara terbakar. Percy mendapati dirinya terperangkap di pulau t.mah tak lebih besar dari sebuah perisai. Beberapa meter jauhnya, tas ranselnya berasap dan hancur menjadi sebuah genangan lengket. tak ada jalan keluar untuknya. Percy jatuh bersimpuh dengan satu lutut. Dia ingin menyuruh Annabeth untuk kabur, tapi dia tak bisa bicara. Kerongkongannya sekering dedaunan mati. Seandainya saja ada air di Tartarus, pikirnya —sebuah kolam segar tempat dia bisa menceburkan diri untuk menyembuhkan dirinya, atau mungkin sebuah sungai yang bisa dikendalikannya. Sebotol air mineral saja sudah cukup baginya. "Kau akan menjadi santapan kegelapan yang abadi," ajar Akhlys. "Kau akan mati di tangan Malam!" Setengah sadar, Percy mendengar Annabeth berteriak sambil melemparkan potongan-potongan dendeng drakon ke arah sang dewi. Racun hijau-putih terus menggenang, aliran air menetes dari tanaman-tanaman itu sementara danau mematikan di sekelilingnya terus meluas. Danau, batinnya. Aliran. Air. Mungkin otaknya hanya sedang terbakar akibat menghirup asap beracun hingga dia mengeluarkan tawa serak. Racun adalah cairan. Kalau racun itu bergerak seperti air, pasti sebagiannya air. Percy ingat sebagian pelajaran sains tentang tubuh manusia yang sebagian besar terdiri dari air. Dia ingat mengeluarkan air dari paru-paru Jason saat di Roma .... Jika dia bisa mengendalikan itu, mengapa tidak dengan cairan lain? Itu adalah ide sinting. Poseidon adalah dewa lautan, bukan dewa cairan di segala tempat.

Namun, Tartarus memiliki hukumnya sendiri. Api I diminum. Tanahnya adalah tubuh dari dewa gelap. Udarat asam, dan anak-anak setengah dewa bisa diubah menjadi may mayat berasap. Jadi, mengapa tidak mencoba? Tak ada kerugian yang ter! baginya. Percy menatap tajam ke arah aliran racun yang mengepungt dari segala sisi. Dia berkonsentrasi sangat keras bahwa sesuatu dalam dirinya pecah — seolah sebuah bola kristal hancur berkepit keping di dalam perutnya. Kehangatan menjalarinya. Arus racun terhenti. Uapnya terbang menjauh darinya —kembali pada sang de' Danau racun itu menggulung balik ke arah Akhlys dalam om[ kecil dan menganak sungai. Akhlys menjerit. "Apa ini?" "Racun," ucap Percy. "Itu keahlianmu, bukan?" Percy berdiri, kemarahannya makin memanas di perutn Selagi banjir racun bergulung menuju sang dewi, uapnya mu membuatnya terbatuk. Matanya berair makin parah. Oh, bagus, batin Percy. Lebih banyak air. Percy membayangkan hidung dan tenggorokan Akh dipenuhi dengan air matanya. Akhlys tersedak. "Aku —" Arus racun mencapai kakin] mendesis seperti tetesan air di besi papas. Dia merintih d terhuyung mundur. "Percy!" panggil Annabeth. Annabeth telah mundur ke ujung tebing, walaupun racun tidak mengincarnya. Suaranya terdengar ketakutan. Dibutuhk beberapa saat bagi Percy untuk menyadari Annabeth ketakut terhadap dirinya. "Hentikan ...," pintanya, suaranya parau. Percy tak ingin berhenti. Dia ingin mencekik dewi ini. Dia ingin menyaksikannya tenggelam dalam racunnya sendiri. Dia itigin melihat tepatnya seberapa besar penderitaan yang bisa ,lit anggung sang Derita. "Percy, kumohon ...." wajah .Annabeth masih pucat dan menyerupai mayat, tapi matanya sama seperti biasa. Kecernasan di matanya membuat amarah Percy mereda. Percy berpaling pada sang dewi. Dia menggerakkan racun untuk surut, menciptakan jalur kecil untuk mundur sepanjang tepi jurang.

"Pergi!" teriak Percy. Untuk ukuran ghoul kurus kering, Akhlys bisa berlari cepat jika saja dia menginginkannya. Akhlys berlari sepanjang jalan, terjatuh dengan wajah menghantam tanah, kemudian kembali bangkit, sambil merintih selagi melesat menuju kegelapan. Begitu sosoknya hilang dari pandangan mata, genangan racun tnenguap. Tanaman melayu hingga menjadi debu sebelum buyar diterbangkan angin. Dengan langkah terseok, Annabeth menghampiri Percy. Annabeth terlihat seperti mayat terselubungi asap, tapi wujudnya terasa cukup padat saat dia mencengkeram kedua lengan Percy. "Percy, kumohon jangan pernah lagi ...." Suaranya pecah menjadi isakan. "Ada hal-hal yang tidak semestinya dikendalikan. Kumohon." Kekuatan menggelitik sekujur tubuh Percy, tetapi kemarahan itu telah mereda. Ujung-ujung pecahan kaca di dalam dirinya mulai menghalus. "Ya," sahut Percy. "Ya, baiklah." "Kita harus menjauh dari tebing ini," ujar Annabeth. "Kalau Akhlys membawa kita kemari untuk dijadikan semacam persembahan ...." Percy berusaha berfikir .dia mulai terbiasa bergerak dengan kabut ajal mengelilingi dirinya .dia merasa lebih kukuh,lebih seperti dirinya.namun pikiran nya masih terasa seperti di isi kapas “dia mengatakan sesuatu tentang menjadikan kita santapan bahi malam” ingat percy “ apa maksud itu ?” Suhu udara turun dastis .jurang di hadap mereka terlihat mengembuskan nafas . Percy meaih annabeth dan bergerak mundurr dari tepi jurang selagi sebuah sososk menyeruak dari kekosongan – sebuah bentuk yang begitu luas dan berbayang , hingga percy merasa paham akan konsep gelap untuk pertama kalinya . “aku rasa “ ucap kegelapan , dengan suara mefinim yang sama lembut nya dengan kain lapisan – dalam

peti mati, maksud nya akhlys adalah malam , dengan huruf M besar. Lagi pula aku lah satu satunya.[]