Pemanfaatan Limbah Padat dan Limbah Cair untuk Biogas

36

C. ANALISA OPSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

Opsi yang dapat diberikan sebagai upaya potensi penurunan emisi gas rumah kaca di RPH PT Elders Indonesia, yaitu pemanfaatan limbah padat dan cair untuk biogas, pemanfaatan limbah padat untuk kompos, efisiensi penggunaan lampu, dan efisiensi penggunaan mesin produksi. Berikut adalah analisa mengenai opsi-opsi yang akan diberikan.

1. Pemanfaatan Limbah Padat dan Limbah Cair untuk Biogas

Bisnis pemotongan hewan tidak hanya menghasilkan daging segar sebagai produknya, tetapi juga menghasilkan limbah padat berupa kotoran ternak dan limbah cair yang dapat menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan. Pencemaran ini akan menimbulkan dampak pemanasan global, sehingga perlu dilakukan penurunan dampak dengan memanfaatkan limbah-limbah tersebut sebagai alternatif energi terbarukan. Menurut Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013 yang dikeluarkan Institut Pertanian Bogor 2008 limbah rumah potong hewan akan lebih termanfaatkan jika digunakan sebagai biogas. Abdullah et al 1998 menambahkan keuntungan yang dapat diperoleh dari tekonologi biogas adalah mengurangi ketergantungan energi bahan bakar yang relatif cukup mahal saat ini, mengurangi pencemaran lingkungan, dan menghasilkan produk buangan akhir yang dapat digunakan sebagai pupuk. Limbah padat yang dikeluarkan oleh RPH PT Elders belum termanfaatkan dengan baik. Selama ini limbah padat tersebut tidak termanfaatkan dengan baik. Limbah peternakan yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berupa kotoran ternak, sisa pakan saat pengistirahatan, dan isi rumen. Limbah-limbah tersebut dapat termanfaatkan apabila dijadikan sebagai sumber biogas. Potensi biogas yang dapat dihasilkan RPH adalah sebesar 26,565 – 46,200 m 3 dengan asumsi setiap kali hari pemotongan killing day ada ± 70 ekor sapi yang dipotong. Gambar 23. Reaktor Biogas Kapasitas 17 m 3 Skala Industri Biogas dari kotoran sapi membutuhkan suatu alat agar gas tersebut dapat tebentuk, alat tersebut adalah sebuah digester atau reaktor biogas Lampiran 12. Reaktor yang dikembangkan di Indonesia ada 4 empat tipe, yaitu reaktor tipe kubah fixed dome terbuat dari pasangan batu kali atau batubatabeton, tipe silinder floating drum terbuat dari tongdrumplastic, tipe plastik terbuat dari plastik, dan tipe fiberglass terbuat dari bahan 37 fiberglass Wahyui 2009. Desain reaktor biogas harus disesuaikan dengan banyaknya input yang akan dimasukkan ke dalam reaktor. Hal tersebut dapat diasumsikan dari jumlah ternak sapi yang dikelola.RPH PT Elders Indonesia melakukan pemotongan ternak sapi sebanyak ± 70 ekor sapi per hari killing, sehingga diperlukan reaktor biogas dengan kapasitas 17 m 3 Gambar 23 yang dispesifikasikan untuk skala industri dengan jumlah ternak sapi sebanyak 25 – 50 ekor. Menurut Wahyuni 2009, biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. Bahan-bahan organik untuk proses biogas berasal dari biomassa berupa kotoran hewan, kotoran manusia, limbah pertanian, dan sampah organik rumah tangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas adalah CN rasio 20 – 30, pH 6 – 7, suhu 25 – 35 °C, kandungan total padatan, dan ukuran reaktor biogas. Kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan biogas, karena CN rasio dari kotoran ternak sapi adalah sebesar 24. Menurut Anonim 2010 CN rasio pada suatu biomassa sangat penting dalam produksi biogas, apabila CN rasio terlalu tinggi maka gas yang dihasilkan akan rendah, karena nitrogen dalam biomassa akan lebih cepat dikonsumsi oleh bakteri metanogenik untuk pertumbuhannya dan hanya sedikit karbon yang dihasilkan, sedangkan apabila CN rasio rendah maka nitrogen dalam biomassa akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amoniak NH 4 sehingga pH lebih besar dari 8,5 dan hal tersebut menyebabkan berkurangnya bakteri metanogenik. Berdasarkan perhitungan potensi biogas yang dihasilkan RPH per hari, dapat disubtitusikan ke dalam kebutuhan gas LPG RPH per bulan sehingga emisi GRK yang dikeluarkan dapat diturunkan dan RPH dapat melakukan penghematan dari pemanfaatan tersebut. Menurut Wahyuni 2009, limbah padat peternakan berupa kotoran sapi berpotensi menghasilkan biogas sebesar 0,023-0,040 m 3 per kg kotoran. LPG memiliki kandungan energi sebesar 49,51 MJKg, sedangkan biogas memilki kandungan energi sebesar 35 MJKg dengan konsentrasi gas metana sebanyak 50 - 70 , gas CO 2 30 – 40 , gas H 2 5 – 10 , serta gas- gas lainnya dalam jumlah yang sedikit. Perhitungan penurunan emisi dari pemanfaatan limbah untuk biogas yaitu diasumsikan dari total emisi yang dihasilkan dari penanganan limbah yang dikeluarkan RPH, yaitu 0,5364 ton CH 4 per tahun . Kesetaraan energi biogas terhadap LPG adalah sebesar 70 , sehingga dapat diasumsikan bahwa emisi yang dapat dikurangi dari pemanfaatan ini adalah sebesar 0,37 ton CH 4 per tahun atau setara dengan 8,51 ton CO 2 equivalen. Persentase penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan dari opsi ini adalah sebesar ± 69 dari total perkiraan emisi CH 4 dari penanganan limbah peternakan di RPH PT Elders Indonesia. Biaya yang dikeluarkan RPH untuk kebutuhan gas LPG adalah Rp 1.471.000 per bulannya, dengan asumsi bahwa harga LPG ukuran 50 Kg adalah Rp 367.750 per tabung. Penghematan yang dapat dilakukan dari pemanfaatan limbah menjadi biogas ini adalah sebesar Rp. 1.103.250 – Rp 1.471.000 per bulan atau Rp 13.239.000 – Rp 17.652.000 per tahun. Selain menghasilkan biogas sebagai sumber energi, dalam prosesnya dihasilkan juga pupuk yang berkualitas baik dibandingkan dengan hasil pengomposan biasa. Menurut Wahyuni 2009 keuntungan lain dari pemanfaatan biogas ukuran 17 m 3 adalah by product yang dapat dimanfaatkan kembali berupa sludge padat pupuk kompos dan pupuk cair. Dari kedua by product tersebut akan didapatkan keuntungan jika dijual kembali sebesar Rp 3.145.000. 38

2. Pemanfaatan Limbah Padat untuk Pengomposan