EMISI GAS KARBONDIOKSIDA CO

5 peningkatan suhu di bumi. Selama penelitian tersebut berlangsung, IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 –6,4 °C 2,0 hingga 11,5 °F antara tahun 1990 dan 2100. Gambar 2. Konsentrasi Karbondioksida di Atmosfer 1960-2010 Sumber : http:id.wikipedia.orgwikiPemanasan_global Menurut Hanks 1996 dan Porteous 1992 dalam Suprihatin et al 2008, senyawa CO 2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, senyawa CH 4 berasal dari peternakan, sampah, dan lahan pertanian, senyawa NO x berasal dari kegiatan industri dan penggunaan pupuk, senyawa CFC chloro-fluoro-carbon berasal dari penggunaan AC air conditioning, lemari pendingin, dan busa aerosol, sedangkan senyawa O 3 ozon berasal dari konversi polutan otomobil oleh sinar matahari. Disajikan dalam Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca Senyawa Sumber Kontribusi Relatif terhadap Efek Gas Rumah Kaca dalam persen Hanks 1996 Porteous 1992 CO 2 Pembakaran bahan bakar fosil, penebangan hutan 60 50 CH 4 Sapi, dekomposisi sampah landfill, lahan persawahan 15 20 NOx Industri, pupuk 5 5 mencakup air CFC AC, refrigerator, busa aerosol 12 15 O 3 Konversi polutan otomobil oleh sinar matahari 8 10 Sumber : Hanks 1996 dan Porteous 1992 dalam Suprihatin et al 2008 Murdiyarso et al 1994 menyatakan bahwa gas rumah kaca kedua terbesar yang menyebabkan terjadinya pemanasan global adalah CH 4 , karena metana menyumbang sekitar 15 dari total gas rumah kaca. Menurut Newman 1993 gas metana dapat terbentuk dari selulosa dan hemiselulosa. Prosesnya terjadi dalam 3 tiga tahapan biologis yang terpisah,yaitu: 6 Selulosa → gula glukosa → asetat → CH 4 + CO 2 Selama ini dapat diketahui bahwa produksi metana sebagian besar berasal dari limbah domestic seperti kotoran sapi, sludge, dan pembuangan domestik. Ginting 2007 menambahkan Gas metana terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Menurut Whitman et al 1992 dalam Boone 2000, metana adalah produk penting yang terbentuk dari hasil degradasi bahan organik oleh bakteri di lingkungan seperti tanah tergenang, lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang. Setiap tahunnya ada 350-500 juta ton gas metana yang dihasilkan dari peternakan, penggunaan bahan bakar fosil, gas alam, kultivasi padi, dan lahan tempat pembuangan akhir sampah. Emisi metana merupakan gas emisi yang juga potensial mencemari lingkungan bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas karbodioksida merupakan gas yang paling berpengaruh terhadap pemanasan global, radiasi gas metana lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pemanasan metana terhadap atmosfer meningkat 1 setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi menghasilkan gas metana sebesar 3 dari total gas rumah kaca Tyler dan Ensminger 2006. Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya. Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global Global Warming Potential – GWP yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO 2 dengan nilai 1 satu. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak Sugiyono 2006; Tyler dan Ensminger 2006. CO 2 merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena kontribusinya yang paling tinggi terhadap efek rumah kaca, yaitu sebesar 55 Murdiyarso et al 1994. Setiap gas rumah kaca memiliki GWP berbeda-beda dan dibandingkan dengan besarnya GWP CO 2 . CH 4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi BPPP 2004, Wuebbles et al 2000 dan 23 kali lebih tinggi Venterea 2005 dibandingkan gas CO 2 sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.

D. CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM CDM

Clean Development Mechanism CDM merupakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto sebagai upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan negara berkembang Non-annex I seperti Indonesia dengan bantuan dari negara maju Annex I. CDM merupakan salah satu mekanisme yang ditawarkan dalam Protokol Kyoto yang ditandatangani pada COP III untuk UNFCC United Nation Framework Convention on Climate Change pada tahun 1997, sedangkan yang lainnya adalah International Emission Trading IET dan Joint Implementation JI Anonim 2002. Tujuan dari CDM adalah untuk saling membantu di antara negara para pihak yaitu negara berkembang membantu negara maju dan transisi ekonomi dalam memenuhi target penurunan emisi seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, sedangkan negara maju dan transisi ekonomi membantu negara berkembang dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan Anonim 2002. 7 Secara umum menurut Mudiyarso 2003 CDM merupakan kerangka multilateral yang memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya, sementara itu negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Panjiwibowo et al 2003 menambahkan bahwa CDM, pada dasarnya dibedakan atas kegiatan yang menurunkan emisi GRK pada sumber dan kegiatan yang menyerap GRK dari atmosfer. Kegiatan menurunkan emisi dari sumbernya terfokus pada sektor pemanfaatan energi, sedangkan kegiatan menyerap GRK dari atmosfer dikenal dengan carbon sequestration, kegiatan non-energi seperti kehutanan. Sektor-sektor yang menjadi sumber emisi GRK dan yang termasuk dalam CDM adalah sektor energi, sektor transportasi, sektor industri, sektor komersial dan rumah tangga, sektor persampahan, serta sektor kehutanan Panjiwibowo et al 2003.

E. INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH

KACA Sumber emisi dari sektor industri adalah pemakaian energi, proses produksi yang menghasilkan emisi GRK dan limbah yang mengeluarkan gas CH 4 Wiharja 2010. Industri peternakan merupakan termasuk salah satu sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor yang menjadi sumber emisi GRK. Gas metana dari sektor pertanian merupakan gas terbesar kedua yang mempengaruhi pemanasan global Departemen Pertanian 2007. Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH 4 dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007 Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup 2009 Pada Gambar 3 menunjukan bahwa perkiraan emisi CH 4 yang dihasilkan dari peternakan, khususnya sapi potong, terus meningkat setiap tahunnya. Jika besarnya emisi CH 4 diequivalenkan dengan CO 2 , maka emisi yang dikeluarkan sektor peternakan sapi potong akan menghasilkan emisi yang besar Kementrian Lingkungan Hidup 2009. Menurut penelitian pada tahun 2006 diketahui bahwa 51 emisi GRK berasal dari industri peternakan. Emisi CH 4 dari industri peternakan berasal dari 2 dua aktivitas, yaitu aktivitas pencernaan hewan enteric fermentation dan pengolahan kotoran ternak manure management Departemen Pertanian 2007. Industri peternakan, khususnya rumah potong hewan termasuk industri yang menghasilkan emisi GRK berupa gas CO 2 dari penggunaan energi seperti listrik dan gas CH 4 dari hewan ternak. 100 200 300 400 500 2004 2005 2006 2007 E m is i G RK Ribu T o n CH4 equiv. CO2