38
2. Pemanfaatan Limbah Padat untuk Pengomposan
Penanganan limbah padat yang paling sederhana dari industri peternakan adalah dilakukan pengomposan, yaitu membuat kotoran ternak menjadi kompos. Menurut
Cooperband 2002; Firmansyah 2010, pengomposan adalah proses pelapukan dekomposisi sisa-sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol menjadi bahan-bahan
yang terhumuskan. Proses pengomposan membutuhkan beberapa kondisi terkotrol, salah satunya adalah CN rasio. Nilai CN rasio yang ideal untuk pembuatan kompos adalah sebesar
25-35:1 nilai C sebesar 25-35 dan N sebesar 1. Kotoran ternak merupakan salah satu bahan organik yang dapat dijadikan kompos, dengan memiliki nilai nitrogen yang tinggi yaitu
sebesar 5-25. Limbah padat yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia berupa kotoran ternak, sisa
pakan, dan isi rumen, dapat dimanfaatkan untuk kompos. Namun, kompos yang dibuat dari kotoran ternak saja akan menghasilkan kompos yang kurang baik sehingga perlu ditambahkan
bahan-bahan lain untuk menghasilkan kompos yang baik. Menurut Herdiyantoro 2010 CN rasio yang efektif untuk proses pengomposan adalah 30:1 – 40:1, dengan mikroba pemecah
senyawa C sebagai sumber energi dan senyawa N untuk sintesis protein. Apabila nilai CN rasio terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat. Proses pengomposan yang cocok untuk RPH adalah sistem open windrow. Sistem ini
merupakan sistem pengomposan yang sederhana dan praktis, karena tidak memerlukan tambahan zat kimia dan inokulan mikroba sehingga aman bagi lingkungan. Cara
pengomposannya adalah kotoran ternak ditumpuk dalam barisan yang disusun sejajar dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kompos ini adalah selama 3 – 6 bulan
Herdiyantoro 2010. Sistem pengomposan ini diperuntukan untuk pengomposan dalam skala besar dan ini cocok untuk RPH karena limbah padat yang dihasilkan RPH cukup banyak Pada
pengamatan, 1 satu ekor sapi di RPH PT Elders Indonesia dapat menghasilkan ± 16,5 kg limbah padat kotoran isi rumen.
Menurut Cooperband 2002, pengomposan dari bahan kotoran ternak sapi selama 3 bulan akan mengomposkan 80 material organik dari total kotoran ternak sapi limbah padat
peternakan. Potensi emisi yang dapat diturunkan dari pengolahan limbah padat menjadi kompos, 80 dari 0,527 ton CH
4
per tahun adalah sebanyak 0,423 ton CH
4
per tahun atau setara dengan 9,729 ton CO
2
equivalen per tahun. Persentase potensi penurunan emisi pada RPH adalah sebesar 80,3 dari total perkiraan emisi CH
4
dari penanganan limbah padat peternakan di RPH PT Elders Indonesia.
3. Efisiensi Penggunaan Lampu
Opsi ketiga yang dapat dilakukan RPH dalam penurunan emisi GRK adalah dengan mengefisiensikan penggunaan lampu. Menurut Anonim 2010 1 watt lampu sama dengan
emisi CO
2
sebesar 0,951 g CO
2
per jam. Hal yang perlu diketahui untuk melakukan efisensi penggunaan lampu adalah tingkat iluminasi setiap area yang terdapat di RPH. Tabel 14
menunjukkan tingkat iluminasi dengan satuan lux pada setiap area di RPH PT Elders Indonesia.
39 Tabel 14. Penggunaan Lampu di RPH PT Elders Indonesia
Area Tingkat
Iluminasi Lux
Kebutuhan Cahaya Lux KEPMENKES RI. No.
1405MENKESSKXI02 Keterangan
Kandang 45 - 90,5
20 - 50 Ruang Terbuka
Slaughter Floor 80,2
70 - 150 Boning Room
291 200 - 300
Pekerjaan Kontinyu Packing Room
129,93 200
Pekerjaan Kontinyu Penyimpanan
26 - 56 100
Ruang Penyimpanan Locker Room
42 - 125 20 - 100
Penerangan Minimum Office Room
66 -180 20 - 150
Pencahayaan Umum Kantin
185 50 - 150
Ruang Agak Terbuka Security
77 - 167 50 - 150
Ruang Agak Terbuka Musholla
49 20 - 150
Pencahayaan Umum Lampu Jalan
25 - 109 20 - 50
Ruang Terbuka Keterangan: Pengukuran tingkat iluminasi dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter
Pada Tabel 12 diketahui bahwa ada beberapa area di RPH yang memiliki tingkat iluminasi yang melebihi ketentuan yang ditetapkan Menteri Kesehatan Tahun 2002, sehingga
perlu dilakukan pengurangan. Jumlah unit lampu yang digunakan di RPH PT Elders Indonesia adalah sebanyak 144 unit, dengan 2 dua jenis lampu yang digunakan. Jenis lampu yang
digunakan adalah lampu hemat energi dengan daya 15 watt dan lampu TL dengan daya 18 watt serta 38 watt. Lampu dengan daya 15 watt terpasang sebanyak 44 unit, 18 watt sebanyak
47 unit, dan 38 watt sebanyak 53 unit. Pengurangan lampu berdasarkan jumlah dan besarnya tingkat iluminasi setiap lampu
yang terpasang di seluruh area di RPH. Besarnya tingkat iluminasi setiap lampu dapat dilihat pada denah setiap ruangan di RPH, terdapat pada Lampiran 11a hingga Lampiran 11e.
Berdasarkan pengamatan pada setiap area dapat diketahui pengurangan lampu dapat dilakukan pada bagian-bagian berikut, terlihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Pengurangan Lampu
Area Awal
Akhir Pengurangan
Persiapan Offal 4 x 18 watt
2 x 18 watt 36 watt
Bonning Room 22 x 38 watt
20 x 38 watt 76 watt
Kantin 1 x 38 watt
1 x 18 watt 20 watt
Total Watt 132
Pada Tabel 14 dapat diketahui pengurangan lampu yang dapat dilakukan sebanyak 5 unit dengan pengurangan daya sebesar 132 watt. Emisi yang dapat diturunkan dari
pengurangan lampu ini adalah sebesar 125,53 g CO
2
per jam. Penghematan yang dapat dilakukan RPH adalah sebagai berikut:
40 Biaya Lampu sblm
= 44 x Rp 29.000+47 x Rp 25.000+53 x Rp 25.000 = Rp 3.776.000
Biaya Lampu stlh = 44 x Rp 29.000+46 x Rp 25.000+51 x Rp 25.000
= Rp 3.701.000 Penghematan
= Rp 3.776.000 – Rp 3.701.000 = Rp 75.000
Efisiensi penggunaan lampu tidak hanya dari pengurangan lampu saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan mematikan lampu jika tidak dibutuhkan. Selama melakukan
pengamatan RPH PT Elders Indonesia, ditemukan penggunaan lampu yang tidak efisien. Penggunaan yang tidak efisien merupakan penggunaan lampu pada siang hari pada ruangan
atau area yang mendapatkan cahaya matahari yang cukup, sehingga penggunaan lampu sebenarnya tidak dibutuhkan pada ruangan atau area tersebut. Contoh penggunaan lampu yang
tidak efisien adalah pada ruangan toilet staff, locker room untuk pekerja, dan lampu yang terus menyala pada area kandang yang merupakan area terbuka.
Tabel 16. Penggunaan Lampu diberbagai Kondisi Pada RPH PT Elders Indonesia
Kondisi Jam Kerja Jam
Lampu Unit
Watt. jam
Emisi kg CO
2
Siang Hari 8
93 2620
19,95 Malam Hari
12 43
778 8,88
Lain-lain 24
33 753
17,19
Total 46,02
Asumsi 1 watt = 0,951 g CO
2
per jam Pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa terjadi pemborosan penggunaan lampu di RPH,
yaitu sebanyak 22 unit lampu. 22 unit lampu tersebut menyala selama 24 jam, seharusnya lampu tersebut menyala hanya selama 12 jam. Sehingga pemborosan yang terjadi adalah
sebanyak 555 watt. Jika dilakukan efisiensi penggunaan lampu maka RPH dapat mengurangi emisi sebanyak 6,33 kg CO
2
. Namun, menurut pihak RPH sebanyak 11 unit dari 22 unit lampu tersebut harus menyala selama 24 jam karena alasan keselamatan pegawai saat di
malam hari. Bagian yang paling efektif dalam penggunaan lampu adalah chiller carcass karena penggunaan lampunya dilakukan secara otomatis, yaitu apabila pintu chiller tertutp
dengan sempurna maka lampu akan mati.
4. Efisiensi Mesin Produksi