LATAR BELAKANG Kajian potensi penurunan emisi gas rumah kaca pada rumah potong hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang sedang marak saat ini. Gas rumah kaca adalah penyebab terjadinya pemanasan global yang juga mengakibatkan terjadinya perubahan iklim di muka bumi. Efek rumah kaca terbentuk karena adanya interaksi antara karbon dioksida CO 2 dalam atmosfir yang jumlahnya bertambah oleh radiasi solar. Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki andil dalam perubahan lingkungan. Industri juga merupakan sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dari kegiatan produksinya. Umumnya industri menggunakan bahan bakar minyak untuk melakukan proses produksi, hal tersebut merupakan sumber terbesar dalam peningkatan jumlah CO 2 di atmosfir. Menurut Anonim 2011 yang dipublikasikan dalam website Wikipedia, menyatakan bahwa sektor industri menyumbangkan gas emisi sebesar 16,8 per tahun dan pada tahun 2005, Indonesia merupakan negara keempat terbesar dalam menyumbangkan gas emisi ke udara sebesar 6 per tahunnya dengan gas emisi rumah kaca sebesar 12,9 ton per kapita. Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang meratifikasi Protokol Kyoto pada tahun 1998. Indonesia termasuk dalam salah satu Negara Non-Annex I dalam Protokol Kyoto. Negara Non-Annex I dalam Protokol Kyoto tidak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yang telah ditandatangani dalam Protokol Kyoto akan tetapi negara Non-Annex I perlu melakukan penurunan emisi GRK dengan mekanisme Clean Development Mechanism CDM. Mekanisme ini tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Mekanisme CDM merupakan suatu cara yang dapat diambil oleh negara maju untuk berinvestasi di negara berkembang dalam mencapai target menurunkan emisi GRK. Sementara itu, negara berkembang berkewajiban untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan tujuan utama konvensi. Pengurangan emisi yang disertifikasi Certified Emission Reduction-CER melalui penerapan CDM merupakan sebuah bukti atas bantuan negara maju terhadap negara berkembang dalam upaya penurunan emisi di negaranya. Di negara berkembang, kerjasama ini merupakan sesuatu yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan. Greenhouse Gas Calculation perlu dilakukan di Indonesia, karena adanya komitmen dari Presiden RI pada pertemuan iklim di Kopenhagen tahun 2009 untuk menurunkan tingkat emisi di Indonesia sebanyak 26-41 hingga tahun 2020. Agar komitmen tersebut dapat terwujud, seluruh sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca di Indonesia perlu melakukan upaya penurunan. Inpres No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, juga menyebutkan bahwa himbauan kepada semua instansi pemerintah dan swasta untuk melaksanakan upaya penghematan energi, untuk mengatasi peningkatan masalah krisis energi dunia dan degradasi lingkungan. Gas metan CH 4 dari industri peternakan merupakan salah satu emisi gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Penelitian terbaru mengatakan bahwa industri peternakan ditengarai sebagai sumber emisi gas rumah kaca terbesar di bumi. Peternakan merupakan salah satu sektor yang menghasilkan gas rumah kaca berupa gas CH 4 yaitu ternak yang menghasilkan 18 emisi global. Menurut IPCC 1995 CH 4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca. 2 Pengaruh gas metan dari sektor peternakan terhadap pemanasan global sangat besar sehingga mempengaruhi konsumsi daging sapi di Indonesia. Menurut BPS pada tahun 2008, konsumsi daging sapi di Indonesia semakin menurun hingga 0,8 pada tahun 2008 per kapita per minggu. Pada tahun 2008, dapat dikatakan bahwa setiap penduduk Indonesia mengkonsumsi 0,03 kg daging sapi per bulan atau 0,36 kg daging sapi per tahun. Penurunan konsumsi ini akan menyebabkan turunnya permintaan daging sapi terhadap industri peternakan. Industri peternakan memerlukan strategi bisnis yang tepat sehingga dapat meningkatkan produk dan kinerja lingkungannya secara bersamaan. Eco-efficiency pada industri peternakan merupakan strategi bisnis dalam memproduksi hasil peternakan dengan menggunakan sedikit energi dan menurunkan gas metan dari ternak secara bersamaan.

B. TUJUAN