6 Selulosa
→ gula glukosa → asetat → CH
4
+ CO
2
Selama ini dapat diketahui bahwa produksi metana sebagian besar berasal dari limbah domestic seperti kotoran sapi, sludge, dan pembuangan domestik. Ginting 2007
menambahkan Gas metana terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu,
tidak berwarna dan mudah terbakar. Menurut Whitman et al 1992 dalam Boone 2000, metana adalah produk penting
yang terbentuk dari hasil degradasi bahan organik oleh bakteri di lingkungan seperti tanah tergenang, lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang.
Setiap tahunnya ada 350-500 juta ton gas metana yang dihasilkan dari peternakan, penggunaan bahan bakar fosil, gas alam, kultivasi padi, dan lahan tempat pembuangan akhir
sampah. Emisi metana merupakan gas emisi yang juga potensial mencemari lingkungan
bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas karbodioksida merupakan gas yang paling berpengaruh terhadap pemanasan global, radiasi gas metana lebih tinggi
dibandingkan karbondioksida. Pemanasan metana terhadap atmosfer meningkat 1 setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi menghasilkan gas metana sebesar 3 dari total gas
rumah kaca Tyler dan Ensminger 2006. Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya.
Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global Global Warming Potential –
GWP yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO
2
dengan nilai 1 satu. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak Sugiyono 2006; Tyler dan Ensminger 2006.
CO
2
merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena kontribusinya yang paling tinggi terhadap efek rumah kaca, yaitu sebesar 55 Murdiyarso et al 1994.
Setiap gas rumah kaca memiliki GWP berbeda-beda dan dibandingkan dengan besarnya GWP CO
2
. CH
4
memiliki dampak 21 kali lebih tinggi BPPP 2004, Wuebbles et al 2000 dan 23 kali lebih tinggi Venterea 2005 dibandingkan gas CO
2
sehingga gas ini termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan
global.
D. CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM CDM
Clean Development Mechanism CDM merupakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto sebagai upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan negara
berkembang Non-annex I seperti Indonesia dengan bantuan dari negara maju Annex I. CDM merupakan salah satu mekanisme yang ditawarkan dalam Protokol Kyoto yang
ditandatangani pada COP III untuk UNFCC United Nation Framework Convention on Climate Change pada tahun 1997, sedangkan yang lainnya adalah International Emission
Trading IET dan Joint Implementation JI Anonim 2002. Tujuan dari CDM adalah untuk saling membantu di antara negara para pihak yaitu
negara berkembang membantu negara maju dan transisi ekonomi dalam memenuhi target penurunan emisi seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, sedangkan negara maju dan
transisi ekonomi membantu negara berkembang dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan Anonim 2002.
7 Secara umum menurut Mudiyarso 2003 CDM merupakan kerangka multilateral
yang memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya, sementara itu negara berkembang berkepentingan dalam mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan. Panjiwibowo et al 2003 menambahkan bahwa CDM, pada dasarnya dibedakan atas kegiatan yang menurunkan emisi GRK pada sumber dan
kegiatan yang menyerap GRK dari atmosfer. Kegiatan menurunkan emisi dari sumbernya terfokus pada sektor pemanfaatan energi, sedangkan kegiatan menyerap GRK dari atmosfer
dikenal dengan carbon sequestration, kegiatan non-energi seperti kehutanan. Sektor-sektor yang menjadi sumber emisi GRK dan yang termasuk dalam CDM
adalah sektor energi, sektor transportasi, sektor industri, sektor komersial dan rumah tangga, sektor persampahan, serta sektor kehutanan Panjiwibowo et al 2003.
E. INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH
KACA
Sumber emisi dari sektor industri adalah pemakaian energi, proses produksi yang menghasilkan emisi GRK dan limbah yang mengeluarkan gas CH
4
Wiharja 2010. Industri peternakan merupakan termasuk salah satu sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor
yang menjadi sumber emisi GRK. Gas metana dari sektor pertanian merupakan gas terbesar kedua yang mempengaruhi pemanasan global Departemen Pertanian 2007.
Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH
4
dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007 Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup 2009
Pada Gambar 3 menunjukan bahwa perkiraan emisi CH
4
yang dihasilkan dari peternakan, khususnya sapi potong, terus meningkat setiap tahunnya. Jika besarnya emisi CH
4
diequivalenkan dengan CO
2
, maka emisi yang dikeluarkan sektor peternakan sapi potong akan menghasilkan emisi yang besar Kementrian Lingkungan Hidup 2009.
Menurut penelitian pada tahun 2006 diketahui bahwa 51 emisi GRK berasal dari industri peternakan. Emisi CH
4
dari industri peternakan berasal dari 2 dua aktivitas, yaitu aktivitas pencernaan hewan enteric fermentation dan pengolahan kotoran ternak manure
management Departemen Pertanian 2007. Industri peternakan, khususnya rumah potong hewan termasuk industri yang menghasilkan emisi GRK berupa gas CO
2
dari penggunaan energi seperti listrik dan gas CH
4
dari hewan ternak. 100
200 300
400 500
2004 2005
2006 2007
E m
is i
G RK
Ribu T
o n
CH4 equiv. CO2
8
F. PERHITUNGAN DAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA