Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif seperti Lactobacillus pada fermentasi karbohidrat menggunakan jalur Embden Meyerhof Parnas,
menghasilkan dua molekul asam laktat sebagai produk akhir yang diawali dari penguraian glukosa Girard Bucharles 1992.
Ross et al. 2002 dan Tamime 2002 diacu dalam Vries et al. 2006 mengemukakan bahwa gula yang
ditambahkan pada adonan sosis fermentasi berfungsi untuk mendukung proses fermentasi yang hasil akhirnya adalah asam laktat, memproduksi antimikroba
peptida, exopolisakarida dan metabolit lainnya.
2.10.4 Bumbu
Hui et al. 2001 mengemukakan bahwa bumbu adalah bahan tambahan pangan yang dihasilkan dari tumbuhan untuk memberikan aroma pada produk
tersebut. Ellmore dan Fieldberg 1994 mengatakan bahwa salah satu bumbu yang bersifat sebagai antimikroba adalah bawang putih, karena mengandung senyawa
allisin, yang menghambat pertumbuhan Gram positif dan bakteri Gram negatif. Allisin adalah senyawa enzimatis yang dihasilkan dari aliin sebagai prekusor
melalui produk intermediate asam allylsulfenat. Yang et al. 2004 mengemukakan bahwa bawang bombay merupakan
salah satu tanaman utama di negara Eropa. Bawang bombay mengandung senyawa flavonol quersetin dan derivatnya. Selain itu, menurut Kim et al. 2006
bawang bombay mengandung senyawa fruktooligosakarida dan sulfur yang bersifat sebagai antioksidan. Berdasarkan studi epidemiologi menunjukkan bahwa
mengkonsumsi buah dan sayur yang dipadukan dengan bawang bombay dapat mengurangi penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan kanker.
2.10.5 Nitrit dan Angkak
Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot myoglobin berikatan
dengan natrium oksida NO yang berasal dari nitrit membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas. Selain itu nitrit berfungsi sebagai
penambah citarasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai antioksidan. Penggunaan nitrit pada produk daging dimaksudkan sebagai antimikroba untuk
menghambat pembentukan toksin oleh mikroorganisme Clostridium botulinum Sebranek Bacus 2007.
Penggunaan nitrit pada produk pangan berdampak negatif bagi tubuh. Peters et al. 1994 ; Sebranek dan Bacus 2007 mengemukakan bahwa nitrosamin
yang terbentuk dari nitrit untuk mengawetkan daging menimbulkan kanker. Pada tahun 1990, studi epidemiologi melaporkan bahwa pemakaian nitrit berhubungan
dengan penyakit leukimia dan kanker otak. Nitrit mulai dibatasi penggunaannya sebab berpotensi membentuk
nitrosamin sebagai pemicu karsinogenik Sebranek dan Bacus 2007 menyatakan bahwa kadar sodium nitrit yang diizinkan pada produk daging maksimum adalah
200 ppm. Sedangkan menurut USDA 1995 kadar sodium nitrit atau potassium nitrit yang diijinkan pada produk daging adalah 156 ppm. Menurut Winarno
1997 Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan makanan maksimum 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200
ppm. Pada sosis fermentasi ikan patin dengan memanfaatkan bakteri L. plantarum
1B1 tidak perlu ditambahkan nitrat sebagai pewarna dan pengawet pada sosis. Hal ini didukung oleh Casaburi et al. 2005 yang mengemukakan bahwa bakteri asam
laktat berupa kultur starter yang digunakan pada sosis fermentasi, khususnya bakteri L. plantarum dan Pediococcus acidilactici, tidak dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit. Bakteri yang mampu mereduksi nitrat adalah bakteri coccus seperti Kocuria Micrococcus, Staphylococcus xylosus, S.carnosus dan bakteri lainnya.
Angkak atau beras merah cina adalah salah satu bahan pengawet dan pewarna makanan alami
Menurut Pattanagul et al. 2007 angkak digunakan untuk meningkatkan mutu pada produk daging sebagai pengganti nitrat atau nitrit. Angkak
mengandung pigmen merah monascorubramine dan rubropuntamine yang dihasilkan dari kapang Monascus sp. Kadar optimum penggunaan angkak pada
produk daging adalah 1,6 ww.
, tidak beracun dan aman dikonsumsi dibandingkan
dengan pewarna sintetik. Angkak dapat digunakan sebagai pengganti nitrit pada bahan pangan seperti pada produk sosis, daging asap dan kornet Astawan 2008.