Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan dan Analisis Data

fermentasi ikan patin berupa satu formula bahan selanjutnya dilakukan uji sensori hedonik secara keseluruhan tekstur, warna, aroma dan rasa, untuk memperoleh formula bahan terpilih. Analisis selama penyimpanan suhu ruang dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya disimpan pada suhu ruang selama 16 hari. Selama penyimpanan, dilakukan analisis sensori hedonik, analisis mikrobiologi meliputi TPC, koloni bakteri asam laktat L plantarum 1B1, E. coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., dan kapangkhamir serta analisis kimia pH dan a w Diagram alir sosis fermentasi ikan patin selama penyimpanan suhu ruang disajikan pada Gambar 9. . Hasil sosis fermentasi ikan patin penyimpanan terpilih selanjutnya dilakukan analisis kimia yang meliputi asam amino, asam amino bebas, asam lemak, dan proksimat kadar air, kadar abu, protein, lemak. Gambar 9 Diagram alir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan suhu ruang. Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih Proksimat Analisis Sensori Penyimpanan suhu ruang selama 0, 4, 8, 12 dan 16 hari Sensori hedonik Mikrobiologi pH a w Asam amino Analisis Sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih Asam amino bebas Asam Lemak Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih Proksimat Disteam pada suhu 80 o C, 30 menit Sano et al. 1988

3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis sensori uji rating intensitas dan uji hedonik, analisis mikrobiologi dan analisis kimia.

3.4.1 Analisis sensori

Uji sensori menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk perikanan yang telah mengalami proses pengolahan. Uji sensori yang dilakukan dalam penelitian produk sosis fermentasi ikan patin ini meliputi uji rating intensitas Meilgaard 1999 dan uji hedonik SNI 01-2346-2006. a Uji rating intesitas skala kategori Meilgaard 1999. Uji rating intensitas bertujuan untuk menentukan suatu atribut sensori tertentu yang bervariasi diantara sejumlah contoh jumlah contoh bervariasi dari 3-6 contoh. Panelis diminta menilai intensitas atribut sensori tertentu pada skala kategori dari beberapa contoh produk. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala 5-poin, 7-poin atau 9-poin. Data yang diperoleh dari skala pengukuran kategori merupakan data ordinal. Data tersebut dianalisis dengan menstransfer data kategori ke dalam angka 1 sampai 7 misalnya menggunakan skala 7-poin. Melalui penstransferan, data kategori dapat dianalisis dengan mengasumsikan sebagai data interval, sehingga data dapat dianalisis dengan analysis of varians ANOVA. Panelis yang digunakan pada uji ini adalah panelis terlatih sebanyak 8-12 orang. Panelis diberitahukan terlebih dahulu untuk mengenal format pengujian yang digunakan serta maksud dari skala nilai yang telah ditetapkan Lampiran 1. b Uji hedonik SNI 01-2346-2006 Uji hedonik digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian. Panelis yang digunakan adalah panelis non standar atau panelis yang tidak terlatih sebanyak 30 orang. Penilaian contoh yang diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Jumlah tingkat kesukaan bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian dapat diubah dalam bentuk angka dan selanjutnya dapat dianalisis secara statistik non parametrik dengan Kruskall Wallis, dilanjutkan dengan analisis sidik ragam ANOVA untuk melihat perbedaan pada sampel. Jika berpengaruh nyata dapat dilanjutkan dengan uji Duncan Lampiran 2 3. 3.4.2 Analisis Mikrobiologi a Pengujian kuantitatif total koloni mikroba Total Plate Count Bacteriological Analytical Manual BAM 2009 Media total koloni mikroba TPC yang digunakan adalah Plate Count Agar PCA Lampiran 4. Sampel diambil sebanyak 50 g, dilarutkan dengan 450 mL Butterfield’s phosphate-buffered water KH 2 PO 4 steril. Hasil tersebut sebagai sampel dengan larutan pengenceran 10 -1 . Selanjutnya dipipet secara aseptik sampel larutan pengenceran 10 -1 sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam larutan Butterfield’s phosphate-buffered water 9 mL steril. Hasil tersebut sebagai sampel dengan larutan pengenceran 10 -2 . Metode yang sama dilakukan sampai pada sampel larutan pengenceran 10 -5 . Selanjutnya dari setiap sampel larutan pengenceran, diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan steril secara duplo, kemudian ditambahkan media PCA steril sebanyak 15-20 mL dengan suhu ±45 o C. Selanjutnya cawan tersebut diratakan dengan melakukan gerakan membentuk angka delapan dan didiamkan sampai media pada cawan tersebut menjadi padat. Apabila media pada cawan telah padat, cawan dibalikkan dan diinkubasi pada suhu 37 o kolonimL = rata – rata jumlah koloni x faktor pengenceran C selama 24-48 jam. Selanjutnya dihitung jumlah koloni bakteri. Jumlah koloni bakteri dapat dihitung sebagai berikut: atau g b Pengujian kuantitatif total bakteri asam laktat Bacteriological Analytical Manual BAM 2009 Media tumbuh untuk bakteri asam laktat yang digunakan adalah de Man Rogosa Sharpe MRS Agar Lampiran 5. Sampel sebanyak 50 g dilarutkan dengan 450 mL Butterfield’s phosphate-buffered water KH 2 PO 4 steril untuk mendapatkan sampel dengan larutan pengenceran 10 -1 . Hasil sampel larutan pengenceran 10 -1 , dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan kedalam 9 mL larutan Butterfield’s phosphate-buffered water KH 2 PO 4 steril. Hasil tersebut sebagai sampel larutan dengan pengenceran 10 -2 . Demikian seterusnya dilakukan sampai pada sampel larutan pengenceran 10 -9 . Selanjutnya sampel larutan dari pengenceran yang dikehendaki 10 -6 - 10 -9 diambil sebanyak 1 mL dan diletakkan ke dalam cawan steril dan dituangkan media MRS Agar steril sebanyak 15-20 mL dengan suhu ± 45 o C. Selanjutnya cawan tersebut diratakan dengan melakukan gerakan membentuk angkak delapan. Cawan didiamkan sampai media dalam cawan tersebut menjadi padat. Apabila media pada cawan tersebut sudah padat, cawan dibalikkan dan diinkubasi pada suhu 37 o c Pengujian kualitatif bakteri Escherichia coli Bacteriological Analytical Manual BAM 2009 C selama 24-48 jam. Selanjutnya dihitung total koloni bakteri asam laktat, sama seperti penghitungan pada total koloni mikroba. Uji pendugaan coliform, fecal coliform dan Escherichia coli Sampel sebanyak 50 g dimasukkan ke dalam wadah steril. Selanjutnya ditambahkan 450 mL larutan Butterfield’s phosphate-buffered water steril ke dalam wadah yang berisi sampel, dihomogenkan dengan stomacher selama waktu 2 menit. Sampel larutan tersebut sebagai larutan pengenceran 10 -1 . Larutan pengenceran 10 -1 dipindahkan dengan pipet steril sebanyak 1 mL ke dalam 9 mL larutan Butterfield’s phosphate-buffered water steril untuk memperoleh larutan pengenceran 10 -2 . Metode yang sama dibuat untuk memperoleh larutan pengenceran 10 -3 . Selanjutnya dipipet 1 mL dari setiap larutan pengenceran yang digunakan 10 -1 -10 -3 Uji konfirmasi fecal coliform dan Escherichia coli dengan Most Probable Number MPN ke dalam 3 seri tabung Durham yang berisi 9 mL larutan Lauryl Sulfate Tryptose Broth LSTB steril Lampiran 6 dan diinkubasi pada suhu 35 °C selama 24±2 jam. Apabila setelah 24±2 jam belum terbentuk gas negatif, maka ditambahkan waktu inkubasi 24 jam menjadi 48±2 jam. Apabila tabung tersebut telah terbentuk gas, maka tabung tersebut dinyatakan positif. Sampel dalam tabung yang telah dinyatakan positif uji pendugaan dipindahkan dengan menggunakan jarum inokulasi ke dalam tabung yang telah berisi 9 mL Escherichia Coli Broth ECB steril Lampiran 7 dan diinkubasi pada suhu 45,5 °C selama 24 jam±2 jam. Apabila belum terbentuk gas negatif, maka dapat diinkubasi kembali selama 48 jam±2 jam. Hasil uji dinyatakan positif bila pada tabung tersebut terbentuk gas. Selanjutnya dengan menggunakan tabel MPN Lampiran 8 untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB yang positif sebagai jumlah E.colimL atau E.colig. Fecal coliform dan E.coli yang terdapat dalam sampel tabung diinterpretasikan dengan mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang positif berdasarkan tabel MPN. Kombinasi yang diambil, dimulai dari pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif dan pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif. Uji bakteri Escherichia coli Sampel larutan tabung ECB positif uji konfirmasi diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan steril. Selanjutnya ditambahkan media Levine- Eosin Methylene Blue L-EMB Agar steril sebanyak 15-20 mL Lampiran 9, dan digerakkan membentuk angka delapan agar media dan sampel larutan tersebar merata pada cawan tersebut dan dibiarkan sampai padat. Setelah itu diiinkubasi pada suhu 35 °C selama 18-24 jam. Koloni bakteri E. coli berdiameter 2-3 mm, berwarna hitam atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik kehijauan yang mengkilat pada cawan tersebut. d Pengujian kualitatif bakteri Salmonella sp. Bacteriological Analytical Manual BAM 2009 Pra-pengayaan Sampel sebanyak 25 g secara aseptik dimasukkan ke dalam wadah steril dan ditambahkan sebanyak 225 mL larutan Lactose Broth LB steril Lampiran 10 dan dihomogenkan dengan stomacher selama waktu 2 menit. Hasil larutan berisi sampel tersebut, dipindahkan ke dalam erlenmeyer steril 500 mL dan diinkubasi pada suhu 35 °C selama 24 jam±2 jam. Pengayaan Sampel dari hasil pra-pengayaan tersebut dihomogenkan dan dipindahkan sampel tersebut masing – masing sebanyak 0,1 mL ke dalam media Rappaport- Vassiliadis RV sebanyak 10 mL Lampiran 11 dan 1 mL ke dalam media Tetrathionate TT Broth sebanyak 10 mL Lampiran 12. Selanjutnya sampel dalam masing-masing media tersebut dihomogenkan. Sampel dengan dugaan cemaran bakteri Salmonella sp. tinggi a high microbial load, pada sampel yang berisi media RV diinkubasi pada suhu 42° C ± 0,2 °C selama 24 jam±2 jam dan pada sampel yang berisi media TT Broth diinkubasi pada suhu 43 °C±0,2 °C selama 24 jam±2 jam. Sampel dengan dugaan cemaran bakteri Salmonella sp. rendah low microbial load, sampel yang berisi media RV diinkubasi pada suhu 42 °C±0,2 °C selama 24 jam±2 jam, dan sampel yang berisi media TT Broth diinkubasi pada suhu 35 °C±2,0 °C selama 24 jam±2 jam. Uji bakteri Salmonella sp. Sampel pada media pengayaan RV dan TT Broth dihomogenkan, kemudian sampel dalam media pengayaan TT Broth distreak digores dengan menggunakan jarum inokulasi pada media Bismuth Sulfite BS Agar Lampiran 13, Xylose Lysine Desoxycholate XLD Agar Lampiran 20 dan Hectoen Enteric HE Agar Lampiran 14. Metode tersebut diulangi lagi untuk sampel dalam media pengayaan RV. Selanjutnya media Bismuth Sulfite BS Agar, Xylose Lysine Desoxycholate XLD Agar dan Hectoen Enteric HE Agar yang telah distreak masing – masing dengan sampel dalam media pengayaan RV dan TT Broth, diinkubasi pada suhu 35 °C selama 24 jam ±2 jam. Tipe morfologi koloni bakteri Salmonella sp. Tipe morfologi koloni bakteri Salmonella sp. yaitu sebagai berikut: a koloni bakteri pada cawan media Bismuth Sulfite BS Agar berwarna coklat, keabuan atau kehitaman, terkadang metalik. Di sekitar koloni bakteri berwarna coklat, namun semakin lama waktu inkubasi koloni tersebut akan berubah menjadi warna hitam, hasil tersebut dinamakan halo effect. b koloni bakteri pada cawan media Xylose Lysine Desoxycholate XLD Agar berwarna merah muda dengan atau tanpa bintik hitam. c koloni bakteri pada cawan Hectoen Enteric HE Agar berwarna biru kehijauan, biru dengan atau tanpa titik hitam. Hasil koloni bakteri yang terlihat pada cawan BS agar setelah diinkubasi selama 24 jam±2 jam pada suhu 35 o C, selanjutnya diinokulasi ke media miring Triple Sugar Iron TSI Agar Lampiran 15 dan Lysine Iron Agar LIA Lampiran 16 dengan cara menusuk ke dasar media dan juga digores pada media miring tersebut dan diinkubasi selama 24 jam±2 jam pada suhu 35 °C. Koloni bakteri Salmonella sp. pada media TSI Agar, menghasilkan koloni bakteri berwarna merah reaksi basa pada media miring TSI Agar dan koloni bakteri berwarna kuning pada dasar tabung reaksi asam dengan atau tanpa memproduksi H 2 S bertanda warna kehitaman pada media TSI Agar tersebut. Koloni bakteri Salmonella sp. pada media LIA, menghasilkan warna ungu adanya reaksi basa pada dasar tabung media dan koloni bakteri warna kuning adanya reaksi asam pada dasar tabung media tersebut menandakan terjadi reaksi asam negatif. Beberapa bakteri Salmonella sp. memproduksi H 2 e Pengujian bakteri Staphylococcus sp. Bacteriological Analytical Manual BAM 2009 S pada media LIA. Sampel ditimbang sebanyak 50 g dan dimasukkan dalam wadah steril. Selanjutnya ditambahkan 450 mL Butterfield’s phosphate-buffered water steril dan dihomogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit. Larutan tersebut sebagai pengenceran 10 -1 . Selanjutnya dari larutan pengenceran 10 -1 diambil sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan ke dalam larutan Butterfield’s phosphate-buffered water steril sebanyak 9 mL dan dihomogenkan. Larutan tersebut sebagai larutan dengan pengenceran 10 -2 . Metode yang sama dibuat untuk pengenceran 10 -3 Pengujian dengan media Baird Parker Agar BPA atau sampai pada pengenceran yang dikehendaki. Media yang digunakan pada pengujian ini adalah Baird Parker Agar BPA Lampiran 17. Media BPA sebanyak 58 gr dilarutkan ke dalam aquades 950 mL yang telah ditambahkan egg yolk tellurite emulsion sebanyak 50 mL Lampiran 18 dan dihomogenkan. Selanjutnya larutan tersebut dituang pada cawan steril sebanyak 15-20 mL dan didiamkan sampai media pada cawan tersebut menjadi padat. Diambil 1 mL sampel larutan pengenceran yang diperlukan 10 -1 -10 -3 Larutan sampel yang telah terserap pada cawan tersebut, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ke atas permukaan media padat BPA dan diratakan dengan menggunakan hockey stick. Cawan tersebut didiamkan sampai sampel larutan terserap. o C selama 45-48 jam dengan posisi cawan terbalik. Diseleksi cawan tersebut yang mengandung jumlah koloni bakteri yaitu 20-200 koloni. Untuk koloni bakteri S. aureus memiliki ciri koloni bakteri berbentuk bundar, halus, cembung dengan diameter 2-3 mm di permukaan media, berwarna keabuan sampai hitam pekat, terkadang dengan zona terang off-white di sekelilingnya zona opak dengan atau tanpa zona terang clear zone. f Pengujian kapangkhamir Bacteriological Analytical Manual BAM 2009 Sampel ditimbang sebanyak 50 g dan dimasukkan ke dalam wadah steril kemudian ditambahkan 450 mL larutan Buffer Peptone Water BPW 0,1 steril dan dihomogenkan dengan stomacher selama 2 menit. Homogenat tersebut sebagai sampel dengan larutan pengenceran 10 -1 . Selanjutnya dipipet 1 mL larutan pengenceran 10 -1 dan dimasukkan ke dalam 9 mL Buffer Peptone Water BPW 0,1 steril untuk memperoleh larutan pengenceran 10 -2 . Dengan metode yang sama tersebut, dilakukan untuk memperoleh larutan dengan pengenceran 10 -3 sampai dengan larutan pengenceran 10 -5 Sampel dari larutan pengenceran 10 . -1 -10 -5 dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan steril. Dilakukan secara duplo untuk setiap sampel larutan pengenceran. Selanjutnya ditambahkan media Potato Dextros Agar PDA steril Lampiran 19 yang telah ditambahkan asam tartarat 10 yaitu 12-15 mL yang telah didinginkan suhu 45±1 o C ke dalam masing – masing cawan steril yang sudah berisi sampel larutan pengenceran tersebut. Dilakukan gerakan cawan membentuk angka delapan agar media dalam cawan tersebut tersebar merata. Media dalam cawan tersebut didiamkan sampai padat dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 o

3.4.3 Analisis proksimat

C selama 48 jam±2 jam dengan posisi cawan terbalik. Setelah diinkubasi koloni kapangkhamir dapat dihitung seperti pada penghitungan total koloni mikroba. a Analisis kadar air Association of Official Analitical Chemist AOAC 2005 Analisis kadar air dilakukan menggunakan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven suhu 100-102 o C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu ruang dan ditimbang A. Sampel sebanyak 5 g diletakkan pada cawan tersebut B. Cawan yang berisi sampel dikeringkan ke dalam oven bersuhu 100-102 o Kadar air ditentukan dengan rumus : C selama 6 jam atau untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 1 malam 16 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator sampai beratnya konstan dan ditimbang C. Kadar Air = B – C B – A x 100 Keterangan : A = Bobot cawan kosong B = Bobot cawan + contoh sebelum dikeringkan C = Bobot cawan + contoh sesudah dikeringkan. b Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan pengabuan disiapkan, kemudian dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dalam cawan tersebut, diletakkan ke dalam tanur pengabuan, dibakar sampai diperoleh abu berwarna abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan selama dua tahap; pertama pada suhu sekitar 400 o C dan kedua pada suhu 550 o Kadar abu = C. Selanjutnya sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar abu menggunakan rumus : berat abu g berat sampel g x 100 c Analisis kadar protein AOAC 2005 Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl meliput i tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan dekstruksi yakni sampel 0,1-0,2 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 50 mL dan ditambah sebanyak 2,0 mg K 2 SO 4 , 40 mg HgO dan 10 mL H 2 SO 4 . Kemudian di dekstruksi selama 30 menit hingga larutan berwarna menjadi hijau jernih. Setelah dekstruksi, sampel dibiarkan sampai dingin dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL dan diencerkan dengan aquades hingga batas tera. Selanjutnya dilakukan destilasi yaitu dengan memasukkan sampel tersebut sebanyak 5 mL ke dalam destilator dan ditambahkan 10 mL NaOH 30 sampai berwarna coklat kehitaman, dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 mL yang berisi larutan 5 mL H 3 BO 3 Kadar N dihitung berdasarkan rumus perhitungan kadar protein : dan dititrasi dengan HCl 0,02 N hingga berwarna merah jambu. Larutan blanko untuk koreksi adanya senyawa nitrogen N yang berasal dari regensia yang digunakan dianalisis seperti sampel. kadar protein = 505 x N x V HCl W x 1000 x 14,007 x FK x 100 Keterangan : Faktor 50 = Larutan contoh yang telah didekstruksi diencerkan 50 mL Faktor 5 = Banyaknya larutan contoh yang didestilasi N = Normalitas HCl yang digunakan V = volume HCl yang digunakan W = Berat sampel mg 14,700 = Berat atom Nitrogen FK = Faktor koreksi N-protein untuk ikan = 6,25. d Analisis kadar lemak AOAC 2005 Analisis kadar lemak menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Labu soxhlet kosong dikeringkan dalam oven suhu 105 o C selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang A. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan dalam labu soxhlet B. Selanjutnya kloroform atau petroleum eter sebanyak 150 mL dituangkan ke dalam labu soxhlet berisi sampel dan selanjutnya dimasukkan ke dalam extractor sochlet dan dipasang alat kondesor di atasnya dan labu lemak dibawahnya. untuk di refluks pada suhu 600 o C selama minimum 5 jam sampai pelarut yang kembali turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak di destilasi, setelah itu dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 o Kadar lemak dihitung dengan rumus : C lalu didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang C. kadar lemak = [ C – A B] x 100 Keterangan : A = Bobot labu soxhlet kosong B = Bobot labu soxhlet + sampel sebelum diuapkan C = Bobot labu soxhlet + sampel sesudah diuapkan e Analisis karbohidrat by-difference AOAC 2005 Analisis karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode by difference yaitu dengan mengurangi nilai 100 dengan nilai kadar protein, kadar air, kadar lemak dan kadar abu. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus : Kadar karbohidrat = 100 - abu+lemak+protein+air.

3.4.3 Analisis Kimia a

Analisis pH pH meter Orion 410 A Prinsip analisis pH berdasarkan gabungan elektroda gelas hidrogen sebagai standar polimer dan elektroda kalomel referens, pasangan elektroda ini akan menghasilkan perubahan tegangan 59,1 mVpH unit pada suhu 25 o b Analisis a C. Sampel sebanyak 10 g diencerkan dengan ±100 mL aquades, elektroda dari pH meter dicelupkan ke dalam sampel, nilai yang terbaca kemudian dicatat. Sebelumnya pH meter dikalibrasi dengan buffer 4 dan 7. w Shibaura a w Analisis a meter WA-360 w dilakukan dengan menggunakan a w -meter Shibaura WA-360. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan menggunakan larutan NaCl jenuh pada kertas saring dan diletakkan pada cawan, kemudian nilai a w diset sampai dengan 0,7509. Sampel dipotong dengan ketebalan 0,2 cm dan diletakkan dalam cawan pengukur, setelah ditutup dan dikunci, alat dijalankan sampai menunjukkan tanda completed, nilai a w c Analisis asam amino Modifikasi AOAC 2005, Laboratorium Terpadu IPB dapat dibaca. Tahap sebelumnya yaitu menentukan kadar protein dari sampel dengan metode Kjeldahl. Hasil berupa protein dianalisis pada tahap selanjutnya. Tahap hidrolisis asam amino yaitu 3 mg protein dimasukkan ke dalam ampul dan ditutup kemudian ditambahkan 1 mL HCl 6 N dan dikocok hingga homogen. Sampel larutan tersebut dibekukan dalam es kering aseton, yaitu freeze dryer dihubungkan dengan pompa vakum. Untuk mengeluarkan udara yang ada dalam sampel yang telah dibekukan, yakni dengan cara mengeluarkan penutup ampul dari dalam es kering-aseton. Pada saat sampel larutan dalam ampul mencair, udara yang terlarut dalam sampel larutan akan keluar. Jika gelembung udara terlalu banyak, atau keluar terlalu cepat, dimasukkan kembali ampul yang berisi sampel larutan ke dalam es kering-aseton dan divakum kembali. Cara ini diulangi sampai udara yang ada dalam sampel larutan dapat keluar seluruhnya. Jika masih ada gelembung udara, ditambahkan sebanyak 1 atau 2 tetes n-oktil alkohol sebagai anti bubbling dan ampul tersebut divakum kembali selama 20 menit. Selanjutnya ampul dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 o Tahap pengeringan dilakukan dengan mengeringkan sampel menggunakan freeze dryer dalam keadaan vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin. Sampel larutan yang terdapat dalam labu evaporator, ditambahkan aquades sebanyak 10-20 mL dan dikeringkan dengan freeze dryer. Proses pengeringan ini diulangi sebanyak 2-3 kali. Selanjutnya ditambahkan 5 mL HCl 0,01 N ke dalam sampel larutan yang telah dikeringkan. C selama 24 jam. Kemudian ampul tersebut didinginkan pada suhu ruang telah dihidrolisis dan setelah itu sampel larutan dalam ampul dipindahkan ke labu evaporator 50 mL dan ampul dibilas dengan 2 mL HCl 0,01 N. Cairan hasil bilasan tersebut dimasukkan ke dalam labu evaporator. Tahap derivatisasi yaitu sampel larutan yang telah dihidrolisis dalam 5 mL HCl 0,01 N, disaring dengan kertas milipore. Ditambahkan buffer kalium borat pH 10,4 dengan perbandingan 1:1. Sampel larutan sebanyak 10 µL dimasukkan ke dalam viallabu dan ditambahkan pereaksi OPA sebanyak 25 µL. Selanjutnya dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Sampel larutan diinjeksi ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µ L dan ditunggu selama ±25 menit sampai pemisahan semua asam amino selesai. Perhitungan kadar asam amino dengan menggunakan rumus : Kadar asam amino = d Analisis kualitatif asam amino bebas dengan pereaksi ninhidrin Wang 2006 Uji kualitatif asam amino bebas dengan menggunakan pereaksi ninhidrin untuk menentukan terdapatnya asam amino bebas dalam suatu bahan. Bila bereaksi dengan gugus amino pada asam amino bebas membentuk senyawa berwarna ungu, jika bereaksi dengan prolin dan hidroksiprolin akan berwarna kuning. Pereaksi ninhidrin terdiri dari 0,35 g ninhidrin dalam 100 mL etanol sebanyak 95. Uji kualitatif yaitu sampel ditimbang sebanyak 1 g, ditambahkan aquades sebanyak 2 mL dan dihaluskan. Larutan tersebut disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Larutan supernatan diambil 0,5 mL dan dicampur pelarut ninhidrin sebanyak 0,5 mL, ditempatkan pada tabung reaksi dan selanjutnya di homogenkan. Tabung ditutup rapat dengan parafilm, lalu dipanaskan pada suhu 80-100 o e Analisis kuantitatif asam amino bebas Modifikasi AOAC 2005, Laboratorium Terpadu IPB C selama 4-7 menit sampai berubah warna. Larutan berwarna ungu menunjukkan adanya asam amino bebas. Untuk menguji asam amino bebas secara kuantitatif dapat dilakukan melalui alat High Performance Liquid Chromatogaphy HPLC. Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambahkan 50 mL larutan asam sulfosalisilat 5 dan dikocok sampai homogen dan didiamkan sampai terjadi endapan maksimal. Selanjutnya sampel larutan dipindahkan ke labu 50 mL dan disaring dengan kertas milipore dan ditambahkan buffer kalium borat pH 10,4 dengan perbandingan 1:1. Setelah itu sampel larutan dimasukkan ke dalam labu sebanyak 10 µL dan tambahkan 25 µL pereaksi OPA, didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Sampel larutan diinjeksi ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µL dan ditunggu selama ±25 menit sampai pemisahan semua asam amino bebas selesai. Perhitungan kadar asam amino bebas dengan menggunakan rumus : Kadar asam amino = f Analisis kadar asam lemak AOAC 2005 Analisis kadar asam lemak dengan menggunakan metode kromatogafi gas. Kadar lemak sampel diperoleh dari metode Sokhlet untuk dilakukan analisis kadar asam lemak. Prosedur kadar asam lemak yaitu : Preparasi sampel hidrolisis dan esterifikasi : Kadar lemak sampel ditimbang sebanyak 20-30 mg dan dimasukkan ke dalam tabung bertutup teflon. Selanjutnya ditambahkan 1 mL NaOH 0,5 N- metanol dan dipanaskan dalam tangas air selama 20 menit, suhu 80 o C, selanjtnya diangkat dan dibiarkan hingga dingin. Sampel tersebut ditambahkan 2 mL bourtiflourid-metanol dan dipanaskan pada suhu 80 o C selama 20 menit dan didinginkan. Selanjutnya sampel tersebut ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dalam 1 mL heksan dan dihomogenkan. Lapisan heksan dipindahkan dengan pipet tetes ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 g Na 2 SO 4 2-5 µL dan selanjutnya diinjeksi ke dalam alat kromatografi gas. anhidrat dan didiamkan selama 15 menit. Fase cair dipisahkan dengan cara dipipet lapisan tersebut sebanyak Analisis komponen asam lemak, sebagai Fatty acid Metil Ester FAME : Sampel larutan diinjeksi sebagai FAME masing – masing sebanyak 1 µ L secara terpisah, sehingga diperoleh 2 kromatogram dari sampel dan standar. Selanjutnya dibandingkan waktu retensi standar dan sampel untuk mendapatkan jenis asam lemak. Kadar asam lemak tertentu dihitung menggunakan rumus 1: Asam lemak = x 100 Kadar asam lemak tertentu dihitung menggunakan rumus 2: Asam lemak = 100 – konsentrasi pelarut standar asam lemak Asam lemak = x 100

3.5 Rancangan dan Analisis Data

Percobaan satu faktor adalah percobaan yang dirancang dengan hanya melibatkan satu faktor dengan beberapa taraf sebagai perlakuan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL faktor tunggal atau satu faktor dengan asumsi kondisi unit percobaan relatif homogen. Faktor tunggal adalah perlakuan waktu hari penyimpanan. Variabel yang diamati adalah waktu penyimpanan hari ke-0, ke-4, ke-8, ke-12 dan hari ke-16, yang disimpan pada suhu ruang dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Model rancangan tersebut adalah : Y ij = µ + τ i + ij atau Y ij = µ i + Dimana : i = 1,2,…,t dan j = 1,2,…,r ij Y ij µ = Rataan umum = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j τ i µ = Pengaruh perlakuan ke-i i - µ ij = Pengaruh perlakuan ke-i Hasil uji dilakukan dengan analisis ragam ANOVA. Apabila hasil uji yang dilakukan berbeda nyata dimana jika F hitung F tabel α pada taraf nyata 0,05 Bentuk persamaannya adalah : maka dilakukan uji lanjutan yaitu uji Duncan Matjik Sumertajaya 2006. R p = r αp;dbg atau 1r h = Dimana r αp ; dbg adalah nilai tabel Duncan pada taraf nyata α, jarak peringkat dua perlakuan p dan derajat bebas galat sebesar db g Uji sensori rating intensitas menggunakan Rancangan Blok Acak Lengkap Randomized Complete Block Design dan analisis data menggunakan analisis ragam ANOVA. Apabila data signifikan berbeda nyata dari hasil analisis ragam, dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Test yang dapat menyatakan perbedaan diantara masing – masing perlakuan Meilgaard 1999. Semua data sensori rating intensitas menggunakan progam SPSS 16,0. . Uji sensori hedonik secara keseluruhan tekstur, warna, aroma dan rasa pada penelitian ini menggunakan statistik non parametrik metode Kruskal Wallis SNI 01-2346-2006. Statistik non parametrik metode Kruskal Wallis merupakan alternatif bagi uji F untuk pengujian kesamaan beberapa nilai tengah dalam analisis ragam untuk menghindar dari asumsi bahwa contoh diambil dari populasi normal Walpole 1995. Hasil data dilanjutkan dengan menggunakan Multiple Comparison untuk data analisis ragam ANOVA. Jika hasil data diperoleh signifikan berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Test. Semua data sensori hedonik diolah secara statistik menggunakan program SPSS 16.0.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi kultur bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yaitu untuk mendapatkan jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan menggunakan formula bahan A 1 , A 2 dan A 3

4.1.1 Kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum

yang bertujuan untuk mendapatkan satu formula bahan sosis fermentasi ikan patin terpilih serta preparasi ikan patin untuk memperoleh nilai proksimat dari fillet ikan patin. Kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 dalam bentuk kultur kerja yang terdapat dalam media susu skim steril 10, selanjutnya ditumbuhkan pada media de Man Rogosa Sharpe MRS Agar, hal ini untuk mengetahui jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yang memenuhi syarat sebagai kultur starter yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan Quebec Colony Counter pada metode tuang pour plate berdasarkan pengenceran yang dikehendaki Lampiran 10. Hasil jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 berupa kultur starter yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,45 x 10 10 CFUmL, yang berasal dari larutan pengenceran 10 -8 Hasil penelitian Ishibashi dan Shimamura 1993 dan Rebucci et al. 2007 dilaporkan bahwa jumlah bakteri asam laktat sebagai kultur starter dari genus Lactobacillus, Pediococcus, Leuconostoc dan Carnobacterium dapat digunakan pada produk pangan yaitu pada jumlah koloni bakteri 10 CFUmL. 7 CFUmL. Adams dan Moss 2008 dan Arief et al. 2008 menyatakan bahwa bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai kultur starter adalah 10 7 -10 8 Pengendalian bakteri patogen pada produk pangan dapat dilakukan melalui teknologi fermentasi dan aplikasi kultur starter bakteri tertentu, selain penggunaan pangan berbahan baku daging yang masih segar serta dengan proses penanganan yang higienis Hammes et al. 2003. CFUmL.

4.1.2 Pembuatan Sosis Fermentasi Ikan Patin dengan Formula Bahan A

1 , A 2 dan A Sosis fermentasi ikan patin dengan formula bahan A 3 1 , A 2 dan A 3 a Nilai sensori rating intensitas selanjutnya dilakukan uji sensori yang terdiri dari uji rating intensitas dan hedonik untuk menentukan formula bahan terpilih. Bahan tambahan utama yang digunakan adalah bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 pada produk fermentasi berbahan baku ikan patin dengan tujuan untuk menghasilkan produk fermentasi ikan patin yang menyerupai produk fermentasi daging lainnya dari segi sensori yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa dan mikrobiologi. Analisis sensori pada sosis fermentasi ikan patin diawali dengan uji rating intensitas sebagai uji pembedaan. Hal ini untuk menentukan formula terpilih dari ketiga formula bahan yang berbeda A 1 , A 2 , A 3 meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa. Hasil uji sensori rating intensitas untuk memperoleh formula terpilih ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10 Histogram nilai sensori rating intensitas sosis fermentasi ikan patin. Formula A 1, Formula A 2, Formula A 3. 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Tekstur Warna Aroma Rasa N il ai r ati n g in te n si tas Parameter sensori rating intensitas Sosis fermentasi ikan patin formula bahan A 1 mempunyai nilai warna dan rasa tertinggi 4,33. Formula bahan A 2 mempunyai nilai aroma tertinggi 4,08 dan formula bahan A 3 memiliki nilai tekstur tertinggi 3,25 Gambar 10. Formula bahan A 1 dipilih untuk pembuatan sosis fermentasi pada tahap penelitian lanjutan. Hasil penilaian sensori rating intensitas dari ketiga formula bahan A 1 , A 2 , A 3 Tekstur meliputi tekstur, aroma, warna dan rasa adalah sebagai berikut: Nilai tekstur sosis fermentasi ikan patin formula bahan A 1 , A 2 dan A 3 berkisar 2,75-3,25 dengan atribut sensori agak kenyal dan agak padat Gambar 10. Penggunaan komponen bahan formula yang berpengaruh pada tekstur adalah tepung tapioka, Isolate Soy Protein ISP, karagenan dan susu skim. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formula bahan A 1 , A 2 dan A 3 Nilai tekstur tertinggi terdapat pada formula A tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur sosis fermentasi ikan patin. Hal ini disebabkan sosis dengan ketiga bahan formula tersebut memiliki nilai rating intensitas tekstur yang tidak jauh berbeda. 3 yaitu sosis fermentasi ikan patin dengan menggunakan ISP 0,2, sedangkan pada formula A 1 tidak menggunakan ISP namun menggunakan karagenan 2. ISP berfungsi sebagai bahan untuk mengikat air dan lemak serta pengemulsi Zhang et al. 2010. Ayadi et al. 2009 mengemukakan bahwa karagenan berfungsi sebagai bahan pengikat air dan pembentuk gel. Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahap penelitian selanjutnya dipilih formula A 1 dengan penambahan karagenan 2, dan penambahan ISP 0,2 formula A 3 Komponen bahan yang juga berpengaruh pada tekstur sosis fermentasi ikan patin adalah pemakaian tepung tapioka dan susu skim. Formula bahan A yang akan berfungsi untuk memperbaiki tekstur. 1 dan A 2 ditambahkan 10 tepung tapioka, sedangkan pada formula bahan A 3 penambahan tepung tapioka 12,5. Formula bahan A 1 dipilih dengan penambahan tepung tapioka 10 sebab lebih ekonomis. Penggunaan tepung tapioka pada sosis berfungsi untuk mengikat air. Menurut William et al. 2006 fungsi tepung tapioka yaitu sebagai pengikat air yang akan mempengaruhi pembentukan tekstur pada produk. Susu skim yang digunakan pada formula bahan A 1 dan A 3 sebanyak 5 dan pada formula bahan A 2 sebanyak 7,5. Tekstur sosis fermentasi ikan patin formula bahan A 1 , A 2 dan A 3 tidak berbeda nyata, sehingga dipilih formula A 1 dengan penambahan susu skim 5 lebih ekonomis. Susu skim sebagai komponen bahan yang digunakan pada sosis fermentasi ikan patin juga bertujuan untuk membantu dalam proses pembentukan gel oleh karagenan. Susu skim akan menyumbang ion Ca 2+ yang dibutuhkan karagenan untuk pembentukan gel. Menurut Chaplin 2007 yang menyatakan bahwa kappa dan iota karagenan memiliki kemampuan untuk pembentukan gel dengan adanya ion kation seperti Kalium K + dan Kalsium Ca 2+ Pencampuran adonan pada sosis fermentasi ikan patin ditambahkan es batu. Hui et al. 2001 mengemukakan bahwa es batu berfungsi untuk menurunkan suhu selama proses cuttering pencacahan, memperbaiki sifat fluiditas emulsi sehingga mudah diisikan ke dalam selongsong serta mempengaruhi tekstur dan kekuatan produk akhir. . Warna Nilai warna sosis fermentasi ikan patin tertinggi 4,33 terdapat pada sosis formula bahan A 1 . Sedangkan nilai terendah 3,42 yaitu sosis formula bahan A 3 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan angkak pada ketiga formula bahan A Gambar 10. Hal ini disebabkan penggunaan konsentrasi angkak yang berbeda pada ketiga formula tersebut. Semakin banyak angkak yang ditambahkan pada sosis, maka semakin merah warna sosis fermentasi ikan patin tersebut. 1 , A 2 dan A 3 berpengaruh nyata terhadap warna sosis fermentasi ikan patin. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa warna sosis fermentasi ikan patin formula bahan A 1 tidak berbeda nyata dengan formula bahan A 2 . Namun formula bahan A 1 dan A 2 berbeda nyata dengan formula bahan A 3 Lampiran 4. Berdasarkan hal tersebut, formula bahan A 1 Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shehata et al. 1998 diacu dalam Pattanagul et al. 2007 dilaporkan bahwa angkak telah digunakan sebagai pewarna alami pada sosis segar di negara Mesir. Produk ini disukai dengan penggunaan angkak sebanyak 0,5, digunakan pada reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin pada tahap selanjutnya. konsumen sebab menghasilkan warna pada sosis tersebut. Pattanagul et al. 2007 mengemukakan bahwa pemakaian angkak yang mengandung pigmen merah monascorubramine dan rubropuntamine digunakan pada sosis fermentasi untuk meningkatkan warna sebagai pengganti nitrat atau nitrit. Kadar optimum penggunaan angkak pada produk daging adalah 1,6 ww. Aroma Nilai aroma tertinggi pada sosis fermentasi ikan patin adalah formula bahan A 2 4,08 dan terendah pada formula bahan A 3 3,83 Gambar 10, dengan atribut sensori rating intensitas adalah normal aroma asap. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga perlakuan formula bahan A 1 , A 2 dan A 3 tidak berpengaruh nyata terhadap aroma sosis fermentasi ikan patin. Hal ini disebabkan penggunaan bumbu dan proses pengasapan yang sama dilakukan pada ketiga formula bahan sosis tersebut A 1 , A 2 , A 3 Komponen bahan yang ditambahkan pada ketiga formula bahan A sehingga memberikan nilai sensori rating intensitas yang tidak jauh berbeda. 1 , A 2 dan A 3 Aroma yang terdapat pada sosis fermentasi ikan patin salah satunya juga berasal dari proses pengasapan yang dilakukan. Bahan asap yang ditambahkan berupa serbuk gergaji, sabut dan tempurung kelapa dengan jumlah dan waktu pengasapan yang sama yaitu selama 3 hari masing-masing 3 jam per hari. Menurut Ellis 2001 salah satu yang menyebabkan aroma asap pada produk pangan yang diasap yaitu terbentuknya senyawa fenol berupa syringol. berupa bumbu bawang putih, bawang bombay dan lada. Hal tersebut dilakukan selain sebagai pemberi citarasa pada produk sosis fermentasi ikan patin juga sebagai pemberi aroma. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Hui et al. 2001 bahwa penggunaan bumbu pada produk pangan bertujuan untuk memberikan aroma pada produk pangan tersebut. Rasa Sosis fermentasi ikan patin dengan nilai tertinggi yaitu formula A 1 bahan 4,33 dan nilai terendah pada formula bahan A 3 3,23 Gambar 10. Produk tersebut memperlihatkan atribut sensori rating intensitas yaitu asam dan agak asam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga perlakuan formula bahan A 1 , A 2 dan A 3 tidak berpengaruh nyata terhadap rasa sosis fermentasi ikan patin. Hal ini disebabkan penambahan kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum dengan jumlah yang sama pada ketiga formula A 1 , A 2 dan A 3 Rasa sosis fermentasi ikan patin selain dipengaruhi penambahan bakteri asam laktat L. plantarum, juga dipengaruhi oleh pemakaian komponen bahan lain seperti garam, gula, minyak nabati, bawang putih, bawang bombay dan lada halus. Bumbu berupa lada halus, bawang putih dan bawang bombay berkontribusi terhadap rasa yang berperan terhadap sensori produk pangan yang meliputi rasa manis, asam, pahit, asin dan umami. yaitu sebanyak 10 mL. Setelah melalui proses fermentasi akan menghasilkan rasa asam yang relatif sama. Hasil ini didukung oleh Zhang et al. 2010 yang mengemukakan bahwa penggunaan bakteri asam laktat tidak akan menyebabkan perbedaan yang signifikan dari atribut sensori secara keseluruhan termasuk rasa. Fungsi garam selain penghasil citarasa pada produk pangan juga mengawetkan produk olahan daging dan juga sebagai bahan pengikat salah satunya pada produk sosis Suryanto 2009. Menurut Nakai dan Modler 2000 fungsi garam dalam pembuatan sosis salah satunya adalah memberikan citarasa asin pada produk. Sosis fermentasi ikan patin dengan rasa yang asam salah satunya disebabkan hasil fermentasi oleh bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yang memanfaatkan gula sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Zhang et al. 2010 menyatakan bahwa gula ditambahkan dalam pembuatan sosis fermentasi agar dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat tertentu untuk menghasilkan asam laktat. Menurut Brown 2009 gula yang ditambahkan ke dalam produk olahan pangan, turut memberikan rasa pada produk tersebut. Penambahan minyak nabati berupa minyak jagung pada produk pangan salah satunya sebagai pemberi citarasa enak Winarno 2008. Bumbu berupa lada putih turut memberikan rasa pada produk pangan disebabkan mengandung senyawa piperine dan chavicine, pada bawang putih dan bombay mengandung senyawa diallysulfide Lewis 1984 diacu dalam Brown 2009. Rasa pada produk tersebut selain disebabkan oleh penambahan komponen bahan pangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen bahan. Produk pangan dapat terdeteksi rasa apabila pangan tersebut larut dalam air liur dan berhubungan dengan mikrovilus dan impuls untuk diteruskan ke pusat susunan syaraf Winarno 2008. b Nilai sensori hedonik Sosis fermentasi ikan patin dengan formula A 1 , A 2 dan A 3 selanjutnya dilakukan uji hedonik untuk menentukan formula bahan terpilih berdasarkan kesukaan secara keseluruhan yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa. Hasil nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin dari formula A 1 , A 2 , A 3 disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula A 1 , A 2 dan A 3 Sosis fermentasi ikan patin formula bahan A 1 dan A 3 memiliki nilai sensori hedonik yang sama 5 dengan atribut agak suka. Sedangkan pada formula bahan A 2 memiliki nilai sensori hedonik yang rendah 4 dibandingkan dengan formula bahan A 1 dan A 3 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga formula A dengan atribut sensori hedonik netral Gambar 11. 1 , A 2 dan A 3 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin secara keseluruhan yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa. Penambahan komponen bahan yang sama yaitu bumbu, bakteri asam laktat L. plantarum serta 1 2 3 4 5 6 A1 A2 A3 Ni lai he do ni k Formula bahan asap dan proses pengasapan yang sama pada ketiga formula A 1 , A 2 , A 3 Pada Gambar 11 formula bahan sosis fermentasi ikan patin yang dilakukan untuk reformulasi bahan adalah formula bahan A , menyebabkan rasa dan aroma sosis fermentasi ikan patin relatif sama. 1 dan A 3 Reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin berdasarkan penelitian pendahuluan dari formula bahan. Reformulasi bahan yang dilakukan adalah tepung tapioka formula A . Hal ini berdasarkan formula bahan penyusun yang mempengaruhi sensori yaitu meliputi tekstur, warna, aroma, rasa dan kesukaan, sehingga dilakukan kombinasi bahan penyusun pada kedua formula bahan sosis tersebut untuk menghasilkan satu formula bahan terpilih melalui reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin. 3 , ISP formula A 3 , karagenan formula A 1 dan angkak formula A 1 Nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin berkisar antara agak suka dan netral 4-5, sesuai standar persyaratan mutu sosis daging SNI 01-3820-1995. Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 adalah memiliki atribut sensori hedonik normal netral. .

4.2 Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan meliputi pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan reformulasi bahan dari formula bahan A 1 , A 2 dan A 3 , analisis penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada suhu ruang yang meliputi analisis sensori hedonik, mikrobiologi total koloni mikroba Total Plate Count TPC, bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, bakteri E. coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp.,kapangkhamir, kimia pH dan a w

4.2.1 Pembuatan Sosis Fermentasi Ikan Patin dengan Reformulasi Formula Bahan A

. Analisis kimia asam amino, asam amino bebas dan asam lemak sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih. 1 , A 2 dan A Reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin berdasarkan penelitian pendahuluan dari formula bahan A 3 1 , A 2 dan A 3 . Reformulasi bahan yang dilakukan adalah tepung tapioka formula A 3 , ISP formula A 3 , karagenan formula A 1 dan angkak formula A 1 . Reformulasi bahan tersebut kemudian diuji sensori hedonik untuk menghasilkan formula terpilih. Nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih berkisar antara 5,57-4,63 dengan atribut sensori hedonik agak suka dan netral Gambar 12. Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 adalah atribut normal netral. Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih dengan atribut agak suka-netral telah memenuhi syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 Lampiran 40.

4.2.2 Karakteristik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih

Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya dianalisis secara proksimat. Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi Proksimat Fillet ikan patin Sosis sebelum fermentasi Sosis sesudah fermentasi Kadar air 82,4 63,4 59,5 K. abu 1,2 1,4 1,7 K.lemak 0,65 2 0,8 K. protein 14,8 13,1 16,3 Karbohidrat 0,95 20,1 21,7 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 Tekstur Warna Aroma Rasa Ni lai he do ni k Parameter hedonik formula terbaik Kadar air dan kadar lemak pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih mengalami penurunan setelah proses fermentasi Tabel 7. Hal ini disebabkan selama fermentasi, terjadi perubahan fisik, biokimia dan mikrobiologi termasuk terjadinya degradasi lemak dan dehidrasi. Hamm et al. 2008 mengemukakan bahwa fermentasi pada daging akan menyebabkan terjadi perubahan secara fisik, biokimia dan mikrobiologi yang menghasilkan karakteristik fungsional pada produk fermentasi. Perubahan tersebut termasuk degradasi protein, lemak dan dehidrasi. Proses ini terutama disebabkan oleh endogeneous dan aktivitas enzim dari mikroba. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 adalah kadar air maksimum 67,0 , kadar abu 3,0 , kadar protein 13,0 , dan kadar karbohidrat 8,0 . Berdasarkan pernyataan tersebut, kadar zat gizi pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi, telah memenuhi syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995.

4.2.3 Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan suhu ruang

Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya disimpan pada suhu ruang dan dianalisis dengan sensori hedonik, mikrobiologi dan kimia. Hal ini untuk mendapatkan sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih berdasarkan sensori hedonik dengan nilai tertinggi yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa, dari analisis mikrobiologi meliputi total bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 dengan jumlah koloni bakteri tertinggi. Selain itu untuk mengetahui adanya penghambatan pada bakteri E.coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp. dan keberadaan kapangkhamir selama waktu penyimpanan oleh bakteri asam laktat L. plantarum. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui waktu penyimpanan sosis fermentasi ikan patin yang masih dapat dikonsumsi selama penyimpanan suhu ruang dan masih memenuhi syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995. a Sensori hedonik Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya disimpan selama 16 hari pada suhu ruang. Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin