LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar kerja uji rating intensitas sosis fermentasi ikan patin
Nama :
Tanggal :
UJI RATING INTENSITAS SKALA KATEGORI
Sampel : Sosis fermentasi salami ikan patin
Instruksi :
Lakukan pengamatan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan. Berikan penilaian anda terhadap intensitas dari masing – masing intensitas dengan cara
memberikan tanda cek V terhadap intensitas pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh. Setelah selesai menilai, netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicipi
contoh berikutnya dan lakukan penilaian terhadap kriteria. Demikian seterusnya hingga contoh berakhir.
Kriteria : TEKSTUR TEKSTUR Kode
Intensitas : 476
127 398
Amat sangat kenyal dan padat Sangat kenyal dan padat
Lebih kenyal dan padat Kenyal normal dan padat
Agak kenyal dan agak padat Agak tidak kenyal dan agak tidak padat
Tidak kenyal dan tidak padat
Kriteria : WARNA Kode
Intensitas : 476
127 398
Amat sangat merah Sangat merah
Lebih merah Merah normal
Agak merah Antara agak merah dan agak putih
Putih
Kriteria : AROMA ASAP Kode
Intensitas : 476
127 398
Amat sangat tajam aroma asap Sangat tajam aroma asap
Lebih tajam aroma asap Tajam normal aroma asap
Agak tajam aroma asap Agak tidak tajam aroma asap
Tidak tajam aroma asap
Kriteria : RASA Kode
Intensitas : 476
127 398
Amat sangat asam Sangat asam
Lebih asam Asam normal
Agak asam Agak tidak asam
Tidak asam
Lampiran 2. Lembar kerja uji hedonik sosis fermentasi ikan patin secara keseluruhan
Nama :
Tanggal :
UJI HEDONIK KESUKAAN
Sampel : Sosis fermentasi ikan patin
Instruksi : 1.
Dihadapan anda terdapat 3 contoh sosis fermentasi ikan. Lakukan pencicipan contoh secara satu persatu, dan masing – masing pencicipan contoh netralkan
mulut anda dengan air minum yang tersedia. 2.
Nilailah kesukaan anda terhadap masing – masing contoh secara overall dengan memberikan tanda cek V pada kolom kesukaan yang telah tersedia.
Kriteria kesukaan Kode
476 127
398
Sangat suka Suka
Agak suka Netral
Agak tidak suka Tidak suka
Sangat tidak suka Komentar :
……………………………………………………………………………… …………
……………………………………………………………………………… ……………………...
Lampiran 3. Lembar kerja uji hedonik meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa sosis fermentasi ikan patin
UJI HEDONIK KESUKAAN
Nama :
Tanggal : Sampel
: Sosis fermentasi ikan patin Instruksi
: 1.
Dihadapan anda terdapat sosis fermentasi ikan patin. Lakukan pencicipan pada sosis tersebut, dan setelah pencicipan netralkan mulut anda dengan air minum
yang tersedia. 2.
Nilailah kesukaan anda dengan memberikan tanda cek
√ pada kolom kesukaan
yang telah tersedia.
Spesifikasi Nilai
Kode 852 Tekstur
Warna Aroma
Rasa
Sangat suka 7
Suka 6
Agak suka 5
Netral 4
Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
Komentar : ………………………………………………………………………………………
… ………………………………………………………………………………………
……………...
Lampiran 4. Hasil analisis ragam rating intesitas warna dan uji lanjut Duncan sosis fermentasi ikan patin
Jumlah kuadrat Db
Rata-rata F
Sig. Antara kelompok
5.389 2
2.694 4.806
.015 kelompok
18.500 33
.561 Total
23.889 35
Hasil uji lanjut Duncan Formula
N Subset untuk alfa = 0.05
1 2
formula A
3
12 3,42
formula A
2
12 4.08
Formula A
1
12 4.33
Sig. 1,000
Lampiran 5. Hasil analisis ragam hedonik tekstur sosis fermentasi ikan patin terpilih selama penyimpanan 16 hari suhu ruang dan uji lanjut
Duncan
Jumlah kuadrat db Rata-rata
F Sig.
Antara kelompok 104.834
4 26.209
25.152 .000
Kelompok 177.143
170 1.042
Total 281.977
174
Hasil lanjut uji Duncan Sampel
N Subset untuk alfa = 0.05
1 2
3 4
4 35
4.03 5
35 4.43
3 35
4.91 2
35 5.46
1 35
6.23 Sig.
.103 1.000
1.000 1.000
Lampiran 6. Hasil analisis ragam uji hedonik warna sosis fermentasi ikan patin terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu ruang dan uji Lanjut
Duncan Jumlah kuadrat
db Rata-rata
F Sig.
Antara kelompok 112.834
4 28.209
22.712 .000
Kelompok 211.143
170 1.242
Total 323.977
174
Hasil uji lanjut Duncan Sampel
N Subset untuk alfa = 0.05
1 2
3 Duncan
a
12 35
4.00 16
35 4.29
8 35
4.89 4
35 5.63
35 6.14
Sig. .285
1.000 .055
Lampiran 7. Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin
terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu ruang dan uji lanjut Duncan
Jumlah kuadrat db Rata-rata
F Sig.
Antara kelompok 32.720
4 8.180
3.448 .010 Kelompok
403.314 170
2.372 Total
436.034 174
Hasil lanjut uji Duncan N
Subset untuk alfa = 0.05 Sampel
1 2
Duncan
a
12 35
3.94 35
4.00 8
35 4.14
4 35
4.60 4.60
16 35
5.09 Sig.
.105 .189
Lampiran 8. Hasil analisis ragam bakteri asam laktat L. plantarum sosis fermentasi ikan patin terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu
ruang dan uji lanjut Duncan Jumlah kuadrat
db Rata-rata
F Sig.
Antara kelompok 1.548E18
4 3.870E17
7.217 .005
Kelompok 5.362E17
10 5.362E16
Total 2.084E18
14
Hasil uji lanjut Duncan Hari
N Subset untuk alfa = 0.05
1 2
hari simpan 12 3
5.3960E7 hari simpan 16
3 1.2807E8
hari simpan 0 3
1.7867E8 hari simpan 8
3 6.1667E8
hari simpan 4 3
8.8000E8 Sig.
.543 .194
Lampiran 9. Hasil analisis ragam kapang khamir sosis fermentasi ikan patin terpilih selama penyimpanan 16 hari suhu ruang dan uji
lanjut Duncan
Jumlah kuadrat db Rata-rata
F Sig.
Antara kelompok 9.972E13
4 2.493E13
30.415 .000
Kelompok 8.196E12
10 8.196E11
Total 1.079E14
14
Hasil uji lanjut Duncan Hari
N Subset untuk alfa = 0.05
1 2
hari simpan 12 3
.0000 hari simpan 16
3 .0000
hari simpan 0 3
7.1000E5 hari simpan 8
3 1.3100E6
hari simpan 4 3
6.8333E6 Sig.
.129 1.000
Lampiran 10. Kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum pada pembuatan sosis fermentasi ikan patin
Faktor pengenceran Jumlah koloni
Rata-rata CFUmL 10
-
10
7 -
10
7
10
-8 -
10
8 -
10
9 -
9
TBUD TBUD
247 43
64 92
-
1,45 x 10
10
7,8 x 10
10
Lampiran 11. Tabel komposisi media Plate Count Agar PCA Komposisi media
Gram g Triptone
Yeast extract Dekstrosa
Agar Air destilasi
5 2.5
1 15
1 L
Lampiran 12. Tabel komposisi media de Man Rogosa Sharpe MRS Agar Komposisi media
Gram g Peptone
Beef extract Yeast extract
K
2
HPO Ammonium sitrat
4
Glukosa Sodium asetat 3 H
2
MgS0
4
7 H
2
MnS0
4
4 H
2
Agar Air destilasi
10 10
5 2
2 2
20 0.58
0.28 15
1 L
Lampiran 13. Tabel komposisi media de Man Rogosa Sharpe MRS Broth
Komposisi media Gram g
Peptone Beef extract
Yeast extract D-Glukosa
Di-potassium hidrogen fosfat Tween 80
Di-ammonium hidrogen sitrat Sodium asetat
Magnesium sulfat Manganese sulfat
Air destilasi 10
10 5
20 2
1 2
5
0.2 0.04
1 L
Lampiran 14. Tabel komposisi media Lauryl Sulfate Tryptose Broth LSTB Komposisi media
Gram g Tryptose
Laktosa Sodium klorida
Sodium lauryl sulfat Di-potassium fosfat
Potassium dihidrogen fosfat Air destilasi
20 5
5 0.1
2.75 2.75
1 L
Lampiran 15. Komposisi media Escherichia Coli Broth ECB Komposisi media
Gram g Trypticase, tryptose atau peptone dari kasein
Bile salts mixture Laktosa
K
2
HPO
4
KH di-potassium hidrogen fosfat
2
PO
4
NaCl atau sodium klorida potassium dihidrogen fosfat
Air destilasi 20
1.5 5
4.0 1.5
5 1 L
Lampiran 16. Komposisi media Levine-Eosin Methylene Blue L-EMB Agar
Komposisi media Gram g
Peptone Laktosa
K
2
HPO
4
Agar di-potassium hydrogen fosfat
Eosin, yellowish Methylene blue
Air destilasi 10
10 2
15 0.4
0.065 1 L
Lampiran 17. Tabel komposisi media Lactose Broth LB Komposisi media
Gram g Beef extract
Peptone Laktosa
Air destilasi 3
5 5
1 L
Lampiran 18. Tabel komposisi media Rappaport-Vassiliadis RV Komposisi media
Gram g Komposisi Broth :
Triptone NaCl
KH
2
PO
4
Air destilasi 5
8 1.6
1 L Larutan Magnesium chlorida:
MgCl
2
.6H
2
Air destilasi 400
1 L Larutan Malachite green oxalate:
Malachite green oxalate Air destilasi
0.4 100 mL
Lampiran 19. Tabel komposisi media Tetrathionate TT Broth Komposisi media
Gram g Polypeptone
Bile salts Kalsium karbonat
Sodium tiosulfat.5H
2
Air destilasi 5
1 10
30 1 L
Lampiran 20. Tabel komposisi media Bismuth Sulfite BS Agar Komposisi media
Gram g Beef extract
Peptone Dekstrosa
Di-sodium fosfat atau Na
2
HPO
4
Ferrous sulfat atau FeSO
4
Bismuth sulfit indikator Brilliant green
Agar Air destilasi
5 10
5 4
0.3 8
0.025 20
1 L
Lampiran 21. Tabel komposisi media Xylose Lysine Desoxycholate XLD Agar
Komposisi media Gram g
Yeast extract L-lisin
Xylosa Laktosa
Sakarosa atau Sukrosa Sodium desoxycholate
Ferric ammonium sitrat Sodium thiosulfat
Sodium klorida Agar
Fenol red Air destilasi
3 5
3.75 7.5
7.5 2.5
0.8 6.8
5 15
0.08 1 L
Lampiran 22. Tabel komposisi media Hectoen Enteric HE Agar Komposisi media
Gram g Peptone
Yeast extract Bile salts No.3
Laktosa Sukrosa
Salisin NaCl
Sodium tiosulfat Ferric ammonium sitrat
Bromthymol blue Acid fuchsin
Agar Air destilasi
12 3
9 12
12 2
5 5
1.5 0.065
0.1 14
1 L
Lampiran 23. Tabel komposisi media Triple Sugar Iron TSI Agar Komposisi media
Gram g Beef extract
Yeast extract Peptone
Proteose Glukosa
Laktosa Sukrosa
FeSO
4
NaCl Na
2
S
2 3
Fenol red Agar
Air destilasi 3
3 15
5 1
10 10
0.2 5
0.3 0.024
12 1 L
Lampiran 24. Tabel komposisi media Lysine Iron Agar LIA Komposisi media
Gram g Gelysate atau peptone
Yeast extract Glukosa
L-lisin hydroklorida Ferric ammonium sitrat
Bromcresol purple Agar
Air destilasi 5
3 1
10 0.5
0.02 15
1 L
Lampiran 25. Komposisi media Baird Parker Agar BPA Komposisi media
Gram g Tryptone
Beef extract Yeast extract
Sodium piruvat Glisin
Litium klorida.6H
2
Agar 10
5 1
10 12
5 20
Lampiran 26. Komposisi Egg-yolk Tellurite Emulsion 20 steril Komposisi media
Gram g Egg-yolk steril
NaCl Potassium telurit
Air destilasi 200
4.25 2.1
ditepatkan sampai 1000 mL
Lampiran 27. Komposisi media Potato Dextros Agar PDA Komposisi media
Gram g Potato infuse
Dekstrosa Agar
Air destilasi 200
20 20
1 L
Lampiran 28. Tabel Most Porpable Number MPN KombinasiJumlah tabung yang positif
1 : 10 1 : 100
1 : 1000 APM g atau mL
3 1
3 1
3 1
4 1
1 7
1 1
7 1
1 1
11 1
2 11
2 9
2 1
14 2
1 15
2 1
1 20
2 2
21 2
2 1
28 3
23 3
1 39
3 2
64 3
1 43
3 1
1 75
3 1
2 120
3 2
93 3
2 1
150 3
2 2
210 3
3 240
3 3
1 460
3 3
2 1000
3 3
3 2400
Lampiran 29. Hasil analisis ragam uji pH sosis fermentasi ikan patin terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu ruang dan uji
lanjut Duncan Jumlah kuadrat db
Rata-rata F
Sig. Antara kelompok
10.242 4
2.561 239.311 .000
Kelompok .107
10 .011
Total 10.349
14
Hasil uji lanjut Duncan Waktu
N Subset untuk alfa = 0.05
1 2
3 4
5 8
3 3.69
4 3
3.93 12
3 4.48
16 3
4.70 3
6.06 Sig.
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000
Lampiran 30. Hasil analisis ragam a
w
terpilih selama 16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan sosis fermentasi ikan patin
Jumlah kuadrat db
Rata-rata F
Sig. Antara
kelompok .016
4 .004
1502.110 .000
Kelompok .000
10 .000
Total .016
14
Hasil uji lanjut Duncan Subset untuk alfa = 0.05
Waktu N
1 2
3 4
5 12
3 .7990
16 3
.8370 8
3 .8700
4 3
.8767 3
.8913 Sig.
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000
Lampiran 31. Hasil total koloni mikroba TPC, Bakteri Asam Laktat BAL dan kapangkhamir selama 16 hari penyimpanan pada sosis
fermentasi ikan patin formula terpilih
Perlakuan ulangan TPC
CFUg BAL
CFUg KapangKhamir
CFUg 1
140000000 171000000
2 135000000
186000000 3
162000000 179000000
4 1
139000000 1050000000
4 2
224000000 1160000000
4 3
212000000 430000000
8 1
200000000 870000000
7100000 8
2 186000000
630000000 8300000
8 3
96000000 350000000
5100000 12
1 137000000
2480000 860000
12 2
128000000 24400000
750000 12
3 143000000
135000000 520000
16 1
109000000 13200000
690000 16
2 90000000
11000000 540000
16 3
87000000 360000000
2700000 Lampiran 32. Rata – rata hasil total koloni mikroba TPC, bakteri asam laktat
BAL dan kapangkhamir selama 16 hari penyimpanan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Perlakuan TPC
rata - rata BAL
rata -rata Kapangkhamir
rata-rata 145666666.7
178666666.7 4
181500000 880000000
8 160666666.7
616666666.7 6833333.333
12 136000000
53960000 710000
16 95333333.33
128066666.7 1310000
Lampiran 33. Histogram standar asam amino sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Lampiran 34. Histogram sampel asam amino sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Lampiran 35. Tabel area standar dan sampel asam amino sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Asam amino Berat Molekul
Time Area Standar
Area Sampel
As. aspartat 133,1
3,188 1421379
100299 As. glutamat
147,2 4,415
1376498 236105
Serin 105,0
5,643 1205643
58813 Glisin
75 6,922
1405011 162025
Histidin 155,1
8,408 1325561
38802 Arginin
174,2 9,855
1342877 25732
Threonin 119,1
11,027 1533122
73734 Alanin
89,0 12,115
1231308 134377
Prolin 115,1
13,35 1404606
58282 Tirosin
181,1 14,707
1405861 28170
Valin 117,1
15,793 1557139
92116 Metionin
149,2 17,137
1223154 71440
Sistin 120,1
18,515 1493818
40123 Isoleusin
131,1 20,097
1402847 65439
Leusin 131,1
21,773 1598206
161363 Phenol
165,1 23,293
1588880 44183
Lisin 146,1
24,522 1637795
117835 Perhitungan kadar asam amino dengan menggunakan rumus :
Kadar asam amino = Contoh perhitungan kadar asam amino as.aspartat :
Kadar asam amino as.aspartat :
= = 0,36
Lampiran 36. Histogram standar asam lemak sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Lampiran 36. Histogram sampel asam lemak linoleat sosis fermentasi ikan patin
A
b
Lampiran 37. Histogram sampel asam lemak sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Lampiran 38. Contoh perhitungan asam lemak linoleat sosis fermentasi ikan patin terpilih
Kadar asam lemak tertentu dihitung menggunakan rumus 2: Asam lemak = 100 – konsentrasi pelarut standar asam lemak
Asam lemak = x 100
Contoh asam lemak linoleat : Asam lemak
= 100-86,7722 = 11,5112 Asam lemak linoleat
= x 100
Asam lemak linoleat = 28,96
Lampiran 39. Tabel standar dan berat molekul asam amino bebas sosis fermentasi ikan patin formula terpilih
Lampiran 40. Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 No
Kriteria Uji Satuan
Persyaratan 1
Keadaan : 1.1
Bau -
Normal 1.2
Rasa -
Normal 1.3
Warna -
Normal 1.4
Tekstur -
Bulat panjang 2
Air bb
Maks 67,0 3
Abu bb
Maks 3,0 4
Protein bb
Min 13,0 5
Lemak bb
Maks 25,0 6
Karbohidrat bb
Maks 8 7
Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
7.1 Pewarna
7.1 Pengawet
8 Cemaran logam :
mgkg 8.1
Timbal Pb mgkg Maks 2,0
8.2 Tembaga Cu
mgkg Maks 20,0 8.3
Seng Zn mgkg Maks 40,0
8.4 Timah Sn
mgkg Maks 40,0 8.5
Raksa Hg mgkg Maks 0,03
9 Cemaran arsen As
mgkg Maks 0,1 10
Cemaran mikroba : 10.1 Angka total lempeng
kolonig Maks 10
5
10.2 Bakteri pembentuk koli APMg Maks 10
10.3 Escherichia coli APMg 3
10.4 Enterococci kolonig 10
2
10.5 Clostridium perfringens - Negatif
10.6 Salmonella - Negatif
10.7 Staphilococcus aureus kolonig Maks 10
2
Sumber : BSN 1995
Lampiran 41. Pertumbuhan bakteri E.coli pada media LSTB, ECB dan L-EMB Agar
a
LSTB b ECB
c L-EMB Agar, pengenceran 10
-1
d L-EMB Agar, pengenceran 10
-2
Lampiran 42. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp. pada media BPA
a Pengenceran 10-1
b Pengenceran 10
-2
Lampiran 43. Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media XLD Agar, BS Agar dan HE Agar negatif
Lampiran 44. Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media TSI Agar dan LIA negatif
a TSI Agar
b LIA
ABSTRACT
Rita Marsuci Harmain. Application of Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 on the fermented sausage of Catfish Pangasius sp.. Supervised by Linawati
Hardjito and Winarti Zahiruddin.
Catfish Pangasius sp. is a potential commodity for local and export market. Fermented sausage provides health benefit, aroma specific and highly
flavor product. This study aimed to produce fermented sausage of catfish Pangasius sp.. The experiment applied storage period as a treatment. It was done
by completely randomized design with single factor. The results of intensity rating sensory test was analyzed by Randomized Complete Block Design, and hedonic
test by non parametric Kruskall Wallis method. The result showed the best formulation to produce fermented sausage was the addition of carageenan of 2,
Soy Isolate Protein of 0,1, angkak of 0,5, tapioca flour of 1,25 and Lactic Acid Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 of 10 mL at OD 600 nm of 1,5.
Storage periode effected the sensory hedonic value and total microorganisms, the number of lactic acid bacteria, Escherichia coli, Salmonella sp.,
Staphylococcus sp., yeastmould, pH and water activity. The product that was storaged for four days was the best interm of lactic acid bacteria and hedonic
sensory value. Fermentation process influenced on amino acid, free amino acid, fatty acid content. Those compound resulted aromatic and flavor enhancement.
Keywords: Catfish, sausage fermented, sensory, functional food, flavor
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara bahari memiliki luas lahan untuk akuakultur sebesar 28,5 juta hektar. Salah satu komoditas akuakultur di Indonesia adalah ikan
patin Pangasius sp., dengan produksi pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton KKP 2011. Menurut Hutagalung 2009 ikan patin merupakan komoditas yang
prospektif untuk dikembangkan dan berpotensi sebagai komoditas ekspor. Ikan patin sebagai sumber pangan berprotein juga mengandung asam amino,
asam lemak, vitamin dan mineral, dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Namun produk yang diolah dalam bentuk segar berbahan baku ikan, mudah mengalami
pembusukan perishable food. Salah satu teknologi pengolahan yang dilakukan adalah mengubah daging yang mudah rusak menjadi produk yang memiliki masa
simpan yang lebih lama dari produk olahan daging segar biasa, lebih aman dan menghasilkan karakteristik sensori yang khas, yaitu melalui produk fermentasi
daging. Sosis fermentasi berupa daging mentah yang dimasukkan ke dalam casing,
ditambahkan kultur starter bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus dan Pediococcus, serta dilakukan proses fermentasi dan pematangan Leroy et al.
2006. Produk sosis fermentasi ini dikenal dengan nama dry sausage atau semi dry sausage yang biasanya terdapat di Italia, Jerman, Perancis, Spanyol,
Netherland dan Scandinavia dan jarang ditemukan di pasaran Indonesia. Umumnya jenis yang dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar fresh
sausage tanpa melalui proses fermentasi, terbuat dari olahan daging sapi dan ayam Anonim 2007.
Sosis fermentasi yang memanfaatkan bakteri asam laktat digunakan untuk menghasilkan produk yang dapat meningkatkan keamanan pangan. Rantsiou et al.
2005 mengemukakan bahwa bakteri asam laktat yang terdapat pada sosis fermentasi, berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi dalam meningkatkan
keamanan pangan pada produk tersebut. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat salah satunya memproduksi senyawa antimikroba berupa bacteriocin. Khan et al.
2010 mengemukakan bahwa bacteriocin berperan untuk mengawetkan daging
dan sayuran disebabkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusukan makanan.
Produk sosis fermentasi salah satunya menggunakan bahan Nitrat Poelken Salts NPS. Norman 1988 diacu dalam Husni et al. 2007 mengatakan bahwa
penggunaan NPS pada produk sosis fermentasi dapat bersifat sebagai pengawet, pewarna sosis dan mencegah pertumbuhan mikroba. Namun penggunaan NPS ini
bila berikatan dengan asam amino dan amida yang terdapat pada protein daging, dapat membentuk nitrosamin yaitu senyawa yang bersifat toksis.
Penggunaan nitrat dan nitrit pada makanan mulai dibatasi sejak diperoleh senyawa N-nitrosamin pada tahun 1950, dimana senyawa tersebut terbentuk dari
reaksi nitrit dengan senyawa amin sekunder, khususnya pada pH rendah yang bersifat karsinogenik Adams Moss 2008. Hal ini didukung oleh Peters et al.
1994 dan Pattanagul et al. 2007 yang mengemukakan bahwa sejak tahun 1970 penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pewarna dan pengawet mulai dibatasi. Hal ini
berkaitan dengan timbulnya penyakit leukemia dan kanker otak yang berdasarkan studi epidemiologi pada tahun 1990 akibat penggunaan makanan yang
mengandung nitrit yang menjadi konsumsi harian. Angkak atau beras merah cina adalah pewarna pada makanan sebagai
pengganti nitrit. Pattanagul et al. 2007 melaporkan bahwa angkak adalah produk hasil fermentasi kapang Monascus spp, yang digunakan sebagai pewarna alami
yang digunakan pada ikan, keju cina, anggur merah dan sosis. Kapang Monascus spp menghasilkan pigmen merah monascorubramine C
23
H
27
NO
4
dan rubropuntamine C
21
H
23
NO
4
Peranan bakteri asam laktat bagi kesehatan manusia mulai diteliti sejak tahun 1908, oleh ilmuwan Rusia peraih nobel Ellie Metchnikoff. Dia mengaitkan
antara kesehatan dan umur panjang orang Bulgaria dengan kebiasaan mengkonsumsi susu fermentasi yang berisi mikroorganisme penghasil asam laktat
Nuraida 2008. Bakteri asam laktat yang digunakan pada produk fermentasi ikan patin berupa kultur starter. Bakteri asam laktat dapat digunakan sebagai kultur
. Sosis fermentasi ikan patin pada penelitian ini menggunakan pewarna alami angkak yang diharapkan menghasilkan warna sosis
yang dapat diterima konsumen dan aman untuk dikonsumsi.
starter apabila telah mencapai jumlah koloni bakteri 10
7
-10
8
Pembuatan produk olahan sosis fermentasi ikan patin perlu dilakukan dengan aplikasi bakteri asam laktat dari spesies Lactobacillus plantarum sebagai
salah satu diversifikasi produk berbahan baku ikan. CFUmL Ishibashi
Shimamura 1993 ; Rebucci et al. 2007 ; Adams Moss 2008.
1.2 Perumusan Masalah
Konsumsi ikan nasional di Indonesia tahun 2009 yaitu 30,17 kgperkapita. Hal ini belum memenuhi target konsumsi ikan menurut pola pangan harapan yaitu
31,40 kgperkapita KKP 2010. Diversifikasi pangan berbahan baku ikan perlu dilakukan untuk memenuhi target tersebut.
Produk diversifikasi pangan salah satunya adalah produk olahan sosis fermentasi ikan patin. Produk sosis yang berkembang saat ini lebih didominasi
oleh produk sosis berbahan baku ayam dan sapi. Selain itu, sosis segar yang dikonsumsi di pasaran umumnya menggunakan nitrit atau NPS sebagai pengawet
dan penstabil warna yang berpengaruh negatif pada kesehatan. Coughlin 2006 menyatakan bahwa menurut International Agency for Research on Cancer
IARC, penggunaan nitrat atau nitrit yang menghasilkan nitrosasi endogen endogenous nitrosation dapat bersifat karsinogenik pada manusia. Berdasarkan
hal tersebut, maka pada sosis fermentasi berbahan baku ikan patin ini digunakan pewarna alami berupa angkak, sehingga dihasilkan sosis yang bermanfaat bagi
kesehatan dan aman dikonsumsi. Bakteri asam laktat paling banyak diaplikasikan pada produk yoghurt,
daging, sereal dan produk nabati. Namun fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat pada produk olahan ikan dalam bentuk sosis, masih belum banyak
dikenal di masyarakat. Sampai saat ini produk fermentasi berbahan baku ikan yang dikenal di masyarakat adalah terasi, kecap ikan, ikan peda dan bekasam.
Penelitian produk olahan sosis fermentasi ikan patin dengan penambahan bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 perlu dilakukan, mengingat produk tersebut
merupakan satu produk diversifikasi berbahan baku ikan yang bermanfaat bagi kesehatan dengan ditunjang komponen bahan tambahan alami dan aman untuk
dikonsumsi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan patin formula terpilih.
Tujuan khusus penelitian ini adalah : Mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan
patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori rating intensitas dan hedonik ; melakukan analisis sensori hedonik kesukaan, analisis mikrobiologi
total koloni mikroba Total Plate Count, bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, Escherichia coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., kapangkhamir dan analisis
kimia pH dan a
w
1.4 Manfaat Penelitian
dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama waktu penyimpanan ; menganalisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam
lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.
Memberikan informasi produk olahan fermentasi hasil perikanan berupa sosis fermentasi ikan patin sebagai salah satu produk diversifikasi.
1.5 Hipotesis
a Formula berpengaruh terhadap sensori rating intensitas dan hedonik sosis
fermentasi ikan patin. b
Lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik tekstur, warna, aroma dan rasa, mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin
formula terpilih. c
Fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin waktu penyimpanan
terpilih.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin Pangasius sp.
Ikan patin memiliki bentuk tubuh memanjang dengan dominan warna putih berkilauan seperti perak dan punggung berwarna kebiru – biruan. Panjang tubuh
ikan patin dewasa dapat mencapai 120 cm dan tidak bersisik. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala sebelah bawah. Pada sudut mulut terdapat
dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai alat peraba saat berenang ataupun mencari makan Khairuman Sudenda 2009.
Klasifikasi ikan patin menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia Phyllum
: Chordata Sub Phyllum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp.
Ikan patin di alam bebas biasanya selalu bersembunyi di dalam liang – liang di tepi sungai dan keluar pada malam hari sesuai dengan sifat hidupnya yang
nocturnal. Ikan patin tergolong ikan demersal yang dibuktikan dengan bentuk mulut yang melebar dan termasuk omnivora Khairuman Sudenda 2009.
Morfologi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Morfologi ikan patin Pangasius sp. http:images.google.co.id
.
Komposisi kimia ikan bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim penangkapan, kondisi ikan dan habitat. Komposisi kimia ikan patin
per 100 g daging ikan yaitu terdiri dari air sebanyak 74,4 , protein 17, lemak 6,6 dan abu 0,9. Dilihat dari kandungan komposisi protein dan lemaknya,
ikan patin tergolong ikan berprotein tinggi dan berlemak sedang KEMENKES RI 2001. Bobot ikan patin yang disiangi sebesar 79,7 dari bobot awal dan berat
fillet sekitar 61,7 dari bobot ikan patin Khairuman Sudenda 2009.
2.2 Protein dan Asam Amino Pada Ikan
Protein pada daging ikan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu protein sarkoplasma, protein myofibril dan protein stroma. Protein myofibril adalah
protein yang terdapat pada benang daging myofibril dan myofilamen. Protein ini termasuk tipe protein globulin, seperti myosin, aktin dan tropomyosin, dan
berperan penting pada kontraksi dan relaksasi daging ikan. Xiong 1997. Park 2005 mengemukakan bahwa protein myofibril sangat berperan dalam
penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah. Menurut Samejima et al. 1981 myosin memiliki kemampuan mempengaruhi gelasi akibat
pemanasan. Sano et al. 1988 mengatakan bahwa ada dua tahap gelasi myosin selama pemanasan yaitu tahap pertama terjadi pada suhu 4-41
o
C dan tahap kedua terjadi pada suhu 51-80
o
Pada daging lumat dilakukan pencucian yang merupakan tahap penting untuk menghilangkan protein larut air yakni protein sarkoplasma yang dapat
mempengaruhi kemampuan pembentukan gel. Protein sarkoplasma akan menganggu cross-linking myosin selama pembentukan matriks gel sebab protein
ini tidak dapat membentuk gel dan memiliki kapasitas pengikatan yang rendah Hall Ahmad 1992.
C.
Daging lumat yang telah mengalami proses pencucian dinamakan surimi. Menurut Lanier 1992 surimi adalah hancuran daging ikan yang dicuci berulang
kali dan dicampur dengan cryoprotectant untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku. Surimi memiliki tekstur, gel dan sifat pengikat
yang baik. Surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan disebut dengan na-ma surimi.
Mutu surimi yang berasal dari ikan air tawar lebih baik daripada surimi yang berasal dari ikan laut. Hal ini disebabkan kandungan daging berwarna gelap
di dalam ikan laut lebih banyak. Daging ikan yang berwarna gelap sangat rentan kestabilan mutunya karena tingginya kandungan histidin yang dengan cepat dapat
berubah menjadi histamin setelah ikan mati. Selain itu di dalam daging berwarna gelap banyak terdapat hemoglobin dan myoglobin yang dapat mempengaruhi
kualitas mutu surimi yang dihasilkan Suzuki 1981. Protein pada daging ikan cukup tinggi yakni mencapai 20 dan tersusun
atas sejumlah asam amino esensial maupun non esensial Adawyah 2008. Asam amino esensial terdiri dari leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin,
treonin, lisin dan histidin. Sedangkan asam amino tidak esensial yakni glutamat, alanin, aspartat dan glutamin. Asam amino non esensial tidak bersyarat yaitu
prolin, serin, arginin, tirosin, sistein, trionin dan glisin. Dikatakan asam amino esensial tidak bersyarat karena asam amino ini diperlukan dalam makanan sehari
– hari, kecuali bila prekusornya berada dalam jumlah banyak dalam tubuh sehingga memungkinkan sintesisnya pada saat dibutuhkan Almatsier 2006.
Komposisi asam amino pada beberapa ikan tawar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar
Asam amino C. angulliaris
mgg O. niloticus
mgg P. hypothalamus
mgg Alanin
24,8 30,8
8,8 Arginin
47,8 49,5
2,6 Asam Aspartat
70,4 60,1
11,3 Asam Glutamat
118 108
16,1 Glisin
31,1 25,9
7 Histidin
11,8 21,4
3,1 Isoleusin
25,8 29,8
4,6 Leusin
64,7 60,0
5,3 Lisin
50,2 43,2
4,9 Metionin
23,4 24,0
3 Fenilalanin
38,7 40,6
3,6 Prolin
24,5 24,5
4,5 Serin
19,2 21,8
4,1 Treonin
Valin Tirosin
Sistein Triptofan
20,8 28,0
24,6 7,3
- 22,8
21,9 32,1
9,5
- 8,8
5,5 3,2
1,5
Sumber : : Adeyeye 2009 : Suryanti 2009
2.3 Asam Amino Bebas
Asam amino bebas memproduksi senyawa volatil yang berperan dalam karakteristik flavor pada dry sausage. Toldra 2006 mengemukakan bahwa
selama proses ripening, aktivitas enzim endopeptidase catepcin terlibat dalam pemecahan sarkoplasma dan protein myofibril, sedangkan exopeptidase di dan
tri-peptidyl peptidase, amino peptidase melakukan degradasi protein yang umumnya menghasilkan peptida dan asam amino bebas. Cordoba et al. 1994
dan Martuscelli et al. 2009 mengatakan bahwa dari sudut pandang sensori, asam amino bebas berpengaruh terhadap rasa produk daging yang telah matang, sebab
senyawa tersebut bertindak sebagai prekusor yang berkontribusi terhadap pembentukan rasa asam, manis dan pahit.
Martuscelli et al. 2009 mengatakan bahwa asam amino bebas utama yang merupakan hasil dari proses curing diantaranya adalah alanin, leusin, valin,
arginin, lisin, glutamin dan asam aspartat. Nilai asam amino bebas tergantung pada aktivitas aminopeptidase dan tipe dari produk daging. Senyawa ini tidak
hanya langsung berhubungan dengan atribut karakteristik flavor dan rasa pada produk daging, tetapi juga sebagai prekusor flavor yang terlarut dalam air.
2.4 Asam Lemak
Asam lemak adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Bersamaan dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan
merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak bisa berbentuk bebas lemak yang terhidrolisis maupun terikat sebagai gliserida.
Asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh memiliki ikatan tunggal di antara atom karbon penyusunnya,
sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom karbon penyusunnya
http:id.wikipedia.orgwikiasam lemak .
Asam stearat atau asam oktadekanoat adalah asam lemak jenuh yang terdapat dalam lemak dan minyak dari hewan. dengan rumus kimia C
18
H
36
O
2
, mudah diperoleh dari lemak hewani. Asam stearat diproses dengan
memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini dapat pula diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Reduksi asam stearat
menghasilkan stearil alkohol http:id.wikipedia.orgwikiasam_stearat
. Asam
palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon CH
3
CH
2 14
COOH. Asam palmitat merupakan produk awal dalam proses biosintesis asam lemak
http:id.wikipedia.orgwikiasam_palmitat .
Asam lemak oleat tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10, rumus kimia CH
3
CH
2 7
CHCHCH
2 7
COOH, dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari proses pengubahan
minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses hidrolisa. Asam Oleat dapat juga dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang
diperoleh dari hidrolisis lemak. Asam oleat mudah terhidrogenisasi, bersifat hidrolisis dan memiliki aroma yang khas. Sedangkan asam linoleat adalah asam
lemak tak jenuh omega-6. secara fisiologis disebut 18:2 n-6. Secara kimiawi asam linoleat adalah asam yang berantai karbon 18 pada rantai karbon dan 2 cis
ikatan rangkap. Rumus Kimia Asam Linoleat : C
18
H
32
O
2
http:id.wikipedia.orgwikiasam_lemak .
Mikroba yang terdapat pada bahan pangan berlemak termasuk jenis mikroba non patogen. Bahan pangan yang mengalami perubahan dengan menghasilkan
citarasa tidak enak, disebabkan mikroba tersebut menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, seperti senyawa indol,
skatol, hydrogen sulfit, metilamin dan ammonia. Selain itu pada bahan pangan tersebut juga dapat mengalami perubahan warna discoloration Ketaren 2005.
Sosis fermentasi umumnya mengandung lemak tinggi sekitar 50 dari bahan kering. Beberapa produk sosis fermentasi lainnya mempunyai kandungan
lemak yang rendah yaitu sekitar 5. Penggunaan lemak yang berasal dari pangan hewani dan nabati pada sosis fermentasi sebaiknya masih dalam keadaan segar,
sebab bila terjadi proses oksidasi akan sangat mempengaruhi masa simpan dan menyebabkan ketengikan awal pada produk berbahan lemak tersebut apabila tidak
dalam keadaan segar Hammes et al. 2003. Pada sosis fermentasi menggunakan minyak jagung yang termasuk pada
asam lemak tidak jenuh salah satunya bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan citarasa. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat banyak terkandung pada
minyak jagung, yakni 30,1 dan asam linoleat yakni 56,8. Sedangkan asam
lemak jenuh yang menyusun trigliserida minyak jagung adalah asam palmitat dan asam stearat yakni sekitar 13 Ketaren 2005.
Asam lemak tidak jenuh seperti minyak jagung mudah mengalami oksidasi. Menurut Gordon 2001 asam lemak tidak jenuh sangat berpotensi mengalami
dekomposisi secara autooksidasi Gordon 2001. Zhang et al. 2010 mengatakan bahwa oksidasi lemak pada produk daging merupakan reaksi yang memperburuk
flavor, warna, tekstur dan nilai nutrisi pada produk tersebut. Salah satu cara mengantisipasi hal tersebut adalah pemakaian bumbu yang mengandung
antioksidan untuk memperlambat oksidasi lemak.
2.5 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat terdiri dari genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif,
tidak berspora, anaerobik, bentuk coccus bulat dan basil batang serta umumnya menghasilkan asam laktat selama fermentasi karbohidrat, dapat
berasosiasi dengan bakteri lain pada makanan dan makanan fermentasi, termasuk dengan bakteri lain yang menempel pada permukaan mukosa di tubuh manusia
dan hewan Axelsson 2004. Berdasarkan aktivitas metabolisme, bakteri asam laktat dikelompokkan ke
dalam dua sub grup yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis,
menghasilkan asam laktat, 2 mol Adenosin Tri Phosphate ATP dari 1 molekul glukosaheksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO
2
dan menghasilkan biomassa dua kali lebih banyak daripada bakteri asam laktat
heterofermentatif. Sedangkan bakteri asam laktat yang termasuk pada sub grup heterofermentatif menghasilkan asam laktat bersamaan dengan asam asetat,
karbon dioksida dan senyawa diasetil Surono 2004. Caplice dan Fitzgerald 1999 mengemukakan bahwa fermentasi melalui jalur Embden–Meyerhof–
Parnas menghasilkan dua mol laktat pada bakteri asam laktat homofermentatif dibandingkan dengan bakteri asam laktat heterofermentatif yang hanya
menghasilkan asam laktat dan etanol.
Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif Caplice Fitzgerald
1999. Bakteri asam laktat digolongkan berdasarkan fermentasi yang dilakukan
terdiri dari homofermentatif dan heterofermentatif. Perbedaan genus pada beberapa bakteri asam laktat dikaitkan dengan sifat fermentasinya dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat
Genus Bentuk sel
Fermentasi Streptococcus
Leuconostoc Pediococcus
Lactobacillus Enterococcus
Lactococcus bulat berantai
bulat berantai bulat dalam empat
batang berantai batang berantai
bulat berantai bulat berantai
homofermentatif heterofermentatif
homofermentatif homofermentatif
heterofermentatif homofermentatif
homofermentatif
Sumber : Madigan et al. 1997 diacu dalam Surono 2004
Bakteri asam laktat dikenal sebagai bakteri yang aman untuk pangan Generally Recognised As Safe GRAS dan banyak dimanfaatkan sebagai kultur
starter pada produk pangan fermentasi, salah satunya pada produk fermentasi daging. Bakteri ini berperan penting sebagai pengawet juga berkemampuan
membentuk produk yang bercitarasa khas Hammes et al. 2003. Hasil penelitian Todorov et al. 2007 melaporkan bahwa bakteri asam
laktat L. plantarum dapat digunakan sebagai kultur starter untuk pembuatan sosis fermentasi daging dengan jumlah koloni bakteri 10
6
CFUmL. Selanjutnya dikatakan bahwa kultur starter selain dari genus Lactobacillus, juga dapat berasal
dari genus Pediococcus, Leuconostoc dan Carnobacterium yang bersifat sebagai bakteriosinogenik. Hal ini didukung penelitian sebelumnya oleh Ishibashi dan
Shimamura 1993 diacu dalam Rebucci et al. 2007 yang mengatakan bahwa bakteri asam laktat yang digunakan pada produk daging akan dapat menghambat
bakteri patogen dengan jumlah koloni bakteri ±10
7
Molin 2003 di Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology mendeskripsikan bakteri L. plantarum berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15
CFUg atau mL.
o
C sampai pada 45
o
C, dinding sel mengandung asam teikoat, peptidoglikan tipe m- diaminopalemik, isomer dari asam laktat DL asam laktat. Bakteri L. plantarum
tidak mampu memproduksi NH
3
Menurut Hamm et al. 2008 bakteri L. plantarum berbentuk basil batang pendek, Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak membentuk
sitokrom, aerotoleran, anaerobik, membutuhkan nutrisi yang kompleks asam amino, vitamin B
dari arginin serta memanfaatkan pentosa melalui induksi dari fosfoketolase. Beberapa jenis strain bakteri L. plantarum yang
berbeda, berkemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang berbeda pula.
1
, B
2
, B
12
, biotin, purin dan pirimidin. Selain itu tergolong homofermentatif dengan memproduksi utama asam laktat 85 dari glukosa,
tidak menghasilkan gas dari glukosa, mempunyai enzim aldolase, tidak mempunyai fosfoketolase, mampu tumbuh pada suhu minimum 15
o
C, maksimum 45
o
C dan optimum 37
o
C Hamm et al. 2008. Menurut Molin et al. 2003 bakteri L. plantarum mengandung mol DNA guanin sitosin G+C yaitu 44-46.
Selain itu bakteri L. plantarum tidak hanya mampu memfermentasi heksosa dan
pentose dengan memproduksi ± 1 mol laktat, asetat dan CO
2
Vries et al. 2006 mengemukakan bahwa beberapa spesies Lactobacillus yang digunakan pada fermentasi pangan, dapat hidup dalam usus manusia,
termasuk bakteri asam laktat spesies L. crispatus, L. gasseri dan L. plantarum. Bakteri L. plantarum mampu hidup pada saluran pencernaan manusia GI-tract.
Misalnya L. plantarum strain WCFSI. Pada beberapa strain L. plantarum dapat berfungsi sebagai probiotik, misalnya pada produk yang sudah dikomersilkan
dalam bentuk kapsul IFlora Acidophilus Formula, Probiotic Eleven, minuman Proviva, Lactovitale, dan powdergel Probios.
mol pentosa, namun juga memanfaatkan beberapa asam organik seperti malat, tartarat dan asam sitrat.
Menurut World Health Organization, probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dapat memberikan manfaat pada inang host.
Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan memiliki fungsi probiotik apabila berkelangsungan hidup pada saluran pencernaan dan aman dikonsumsi Gilliland,
Morelli Reid 2001 diacu dalam Vries et al. 2006. Molenaar et al. 2005 mengemukakan bahwa bakteri L. plantarum memiliki
strain yang berbeda, namun mampu menghasilkan antimikroba plantaricin, non- ribosom peptida atau exopolysakarida yang dapat dideteksi melalui DNA-mikro-
array. Misalnya deteksi dengan membandingkan 20 strain L. plantarum yang menunjukkan ada dan tidak terdapatnya DNA yang berbeda.
Saisithi et al. 1986 diacu dalam Riebroy et al. 2008 mengemukakan bahwa bakteri asam laktat L .plantarum selain L. brevis, L. fermentum dan
Pediococcus pentosaceus berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Listeria monocytogenese dan E.coli O157:H7, sebab menghasilkan senyawa
antimikroba bacteriocin. Bakteri L. plantarum strain 299 DSM 6595 and 299v DSM 9843 dapat
hidup pada mukosa saluran pencernaan, yang diperlihatkan secara in vitro memiliki aktivitas antimikroba, berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri
Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, E. coli, Yersinia enterocolitica, Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae dan Enterococcus faecalis.
Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi menghasilkan senyawa antimikroba atau bacteriocin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram negatif atau bakteri yang termasuk pada kelompok Enterobacteriaceae Vuyst Vandamme 1994 Charlier et al. 2009. Hasil
penelitian Todorrov et al. 2010 melaporkan bakteri L. plantarum menghasilkan bacteriocin bacST202Ch dan bacST216Ch yang diisolasi dari sosis fermentasi
Beloura and Chouriço yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada daging berupa bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst dan Leroy 2007 melaporkan bahwa bacteriocin adalah antimikroba berupa peptida atau protein yang dihasilkan
dari bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan pada beberapa bakteri. Dalam hal ini termasuk
menghambat mikroba pembusuk seperti Listeria monocytogenes dan mikroba patogen seperti S. aureus, E. coli dan Salmonella sp. Selanjutnya dikatakan bahwa
bacteriocin terdiri atas tiga klasifikasi yaitu: kelas I berupa lantibiotik, berukuran kecil 5kDa, peptida mengandung asam amino lantionin, a-methyl lantionin,
dehydroalanin dan dehydrobutyrin ; kelas II berukuran kecil 10 kDa, stabil terhadap panas, non-lantionin, mengandung peptida, pada kelas IIa termasuk
pediocin-bacteriocin aktif, kelas IIb memiliki dua-peptida bacteriocin dan kelas IIc bacteriocin berbentuk bulat; kelas III berukuran besar 30 kDa, labil
terhadap panas, proteolitik, hidrolase murein. Sebagian besar kelas I dan II merupakan bacteriocin yang aktif berukuran nano yang menyebabkan
permeabilisasi membran yang mengarah pada disipasi membran potensial dan kebocoran ion, ATP dan molekul penting lainnya.
Srionnual et al. 2007 mengatakan bahwa bacteriocin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat berasal dari genus Lactobacillus, Enterococcus dan
Leuconostoc. Bakteri asam laktat L. plantarum strain tertentu dapat menghasilkan antimikroba bacteriocin yaitu plantaricin AS EF dan plantaricin JK.
Rantsiou et al. 2005 mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi yang dapat meningkatkan keamanan pada
sosis fermentasi daging sebab menghasilkan antimikroba bacteriocin. Hal ini didukung oleh Khan et al. 2010 yang mengemukakan bahwa bacteriocin
digunakan untuk pengawetan produk daging dan sayuran dengan cara menghambat bakteri patogen dan pembusukan makanan.
Espinoza dan Navarro 2008 mengemukakan bahwa bakteri asam laktat L.plantarum selain memanfaatkan karbohidrat untuk melakukan fermentasi, juga
memanfaatkan asam amino esensial dan vitamin untuk pertumbuhannya. Rowan et al. 1998 diacu dalam Visessanguan et al. 2006 menyatakan bahwa hasil
metabolism fermentasi bakteri asam laktat ditandai dengan menurunnya pH, disebabkan oleh senyawa rantai pendek asam organik, karbondioksida, hidrogen
peroksida, diasetil yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba.
2.6 Bakteri Patogen
Even et al. 2010 mengemukakan bahwa Staphylococci yang terdiri dari 41 jenis, dikelompokkan ke dalam grup Koagulase-Positif CPS dan Koagulase-
Negatif CNS. Salah satu grup CPS adalah bakteri Staphylococcus aureus, bersifat patogen pada manusia dan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit
terutama keracunan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini, sebab bakteri tersebut akan memproduksi Staphylococcal Enterotoksin SEs yang mencemari
bahan makanan. Charlier et al. 2009 mengemukakan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,6-10 dengan pertumbuhan optimum pada pH
netral yaitu 6-7. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran nilai a
w
0,83-0,99 dan tumbuh optimum pada a
w
Sosis fermentasi dapat terkontaminasi dengan bakteri Staphylococcus aureus, misalnya pada jenis salami Genoa, dry sausage dan semi dry sausage.
Kaban dan Kaya 2006 dikemukakan bahwa bakteri S. aureus memiliki toleransi hidup pada sosis fermentasi yang mengandung garam dan nitrat serta mampu
tumbuh pada kondisi anaerobik. Pada kondisi demikian, bakteri tersebut dapat tumbuh dan memproduksi toksin pada makanan, sehingga terjadi keracunan
makanan. 0,99.
Sinergisme asam organik tertentu misalnya asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. Penghambatan ini disebabkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum yang menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen
peroksida. Melalui mekanisme laktoperoksidase, hidrogen peroksida dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti bakteri E.coli, Salmonella sp.
dan Staphylococcus Vuyst Vandamme 1994.