Protein dan Asam Amino Pada Ikan

pertumbuhan bakteri Gram negatif atau bakteri yang termasuk pada kelompok Enterobacteriaceae Vuyst Vandamme 1994 Charlier et al. 2009. Hasil penelitian Todorrov et al. 2010 melaporkan bakteri L. plantarum menghasilkan bacteriocin bacST202Ch dan bacST216Ch yang diisolasi dari sosis fermentasi Beloura and Chouriço yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada daging berupa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst dan Leroy 2007 melaporkan bahwa bacteriocin adalah antimikroba berupa peptida atau protein yang dihasilkan dari bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan pada beberapa bakteri. Dalam hal ini termasuk menghambat mikroba pembusuk seperti Listeria monocytogenes dan mikroba patogen seperti S. aureus, E. coli dan Salmonella sp. Selanjutnya dikatakan bahwa bacteriocin terdiri atas tiga klasifikasi yaitu: kelas I berupa lantibiotik, berukuran kecil 5kDa, peptida mengandung asam amino lantionin, a-methyl lantionin, dehydroalanin dan dehydrobutyrin ; kelas II berukuran kecil 10 kDa, stabil terhadap panas, non-lantionin, mengandung peptida, pada kelas IIa termasuk pediocin-bacteriocin aktif, kelas IIb memiliki dua-peptida bacteriocin dan kelas IIc bacteriocin berbentuk bulat; kelas III berukuran besar 30 kDa, labil terhadap panas, proteolitik, hidrolase murein. Sebagian besar kelas I dan II merupakan bacteriocin yang aktif berukuran nano yang menyebabkan permeabilisasi membran yang mengarah pada disipasi membran potensial dan kebocoran ion, ATP dan molekul penting lainnya. Srionnual et al. 2007 mengatakan bahwa bacteriocin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat berasal dari genus Lactobacillus, Enterococcus dan Leuconostoc. Bakteri asam laktat L. plantarum strain tertentu dapat menghasilkan antimikroba bacteriocin yaitu plantaricin AS EF dan plantaricin JK. Rantsiou et al. 2005 mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi yang dapat meningkatkan keamanan pada sosis fermentasi daging sebab menghasilkan antimikroba bacteriocin. Hal ini didukung oleh Khan et al. 2010 yang mengemukakan bahwa bacteriocin digunakan untuk pengawetan produk daging dan sayuran dengan cara menghambat bakteri patogen dan pembusukan makanan. Espinoza dan Navarro 2008 mengemukakan bahwa bakteri asam laktat L.plantarum selain memanfaatkan karbohidrat untuk melakukan fermentasi, juga memanfaatkan asam amino esensial dan vitamin untuk pertumbuhannya. Rowan et al. 1998 diacu dalam Visessanguan et al. 2006 menyatakan bahwa hasil metabolism fermentasi bakteri asam laktat ditandai dengan menurunnya pH, disebabkan oleh senyawa rantai pendek asam organik, karbondioksida, hidrogen peroksida, diasetil yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba.

2.6 Bakteri Patogen

Even et al. 2010 mengemukakan bahwa Staphylococci yang terdiri dari 41 jenis, dikelompokkan ke dalam grup Koagulase-Positif CPS dan Koagulase- Negatif CNS. Salah satu grup CPS adalah bakteri Staphylococcus aureus, bersifat patogen pada manusia dan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit terutama keracunan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini, sebab bakteri tersebut akan memproduksi Staphylococcal Enterotoksin SEs yang mencemari bahan makanan. Charlier et al. 2009 mengemukakan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,6-10 dengan pertumbuhan optimum pada pH netral yaitu 6-7. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran nilai a w 0,83-0,99 dan tumbuh optimum pada a w Sosis fermentasi dapat terkontaminasi dengan bakteri Staphylococcus aureus, misalnya pada jenis salami Genoa, dry sausage dan semi dry sausage. Kaban dan Kaya 2006 dikemukakan bahwa bakteri S. aureus memiliki toleransi hidup pada sosis fermentasi yang mengandung garam dan nitrat serta mampu tumbuh pada kondisi anaerobik. Pada kondisi demikian, bakteri tersebut dapat tumbuh dan memproduksi toksin pada makanan, sehingga terjadi keracunan makanan. 0,99. Sinergisme asam organik tertentu misalnya asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Penghambatan ini disebabkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum yang menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida. Melalui mekanisme laktoperoksidase, hidrogen peroksida dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti bakteri E.coli, Salmonella sp. dan Staphylococcus Vuyst Vandamme 1994.

2.7 KapangKhamir

Kapangkhamir merupakan salah satu mikroorganisme yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pertumbuhan. Menurut Syarief dan Halid 1993 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapangkhamir adalah aktivitas air a w , suhu penyimpanan dan suhu pengolahan, ketersediaan oksigen, pH dan kandungan zat gizi bahan pangan. Khamir pada umumnya menyukai bahan pangan yang mempunyai kisaran a w Kapangkhamir dapat tumbuh pada sosis fermentasi selama penyimpanan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yin et al. 2002 dan Hu et al. 2008 yang melaporkan bahwa kapangkhamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan mackerel dan silver carp selama penyimpanan. 0,87-0,91, bahan pangan berkadar gula 65 atau mengandung 15 NaCl. Mikroflora biasanya yang mendominasi pada produk fermentasi daging adalah jenis khamir dari genus Saccharomyces, Hansenula, Candida, Torulopsis, Debaryomyces, Pichia, Kluyveromyces dan Cryptococcus. Khamir berkemampuan untuk tumbuh pada a w Hasil penelitian sebelumnya oleh Abunyewa et al. 2000 melaporkan bahwa jenis khamir yang terdapat pada sosis kering salami adalah Candida parapsilosis, C. tropicalis, Debaryomyces hansenii, Rhodotorula mucilaginosa, Yarrowia lipolytica, Cryptococcus albidus dan Crypt. Neoformans ditemukan selama proses pembuatan dan pematangan. yang rendah pada konsentrasi gula dan garam yang tinggi, misalnya strain dari Hansenula anomala dan Debaryomyces hansenii yang diisolasi dari produk daging asin dan sosis fermentasi Adams Moss 2008. Pada fermentasi daging koloni khamir dapat mencapai 2x10 5 cfug pada pada hari ke-20. Khamir berkontribusi terhadap flavor pada produk tersebut. Adanya aktivitas proteolisis pada proses fermentasi akan menghasilkan biogenik amin terdapat kandungan tiramin, histamin, putresin, kadaverin, feniletilamin dan triptamin. Apabila pada produk tersebut juga terbentuk alkohol, maka keberadaan keduanya secara bersamaan akan menyebabkan terjadinya keracunan makanan. Hal ini disebabkan alkohol berpotensi member fasilitas terjadinya difusi komponen amin melalui dinding usus dan ikut berperan dalam pemecahan