111 finansial, setiap kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen, maka keuntungan yang
diperoleh dalam pengusahaan komoditas belimbing dewa di lokasi penelitian berubah menurun sebesar Rp 18,9 juta per hektar dengan asumsi faktor lain tetap
cateris paribus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika terjadi peningkatan harga pupuk akibat adanya intervensi pemerintah dapat menurunkan tingkat
dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok.
6.4.4 Dampak Penurunan Harga Output
Analisis keempat yang dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas
belimbing dewa di Kota Depok bila terjadi penurunan harga output belimbing dewa sebesar 15 persen karena mekanisme pasar. Hasil tabulasi PAM pada saat
terjadi penurunan harga output belimbing dewa sebesar 15 persen dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Tabulasi PAM Skenario Penurunan Harga Ouput Belimbing Dewa Sebesar 15 persen
Uraian Penerimaan
Biaya Keuntungan
Input Tradable
Faktor Domestik
Privat 3.534.942.027 141.419.164 3.522.832.197 129.309.334
Sosial 2.026.337.444
71.197.195 2.022.458.830 67.318.581
Efek Divergensi 1.508.604.583 70.221.969 1.500.373.367 61.990.753
Hasil yang diperoleh dengan penetapan skenario ini menunjukkan bahwa komoditas belimbing dewa di Kota Depok menjadi tidak memiliki dayasaing baik
dari sisi keunggulan komparatif dan kompetitifnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai DRC dan PCR yang diperoleh yaitu sebesar 1,03 dan 1,04 Tabel 35. Hal ini juga
terlihat dari nilai keuntungan privat dan sosial yang menjadi bernilai negatif yaitu mengalami kerugian sebesar Rp 129,3 juta per hektar dan Rp 67,3 juta per hektar.
Sehingga pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok bila terjadi penurunan harga output sebesar 15 persen akan menjadi tidak layak untuk
diusahakan. Oleh karena itu, jika skenario ini terjadi, secara universal kebutuhan domestik belimbing Indonesia akan lebih baik dipenuhi dengan cara impor
dibandingkan dengan memproduksi di dalam negeri karena jika diupayakan di dalam negeri, pengusahaan belimbing khususnya belimbing dewa akan
112 membutuhkan biaya sumberdaya domestik sebesar 104 persen terhadap biaya
impor yang dibutuhkan. Pemerintah dapat memberikan peran dan kebijakan untuk dapat
mengantisipasi terjadinya distorsi pasar tersebut yaitu dengan menjaga kestabilan harga belimbing dewa, terutama di tingkat petani. Salah satu cara menjaga
kestabilan harga belimbing dewa adalah dengan membentuk sebuah lembaga yang dapat menjaga kestabilan harga tersebut. Di lokasi penelitian, kebijakan tersebut
telah dilaksanakan yaitu dengan didirikannya Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok Puskop yang bertujuan menjadikan pemasaran
belimbing dewa di Kota Depok menjadi satu pintu sehingga bargaining position petani belimbing dewa di Kota Depok meningkat dan pemasaran satu pintu
tersebut diharapkan mampu menjaga kestabilan harga belimbing di lokasi penelitian. Pemerintah juga berperan untuk melakukan controlling terhadap
lembaga tersebut sehingga apabila lembaga tersebut menyimpang atau mengalami kendala, pemerintah dapat meluruskan atau membantu lembaga tersebut agar
dapat menjalani peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
harga output belimbing dewa adalah dengan meningkatkan kualitas belimbing dewa yang dihasilkan. Hal tersebut mungkin dapat dicapai ketika petani belimbing
dewa di Kota Depok telah menerapkan secara keseluruhan atau sempurna SOP dan GAP belimbing dewa di Kota Depok yang telah dibuat oleh Dinas Pertanian
Kota Depok dan mulai menerapkan usahatani belimbing organik untuk mengurangi tingkat residu pada buah belimbing yang dihasilkan sehingga
meningkatkan kualitas buah belimbing tersebut.
6.5 Rekomendasi Kebijakan