98 pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok layak untuk dijalankan
karena mampu memberikan keuntungan yang positif dan cukup besar. Adapun perhitungan budget privat komoditas belimbing dewa di Kota Depok dapat dilihat
pada Lampiran 8 dan rekapitulasi dari budget privat yang telah terdiskonto dapat dilihat pada Lampiran 10.
Keuntungan sosial yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang
sesungguhnya, dimana harga ini tidak mengandung nilai-nilai kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar. Pada komoditas tradable, harga bayangan
sosial adalah harga yang terjadi di pasar internasional. Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa keuntungan sosial yang diperoleh dari pengusahaan
komoditas belimbing dewa adalah sebesar Rp 290,3 juta per hektar. Hal ini menggambarkan bahwa tanpa adanya kebijakan pemerintah, pengusahaan
komoditas belimbing dewa di Kota Depok masih menguntungkan karena masih memberikan keuntungan yang positif dan cukup besar. Namun, keuntungan yang
diperoleh menjadi lebih kecil dibandingkan pada kondisi adanya kebijakan atau intervensi pemerintah. Secara ekonomi kegiatan tersebut tetap layak untuk
dijalankan. Perhitungan budget sosial komoditas belimbing dewa di Kota Depok dapat dilihat pada Lampiran 9 dan rekapitulasi dari budget sosial yang telah
terdiskonto dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan rekapitulasi budget privat dan budget sosial yang telah terdiskonto tersebut, kemudian diperoleh tabel
PAM belimbing dewa di Kota Depok secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis keuntungan, maka dapat disimpulkan bahwa
pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok menguntungkan secara finansial maupun ekonomi. Sehingga pengusahaan komoditas belimbing dewa di
Kota Depok layak untuk dijalankan baik secara finansial maupun ekonomi. Selanjutnya, hasil dari tabel PAM yang telah diperoleh digunakan untuk melihat
tingkat dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas belimbing dewa di Kota Depok.
6.2 Analisis Dayasaing Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok
Analisis dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok dapat dilihat dari keunggulan komparatif dan kompetitif. Analisis keunggulan komparatif dapat
99 diukur dengan indikator Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC dan
Keuntungan Sosial SP. Nilai DRC di lokasi penelitian adalah 0,87. Nilai ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah output belimbing dewa di
Kota Depok sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0,87 satuan. Dengan demikian, pengusahaan komoditas belimbing dewa
di Kota Depok menunjukkan penggunaan sumberdaya yang efisien secara ekonomi sehingga memiliki keunggulan komparatif. Nilai DRC ini juga
menggambarkan bahwa komoditas belimbing dewa di Kota Depok mampu hidup tanpa bantuan pemerintah dan memiliki peluang ekspor yang besar.
Indikator keunggulan komparatif lainnya adalah nilai keuntungan sosial yang diperoleh dari sistem komoditas yang diteliti. Berdasarkan hasil analisis,
dapat diketahui bahwa penerimaan dari pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok secara ekonomi bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa
pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok masih menguntungkan dan efisien secara ekonomi pada kondisi tanpa adanya intervensi dari pemerintah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha pada sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok dapat menjalankan usahanya dengan mandiri
tanpa bantuan atau intervensi dari pemerintah. Analisis keunggulan kompetitif belimbing dewa di Kota Depok dapat
dilihat dari nilai Rasio Biaya Privat PCR dan Keuntungan Privat PP. Nilai PCR dan PP dalam analisis keunggulan kompetitif merupakan indikator yang
menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan sumberdaya dan tingkat keuntungan pengusahaan belimbing dewa secara finansial. Adapun nilai PCR yang diperoleh
dari komoditas belimbing dewa di Kota Depok adalah sebesar 0,88. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan nilai tambah output belimbing dewa
sebesar satu satuan, diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0,88 satuan. Dengan demikian, pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok
menunjukkan penggunaan sumberdaya yang efisien secara finansial sehingga memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini juga dapat menggambarkan bahwa
komoditas belimbing dewa di Kota Depok mampu bersaing dengan komoditas sejenis dari produk impor yang ada di dalam negeri maupun komoditas sejenis di
mancanegara ketika dilakukan kegiatan ekspor.
100 Selain itu, keunggulan kompetitif juga dapat dilihat dari nilai keuntungan
privat. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa nilai keuntungan privat yang diperoleh dari sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok bernilai
positif. Hal ini menunjukkan bahwa secara finansial, yaitu pada kondisi adanya intervensi dari pemerintah, komoditas belimbing dewa di Kota Depok
menguntungkan untuk diusahakan. Nilai dari indikator keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas belimbing dewa di lokasi penelitian dapat dilihat pada
Tabel 33.
Tabel 33. Nilai Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok
Uraian Nilai
Keunggulan Komparatif Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC
0,87 Keuntungan Sosial SP
290.270.380
Keunggulan Kompetitif Rasio Biaya Privat PCR
0,88 Keuntungan Privat PP
494.503.965 Perbandingan antara keunggulan komparatif dan kompetitif dapat dilihat
dari nilai DRC yang lebih kecil dibandingkan nilai PCR. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan pemerintah yang kurang mendukung peningkatan
efisiensi dalam berproduksi pada pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Kebijakan tersebut berupa pajak terhadap input-input produksi, sehingga
harga yang harus dibayar oleh para pelaku usaha sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok lebih tinggi dibandingkan harga yang seharusnya dibayarkan.
Perbandingan selanjutnya yang dapat disimpulkan adalah nilai keuntungan sosial yang lebih kecil dibandingkan keuntungan privatnya. Hal ini berarti
pengusahaan komoditas belimbing dewa di Kota Depok lebih menguntungkan saat adanya intervensi dari pemerintah terhadap input yang dikeluarkan dan output
yang dihasilkan. Perbedaan keuntungan yang terjadi yaitu sebesar Rp 204,2 juta per hektar. Hal ini diduga disebabkan karena adanya bantuan pemerintah terhadap
input produksi yang dibutuhkan seperti bantuan pemberian bibit tanaman belimbing dewa, pupuk, pestisida, pembungkus buah belimbing, pompa air serta
dana bantuan dari program Peningkatan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP yang dikelola oleh kelompok tani, sehingga pelaku usaha pada sistem komoditas
101 belimbing dewa tidak mengeluarkan biaya yang seharusnya dikeluarkan serta
tambahan modal karena adanya subsidibantuan tersebut. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh menjadi lebih tinggi dibandingkan ketika tidak ada
bantuan intervensi dari pemerintah. Hal tersebut menyebabkan keuntungan privat menjadi lebih tinggi dibandingkan keuntungan sosialnya.
6.3 Analisis Dampak