Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

5 oleh pemerintah daerah Kota Depok. Pemerintah mencoba menjalankan perannya untuk membantu menguatkan citra belimbing dewa di Kota Depok dengan menjadikan belimbing sebagai icon Kota Depok sejak tanggal 21 Juli 2009. Pemerintah memiliki peran yang strategis dalam membantu kemajuan agribisnis belimbing dewa di Kota Depok. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan, maka penelitian mengenai analisis dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas belimbing penting untuk dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Depok sebagai salah satu sentra produksi belimbing di Indonesia, khususnya untuk wilayah Jawa Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Belimbing dewa di Kota Depok telah lama diperdagangkan dalam bentuk buah segar ke beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya ke wilayah Bandung dan Jabodetabek. Dalam rangka mengembangkan agribisnis belimbing di Kota Depok, pemerintah dan seluruh stakeholders belimbing dewa di Kota Depok mulai melirik pasar internasional untuk memasarkan produk unggulan serta icon Kota Depok tersebut. Adanya arus globalisasi atau era perdagangan bebas membuat keinginan untuk dapat menembus pasar internasional semakin terbuka lebar. Namun, untuk dapat menembus pasar internasional atau melakukan ekspor maka komoditas belimbing dewa di Kota Depok harus memiliki dayasaing agar mampu bertahan dan bersaing dengan produk-produk sejenis yang ada di mancanegara. Pembangunan dan pengembangan agribisnis belimbing dewa di Kota Depok tidak terlepas dari peran dan kebijakan pemerintah. Beberapa upaya dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah di antaranya yaitu melakukan penguatan citra belimbing dengan menjadikan belimbing sebagai icon Kota Depok, meningkatkan produktivitas dan kualitas belimbing dengan memfasilitasi pembuatan Standard Operational Procedure SOP dan Good Agriculture Practice GAP belimbing dewa Depok serta melakukan pembinaan dan pelatihan kepada petani dalam menerapkan SOP dan GAP tersebut, melakukan pengembangan pasar dan pemasaran belimbing dengan mendukung dan 6 memfasilitasi pendirian Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok Puskop serta membantu pengembangan industri olahan belimbing dalam rangka meningkatkan nilai tambah yaitu dengan melakukan pelatihan- pelatihan mengenai produk-produk turunan pengolahan dari belimbing kepada masyarakat serta memfasilitasi pendirian pabrik pengolahan belimbing. Pemerintah juga telah memberikan insentif input produksi kepada para petani belimbing di Kota Depok berupa pemberian bibit tanaman belimbing dewa, pupuk, pestisida, pembungkus buah belimbing, pompa air serta menyalurkan dana bantuan program Peningkatan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP yang dikelola oleh kelompok tani. Disamping itu, adanya Peraturan Menteri Keuangan No.241PMK.0112010 yang menaikkan bea masuk pajak impor sebesar lima persen atas produk bahan baku pertanian seperti pupuk dan obat-obatan dapat menyebabkan harga pupuk dan obat-obatan ditingkat petani menjadi lebih tinggi sehingga biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani akan meningkat. Adanya Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai pajak pertambahan nilai PPN sebesar sepuluh persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan juga dapat menyebabkan harga-harga input produksi ditingkat petani menjadi lebih tinggi dan mengakibatkan biaya produksi meningkat. Selain itu, adanya inflasi dapat memengaruhi tingkat suku bunga dan membuat harga yang diterima petani menjadi berbeda dengan harga pada saat kondisi pasar persaingan sempurna tidak ada distorsi pasar maupun intervensi pemerintah. Semua hal tersebut diduga akan memengaruhi tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani belimbing dewa di Kota Depok. Perkembangan komoditas belimbing dewa di Kota Depok juga tidak terlepas dari kondisi pasar. Fluktuasi harga belimbing di pasar lokal dapat terjadi karena kualitas dan kuantitas belimbing yang ada di pasar. Pada saat jumlah belimbing melimpah maka harga belimbing di pasar cenderung akan menurun atau rendah dan sebaliknya ketika jumlah belimbing sedikit maka harga belimbing akan cenderung tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan penerimaan dan keuntungan yang diperoleh oleh petani belimbing, termasuk petani belimbing di Kota Depok. 7 Input produksi merupakan faktor yang memengaruhi struktur biaya pengusahaan komoditas belimbing dewa. Input produksi yang digunakan dapat menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan. Salah satu input produksi yang memiliki proporsi kebutuhan biaya paling tinggi dalam sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok adalah input tenaga kerja. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian dapat diketahui bahwa proporsi kebutuhan biaya tenaga kerja adalah sebesar 42,92 persen dari keseluruhan input produksi dalam pengusahaan belimbing dewa. Upah tenaga kerja cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan upah tenaga kerja tersebut dapat meningkatkan biaya produksi yang dikeluarkan. Besarnya biaya yang dikeluarkan diduga berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh. Selain tenaga kerja, input produksi yang memiliki proporsi kebutuhan yang cukup besar adalah pupuk. Pupuk anorganik pupuk daun dan NPK yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian adalah pupuk nonsubsidi. Harga pupuk anorganik nonsubsidi cenderung tinggi. Untuk mengendalikan tingginya harga tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi HET baik untuk pupuk bersubsidi maupun nonsubsidi. Namun, kemungkinan penyelewengan harga yang diberlakukan kepada petani sangat mungkin terjadi. Sehingga harga pupuk anorganik yang dibeli oleh petani menjadi lebih tinggi dari HET. Perubahan harga pupuk anorganik tersebut akan berpengaruh terhadap biaya produksi. Perubahan biaya produksi yang terjadi diduga akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Sulitnya pengendalian organisme pengganggu tanaman belimbing, khususnya hama ulat penggerek buah dapat mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah produksi buah belimbing yang dihasilkan oleh petani belimbing dewa di Kota Depok. Penurunan jumlah produksi ini diduga akan berpengaruh terhadap penerimaan dan keuntungan dari sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah komoditas belimbing dewa di Kota Depok memiliki dayasaing? 8 2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok? 3. Bagaimana dampak perubahan harga buah belimbing, upah tenaga kerja, harga pupuk dan jumlah output belimbing yang dihasilkan terhadap dayasaing belimbing dewa di Kota Depok?

1.3 Tujuan Penelitian