Tinjauan Mengenai Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok

14 memperoleh keuntungan privat dan sosial sebesar Rp 304,40 dan Rp 1.541,00 per liter susu yang dihasilkan serta nilai PCR dan DRC sebesar 0,89 dan 0,58. Koerdianto 2008 juga menggunakan metode analisis PAM untuk menganalisis dayasaing dan dampak kebjakan pemerintah terhadap komoditas sayuran unggulan di Kabupaten Bandung. Komoditas sayuran yang diteliti adalah tomat dan cabe merah. Perhitungan dengan metode PAM yang dilakukan oleh Koerdianto 2008 adalah perhitungan untuk satu musim tanam. Sedangkan, penulis melakukan perhitungan PAM multiperiode times series sesuai dengan umur ekonomis tanaman dalam menghasilkan output. Hal ini dilakukan karena komoditas yang menjadi fokus penelitian penulis adalah belimbing yang termasuk dalam tanaman tahunan sehingga diperlukan perhitungan PAM multiperiode. Hasil penelitian Koerdianto 2008 menunjukkan bahwa usahatani tomat dan cabe merah di Kecamatan Ciwidey maupun Lembang memiliki dayasaing. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai keuntungan privat dan sosial yang positif yaitu sebesar Rp 16,089 juta dan Rp 69,869 juta per hektar per musim tanam untuk usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey, sebesar Rp 18,976 juta dan Rp 67,187 juta per hektar per musim tanam untuk usahatani tomat di Kecamatan Lembang, sebesar Rp 29,274 juta dan Rp 37,727 juta per hektar per musim tanam untuk usahatani cabe merah di Kecamatan Ciwidey, dan sebesar Rp 36,194 juta dan Rp 35,575 juta per hektar per musim tanam untuk usahatani cabe merah di Kecamatan Lembang. Nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu untuk seluruh usahatani yang diteliti yaitu sebesar 0,65 dan 0,36 untuk usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey, sebesar 0,63 dan 0,39 untuk usahatani tomat di Kecamatan Lembang, sebesar 0,44 dan 0,41 untuk usahatani cabe merah di Kecamatan Ciwidey, dan sebesar 0,45 dan 0,48 untuk usahatani cabe merah di Kecamatan Lembang.

2.3 Tinjauan Mengenai Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok

Belimbing dewa merupakan salah satu varietas belimbing unggul di Indonesia. Yulistia 2009 mengutarakan bahwa teknik budidaya belimbing yang dilakukan oleh semua petani belimbing di Kota Depok hampir sama. Hal ini dikarenakan teknik budidaya belimbing sesuai Standar Operasional Prosedur SOP telah tersosialisasikan kepada para petani belimbing di Kota Depok. Hasil penelitian Zamani 2008 menunjukkan bahwa pendapatan usahatani belimbing 15 petani SOP atas biaya tunai dan biaya total untuk satu musim panen lebih besar dibandingkan petani non-SOP. Selain itu, penggunaan faktor-faktor produksi pupuk NPK, insektisida Decis, pupuk Gandasil dan tenaga kerja pada usahatani belimbing untuk petani SOP dan petani non-SOP ternyata masih belum efisien. Sementara itu, Yulistia 2009 mengemukakan bahwa hadirnya Primatani Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian di Kota Depok khususnya di Kelurahan Pasir Putih belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani dibandingkan petani non-peserta Primatani. Namun, usahatani belimbing dewa yang dijalankan oleh petani peserta maupun non-peserta Primatani sudah menguntungkan bagi petani. Upaya lain dalam meningkatkan nilai tambah produk belimbing adalah pengolahan produk. Walaupun usaha pengolahan hortikultura di Kota Depok masih minim, kini mulai banyak pengusaha olahan di Kota Depok yang merintis untuk produk buah belimbing. Pengolahan produk belimbing di Kota Depok antara lain adalah sirup belimbing, jus belimbing, keripik belimbing, belimbing instant , dodol belimbing, selai belimbing dan sari buah belimbing Munigar 2009. Peluang pasar belimbing untuk kawasan Jabodetabek mencapai angka 6.000 ton per tahun Nalurita 2006 dan Lubis 2009. Nalurita 2006 menyatakan bahwa ada lima saluran pemasaran belimbing dewa di Kecamatan Pancoran Mas dan Lubis 2009 menyatakan ada empat saluran pemasaran belimbing dewa di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan. Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa saluran pemasaran belimbing dewa di Kota Depok yang paling efisien adalah saluran pemasaran dari petani ke Puskop kemudian Puskop menjualnya ke pedagang pengecer toko buah lalu ke konsumen akhir. Saluran pemasaran tersebut paling efisien karena memiliki nilai marjin pemasaran terendah yaitu sebesar 43,48 persen, farmer’s share tertinggi yaitu sebesar 56,52 persen dan juga kegiatan pemasaran yang menguntungkan bagi setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Husen 2006 mengemukakan hasil penelitiannya bahwa sistem penjualan belimbing dewa per kilogram lebih menguntungkan dibandingkan sistem penjualan belimbing dewa per buah. 16 Fauzi 2007 mencoba menentukan pilihan komoditas unggulan yang akan dikembangkan di Kota Depok dari enam alternatif komoditas potensial yang terdapat di Kota Depok, yaitu belimbing, anggrek, ikan hias, benih ikan patin, ayam ras pedaging, dan kambing. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komoditas belimbing merupakan komoditas unggulan pertama yang terpilih. Kemudian disusul oleh ikan hias neon tetra dan tanaman hias anggrek sebagai komoditas unggulan kedua dan ketiga. Pemilihan komoditas unggulan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dianggap penting yaitu kondisi ekonomi, teknologi dan infrastruktur, agroekosistem, sumberdaya manusia serta sosial dan budaya. Dimana komponen subfaktor yang dianggap paling memengaruhi faktor-faktor tersebut adalah kondisi permintaan pasar pemasaran, teknologi budidaya, produksi dan produktivitas, peran petani serta interaksi sosial dan etos kerja dari para pelaku sistem agribisnis. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan oleh Fuadri 2009 bahwa penetapan komoditas unggulan dalam suatu wilayah harus mempertimbangkan kondisi spesifik daerah yang bersangkutan. Fuadri 2009 juga mengutarakan bahwa penetapan komoditas unggulan merupakan langkah awal yang penting dalam upaya membangun agroindustri unggulan yang memiliki struktur kuat dan tangguh dalam bersaing. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi 2007 membahas mengenai pemilihan komoditas unggulan di Kota Depok dan menghasilkan sembilan alternatif strategi pengembangannya, namun belum membahas mengenai bagaimana kondisi dayasaing komoditas unggulan terpilih tersebut. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Fauzi 2007. Selain itu, penelitian yang dilakukan penulis juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang telah dilakukan selama ini sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi penetapan kebijakan pembangunan dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok guna mempersiapkan kegiatan ekspor belimbing dewa. 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis