93
5.5 Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok
Perkembangan dan pembangunan agribisnis belimbing dewa di Kota Depok tidak terlepas dari sentuhan peran pemerintah. Kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah diindikasi dapat memengaruhi kondisi dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Kebijakan pemerintah yang diindikasi dapat
memengaruhi kondisi dayasaing sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok, di antaranya adalah sebagai berikut :
a Intervensi Pemerintah Daerah Kota Depok
Sebelum diluncurkannya program belimbing sebagai icon Kota Depok, pemerintah daerah Kota Depok telah lama melakukan persiapan agar belimbing
dapat menjadi icon kota. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007 dalam upaya mempersiapkan belimbing sebagai icon kota adalah
memfasilitasi pembuatan Standard Operational Procedure SOP dan Good Agriculture Practice
GAP belimbing dewa Depok serta melakukan pembinaan dan pelatihan kepada petani dalam menerapkan SOP dan GAP tersebut guna
mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas belimbing yang dihasilkan oleh petani, melakukan pengembangan pasar dan pemasaran belimbing dengan
mendukung dan memfasilitasi pendirian Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok Puskop serta membantu pengembangan industri
olahan belimbing dalam rangka meningkatkan nilai tambah yaitu dengan melakukan pelatihan-pelatihan mengenai produk-produk turunan pengolahan
dari belimbing kepada masyarakat serta memfasilitasi pendirian pabrik pengolahan belimbing.
Pemerintah Kota Depok secara resmi mengumumkan bahwa belimbing ditetapkan menjadi icon Kota Depok pada tanggal 21 Juli 2009. Pencanangan
tersebut dilakukan bertepatan pada diselenggarakannya Peringatan Hari Krida Pertanian ke-37 Tingkat Provinsi Jawa Barat, dimana Kota Depok menjadi tuan
rumah pada saat itu. Dalam perjalanannya, pemerintah Kota Depok juga telah memberikan insentif input produksi kepada para petani belimbing di Kota Depok
berupa pemberian bibit tanaman belimbing dewa, pupuk, pestisida, pembungkus buah belimbing, pompa air serta menyalurkan dana bantuan program Peningkatan
Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP yang dikelola oleh kelompok tani.
94
b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241PMK.0112010
Pada tanggal 22 Desember 2010, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan PMK No.241PMK.0112010 yang menjadi dasar kebijakan
kenaikan bea masuk atas impor barang. PMK No.241PMK.0112010 merupakan perubahan keempat dari PMK Nomor 1102006 tentang penetapan sistem
klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. Perubahan ini terjadi dalam rangka melaksanakan program harmonisasi tarif bea masuk
Indonesia tahun 2005-2010 sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 591KMK.0102004 tentang program harmonisasi Tarif bea
masuk 2005-2010 untuk produk-produk pertanian, perikanan, pertambangan, farmasi, keramik, dan besi baja.
Berdasarkan peraturan tersebut, produk bahan baku yang diimpor seperti pupuk dan obat-obatan mengalami kenaikan bea masuk pajak impor sehingga
akan berdampak terhadap naiknya harga pupuk dan obat-obatan. Adanya peningkatan harga pupuk dan obat-obatan akan meningkatkan biaya produksi
pengusahaan belimbing dewa di Kota Depok, yang akhirnya akan memengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh petani.
c Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007
Produk primer pertanian yang merupakan kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam bukan merupakan Barang Kena Pajak
non BKP sehingga tidak pernah dan tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai PPN. Produk primer pertanian selain itu termasuk dalam pengertian
Barang Kena Pajak BKP yang atas penyerahan dan atau impornya terutang PPN. Apabila produk primer pertanian seperti buah-buahan tidak dikenakan PPN maka
atas impor produk yang sama juga tidak dapat dikenakan PPN. Hal ini sesuai dengan aturan internasional, dalam hal suatu negara tidak mengenakan PPN atas
suatu komoditas, maka ketentuan tersebut harus diberlakukan sama terhadap komoditas dalam negeri maupun impornya. Menurut pemerintah kondisi seperti
itu akan melemahkan dayasaing produk primer pertanian dalam negeri, karena atas produk primer pertanian yang diimpor tidak dikenakan PPN, sedangkan
produk primer pertanian dalam negeri masih terdapat unsur PPN yaitu yang dibayar pada saat membeli pupuk dan atau peralatan pertanian.
95 Dengan demikian, input-input produksi yang dibutuhkan dalam
pengusahaan belimbing dewa di Kota Depok seperti peralatan pertanian, pupuk dan obat-obatan yang digunakan oleh petani diindikasi terkena PPN. Hal tersebut
akan berdampak pada harga-harga input produksi ditingkat petani menjadi lebih tinggi dari kondisi tanpa adanya kebijakan tersebut pada saat kondisi pasar
persaingan sempurna atau tanpa adanya intervensi pemerintah maupun distorsi pasar. Hal ini akan menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan akan
memengaruhi tingkat keuntungan yang diterima petani.
96
VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA
DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok
Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan serta prospek dan kemampuan ekspor buah belimbing
dalam bersaing dan memanfaatkan peluang pasar internasional. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix PAM berdasarkan data penerimaan,
biaya produksi dan biaya tataniaga selama 20 tahun. Masing-masing data tersebut dihitung berdasarkan harga privat dan harga sosial bayangan. Selain itu, masing-
masing biaya produksi pada harga privat dan sosial dibagi kedalam biaya input tradable
dan faktor domestik. Proses diskonto discounting diperlukan dalam kasus ini untuk menentukan Net Present Value NPV dari masing-masing bagian
tersebut. Hasil perhitungan penerimaan, biaya produksi dan tataniaga tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 10 dan 11. Setelah perhitungan dilakukan, maka
disusunlah Tabel PAM yang dapat dilihat pada Tabel 32. Data penerimaan, biaya dan keuntungan pada tabel tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung
nilai-nilai yang menjadi indikator dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok.
Tabel 32. Policy Analysis Matrix PAM Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok RpHa
Uraian Penerimaan
Biaya Keuntungan
Input Tradable
Faktor Domestik
Harga Privat 4.158.755.326 141.419.164 3.522.832.197
494.503.965
Harga Sosial
2.383.926.404 71.197.195 2.022.458.830
290.270.380
Efek Divergensi 1.774.828.921
70.221.969 1.500.373.367 204.233.586
Berdasarkan Tabel 32 diketahui bahwa efek divergensi yang dihasilkan seluruhnya bernilai positif. Divergensi penerimaan bernilai Rp 1,775 miliar per
hektar. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tingkat bunga modal pada struktur harga privat dan sosial yang digunakan pada saat proses discounting. Perbedaan
tersebut terjadi karena adanya penambahan nilai inflasi pada struktur harga sosial. Inflasi sebagai faktor koreksi terhadap suku bunga. Nilai suku bunga yang sudah
dikoreksi merupakan cerminan korbanan biaya bunga sosial. Tingkat suku bunga