Interpretasi Perwakilan Ditjen HKI

Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia perdagangan online memang menjadi pisau bermata dua bagi pencipta karena internet digunakan sebagai sarana penyebarluasan konten yang melanggar hak cipta. Selanjutnya apabila dilakukan interpretasi teleogis terhadap Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, maka tempat perdagangan online seharusnya termasuk dalam pengertian tempat perdagangan karena sesuai dengan kehendak pembuat undang-undang yang mempertimbangkan perkembangan teknologi sebagai sarana pelanggaran hak cipta. Dengan interpretasi teleogis, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 disesuaikan penggunaannya dengan kondisi sosial yang baru dimana perlakukan terhadap tempat perdagangan online tidak ada bedanya dengan tempat perdagangan fisik brick and mortar. Tempat perdagangan online, sama seperti tempat perdagangan fisik, juga memiliki pengelola yang mengawasi kegiatan jual beli yang terjadi pada tempat perdagangan online. Forum Jual Beli Kaskus misalnya, memiliki moderator yang membantu menjalankan aktivitas jual beli. Moderator tersebut, sama seperti pengelola tempat perdagangan fisik, berhak menutup danatau menghapus thread baik secara sementara ataupun permanen, melaporkan pengguna, dan menetapkan peraturan-peraturan yang berlaku spesifik pada forum yang dimoderatorinya. 613 Moderator juga mempunyai kesamaan lain dengan pengelola tempat perdagangan, yaitu sama-sama tidak memiliki tempat perdagangan tersebut atau hanya pengelola saja. Dengan mengingat tujuan pembuat undang-undang yang menginginkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengikuti perkembangan teknologi serta keadaan sosial di zaman modern dimana tempat perdagangan online tidak jauh berbeda dengan tempat perdagangan fisik, maka tempat perdagangan online masuk dalam ruang lingkup Pasal 10 UU Hak Cipta.

3.3.4. Interpretasi Perwakilan Ditjen HKI

613 Kaskus, Kaskus Terms of Service, http:www.kaskus.co.idaboutterms_of_service , diunduh pada 27 September 2016 pukul 10.00. Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Bapak Andi Kurniawan di Ditjen Kekayaan Intelektual, 614 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tidak mengatur mengenai pengelola tempat perdagangan online karena pasal tersebut dimaksudkan hanya untuk tempat perdagangan yang memiliki bentuk fisik seperti pasar dan mall. Pada pusat perdagangan seperti mall, tenant yang menjual barang yang melanggar hak cipta tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pengelola perdagangan harus terus memberikan himbauan dan sosialisasi pada tenant mengenai larangan menjual barang yang melanggar hak cipta. Apabila terdapat penjualan barang yang melanggar hak cipta pada situstempat perdagangan online, maka pemerintah dapat melakukan pemblokiran situs tersebut sesuai Pasal 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pemblokiran dan pencegahan akses yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pelaksanaan Penutupan Konten danatau Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta danatau Hak Terkait dalam Sistem Elektronik. Penjualan barang yang melanggar hak cipta pada situstempat perdagangan online merupakan delik aduan, oleh karena itu pelaporan hanya bisa dilakukan oleh pihak yang berkepentingan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kekayaan Intelektual yaitu oleh pemilik hak cipta, pencipta, Lembaga Manajemen Kolektif, asosiasi bidang kekayaan intelektual, serta pihak lainnya yang diberikan kuasa oleh pemilik kekayaan intelektual. Dengan demikian, hanya pihak yang berkepentingan yang dapat melaporkan penjualan barang-barang yang melanggar hak cipta pada forum jual beli kaskus. Terkait pembiaran penjualan barang-barang yang melanggar hak cipta pada tempat perdagangan, indikator pembiaran penjualan barang yang melanggar hak cipta yaitu tidak adanya upaya yang dilakukan oleh pengelola tempat perdagangan, misalnya tidak adanya klausul yang jelas-jelas melarang penjualan barang yang melanggar hak cipta oleh tenant. Pengelola tempat perdagangan juga 614 Wawancara dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Juli 2016 pukul 15.00-16.00 dengan narasumber Bapak Andi Kurniawan, S.H. staf Seksi Pertimbangan Hukum Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia perlu memeriksa tempat perdagangan yang dikelolanya untuk mengawasi adatidaknya penjualan barang-barang yang melanggar hak cipta. Menurut Wicipto Setiadi sebagaimana dikutip oleh M. Ilham F. Putuhena, salah satu permasalahan materiil dalam pembentukan perundang-undangan yaitu permasalahan keinginan vs kebutuhan. Kebanyakan rancangan perundang- undangan masih sebatas keinginan dari inisiatornya, dan bukan kebutuhan permasalahan yang seharusnya diatur melalui undang-undang. Permasalahan lain adalah perkemb angan masyarakat dan IPTEK yang cepat berubah menyebabkan banyak undang-undang yang tidak dapat diaplikasikan dalam menjawab masalah sosial di masyarakat. 615 Apabila dikaitkan dengan interpretasi Kemenkumham, maka interpretasi tersebut diperkirakan menggunakan metode restriktifpenyempitan hukum. Definisi tempat perdagangan tidak hanya berarti tempat perdagangan fisik namun juga mencakup bentuk abstrak yang mencakup online marketplaces, namun dengan metode interpretasi restriktif dipersempit menjadi tempat perdagangan fisik brick and mortar saja. Sempitnya ruang lingkup Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menurut Kementerian Hukum dan HAM juga menunjukkan adanya permasalahan dalam pembentukan perundang-undangan yaitu tidak sesuainya keinginan pembentuk undang-undang dengan kebutuhan yang hidup dan berkembang di masyarakat karena saat ini tempat perdagangan online tak ada ubahnya dengan tempat perdagangan biasa. Dengan demikian, apabila dilakukan interpretasi gramatikal, interpretasi historis, dan interpretasi teleogis terhadap Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, maka tempat perdagangan online masuk dalam ruang lingkup pasal tersebut. Akan tetapi, staf Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM berpendapat sebaliknya karena diperkirakan menggunakan interpretasi restriktif. Dengan interpretasi restriktif, Undang-Undang Hak Cipta yang baru disusun malah belum dapat menjawab perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat modern. 615 M. Ilham F. Putuhena, Politik Hukum Perundang-Undangan: Mempertegas Reformasi Legislasi yang Progresif, Jurnal Rechtsvinding, Vol 2 Nomor 3, 2013, hal 378. Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia

BAB IV INDIKATOR PENGELOLA PERDAGANGAN ONLINE YANG

MELAKUKAN PEMBIARAN

4.1. Pertanggungjawaban

4.1.1. Kesalahan dalam Hukum Pidana

Kesalahan adalah unsur yang mengenai keadaan batin pelaku menghubungkan antara perbuatan dan akibat serta sifat melawan hukum perbuatan dengan si pelaku. Hanya dengan adanya hubungan antara hal-hal tersebut dengan keadaan batin pembuatnya inilah, pertanggungjawaban dapat dibebankan pada seseorang. 616 Istilah kesalahan schuld adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harafiah: fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungan jawab atau mengandung beban pertanggungan jawab. Kesalahan dalam hukum pidana dibagi menjadi dua yaitu: 617 1 Kesengajaan Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai kesengajaan. Dalam MvT WvS Belanda ada sedikit keterangan mengenai kesengajaan ini yang menyatakan “pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki willens dan dikehendaki wetens ”. Singkatnya dapat disebut bahwa kesengajaan itu adalah orang yang menghendaki dan orang yang mengetahui. Dalam doktrin hukum pidana, dikenal tiga gradasi kesengajaan yaitu: 618 a. Kesengajaan sebagai maksudtujuan opzet als oogmerk Kesengajaan sebagai maksudtujuan berarti terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu yang sesuai dengan perumusan undang-undang hukum pidana adalah betul-betul sebagai perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan dari pelaku. 616 Adami Chazawi, op.cit., hal 90. 617 Ibid ., hal 91. 618 Ibid ., hal 96.