Interpretasi Historis Penemuan Hukum

Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat. 513 Selanjutnya interpretasi gramatikal juga harus memperhatikan apakah kata tersebut adalah kata kerja, kata benda, kata sifat, kata dasar, kata dengan imbuhan, 514 dan sebagainya. Contoh-contoh ketika interpretasi gramatikal digunakan yaitu: 515 1 Istilah menggelapkan dalam Pasal 41 KUHP ditafsirkan dengan menghilangkan 2 Istilah meninggalkan dalam Pasal 305 KUHP ditafsirkan dengan menelantarkan 3 Istilah dipercayakan dalam Pasal 432 KUHP ditafsirkan dengan diserahkan 516 4 Istilah menggelapkan dalam Pasal 372 KUHP ditafsirkan dengan menghilangkan

3.2.2. Interpretasi Historis

Interpretasi historis adalah penafsiran makna undang-undang menurut sejarah terjadinya undang-undang. 517 Terdapat dua interpretasi historis yaitu penafsiran menurut sejarah hukum dan penafsiran menurut sejarah terjadinya suatu undang-undang. 518 Interpretasi menurut sejarah hukumnya rechts historisch merupakan metode interpretasi yang ingin memahami undang-undang dalam konteks sejarah hukumnya, khususnya yang terkait dengan kelembagaan hukumnya. Sedangkan interpretasi menurut sejarah terjadinya undang- undangpengaturannya wets historisch adalah mencari maksud dari pembuat undang-undang, oleh karena itu kehendak pembentuk undang-undang sangat menentukan. 519 513 Bambang Sutiyoso, loc.cit. 514 Kata berimbuhan adalah kata-kata dasar yang mendapatkan imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, dan awalan-akhiran. Imbuhan sendiri berfungsi untuk menambahkan arti atau maksud dari kata-kata dasar yang diberi imbuhan tersebut. Lihat Kelas Indonesia, Pengertian dan Contoh Kata Berimbuhan Lengkap , http:www.kelasindonesia.com201504pengertian-dan- contoh-kata-berimbuhan-lengkap.html , diunduh pada 24 Agustus 2016 pukul 07.00. 515 Bambang Sutiyoso, loc.cit 516 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, op.cit., hal 15 517 Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 60 518 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, op.cit., hal 17 519 Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 114 Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia Undang-undang tidak terjadi begitu saja, 520 setiap undang-undang memiliki sejarahnya sendiri. 521 Undang-undang selalu merupakan reaksi terhadap kepentingan atau kebutuhan sosial untuk mengatur kegiatan dalam kehidupan manusia. Setiap pengaturan dapat dilihat sebagai suatu langkah dalam perkembangan masyarakat. 522 Oleh karena itu, untuk mengetahui makna kata atau kalimat dalam suatu undang-undang, seseorang harus meneliti sejarah kelahirannya. Sejarah yang dimaksudkan adalah sejarah terjadinya perarturan tertentu, dan apa yang merupakan latar belang, maksud, dan tujuan undang- undang tersebut. 523 Sebagai contoh, apabila seseorang hendak menjelaskan ketentuan dalam KUHPer, maka tidak cukup harus meneliti sampai terbentuknya KUHPer yaitu Code Civil 1804 saja. Seseorang juga harus meneliti mundur kebelakang sampai pada hukum Romawi. Selanjutnya misalnya seseorang ingin memahami dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, ia juga harus mempelajari sejarah landreform. Contoh lain adalah apabila seseorang ingin memahami Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka seseorang juga harus meneliti tentang sejarah emansipasi wanita. 524 Prinsip undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah perkawinan monogami, oleh karena itu praktek poligamimemiliki istri lebih dari satu dapat dibenarkan dengan persyaratan yang berat. Dalam prakteknya, untuk mengetahui maksud dan tujuan undang-undang dibuat, maka dapat diteliti berita acara sidang DPR dan berbagai surat antara DPR dengan Menteri yang bersangkutan terkait undang-undang tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui latar belakang penetapan undang-undang seseorang dapat meneliti asal-usul dan sistem hukumnya. Misalnya apakah sistem hukum itu berasal dari hukum asing misalnya Belanda yang dipengaruhi oleh hukum Perancis ataukah berasal dari Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila, dan sebagainya. 525 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan , 520 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, op.cit., hal 18 521 Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 114 522 Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 60 523 Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 115 524 Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 60 525 Bambang Sutiyoso, loc.cit. Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia seseorang tidak hanya harus melihat sejarah pembentukan undang-undang tersebut namun juga harus peka kondisi sosial yang terjadi pada waktu itu seperti penindasan dan emansipasi wanita karena undang-undang merupakan reaksi atas kebutuhan sosial. Bagi ahli sejarah, pandangan sejarah merupakan tujuan namun tidak demikian bagi ahli hukum. Makin tua umur undang-undang, maka penjelasan historis makin lama makin kurang kegunaannya dan makin beralasan untuk menggunakan interpretasi sosiologis yang akan dijelaskan dalam subbab selanjutnya. Hal ini terlihat dari KUHPer yang semakin lama semakin sering ditafsirkan secara sosiologis. 526

3.2.3. Interpretasi Teleogis