Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016
Universitas Indonesia
kata lain, intepretasi antisipatif adalah penafsiran dengan menggunakan sumber hukum yang belum resmi berlaku namun hakim memiliki keyakinan politis
bahwa RUU itu akan diundangkan. Contoh interpretasi antisipatif atau futuristis juga dapat dilihat dalam
penafsiran listrik yang termasuk dalam kategori barang dalam Pasal pencurian KUHP yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.
539
Karena KUHP melarang analogi, maka digunakan interpretasi antisipatif dalam kasus tersebut. Contoh
lainnya adalah mengenai perbuatan santet yang tidak diatur dalam KUHP, namun telah dicantumkan dalam RUU KUHP yang baru. Dengan dicantumkannya santet
sebagai tindak pidana, hakim dapat menggunakan interpretasi futuristis dan memutuskan santet dapat dipidana dengan mengacu pada ketentuan RUU KUHP
yang sedang disusun.
540
3.2.7. Interpretasi Restriktif
Interpretasi restriktif adalah penafsiran untuk menjelaskan undang-undang dengan cara membatasi ruang lingkup ketentuan suatu perundang-undangan
dengan mempersempit arti suatu peraturan dengan bertitik tolak pada artinya menurut bahasa.
Menurut interpretasi gramatikal, kata tetangga dalam pasal 666 KUHPer yang berbunyi tetangga mempunyai hak untuk menuntut agar pohon dan pagar
hidup yang ditanam dalam jarak yang lebih dekat daripada jaràk tersebut di atas dimusnahkan. Orang yang di atas pekarangannya menjulur dalam pohon
tetangganya,maka ia menuntut agar tetangganya menolaknya setelah ada teguran pertama dan asalkan ia sendiri tidak menginjak pekarangan si tetangga
dapat diartikan setiap tetangga termasuk penyewa dari pekarangan tetangga sebelah.
Apabila tetangga ditafsirkan tidak termasuk tetangga penyewa, maka hakim telah menggunakan interpretasi restriktif.
3.2.8. Interpretasi Ekstensif
539
Sudikno Mertokusumo, 2009, loc.cit.
540
Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 118
Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016
Universitas Indonesia
Interpretasi ekstensif merupakan lawan dari interpretasi restriktif. Interpretasi ekstensif adalah metode interpretasi yang membuat penafsiran
melampaui batas yang diberikan oleh penafsiran gramatikal. Interpretasi ekstensif digunakan untuk menjelaskan suatu ketentuan undang-undang dengan melampaui
interpretasi gramatikal. Interpretasi ekstensif dapat dilihat dari perkataan menjual Pasal 1576
KUHPer yang berbunyi dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah
diperjanjikan pada waktu menyewakan barang . Kata menjual ditafsirkan
bukan hanya jual-beli semata-rnata, tetapi juga peralihan hak milik.
541
3.2.9. Metode Argumentasi
Terdapat banyak nama dari metode argumentasi. LB Curzon sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali menyebut metode argumentasi dengan metode
konstruksi.
542
Sedangkan Bambang Sutiyoso menyebut metode argumentasi dengan metode penalaran hukum, redenering, atau reasoning. Metode konstruksi
hukum digunakan dalam hal peraturannya tidak ada, sehingga terjadi kekosongan hukum rechtsvakuum
Bambang Sutiyoso dengan mengutip Kenneth J. Vandevelde menyebutkan lima langkah argumentasi hukum yaitu:
543
1 Mengidentifikasi sumber hukum yang mungkin, biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan putudan pengadilan identify the
applicable sources of law 2 Menganalisis sumber hukum untuk menentukan aturan hukum yang
mungkin dan kebijakan dalam aturan tersebut analyze the sources of law
3 Melakukan sintesa aturan hukum dalam suatu struktur yang terpadu, yaitu struktur yang mengelompokkan aturan khusus dibawah aturan
umum synthetize the applicable rules of law into a coherent structure 4 Meneliti fakta yang tersedia research the available facts
541
Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 63-64
542
Achmad Ali, op.cit., hal 160
543
Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 134
Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016
Universitas Indonesia
5 Menerapkan struktur aturan tersebut terhadap fakta untuk memastikan hak dan kewajiban yang timbul dari fakta tersebut dengan
menggunakan kebijakan yang terletak dalam aturan hukum apply the structures of rules to the facts
Sedangkan Sidharta sebagaimana dikutip oleh Bambang Sutiyoso menyimpulkan terdapat 6 langkah utama untuk melakukan penalaran hukum
yaitu:
544
1 Mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu struktur kasus yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil
terjadi 2 Menghubungkan struktur kasus tersebut dengan sumber-sumber
hukum yang relevan, sehingga dapat menetapkan perbuatan hukum dalam istilah hukum legal term
3 Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian mencari tahu kebijakan yang terkandung dalam aturan
hukum tersebut the policies underlying those rules, sehingga didapatkan suatu struktur yang terpadu
4 Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus 5 Mencari berbagai alternatif penyelesaian yang mungkin
6 Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian diformulasikan sebagai putusan akhir
Terdapat empat cara metode argumentasi yang dapat digunakan untuk mengisi kekosongan hukum yaitu:
545
1 Metode analogi argumentum per analogian Pada analogi, suatu peratura khusus dalam undang-undang dapat
dijadikan umum yang tidak tertulis dalam undang-undang kemudian digali asas yang ada di dalamnya untuk kemudian disimpulkan.
Dengan analogi, peristiwa yang serupa, sejenis, atau mirip dengan yang diatur dalam undang-undang diperlakukan sama.
2 Argumentum a contrario a contrario
544
Ibid ., hal 135
545
Sudikno Mertokusomo, 2009, op.cit., hal 67
Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016
Universitas Indonesia
Dalam argumentum a contrario titik berat penemuan hukum diletakkan
pada ketidakpastian
peristiwanya. Metode
ini memberlakukan segi negatif dari undang-undang. Hakim menemukan
peraturan untuk peristiwa yang mirip, di sini hakim mengatakan peraturan ini saya terapkan pada peristiwa yang tidak diatur, tetapi
secara kebalikannya . Dalam hal ketidaksamaan ada unsur kemiripan.
Misalnya seorang duda yang hendak kawin lagi tidak tersedia peraturan yang khusus. Peraturan yang tersedia bagi peristiwa yang
tidak sama tetapi mirip, ialah bagi janda yaitu Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Bagi janda yang hendak kawin lagi
harus menunggu masa iddah. Maka Pasal itu juga diberlakukan untuk duda secara argumentum a contrario, sehingga duda kalau hendak
kawin lagi tidak perlu menunggu 3 Penyempitan hukum Rechtsverfijning
Pengkonkretan hukum merupakan pengkonkretan terhadap suatu masalah hukum yang tersebut dalam peraturan perundang-undangan,
karena peraturan perundang-undangan tersebut terlalu umum dan sangat luas ruang lingkupnya. Agar dapat dipergunakan dalam
menemukan hukum terhadap suatu perkara yang sedang diperiksa, masalah hukum yang sangat luas itu dipersempit ruang lingkupnya
sehingga dapat diterapkan dalam suatu perkara secara konkrit. Dalam pengkonkretan hukum ini, dibentuk pengecualian- pengecualian atau
penyimpangan-penyimpangan dari peraturan- peraturan yang bersifat umum, yang kemudian diterapkan kepada peristiwa yang bersifat
khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri. Misalnya pengertian melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata
yang luas ruang lingkupnya karena dalam peraturan itu tidak dijelaskan tentang apakah kerugian harus diganti juga oleh yang
dirugikan, yang ikut bersalah menyebabkan kerugian. Tetapi dalam yurisprudensi ditentukan bahwa kalau ada kesalahan pada yang
dirugikan, ini hanya dapat menuntut sebagian dari kerugian yang
Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016
Universitas Indonesia
diakibatkan olehnya. Jadi di sini terdapat pengkonkretan ruang lingkup tentang pengertian perbuatan melawan hukum
4 Fiksi hukum Metode fiksi sebagai penemuan hukum ini sebenarnya berlandaskan
asas in dubio pro reo yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum. Pada fiksi hukum pembentuk
undang-undang dengan sadar menerima sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan sebagai kenyataan yang nyata. Fiksi adalah metode
penemuan hukum yang mengemukakan fakta- fakta baru kepada kita, sehingga tampil suatu personifikasi baru di hadapan masyarakat.
Adapun fungsi dari fiksi hukum ini di samping untuk memenuhi hasrat untuk menciptakan stabilitas hukum, juga utamanya untuk mengisi
kekosongan undang-undang. Menurut Achmad Ali, harus dibedakan antara fiksi yang sudah tertuang dalam putusan hakim, bukan lagi fiksi
melain kan telah menjadi judge made law, telah menjadi kenyataan. Dalam kaitan ini Scholten berpendapat bahwa fiksi itu hanya berfungsi
pada saat-saat perali han, dan manakala peralihan usai. berakhir pula fungsi fiksi itu. Jadi dalam fiksi hukum setiap orang mengetahui semua
ketentuan-hukum yang berlaku dan hal ini sangat diperlukan oleh hakim dalam praktik hukum. Fiksi hukum sangat bermanfaat untuk
mengajukan hukum, yaitu untuk mengatasi benturan antara tuntutan- tuntutan baru dan sistem yang ada.
Seseorang dalam menghubungkan antara teks undang-undang dengan suatu peristiwa konkrit yang diadilinya, wajib menggunakan pikiran dan nalarnya
untuk memilih, metode penemuan mana yang paling cocok dan relevan untuk diterapkan dalam suatu permasalahanperkara. Seseorang harus jeli dan memiliki
profesionalisme tinggi dalam menerapkan metode penemuan hukum sebagaimana tersebut di atas. Dalam hal penemuan hukum dilakukan oleh seorang hakim yang
dapat rnempergunakan metode penemuan hukum yang relevan dan sesuai dengan harapan dalam kasus yang sedang diperiksanya, maka putusan yang dilahirkan
akan mempunyai nilai keadilan dan kemanfaatan bagi pencari keadilan.
Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016
Universitas Indonesia
3.3. Penemuan Hukum Terhadap Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28