Interpretasi Logis Penemuan Hukum

Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, seorang istri tetap cakap berbuat hukum sehingga ketentuan Pasal 110 KUHPer tidak diberlakukan dalam praktek sehari-hari. 529 Contoh konkrit lain ada pada kasus pencurian listrik di Belanda. Pasal 362 KUHP berbunyi barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 tahun . Pada saat pasal ini dibuat, para pembuat undang-undang belum berpikirmengantisipasi tentang kemunculan listrik dan penggunaannya dalam kehidupan modern. Hal yang menjadi pertanyaan pada saat itu apakah listrik merupakan barang yang dapat diambil berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP. Ketika terdapat kasus penyadapan dan penggunaan tenaga listrik, pada akhirnya hakim memutuskan bahwa tenaga listrik bersifat mandiri dan mempunyai nilai tertentu sehingga listrik termasuk dalam barang di rumusan Pasal 362 KUHP. Hakim juga menyatakan bahwa Pasal 362 KUHP bertujuan untuk melindungi harta kekayaan orang lain. 530

3.2.4. Interpretasi Logis

Menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum. Arti pentingnya suatu peraturan hukum terletak di dalam sistem hukum. Dalam metode penafsiran ini, hukum dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak merupakan bagian yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari satu sistem. 531 Dengan kata lain, tidak satupun peraturan perundang-undangan dapat ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya. Menafsirkan undang-undang tidak boleh dilakukan secara menyimpang atau keluar dari sistem perundang- undangan. 532 529 Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 116. 530 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, op.cit., hal 16 531 Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 58 532 Bambang Sutiyoso, op.cit., hal 113 Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia Contoh interpretasi logis adalah dalam menentukan apakah mayat manusia merupakan objek kepemilikan atau bukan. Menurut Pasal 499 KUHPer, benda adalah setiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik yang berarti dapat menjadi objek kepemilikan. Indonesia pada saat ini tidak mengenal perbudakan, sehingga mayat manusia dalam hukum perdata tidak merupakan objek kepemilikan. Akan tetapi, dalam hukum pidana sebagaimana tertuang dalam Arrest Hoge Raad 25 Juni 1946 NJ 1946 mayat adalah milik ahli warisnya dalam batas tertentu. Hal ini dikarenakan ahli warisnya yang menentukan saat, tempat, dan cara pemakamannya, boleh tidaknya dilakukan otopsi terhadap mayat tersebut, pembongkaran makamnya, dan sebagainya. 533 Implikasi dari hal ini adalah apabila terdapat orang yang mengambil mayat manusia secara melawan hukum, berarti ia telah mencuri mayat dari pemiliknya atau ahli warisnya. 534 Interpretasi sistematis juga ditemukan dalam hal mengetahui sifat pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan. Untuk mengetahui pengakuan tersebut, seseorang tidak cukup hanya mencari ketentuan perdata saja, akan tetapi harus dihubungkan dengan Pasal 278 KUHP dalam Bab Kejahatan terhadap Asal- Usul dan Perkawinan. Pasal tersebut berbunyi barangsiapa mengaku seorang anak sebagai anaknya menurut KUHPer, padahal diketahui bahwa ia bukan bapak dari anak tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun 535 Contoh lain interpretasi logis adalah dalam memahami tentang perikatan di KUHPer. Untuk memahami tentang perikatan, Pasal 1338 KUHPer harus dilihat salah satu pasal dari kesatuan pasal-pasal dalam buku ketiga tentang perikatan. Pasal 1338 KUHPer tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu untuk mencari yang dimaksud dengan kata sah dalam persetujuan yang dibuat dengan sah, seseorang harus merujuk pada Pasal 1320 KUHPer yang menyatakan syarat sahnya suatu perjanjian yaitu: 1 Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya 2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3 Suatu hal tertentu 533 Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 59 534 Bambang Sutiyoso, loc.cit. 535 Sudikno Mertokusumo, 2009, loc.cit. Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia 4 Suatu sebab yang halal Lebih lanjut, seseorang juga harus melihat kategori orang yang tidak cakap dalam Pasal 1330 KUHPer serta merujuk pada Pasal 1321 KUHPer untuk melihat syarat tidak sahnya perikatan yaitu bukan kesepakatan yang sah apabila kesepakatan itu terjadi karena kekhilafan, paksaan, atau penipuan . 536

3.2.5. Interpretasi Komparatif