Interpretasi Teleogis Penemuan Hukum

Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia seseorang tidak hanya harus melihat sejarah pembentukan undang-undang tersebut namun juga harus peka kondisi sosial yang terjadi pada waktu itu seperti penindasan dan emansipasi wanita karena undang-undang merupakan reaksi atas kebutuhan sosial. Bagi ahli sejarah, pandangan sejarah merupakan tujuan namun tidak demikian bagi ahli hukum. Makin tua umur undang-undang, maka penjelasan historis makin lama makin kurang kegunaannya dan makin beralasan untuk menggunakan interpretasi sosiologis yang akan dijelaskan dalam subbab selanjutnya. Hal ini terlihat dari KUHPer yang semakin lama semakin sering ditafsirkan secara sosiologis. 526

3.2.3. Interpretasi Teleogis

Interpretasi teleogis disebut juga interpretasi sosiologis. Metode teleogis menerapkan makna undang-undang berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Di sini seseorang menafsirkan undang-undang sesuai dengan tujuan pembentuk undang- undang, titik beratnya adalah pada tujuan undang-undang itu dibuat, bukan pada bunyi kata-katanya saja. Peraturan perundang-undangan yang telah usang, disesuaikan penggunaannya dengan menghubungkan dengan kondisi dan situasi saat ini atau situasi sosial yang baru. Singkatnya, ketentuan undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi dilihat sebagai alat untuk memecahkan atau menyelesaikan sengketa pada zaman modern ini. 527 Lebih lanjut Prof. Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa dapat dikatakan pada hakekatnya, setiap penafsiran merupakan penafsiran teleogis. 528 Melalui interpretasi teleogis, perbedaan atau kesenjangan antara sifat positif dari hukum rechtspositiviteit dengan kenyataan hukum rechtswerkelijkheid dapat diselesaikan. Oleh karena itu, jenis interpretasi ini sangatlah penting. Contoh penggunaan interpretasi teleogis antara lain dalam hal kecakapan istri. Berdasarkan pasal 110 KUHPer, seorang istri yang tunduk pada ketentuan BW dianggap tidak cakap berbuat hukum tanpa izin dari suaminya. Akan tetapi 526 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, op.cit., hal 19 527 Ibid ., hal 15 528 Sudikno Mertokusumo, 2009, op.cit., hal 61 Tanggung Jawab Pengelola , Kanina Cakreswara, FH UI, 2016 Universitas Indonesia berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, seorang istri tetap cakap berbuat hukum sehingga ketentuan Pasal 110 KUHPer tidak diberlakukan dalam praktek sehari-hari. 529 Contoh konkrit lain ada pada kasus pencurian listrik di Belanda. Pasal 362 KUHP berbunyi barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 tahun . Pada saat pasal ini dibuat, para pembuat undang-undang belum berpikirmengantisipasi tentang kemunculan listrik dan penggunaannya dalam kehidupan modern. Hal yang menjadi pertanyaan pada saat itu apakah listrik merupakan barang yang dapat diambil berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP. Ketika terdapat kasus penyadapan dan penggunaan tenaga listrik, pada akhirnya hakim memutuskan bahwa tenaga listrik bersifat mandiri dan mempunyai nilai tertentu sehingga listrik termasuk dalam barang di rumusan Pasal 362 KUHP. Hakim juga menyatakan bahwa Pasal 362 KUHP bertujuan untuk melindungi harta kekayaan orang lain. 530

3.2.4. Interpretasi Logis