49
5.2.2 Permasalahan Usahatani
Petani lahan kering Gampong Lampisang Dayah identik dengan pertanian subsisten yang selalu bermasalah sekitar terbatasnya sarana pendukung sektor
pertanian, belum mengenal teknologi pertanian yang tepatguna, belum terbuka pasar yang lebih luas melainkan di tingkat desa. Petani desa ini kehidupannya masih
sederhana, belum mampu menghidupkan keluarga secara layak dan sejahtera, karena rendahnya pendapatan dari hasil pekerjaan pertanian. Petani belum terbuka
akses kepada penyedia modal dan pengetahuan petani relatif rendah sehingga rendahnya pengetahuan tentang cara pengolahan tanah yang benar.
Penggunaan lahan kering pada kegiatan pertanian termasuk strategis, namun bisa terkendala bahkan bermasalah jika petani belum mampu membangun jejaring
kerja komunitasnya untuk bisa mengakses partisipasi pihak luar dalam rangka menyakini institusi formal dan informal. Hubungan vertikal tersebut belum
menunjukkan kemajuan di kalangan petani lahan kering, kecuali apa yang dilakukan oleh empat kepala keluarga penggembala. Oleh sebab itu kajian evaluasi
permasalahan di sini khusus terhadap usahatani kebun dan ladang, tidak termasuk sektor penggembalaan. Permasalahan-permasalahan yang menonjol pada petani
lahan kering Gampong Lampisang Dayah, di antaranya yakni persoalam modal usaha, sarana pendukung aktivitas petani, sumber daya manusia dan network petani
terhadap institusi luar desa.
1 Permodalan
Persoalan permodalan di sini adalah menyangkut ketersediaan modal yang dimiliki petani maupun investasi pihak lain, seperti swasta maupun
Pemerintahan Kabupaten Aceh Besar. Ketidakmampuan akses kepada sumber modal mengakibatkan lambannya pertumbuhan sektor perkebunan yang
dilakukan secara intensifikasi, termasuk rencana peremajaan kebun yaitu penggantian kepada tumbuhan baru seperti pohon kopi Robusta dan kelapa
hibrida. Oleh sebab itu maka ketersediaan modal usaha bagi petani lahan kering sektor kebun masih sulit mereka peroleh, sehingga konsentrasi petani lebih
memprioritaskan pekerjaan terhadap lahan ladang yang tidak memerlukan modal besar. Jadi fungsi kebun hanyalah mengambil panen dari tanaman tua seperti
kelapa, kopi yang telah berusia tua. Berdasarkan hasil survei diketahui lebih banyak kepala keluarga petani
yang mengemukakan bahwa pendapatan sektor pertanian pada setiap musim tanam habis dipergunakan untuk kebutuhan keluarga sehingga tidak memliki
50 kelebihan atau tidak mampu menyimpan keuntungan untuk permodalan kembali
di sektor pertanian pada musim tanam berikutnya. Dari sektor kebun diketahui tidak semua petani memiliki lahan tersebut, artinya hanya sebagian kecil petani
yang memiliki surplus pendapatan bulanan karena adanya tambahan pendapatan hasil kebun.
Dapat diambil suatu kesimpulan Keterdiaan modal untuk keberlanjutan usahatani mengalami kendala dalam pekerjaan pengelolaan lahan kering.
Sehubungan dengan keadaan persediaan modal sendiri dan akses ke pihak penyedia modal maka dapat diambil dua opsi menyangkut ketersediaan modal
bagi petani lahan kering. Pertama adalah tidak memiliki modal sendiri yang cukup untuk meningkatkan usahatani, kedua memiliki modal sendiri untuk kegiatan
perkebunan dan ladang. Dengan ketersediaan modal dapat dibedakan kepada kekurangan modal dengan kecukupan modal untuk usaha tani kebun dan ladang,
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 11. Tabel 11 Ketersediaan Modal Untuk usahatani Ladang dan Kebun
KECUKUPAN MODAL KEKURANGAN MODAL
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
7 KK 41,18
10 KK 58,82
2 Infrastruktur
Kebun dan ladang yang menjadi sasaran usahatani di Gampong Lampisang Dayah terletak di sebelah Selatan persawahan dan sebelah Utara
pemukiman warga. Untuk menjangkau dan kelancaran aktivitas petani lahan kering dimaksud tentunya dibutuhkan infrastruktur pendukung kegiatan khusunya
jalan sebagai sarana transpotasi terhadap pengankutan hasil panen. Dukungan infrastruktur ini turut berpengaruh terhadap kegiatan pertanian. Sejak Februari
2007 telah dibangun jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat merupakan jalan hasil gagasan petani lahan kering bersama swadaya warga desa.
Pembangunan jalan bersama warga desa secara partisipatif sejarak 500 meter, tetapi jalan ini belum bisa mengakses ke seluruh lahan kering karena tertunda
kelanjutan pembangunan jalan sepanjang 800 meter.
51 Menyangkut rencana lanjutan jalan tersebut, telah dilakukan survei
bersama tokoh masyarakat dan pemilik lahan kering, tetapi masih terhalang dengan lahan warga yang belum bersedia dibebaskan secara sukarela, sehingga
tertunda pelaksanaannya. Menyinggung masalah kelanjutan jalan, Keuchik Gampong Lampisang Dayah bersama warga sedang mencari alternatif
penyelesaian dan pembebasan lahan warga yang belum bersedia melepaskan kepemilikannya.
Dengan tersedianya infrastuktur jalan dimaksud berarti telah menambah suatu fasilitas pendukung terhadap kegiatan petani lahan kering, di samping
membutuhkan ketersediaan fasilitas lain seperti penampungan air tanah dalam bentuk kolam dan penggalian sumur pada lokasi tertentu. Secara umum fasilitas
transportasi terhadap petani lahan kering sudah mendukung tetapi belum maksimal karena jalan dimaksud belum selesai 100 persen. Masalah keberadaan
jalan dan infrastruktur lainnya bagi petani bisa dikatakan sudah mendukung, namun perlu perbaikan infrastruktur sumber mata air.
Berdasarkan pertanyaan terhadap petani kebun dan ladang tentang manfaat apa yang dapat dirasakan dari infastruktur tersebut, mereka
menyebutkan paling mendukung kegiatannya terutama pada saat pengangkutan panen telah meringankan biayatenaga dan mempercepat pekerjaan.
Penyelesaian jalan sepanjang 500 meter 38,63 mempunyai peranan penting sebagai fasilitas dalam kegiatan penggarapan hampir 100 persen lahan petani,
apalagi jika terselesaikan 100 persen jalan dimaksud, maka manfaatnya akan lebih besar lagi. Kepala keluarga yang belum menikmati keuntungan jalan
tersebut, disebabkan letak lahannya pada posisi rencana kelanjutan pembangunan jalan selanjutnya. Katagori mamfaat infrastruktur jalan para petani
dapat disebut mendukung kegiatan usahatani sedangkan katagori yang satu lagi adalah tidak mendukung usahatani sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Mamfaat jalan Terhadap Kegiatan Usahatani Kebun dan Ladang
MENDUKUNG KEGIATAN USAHATANI TIDAK MENDUKUNG KEGIATAN USAHATANI
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
16 KK 94,12
1 KK 5,88
52
3 Teknologi
Bagi petani yang membuka kebun secara perorangan selama 3 tahun terakhir telah menggunakan bibit hibrida, seperti kopi Robusta dan kelapa hibrida.
Berdasarkan pertanyaan sejauhmana petani mengenal dan sejauhmana telah menggunakan peralatan teknologi sederhana dalam aktivitas pertanian, para
petani lahan kering masih merasakan asing dalam kegiatan usahataninya. Bahwa mendominasi petani menjelaskan belum mengenal sama sekali dengan peralatan
dan teknis penggarapan lahan secara moderen. Oleh sebah itu lebih banyak dan umumnya lahan kering dikerjakan dari
awal sampai pengolahan hasil dilaksanakan secara tradisional, tanpa pemakaian peralatan teknologi. Katagori tingkat penerapan peralatan teknologi sederhana
dikalangan petani, bisa diketahui dengan menanyakan apakah menggunakan perlatan baru dalam pekerjaan pertanian kebun dan ladang dari pengolahan
tanah sampai penanganan panen. Dari berbagai jawaban dapat dikelompokkan; menggunakan teknologi pertanian dan tidak menggunakan teknologi pertanian,
seperti disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Penerapan Teknologi dalam Kegiatan Pertanian Kebun Ladanng
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PERTANIAN TIDAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PERTANIAN
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE JUMLAH
KELUARGA PERSENTASE
4 KK 23,53
13 KK -76,47
4 Interaksi Pasar
Pertumbuhan pasar sehubungan dengan kegiatan petani lahan kering belum terjadi dengan baik, karena pemasaran produksi usahatani sangat
tergantung pada toke pengumpul di desa yakni mampu membeli semua hasil pertanian. Proses interaksi pasar terjadi di tingkat desa meliputi proses jual-beli
palawija, sedangkan untuk penjualan ternak berlaku pola pemesanan dengan sistem penawaran, bahkan penawarannya bersaing sesama toke. Sistem
pembayarannya dibuat kesepakanan, biasanya pelunasan bertahap sampai dua minggu batasannya.
53 Dengan berlakunya interaksi pasar di tingkat desa, dalam pemasaran
hasil usahatani merupakan suatu kemajuan, namun akses ke pasar yang lebih luas belum mampu dijangkau petani. berhubung sulit mengakses ke pasar yang
lebih luas, sehingga ada petani kebun dan ladang merasakan kurang efektif pasar tersebut, sedangkan pemasaran ternak menganggap sangat efektif karena
harganya tinggi. Alasan efektifnya pelaksanaan pemasaran di tingkat desa berdasarkan
pengakuan responden karena faktor tingginya harga pembelian komoditi peranian, di samping tertampungnya semua jenis komoditi dimaksud. Dengan
demikian interaksi pasar dimaksud normal dan strategis untuk dilanjutkan terhadap hasil pertanian dalam ukuran kecil. Dengan proses penjualan hasil tani
di tingkat desa, para petani belum mengangap praktis sehingga belum memikirkan akses terhadap pasar yang lebih luas seperti ke Banda Aceh ibukota
Provinsi NAD. Hal ini terbukti tidak ada petani yang mengeluh tentang proses pasar, artinya tidak ada permasalahan pasar terhadap usahatani diatas lahannya.
Pandangan mengenai tingkat efektif pasar di desa, disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Interaksi Pasar Tingkat Desa Bagi Petani Lahan Kering
PASAR TINGKAT DESA EFEKTIF PASAR TINGKAT DESA TIDAK EFEKTIF
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
17 KK 100
0 KK
5 Sumber Daya Manusia
Latar belakang pendidikan formal petani lahan kering maksimal hanya menamatkan sekolah menengah tingkat petama SLTP tetapi kebanyakan hanya
pendidikan sekolah dasar dan tidak ada petani lahan kering yang pendidikan akhir tingkat sarjana. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tidak pernah
mengikutsertakan petani lahan kering dalam pelatihan-pelatihan teknis mengenai pertanian selama tiga tahun terakhir. Rendahnya tingkat pendidikan formal tidak
berarti akan menyebabkan rendahnya pengetahuan tentang pengembangan pertanian, tetapi rendahnya pengetahuan mereka dalam penanganan usahatani
tentunya ada unsur lain yang mempengaruhinya.
54 Mengenai terbatasnya tingkat pendidikan dikalangan petani lahan kering,
bukanlah suatu indikatornya terbatas SDM belum bisa dijadikan suatu tolok ukur tingkat kemampuan dalam bercocoktanam, karena ada aspek lain yang justru
paling mendukung kegiatan pertanian termasuk aspek ketrampilan pengolahan lahan pertanian yang tersedia sempit dengan cara intensifikasi. Intensifikasi
tidak mesti menerapkan revolusi hijau, tetapi perpaduan pengetahuan lokal dengan pengalaman bercocoktanam dapat dijadikan modal sosial sektor
pertanian serta pengembangan usahatani. Tinggi maupun rendahnya kemampuan ketrampilan mengelola dan
mengolah lahan pertanian akan menjadi suatu faktor yang menentukan pengaruhnya kepada kualitas SDM di perdesaan. Adapaun teknis pekerjaan
pertanian yang dilakukan selama ini yakni berdasarkan pengalaman turun temurun. Jika dihadapkan pada penggunaan peralatan teknologi pertanian
mereka agak tertinggal, justru perlu adanya pengenalan teknologi beserta pelatihan.
Pernyataan yang ditujukan kepada petani lahan kering adalah tingkat kemampuan dalam mengolah lahan ladang. Apakah sudah mampu
menggunakan pola pemilihan bibit, pengolahan tanah, pemeliharaan dan penanganan panen secara moderen atau masih secara tradisional. Tingkat
penguasaan pengelolaan lahan ini akan menjadi suatu standar kemampuan pengetahuan petani, artinya menguasai ilmu pertanian atau belum
menguasanyai cara bercocoktanam yang efektif dan efesien. Dapat dimaknai bahwa kekuatan pengetahuan lokal; ramalan tentang musim dan jenis tanaman
apa yang cocok ditanam serta teknis pengusiran hama tanaman, hanya efektif terhadap pertanian subsisten. Katagori tingkat kemampuan dalam mengusai
teknis penanganan lahan pertanian tersebut ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15 Pengetahuan Petani Terhadap Pengolahan Lahan
.
TELAH MENGUASAI ILMU PERTANIAN BELUM MENGUASAI ILMU PERTANIAN
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE JUMLAH
KELUARGA PERSENTASE
5 KK 29,41
12 KK 70,69
55
5 Jaringan Kerja
Kerjasama sesama petani lahan kering yang bergerak di sektor kebun dan ladang secara horizontal atau hubungan dalam komunitasnya bejalan dengan
baik, seperti gotongroyong, peminjaman alat pertanian dan pembasmian hama babi. Dalam perolehan modal usaha sesama petani ini belum terjadi, apalagi
perolehan modal dari pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan swasta sampai saat ini belum ada jalur akses kepada sumber modal. Namun demikian
komunitas ini memiliki jaringan kerja dengan pendamping teknis, dengan masyarakat desa dan terakhir membuka hubungan dengan lembaga donor
seperti BRR Aceh Nias untuk pembentukan kelompok tani. Petani lahan kering dalam usahatani perkebunan dan ladang kelihatannya
agak lambat proses pengembangan jejaring sosial, jika akses ke institusi luar vertikal belum terjalin kuat. Sehubungan dengan kurangnya relasi kerja, maka
tidak bisa mendatangkanmeyakinkan pihak lembaga donatur lokal untuk penanaman investasi ke sektor pertanian. Rencana kerjasama dengan BRR
memerlukan beberapa pertimbangan, di antaranya ketersediaan sumber daya manusia dan modal sosial yang dimiliki petani lahan kering untuk pengembangan
kelompok. Berdasarkan survei menyangkut jaringan kerja dan jejaring sosial ke luar
komunitas petani lahan kering dapat dikatakan tergolong belum berkembang baik, sebagaimana hubungan kerjasama para penggembala dengan pihak
pengusaha. Petani lahan kering lebih banyak berinteraksi secara internal, tetapi sangat kurang melakukan negosiasi dengan kelembagaan lain. Akhirnya
sebagian besar petani tidak punya akses eksternal, maka dapat dibedakan antara katagori petani yang sudah bekerjasama dengan petani yang belum bekerjasama
dengan institusi lain di luar desa. Tabel 16 di bawah ini menunjukkan sejauhmana pengakuan responden dalam melakukan hubungan secara vertikal ;
Tabel 16 Jaringan Kerja Petani dengan Institusi Luar Desa
MEMPUNYAI AKSES KERJASAMA DENGAN INSTITUSI LUAR
BELUM MEMILIKI AKSES KERJASAMA DENGAN INSTITUSI LUAR
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
JUMLAH KELUARGA PERSENTASE
1 KK 5,88
16 KK 94,12
56
5.3 Tingkat Kesejahteraan Petani Lahan Kering