Menurut DKP 2005, bahwa pengembangan sumberdaya perikanan di masa mendatang perlu persiapan lebih matang, untuk itu diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut : 1 perlu pengembangan prasarana perikanan, 2 pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan, 3 pengembangan kelembagaan dan
penyelenggaraan penyuluhan perikanan serta 4 pengembangan sistem informasi manajemen yang tepat.
Rencana pembangunan jangka menengah RPJM sektor kelautan dan perikanan mengacu pada 3 tiga pilar utama pembangunan nasional yaitu : 1 pro
poor , 2 pro job dan 3 pro growth. Sehingga tujuan pembangunan kelautan dan
perikanan adalah : 1 meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya melalui peningkatan kesempatan kerja
dan produktivitas, 2 meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan dalam perekonomian nasional seiring dengan pengurangan tingkat kemiskinan
dan 3 mewujudkan kondisi lingkungan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkualitas menuju pembangunan yang berkelanjutan DKP, 2005.
Monintja 1994, menyatakan bahwa perlu adanya pertimbangan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan didalam pengembangan perikanan.
Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan menjadi 3tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan yang secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan dan berkelanjutan. Kriteria untuk teknologi
penangkapan ikan ramah lingkungan yaitu; 1 selektivitas tinggi, 2 tidak destruktif terhadap habitat, 3 tidak membahayakan nelayan, 4 menghasilkan ikan
bermutu baik, 5 produk tidak membahayakan kesehatan konsumen, 6 minimum hasil tangkapan yang terbuang, 7 dampak minimum terhadap keanekaragaman
sumberdaya hayati, 8 tidak menangkap species yang dilindungi dan 9 diterima secara sosial.
2.5 Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process AHP
Analytical hierarchy process AHP pertama kali dikembangkan oleh
Thomas L.Saaty, seorang ahli matematik dari universitas Pittsburgh, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Analytical hierarchy process AHP pada dasarnya
didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan
sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Analytical
hierarchy process AHP merupakan proses berpikir yang terorganisir untuk
permasalahan yang kompleks, rumit dan tidak terstruktur, yang memungkinkan adanya interaksi antar faktor, namun tetap memungkinkan untuk memikirkan
faktor-faktor tersebut secara sederhana. AHP merupakan metoda analisis pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel yang menampung
kreativitas di dalam ancangannya terhadap suatu masalah. AHP merupakan model bekerjanya pikiran yang teratur untuk menghadapi kompleksitas. Metoda ini
menstruktur masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan- pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif.
Metode ini merefleksikan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan
yang beragam ini menjadi satu hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang kita buat.
Proses ini membantu untuk memecahkan permasalahan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan
dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan berbagai prioritas. Saaty, 1991.
Menurut Nurani 2003 AHP merupakan metode yang applicable untuk digunakan di bidang perikanan dan kelautan. Kerumitan permasalahan di bidang
perikanan dan kelautan serta keterbatasan data-data numerik sering menjadi faktor kendala yang menyulitkan dalam pengambilan keputusan. Dengan PHA,
kompleksitas masalah dapat disederhanakan dengan pembuatan struktur hirarki, memungkinkan bagi penentu kebijakan untuk membuat struktur hirarki yang
disesuaikan dengan pokok permasalahan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan
dengan menggunakan AHP yaitu: 1 menyusun hirarki, 2 menetapkan prioritas dan 3 konsistensi logis. Langkah pertama dalam menetapkan prioritas dari
elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah membuat matriks banding berpasang pairwise comparison. Matriks banding berpasang diisi
dengan suatu bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas
elemen lainnya, berkenaan dengan sifat yang dibandingkan. Bilangan yang digunakan adalah suatu skala nilai dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Skala banding secara berpasang Saaty, 1991
Tingkat kepentingan
Defenisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting dari elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sedikit
mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting
dari elemen yang lain Pengalaman dan penilaian sangat
kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting
dari elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat disokong,
dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih
penting dari elemen yang lainnya
Bukti yang mendung elemen yang satu terhadap elemen yang lain
memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang berdekatan Nilai ini diberikan bila ada dua
kompromi diantara dua pilihan Kebalikan
Jika untuk elemen i mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan elemen j, maka elemen j mempunyai nilai kebalikan bila
dibandingkan dengan elemen i
Konsistensi sangat penting dalam pengambilan keputusan. Konsistensi memiliki dua makna yaitu: pertama, obyek yang serupa dapat dikelompokkan
sesuai keragaman dan relevansinya, kedua, konsistensi terkait dengan tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. AHP
mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi Consistency Ratio :CR. Nilai rasio konsistensi harus 10 atau
kurang. Jika rasio konsistensi lebih dari 10, pertimbangan tersebut mungin acak dan perlu diperbaiki. Nilai Indeks acak RI dari matriks berordo 1 sampai dengan
10,yang digunakan untuk menentukan Rasio konsistensi CR tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai random consistency index RI untuk jumlah elemen n 1 sampai dengan 10 Saaty, 1991
2.6 Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna