Gap Analysis On The Quality And Food Safety Management System With ISO 22000 at PT. Indesso Aroma Green Tea Extract As A Model
KEAMANAN PANGAN DI PT. INDESSO AROMA DENGAN ISO
22000 : MODEL PRODUK EKSTRAK TEH HIJAU
E F E N D I
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Analisis Kesenjangan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan di PT. Indesso Aroma dengan ISO 22000 : Model Produk Ekstrak Teh Hijau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Bogor, Agustus 2007
(3)
ANALISIS KESENJANGAN SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN
KEAMANAN PANGAN DI PT. INDESSO AROMA DENGAN ISO
22000 : MODEL PRODUK EKSTRAK TEH HIJAU
E F E N D I
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
(4)
Judul Tugas Akhir : Analisis Kesenjangan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan di PT. Indesso Aroma dengan ISO 22000 : Model
Produk Ekstrak Teh Hijau Nama Mahasiswa : E f e n d i
NIM : F252050015
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc (Ketua) (Anggota)
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan
Dr.Ir. Lilis Nuraida, MSc Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 27 Agustus 2007 Tanggal Lulus :
(5)
ABSTRACT
EFENDI. Gap Analysis on the Quality and Food Safety Management System with ISO 22000 at PT. Indesso Aroma : Green Tea Extract as a Model. Under the direction of LILIS NURAIDA and RATIH DEWANTI-HARIYADI.
The aim of the present work was to do a gap analysis on the quality and food safety management system with ISO 22000 at PT. Indesso Aroma using green tea extract as a model. Gap analysis was initiated by analysis of potential hazards of raw material, processing steps and equipments, end product (green tea extract); assessment on existing quality and food safety management system and its implementation; gap analysis of the company existing condition vs. ISO 22000. Based on these assessments, strategy development of food safety management system based on ISO 22000 and its implementation was recommended to the company.
The potential hazards of raw material i.e. green tea are pathogen bacteria, heavy metals, arsen and residue pesticide. These hazards have to be controlled as CCP. Beside hazard associated with green tea, pathogen bacteria E. coli was also identified as hazard from demineralized water. This hazard is controlled by OPRP. The processing steps potential to harbor hazards are preparation of extraction unit, transfer of green tea leaf, extraction, evaporation, filtration, concentration, blending and packing. These hazards are controlled by OPRP. The potential hazards of green tea extract is pathogen bacteria, heavy metals, arsen and residue pesticide. Pathogen bacteria is controlled by checking at every production batches, while heavy metals, arsen and residue pesticide are controlled by checking at every three months. Implementation of GMP shows that the company classified as very good. They were three major finding and one minor finding need to be addressed before ISO 22000 implementation. Gap analysis on the company existing condition vs. ISO 22000 shows that the company has implemented 42 out of 52 ISO 22000 requirements. Based on this study the company is recommended to assemble food safety team, establish food safety policy and related objectives, establish emergency preparedness and response, withdrawal and validation procedures, and include food safety aspect in the company existing ISO 9001 procedures as the necessary steps to be taken to implement ISO 22000.
(6)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 ini adalah Analisis Kesenjangan Sistem Manajemen Mutu dan Kemanan Pangan di PT. Indesso Aroma dengan ISO 22000 : Model Produk Ekstrak Teh Hijau.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan Ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku pembimbing, serta manajemen PT. Indesso Aroma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi di Magister Profesi Teknologi Pangan IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu serta istri dan anak-anakku tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Agustus 2007
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 12 Mei 1969 dari ayah Toha (alm.) dan Ibu Hj. Aisyah. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM Yogyakarta pada tahun 1988 dan menamatkannya pada tahun 1992. Penulis bekerja di PT. Indesso Aroma Purwokerto dari tahun 1992 hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis ditugaskan di PT. Indesso Aroma Cileungsi hingga sekarang. Untuk menambah pengetahuan dalam bidang manajemen, pada saat bekerja di PT. Indesso Aroma Purwokerto penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana Magister Manajemen UNSOED Purwokerto pada tahun 1999 dan menamatkannya pada tahun 2000.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
I. PENDAHULAN
A. LATAR BELAKANG 1
B. TUJUAN 3
C. MANFAAT 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEH HIJAU 5
B. KEAMANAN PANGAN EKSTRAK TEH HIJAU 9
C. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000 11
D. SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 15
E. PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN 19 ISO 22000 BERBASIS DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN
MUTU ISO 9001
F. PROGRAM PRASYARAT 23
G. SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) 30 H. HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) 33 III. METODOLOGI
A. TEMPAT DAN WAKTU 45
B. METODE 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KAJIAN BAHAYA POTENSIAL BAHAN BAKU, PROSES DAN 47 PERALATAN PRODUKSI SERTA PRODUK EKSTRAK TEH HIJAU
1. KAJIAN BAHAYA PADA BAHAN BAKU 51
2. KAJIAN BAHAYA PADA PROSES DAN PERALATAN PRODUKSI 57 3. KAJIAN BAHAYA PADA PRODUK EKSTRAK TEH HIJAU 61 B. KONDISI SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN KEAMANAN 65
PANGAN DI PT. INDESSO AROMA SAAT INI
C. ANALISIS KESENJANGAN (GAP ANALYSIS) KONDISI 67 PERUSAHAAN SAAT INI DENGAN ISO 22000
(9)
V. REKOMENDASI 83
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 89
DAFTAR PUSTAKA 90
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba 7
2 Cemaran logam dan arsen dalam flavouring preparation 7
3 Batas residu pestisida dalam teh 8
4 Residu pestisida pada hasil pertanian 9
5 Cross references antara klausul-klausul ISO 9001:2000 20
dan klausul-klausul ISO 22000:2005 6 Cross references antara HACCP dan ISO 22000:2005 43
7 Deskripsi produk ekstrak teh hijau 47
8 Uraian tahapan produksi ekstrak teh hijau 50
9 Bagan penetapan CCP/OPRP terhadap bahan baku 52
10 Hasil pengujian cemaran logam berat, arsen, mikroba dan residu pestisida 53
bahan baku teh hijau 11 Bagan pemantauan CCP ekstrak teh hijau (bahan baku) 56
12 Bagan pemantauan OPRP ekstrak teh hijau (bahan baku) 56
13 Bagan penetapan CCP/OPRP terhadap proses 59
14 Bagan pemantauan OPRP ekstrak teh hijau (tahapan proses) 60
15 Bagan kajian resiko bahaya produk ekstrak teh hijau 61
16 Hasil pengujian cemaran logam berat, arsen dan residu pestisida 64
esktrak teh hijau 17 Analisis kesenjangan (Gap Analysis) kondisi perusahaan dengan ISO 22000 71
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Urutan logis untuk penerapan HACCP (CAC 2003) 36
2 Pohon Keputusan (ISO 2005b) 40
3 Metode Kajian 46
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Identifikasi bahaya dan pencegahannya pada bahan baku pembuatan 93
ekstrak teh hijau
2 Identifikasi bahaya dan pencegahannya pada tahapan proses pembuatan 94 ekstrak teh hijau
3 Hasil pemeriksaan CPMB sarana produksi pangan 96 di PT. Indesso Aroma
(13)
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PT. Indesso Aroma adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang minyak atsiri, kimia aromatik dan ekstrak bahan alam. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1968 dan saat ini memiliki 2 buah pabrik, yaitu di Purwokerto - Jawa Tengah yang merupakan pabrik pertama dan beroperasi sejak tahun 1968, serta di Cileungsi – Jawa Barat sebagai pabrik kedua yang mulai beroperasi sejak tahun 2001. Produk-produk perusahaan sebagian besar (lebih dari 90 %) diekspor ke berbagai negara di dunia, diantaranya ke Amerika, Eropa dan Asia, sedangkan sebagian lainnya untuk keperluan lokal.
Minyak atisri adalah minyak dengan rasa dan aroma yang khas yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan kimia aromatik adalah bahan kimia dengan rasa dan aroma yang khas yang merupakan turunan dari minyak atsiri melalui suatu sintesis kimia atau isolasi secara fisik. Minyak atsiri dan kimia aromatik adalah bahan baku yang digunakan dalam industri perisa dan wewangian. Sedangkan esktrak bahan alam adalah ekstrak yang diperoleh dari bahan-bahan alam, yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan, seperti industri makanan (es krim, permen) dan industri minuman seperti minuman siap minum.
Produksi bahan baku yang digunakan untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan sistem manajemen keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan, perusahaan bisa menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan meningkatkan penjualan produk perusahaan.
Untuk mendukung operasional perusahaan dan untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap mutu, perusahaan telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9002 sejak tahun 1996 dan memperoleh sertifikat ISO 9002:1994 pada tahun yang sama. Sertifikat ini telah di perbaharui dengan sertifikasi ISO 9001:2000 pada tahun
(14)
2003. Disamping itu perusahaan juga telah memperoleh sertifikat Halal dan Kosher untuk produk-produknya.
Menyadari pentingnya penerapan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan, manajemen perusahaan berkeinginan untuk menerapkan sistem manajemen keamanan pangan di perusahaan. Sistem manajemen keamanan pangan yang telah diakui secara internasional adalah sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 yang baru saja dikeluarkan oleh lembaga ISO pada bulan September 2005. Sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 ini sesuai atau harmonis dengan sistem manajemen yang lain, termasuk sistem manajemen mutu ISO 9001.
Untuk menerapkan sebuah sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000, perusahaan harus terlebih dahulu menerapkan cara produksi pangan yang baik (CPMB) yang merupakan salah satu program prasyarat yang harus dipenuhi. PT. Indesso Aroma saat ini sudah menerapkan CPMB di pabriknya. Dengan demikian pondasi atau syarat utama untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 sudah ada. Untuk pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 di PT. Indesso Aroma yang perlu dilakukan adalah menerapkan HACCP dan beberapa elemen lain sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh ISO 22000.
Mengingat perusahaan telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001, dan mengingat sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 ini cocok dengan sistem manajemen mutu ISO 9001, maka langkah paling efektif dan efisien dalam pengembangan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 di perusahaan adalah dengan mengembangkan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dengan dasar dokumentasi sistem manajemen mutu ISO 9001 yang sudah diterapkan di perusahaan.
Integrasi kedua sistem ini akan mengurangi biaya yang sangat signifikan dalam hal biaya dokumentasi, operasi dan juga auditing. Sertifikasi untuk integrasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005 telah dicakup oleh lembaga akreditasi UKAS (United Kingdom Accreditation Services) sejak April 2006 (Silva 2006).
(15)
Beberapa keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan mengintegrasikan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dengan sistem manajemen mutu ISO 9001 ini diantaranya adalah :
a. Perusahaan tidak perlu mengelola 2 buah sistem secara terpisah, namun cukup memelihara 1 buah sistem manajemen yang merupakan integrasi dari kedua sistem tersebut.
b. Surveillance oleh lembaga sertifikasi bisa dijadikan satu yang mencakup kedua sistem manajemen tersebut.
c. Dimungkinkan bahwa perusahaan menunjuk 1 orang sebagai management representative dan sekaligus food safety team leader (jika memang mempunyai kompetensi yang diperlukan).
d. Internal audit bisa dijadikan satu yang mencakup kedua sistem tersebut e. Perusahaan mampu menghasilkan produk yang berkualitas sekaligus aman
untuk dikonsumsi karena dikelola dengan menggunakan integrasi dari kedua sistem manajemen tersebut.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah sistem manajemen keamanan pangan sesuai dengan standar sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005 dengan model produk ekstrak teh hijau di PT. Indesso Aroma. Dengan telah dikembangkannya sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 dengan menggunakan model salah satu produk yang diproduksi oleh PT. Indesso Aroma ini yaitu produk ekstrak teh hijau, maka bisa dijadikan panduan untuk produk-produk ekstrak lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. Dipilihnya produk-produk ekstrak teh hijau sebagai model karena produk ini adalah produk esktrak yang paling sering diproduksi di PT. Indesso Aroma Cileungsi, tempat dimana penulis bekerja.
C. MANFAAT
Dengan telah dilakukannya pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 dengan menggunakan model produk ekstrak teh hijau di PT. Indesso Aroma, maka akan mempermudah dalam pengembangan untuk produk-produk ekstrak yang lain di perusahaan, yang pada akhirnya memungkinkan untuk dilakukan
(16)
sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 di perusahaan. Dengan demikian perusahaan bisa menjamin keamanan pangan untuk produk-produk ekstrak yang dihasilkan, yang mana bisa meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan, dan pada akhirnya meningkatkan penjualan terhadap produk perusahaan.
(17)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEH HIJAU
Tanaman teh adalah termasuk dalam genus Camelia yang mana di dalamnya terdapat sekitar 90 spesies. Teh, Camellia Sinenis (L.) O. Kuntze dikonsumsi sebagai minuman di seluruh dunia. Camellia Sinensis terdiri dari dua varietas yaitu varietas sinensis, yang ditandai dengan daun kecil dan pohonnya pendek, dan varietas assamica, yang memiliki daun yang besar dan pohonnya tinggi. Secara umum, teh hijau buatan Jepang dan China diproduksi dari varietas sinensis, sedangkan teh hitam dibuat dari varietas assamica (Takeo 1992). Kandungan senyawa flavanol dalam varietas assamica dua kali lebih banyak dibandingkan dengan varietas sinensis. Varietas assamica tidak digunakan untuk produksi teh hijau karena kandungan flavanol-nya yang tinggi akan menghasilkan minuman teh yang pahitnya berlebihan dan tidak sesuai untuk minuman. Sebaliknya kandungan flavanol yang rendah pada varietas sinensis sesuai untuk memberikan rasa sepat pada minuman teh hijau.
Pucuk daun teh hijau sangat kaya akan senyawa poliphenol, yang mana kelompok paling besar adalah catechin (flavan-3-ol) yang menyusun hingga 30% berat kering. Meskipun ada kelompok phenol yang lain dalam pucuk daun teh hijau, semua ada dalam jumlah yang relatif kecil. Spesies tanaman yang lain juga mensintesa senyawa flavanol, namun Camelia Sinensis adalah unik dalam hal kandungan flavanol-nya. Enam senyawa flavanol ada dalam jumlah yang tinggi (diatas 1% berat kering), yaitu (+)-catechin (C), (+)-gallocatechin (GC), epicatechin (EC), (-)-epigallocatechin (EGC), (-)-epicatechin-3-gallate (ECG) dan (-)- (-)-epigallocatechin-3-gallate (EGCG) (Robertson 1992).
Rasa sepat pada minuman teh hijau adalah disebabkan oleh senyawa polyphenol dalam teh hijau, yang mana lebih dari 75 % adalah golongan flavanol. Flavanol utama dalam daun teh adalah )-epicatechin, )-epigallocatechin, )-epicatechingallate dan (-)-epigallocatechingallate. Rasa gurih (brothy) pada minuman teh berasal dari fraksi asam amino, khususnya L-theanine yang berjumlah 60-70% dari total asam amino dalam daun teh. Caffeine memberikan kontribusi pada rasa pahit pada minuman teh melalui pembentukan senyawa kompleks dengan flavanol. Teh hijau tipe Sen-cha
(18)
(Japanese green tea) telah dipisahkan dengan Sephadex G-75 chromatography dan intensitas rasa pahit, sepat, gurih dan manis dari kelima fraksi diestimasi dengan uji sensori. 70 hingga 75 % rasa pahit dan sepat disebabkan oleh flavanol dan 70% rasa gurih disebabkan oleh asam amino (Nakagawa 1975; Kubota dan Hara 1976; Nakagawa et al 1976; dalam Takeo 1992).
Teh hijau diproduksi dengan steaming (tipe Sen-cha, Japanese green tea) atau pan-firing (tipe Kamaira-cha, Chinese green tea) dari daun teh segera setelah dipetik, sehingga aksi dari enzym dihambat dan komponen endogenous di dalam daun dipertahankan tidak berubah signifikan. Oleh karenanya rasa dari teh hijau utamanya ditentukan oleh jenis pohon teh, waktu pemetikan, kematangan pucuk dan metode penanaman. Di Indonesia proses pembuatan teh hijau sebagian besar menggunakan cara pan-firing (Chinese green tea).
Proses pembuatan teh hijau ini melibatkan paling tidak tiga pemanasan yang bisa membunuh mikroorganisme diantaranya adalah pada saat proses pelayuan (suhu 90 – 100 C selama sekitar 5 menit), pengeringan awal (suhu sekitar 130 – 135 C selama sekitar 20 menit), pengeringan akhir (suhu sekitar 70 – 100 C selama sekitar 2 jam). Oleh karenanya bahaya potensial bahan baku teh hijau ini dari sisi mikrobiologi seperti bakteri-bakteri patogen yang berasal dari kontaminasi tanah serta kotoran manusia / hewan seperti Bacillus cereus, Clostridium dan E. coli, tidak signifikan. Bahaya potensial yang paling mungkin ada pada bahan baku teh hijau adalah residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian hama pada saat proses penanaman serta logam berat yang berasal dari lingkungan / tanah yang digunakan untuk penanaman, karena bahan-bahan ini tidak bisa dihilangkan selama proses produksi ekstrak teh hijau. Standar Nasional Indonesia (SNI) menetapkan spesifikasi persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba seperti terlihat pada Tabel 1.
(19)
Tabel 1 Persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba *
Cemaran Logam ppm
Pb Cu Zn Sn Hg
Maks. 2 Maks. 150
Maks. 40 Maks. 40 Maks. 0.03
Cemaran Arsen ppm
As Maks. 1
Cemaran Mikroba Angka lempeng total (koloni/gr) MPN Coliform (APM/gr)
3 x 103 < 3 * BSN, SNI 01-3945-1995
Ekstrak teh hijau termasuk dalam kelompok flavouring preparation sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Council Directive 88/388/EEC, yaitu suatu produk selain dari pada senyawa kimia yang memiliki sifat perisa, yang kental atau tidak, yang memiliki sifat perisa, yang diperoleh dengan proses fisik yang sesuai (termasuk distilasi dan ekstraksi pelarut) atau dengan menggunakan enzym atau dengan proses menggunakan mikrobiologi dari bahan yang berasal dari tanaman atau hewan, apakah dalam bentuk mentah atau setelah mengalami pengolahan untuk konsumsi manusia dengan proses pengolahan pangan tradisonal (termasuk pengeringan, torrefaction dan fermentasi), yang mana cemaran logam dan arsen ditetapkan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Cemaran logam dan arsen dalam flavouring preparation *
Cemaran Logam ppm
Pb Cd Hg
Maks. 10 Maks. 1 Maks. 1
Cemaran Arsen ppm
As Maks. 3
* Council Directive 1988
Serangga, tikus, nematode adalah kelompok utama hewan yang sering menginvestasi teh di Asia. Di Asia, negara penghasil teh yang paling penting adalah India, China, Indonesia, Jepang, Bangladesh dan Taiwan. Tanaman teh adalah subyek untuk serangan lebih dari 300 spesies binatang. Oleh karenanya untuk mengendalikan
(20)
serangan serangga ini banyak digunakan pestisida pada saat penanaman teh. Karena luas permukaan daun teh lebar dan interval antara pemberian pestisida dan pemanenan cukup pendek, maka residu pestisida pada teh biasanya akan lebih tinggi dari tanaman yang lain pada dosis pemakaian yang sama. Akan tetapi, pestisida biasanya dipakai setelah pemanenan. Antara pemakaian pestisida dan konsumsi teh, jumlah yang sangat besar dari pestisida akan berkurang selama fase pertumbuhan, pemrosesan teh pada suhu tinggi dan juga selama penyiapan minuman teh. Hujan, penguapan, photolysis dan biodegradasi juga merupakan salah satu penyebab residu pestisida berkurang. Selama pemrosesan jumlah yang cukup besar dari pestisida akan berkurang karena penguapan dan dekomposisi panas. Namun demikian resiko akan adanya residu pestisida dalam teh hijau akan tetap ada (Muraleedharam 1992). FAO/WHO merekomendasikan residu pestisida dalam teh seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Batas residu pestisida dalam teh *
Pestisida Maximum residue limit (MRL) mg / kg teh
Bromopropylate Cartap
Chlopyrifos-methyl Cyhexatin
Cypermethrin Deltamethrin Dicofol
Endosulfan
Ethion Fenitrothion Methidathion Parathion-methyl Permethrin Propargite
5 20 0.1 2 20 10 5 30
7 0.5 0.1 0.2 20 10 * FAO/WHO dalam Muraleedharam 1992
Pemerintah R.I. melalui peraturan pemerintah R.I nomor 6 tahun 1995 tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian menetapkan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian seperti terlihat pada Tabel 4.
(21)
Tabel 4 Batas residu pestisida pada hasil pertanian *
Pestisida Maximum residue limit (MRL) mg / kg Endusulfan
Metidation Klorpirifos Fenitrotion Paration Cypermethrin Permethrin Deltamethrin
30 0.1 0.1 0.5 0.2 20 20 10 * PP RI No. 6 1995
B. KEAMANAN PANGAN EKSTRAK TEH HIJAU
Ekstrak teh hijau adalah produk ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi daun teh hijau (Camelia Sinensis L.) dengan menggunakan suatu pelarut tertentu. Cairan yang diperoleh dari proses ekstraksi ini selanjutnya dipekatkan dengan proses evaporasi untuk menghasilkan produk ekstrak kental yang shelf stable, yang disebut produk ekstrak. Cara lain untuk memperoleh produk ekstrak yang tahan lama adalah dengan melakukan spray drying produk ekstrak tersebut untuk menghasilkan produk akhir yang berbentuk powder. Saltmarsh (1992) menyatakan bahwa aspek mikrobiologi dari proses pembuatan teh instan pernah dipelajari oleh Vanos et al pada tahun 1987 yang menemukan bahwa spesies Lactobacillus ada dalam proses namun pertumbuhan dari organisme ini dihambat dengan meningkatnya total padatan dari produk teh ekstrak ini. Pertumbuhan Lactobacillus plantarum secara total terhambat pada total padatan ekstrak teh 60%. Hingga saat ini belum ada data kejadian keracunan pangan yang disebabkan oleh produk berbasis teh.
Ekstrak teh memiliki sifat antimikroba (Tiwari et al 2005, Bandypadhyay et al 2005, Hamilton JMT-Miller 1995) dan anti kariogenik (Hamilton JMT-Miller 2001). Yousef (2003) meneliti pengaruh penghambatan dari ekstrak dengan air panas dari teh hitam dan teh hijau pada beberapa mikroorganisme berbahaya dan pembusuk menggunakan teknik penghambatan in vitro. Pengaruh antimikroba ekstrak teh dievaluasi pada berbagai kelompok mikroba berbeda yaitu kapang (Aspergillus lipolytica, Aspergillus oryzae, Fusarium moniliforme, Tricchoderma viride dan Trichoderma reesei), khamir (Candida lipolytica, Candida utilis, Geotricum candidum dan Saccharomyces cerevisiae), bakteri Gram positif (Bacillus cereus dan
(22)
Staphylococcus aureus) dan bakteri gram negatip (Erwinia carotovora dan Escherichia coli). Secara umum, ekstrak teh hitam menunjukkan sifat anti kapang yang lebih kuat pada kapang yang diuji dari pada ekstrak teh hijau. Juga konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi dari ekstrak teh hitam dan teh hijau memberikan sifat anti kapang yang lebih kuat. Akan tetapi, Staphylococus aureus adalah satu-satunya bakteri gram positif yang dihambat oleh konsentrasi ekstrak teh hitam yang lebih tinggi, sementara ekstrak teh hijau tidak memberikan pengaruh penghambatan. Konsentrasi yang berbeda dari ekstrak teh hitam menghambat baketri Gram negatip yaitu Erwinia carotovora dan E. coli, sementara ekstrak teh hijau pada konsentrasi 3 dan 4% menghambat hanya E. coli. C. lipolytica adalah satu-satunya khamir yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan pada konsentrasi berbeda yang diujikan baik untuk ekstrak teh hitam maupun teh hijau. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa ekstrak teh dapat digunakan sebagai pengawet pangan alami untuk produk pangan organik olahan yang disebabkan oleh kapang pembusuk.
Bandypadhyay et al (2005) melakukan pengujian sifat antimikroba ekstrak methanol daun teh [Camellia sinensis (L) O. Kintze] terhadap 111 bakteri yang terdiri dari 2 genera Gram prositip dan 7 genera Gram negatip. Sebagian besar galur ini dihambat oleh ekstrak daun teh tersebut pada konsentrasi 10 – 50 ug/ml dan beberapa galur bahkan sensitif pada konsentrasi yang lebih rendah (5 µg/ml). Urutan bakteri berdasarkan sensitivitasnya dari yang paling sensitif terhadap ekstrak daun teh adalah : Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, Escherichia coli, Shigella spp., Salmonella spp., Bacillus spp., Klebsiella spp. dan Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas antibakteri dari esktrak daun teh ini juga dikonfirmasi secara in vivo. Pada saat pengujian ekstrak teh ini dengan tikus putih galur Swiss pada dosis yang berbeda (30, 60 µg/tikus), ekstrak teh ini dapat secara signifikan melindungi tikus dari Salmonella typhimurium NCTC 74.
Aktivitas antimikroba dari ekstrak teh dengan pelarut air dan pelarut organik terhadap Salmonella typhimurium 1402/84, Salmonella typhi, Salmonella typhi Ty2a, Shigella dysenteriae, Yersinia enteroliticia C770 dan Eschericia coli (EPC P2 1265) telah dipelajari oleh Tiwari et al (2005). Baik ektrak teh hijau maupun ekstrak teh hitam secara efektif menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang diteliti tersebut. Hasil studi juga menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak teh hijau lebih baik jika dibandingkan dengan esktrak teh hitam. Hal ini terlihat dari konsentrasi penghambatan
(23)
pertumbuhan mikroba dari ekstrak teh hijau yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstrak teh hitam. Aktivitas antimikroba esktrak teh dengan pelarut organik (campuran methanol dan air dengan perbandingan 62.5 : 37.5 v/v) lebih baik jika dibandingkan dengan pelarut air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena lebih tingginya kandungan catechin (30-40% b/b) dan sejumlah fraksi minyak disamping fraksi yang larut air, jika dibandingkan dengan ekstraksi yang hanya menggunakan pelarut air.
Proses ekstraksi untuk teh adalah sama dengan proses ekstraksi yang digunakan dalam proses ekstrak kopi atau kopi instan. Banyak pelarut telah dicoba, namun air tetap yang paling baik. Pelarut-pelarut petroleum telah digunakan untuk mengekstrak wax dan minyak, dan alkohol untuk mengekstrak resin dan alkaloid. Idealnya teh seharusnya diekstrak selama 5 hingga 6 menit dengan air mendidih. Waktu ekstraksi yang lebih lama akan melarutkan dalam jumlah berlebihan tanin dan zat-zat terekstrak lainnya yang rasanya kurang disenangi. Namun jika ekstraksi dilakukan dalam jumlah besar akan sangat sulit untuk melakukan ekstraksi dalam waktu singkat. Oleh karenanya dalam skala besar proses ekstraksi dilakukan secara berulang (Pintauro 1977).
C. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000
Sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 adalah suatu sistem manajemen keamanan pangan yang baru saja dikeluarkan oleh The International Organization for Standardization (ISO) pada tanggal 1 September 2005. ISO 22000 ini menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang mengkombinasikan unsur-unsur kunci yang sudah banyak dikenal untuk menjamin keamanan pangan sepanjang rantai pangan, hingga ke konsumen (ISO 2005a). Unsur-unsur kunci tersebut adalah Komunikasi Interaktif, Sistem manajemen, Program Prasyarat (Prerequisite programmes), dan Prinsip-prinsip HACCP.
Komunikasi sepanjang rantai pangan sangat penting untuk memastikan bahwa semua bahaya kemanan pangan yang sesuai diidentifikasi dan dikendalikan dengan memadai pada setiap tahap dalam rantai pangan tersebut. Hal ini berarti bahwa organisasi harus melakukan komunikasi baik dengan rantai pangan sebelumnya pemasok maupun sesudahnya konsumen. Komunikasi dengan konsumen dan pemasok
(24)
berkaitan dengan langkah-langkah identifikasi dan pengendalian bahaya akan sangat membantu organisasi dalam memberikan penjelasan kepada pemasok tentang persyaratan-persyaratan bahan baku yang diperlukan maupun kepada konsumen tentang cara-cara penanganan produk yang dihasilkan oleh organisasi.
Sistem keamanan pangan yang paling efektif adalah yang ditetapkan, dioperasikan dan diperbaharui di dalam kerangka sistem manajemen yang terstruktur dan dimasukkan ke dalam keseluruhan aktifitas manajemen dalam organisasi. Hal ini akan memberikan manfaat yang optimal untuk organisasi dan pihak-pihak terkait. ISO 22000 ini telah disekutukan dengan ISO 9001 untuk meningkatkan kompatibilitas dari kedua standar tersebut.
Dalam penerapannya, ISO 22000 ini dapat diterapkan secara terpisah dari standar sistem manajemen yang lain, ataupun diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah ada, misalnya dengan ISO 9001. Dengan mengintegrasikan dalam sistem manajemen yang sudah ada, maka organisasi bisa memberdayakan sistem manajemen yang sudah diterapkan untuk mencakup manajemen keamanan pangan.
ISO 22000 mengintegrasikan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapan langkah langkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Analisa bahaya adalah kunci untuk sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang efektif, karena dengan melakukan analisa bahaya akan membantu organisasi dalam menetapkan langkah-langkah pengendalian yang efektif. ISO 22000 mempersyaratkan bahwa semua bahaya yang mungkin ada dalam rantai pangan, termasuk bahaya yang mungkin terkait dengan tipe proses dan fasilitas yang digunakan diidentifikasi dan dikaji. Selama melakukan analisa bahaya, organisasi menentukan strategi yang digunakan untuk menjamin pengendalian bahaya dengan mengkombinasikan program prasyarat, program prasyarat operasional dan rencana HACCP.
Dalam ISO (2005a), program prasyarat definisikan sebagai kondisi-kondisi dan aktifitas-aktifitas dasar yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis diseluruh rantai pangan yang sesuai untuk proses produksi, penanganan dan penyediaan produk yang aman untuk dikonsumsi. Sedangkan program prasyarat operasional didefinisikan sebagai program prasyarat yang dalam analisa bahaya diidentifikasi sebagai hal yang penting untuk mengendalikan kemungkinan masuknya bahaya
(25)
keamanan pangan ke dan atau kontaminasi atau perkembangbiakan bahaya keamanan pangan di dalam produk atau lingkungan proses.
Standar internasional ini dimaksudkan untuk mengharmonisasikan pada tingkat global persyaratan-persyaratan manajemen keamanan pangan untuk bisnis dalam rantai pangan. Hal ini terutama ditujukan untuk penerapan oleh organisasi yang ingin mencari sistem manajemen keamanan pangan yang lebih fokus, satu kesatuan dan terintegrasi. Standar internasional ISO 22000 ini menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dimana sebuah organisasi dalam rantai pangan perlu untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengendalikan bahaya kemanan pangan untuk memastikan bahwa pangan yang dihasilkan adalah aman pada saat dikonsumsi oleh konsumen. Standar ini bisa diterapkan untuk seluruh organisasi, baik besar maupun kecil, yang terlibat dalam rantai pangan dan ingin menerapkan sistem yang secara konsisten memberikan produk yang aman.
Standar internasional ini menetapkan persyaratan-persyaratan yang memungkinkan organisasi untuk :
a. Merencanakan, menerapkan, mengoperasikan, memelihara dan memperbaharui sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang dimaksudkan untuk memberikan produk yang aman untuk konsumen.
b. Mendemonstrasikan kesesuaian dengan peraturan-peraturan dan perundang-undangan tentang keamanan pangan yang berlaku.
c. Mengevaluasi dan mengkaji persyaratan-persyaratan konsumen dan mendemonstrasikan kesesuaian dengan persyaratan-persyaratan yang telah disetujui dengan konsumen yang terkait dengan keamanan pangan, untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
d. Secara efektif mengkomunikasikan persoalan keamanan pangan ke para pemasok, pelanggan dan pihak-pihak lain yang relevan dalam rantai pangan. e. Memastikan bahwa organisasi memenuhi kebijakan keamanan pangan yang
telah ditetapkan.
f. Mendemonstrasikan kesesuaian dengan pesyaratan standar internasional kepada pihak-pihak yang terkait.
g. Mencari sertfikasi atau registrasi atas sistem manajemen keamanan pangan yang telah diterapkan, oleh lembaga sertifikasi atau membuat deklarasi sendiri atas kesesuaian dengan standar internasional ini.
(26)
Persyaratan-persyaratan dalam ISO 22000 ini adalah umum sifatnya dan ditujukan untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi dalam rantai pangan tidak memandang besar kecilnya organisasi maupun kompleksitasnya. Hal ini termasuk organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam satu atau lebih tahap dalam rantai pangan.
Organisasi yang secara langsung terlibat termasuk, tapi tidak terbatas pada, produsen pakan ternak, pemanen hasil pertanian, petani, produsen bahan baku pangan, produsen pangan, pengecer, perusahaan jasa pangan, catering, perusahaan yang memberikan pelayanan kebersihan dan sanitasi, transportasi, pelayanan penyimpanan dan distribusi. Organisasi lain yang terlibat secara tidak langsung dalam rantai pangan termasuk, namun tidak terbatas pada, pemasok mesin dan peralatan, bahan pembersih dan sanitasi, bahan pengemas dan bahan yang kontak dengan pangan lainnya. Klausul-klausul atau ketentuan-ketentuan dalam ISO 22000 yang harus dipenuhi oleh organisasi yang menerapkan standar ini adalah :
Klausul 4 Sistem Manajemen Keaman Pangan 4.1. Persyaratan Umum
4.2. Persyaratan Dokumentasi
Klausul 5 Tanggung Jawab Manajemen 5.1. Komitmen Manajemen
5.2. Kebijakan Kemanan Pangan
5.3. Sistem Perencanaan Manejemen Keamanan Pangan 5.4. Tanggung Jawab dan Wewenang
5.5. Pemimpin Tim Keamanan Pangan 5.6. Komunikasi
5.7. Kesiapan dan Tanggap Darurat 5.8. Tinjauan Manajemen
Klausul 6 Manajemen Sumberdaya 6.1. Penyediaan Sumberdaya 6.2. Sumberdaya Manusia 6.3. Infrastruktur
(27)
Klausul 7 Perencanaan dan Realisasi Produk yang Aman 7.1. Umum
7.2. Program prasyarat
7.3. Langkah pendahuluan untuk melakukan analisa bahaya 7.4. Analisa bahaya
7.5. Menetapkan program prasyarat operasional 7.6. Menetapkan rencana HACCP
7.7. Pembaharuan dari Informasi pendahuluan dan dokumen-dokumen penetapan dan rencana HACCP
7.8. Perencanaan verifikasi 7.9. Sistem mampu telusur
7.10. Pengendalian ketidaksesuaian
Klausul 8 Validasi, verifikasi dan perbaikan sistem manajemen keamanan pangan 8.1. Umum
8.2. Validasi kombinasi langkah pengendalian 8.3. Pengendalian pengukuran dan pemantauan 8.4. Verifikasi sistem manajemen keamanan pangan 8.5. Perbaikan
ISO 22000 telah didesain untuk bekerja secara harmonis dengan ISO 9001 dan standar-standar pendukungnya. ISO 9001 memberikan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem manajemen mutu yang dapat digunakan untuk penerapan internal oleh organisasi, atau untuk sertifikasi, atau untuk tujuan kontrak. ISO 9001 fokus pada keefektifan dari sistem manajemen mutu dalam memenuhi persyaratan pelanggan. ISO 22000 memberikan elemen-elemen penting dari sebuah sistem manajemen keamanan pangan untuk tujuan yang serupa dengan ISO 9001 (ISO 2005b).
D. SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001
Standar ISO 9000 series dikembangkan untuk membantu organisasi, dari semua tipe dan ukuran, untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem manajemen mutu. Standar ini terdiri dari :
1. ISO 9000, mendeskripsikan dasar-dasar dari sistem manajemen mutu dan menetapkan terminologi untuk sistem manajemen mutu.
(28)
2. ISO 9001, menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem manajemen mutu, yang mana sebuah organisasi perlu untuk mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyediakan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan persyaratan-persyaratan perundangan yang berlaku, dan dimaksudkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. 3. ISO 9004, memberikan panduan yang mempertimbangkan baik efektifitas
dan efisiensi dari sistem manajemen mutu. Maksud dari standard ini adalah perbaikan dari kinerja organisasi dan kepuasan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait.
4. ISO 19011, memberikan panduan dalam audit mutu sistem manajemen lingkungan.
Standar-standar tersebut secara bersama-sama membentuk satu set standar-standar sistem manajemen mutu yang saling berkaitan satu sama lain yang memfasilitasi saling pengertian dalam perdagangan nasional dan internasional (AS/NZS 2001a). 8 prinsip-prinsip manajemen mutu telah diidentifikasi dapat digunakan oleh manajemen puncak untuk mengarahkan organisasi ke arah perbaikan kinerja. Kedelapan prinsip manajemen mutu yang membentuk dasar untuk standar sistem manajemen mutu dalam ISO 9000 series tersebut adalah sebagai berikut :
A. Fokus pelanggan
Organisasi bergantung pada pelanggan-pelanggan mereka dan oleh karenanya harus memahami kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang, memenuhi persyaratan-persyaratan pelanggan dan berupaya untuk melebihi harapan pelanggan.
B. Kepemimpinan
Para pimpinan menetapkan arah dan tujuan organisasi. Mereka perlu menciptakan dan memelihara lingkungan internal yang mana orang-orang bisa terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi.
C. Kerterlibatan orang
Orang pada semua tingakatan adalah penting dalam sebuah organisasi dan keterlibatan penuh mereka memungkinkan kemampuan mereka digunakan untuk manfaat organisasi.
(29)
D. Pendekatan proses
Hasil yang diinginkan bisa dicapai lebih efisien jika aktifitas dan sumberdaya terkait dikelola sebagai sebuah proses.
E. Pendekatan sistem ke manajemen
Identifikasi, pemahamam dan pengelolaan proses-proses yang saling terkait sebagai sebuah sistem berkontribuasi terhadap efektifitias dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.
F. Perbaikan berkelanjutan
Perbaikan berkelanjutan dari kinerja organisasi secara keseluruhan seharusnya menjadi tujuan permanen dari organisasi.
G. Pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan
Keputusan yang efektif didasarkan pada analisa data dan informasi
H. Hubungan dengan pemasok yang saling menguntungkan
Sebuah organisasi dan para pemasoknya adalah saling tergantung dan hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan kedua pihak dalam menciptapkan sebuah nilai.
Pendekatan untuk pengembangan dan penerapan sebuah sistem manajemen mutu terdiri dari beberapa langkah diantaranya :
a. Penentuan kebutuhan dan harapan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait.
b. Penetapan kebijakan mutu dan sasaran mutu organisasi
c. Penentuan proses dan tanggung jawab yang diperlukan untuk mencapai sasaran mutu
d. Penentuan dan penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran mutu.
e. Penetapan metode-metode untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari setiap proses.
f. Penerapan metode-metode pengukuran untuk menentukan efektifitas dan efisiensi dari setiap proses.
(30)
g. Penentuan cara-cara pencegahan ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebabnya.
h. Penetapan dan penerapan sebuah proses untuk perbaikan berkesinambungan dari sistem manajemen mutu.
Sebuah organisasi yang mengadopsi pendekatan diatas menciptakan kepercayaan diri dalam kemampuan proses dan kualitas produknya, dan memberikan dasar untuk perbaikan berkelanjutan. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatkan kepuasan pelanggan dan pihak-pihak lain yang terkait dan untuk kesuksesan organisasi. Klausul-klausul atau ketentuan-ketentuan dalam ISO 9001 yang harus dipenuhi oleh organisasi yang menerapkan standar ini adalah (AS/NZS 2001b) :
Klausul 4 Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan Umum
4.2. Persyaratan Dokumentasi
Klausul 5 Tanggung Jawab Manajemen 5.1. Komitmen Manajemen
5.2. Fokus Pelanggan 5.3. Kebijakan Mutu 5.3. Perencanaan
5.4. Tanggung Jawab, Wewenang dan Komunikasi 5.6. Tinjauan Manajemen
Klausul 6 Manajemen Sumberdaya 6.1. Penyediaan Sumberdaya 6.2. Sumberdaya Manusia 6.3. Infrastruktur
6.4. Lingkungan Kerja
Klausul 7 Realisasi Produk 7.1. Perencanaan realisasi produk
7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan 7.3. Desain dan pengembangan
(31)
7.5. Produksi dan penyediaan pelayanan.
7.6. Pengendalian peralatan pengukuran dan pemantauan
Klausul 8 Pengukuran, analisa dan perbaikan 8.1. Umum
8.2. Pengukuran dan pemanatauan 8.3. Pengendalian produk tidak sesuai 8.4. Analisa data
8.5. Perbaikan
E. PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000 BERBASIS DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001
Bagi perusahaan yang sudah menerapkan ISO 9001 namun akan menerapkan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000, maka jika penerapannya dilakukan secara terpisah akan mengakibatkan ketidakefisienan dalam penerapannya. Hal ini karena perusahaan harus mengelola dua buah sistem secara terpisah, yang mana pada hakekatnya bisa diintegrasikan menjadi sebuah sistem manajemen yang bisa mencakup baik untuk kepentingan mutu maupun keamanan pangan. Untuk melakukan integrasi antara sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dan sistem manajemen mutu ISO 9001 bisa dilakukan sebagai berikut :
1. Kebijakan dan Sasaran
Kebijakan perusahaan mencakup komitmen dari manajemen dalam mutu dan keamanan pangan. Untuk mendukung kebijakan perusahaan tersebut, sasaran yang terukur ditetapkan terkait dengan mutu dan keamanan pangan.
2. Perwakilan Manajemen
Satu orang bisa ditunjuk sebagai wakil dari manajemen puncak di dalam setiap persoalan yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan (jika memang kompetensinya sesuai)
(32)
3. Dokumentasi
Manual perusahaan mencakup aspek mutu dan keamanan pangan. Banyak prosedur terkait dapat dikelola dalam dokumen gabungan.
4. Audit
Lingkup internal audit mencakup baik mutu maupun keamanan pangan. External audit, baik sertifikisi maupun surveillance visit bisa dilakukan untuk sekaligus untuk ISO 9001 dan ISO 22000.
5. Tinjauan Manajemen
Masukan dan keluaran dari Tinjauan Manajemen akan mencakup topik mutu dan kemanan pangan yang terkait.
Agar manual perusahaan mencakup aspek mutu dan aspek keamanan pangan, maka klausul-klausul yang berlaku baik untuk sistem manajemen mutu ISO 22000 dan sistem manajemen mutu ISO 9001 harus dicakup seluruhnya dalam manual perusahaan tersebut. Sebagai acuan dalam penyusunan manual perusahaan agar mencakup klausul-klausul dari kedua sistem yang akan diintegrasikan tersebut, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Cross references antara klausul ISO 9001:2000 dan klausul-klausul ISO 22000:2005 *
ISO 9001:2000 ISO 22000:2005
Pengenalan Umum
Pendekatan proses
Hubungan dengan ISO 9004 Kesesuian dengan sistem manajemen yang lain
0 01 02 03 04
Pengenalan
Ruang lingkup Umum
Aplikasi
1 1.1 1.2
1 Ruang lingkup
Referensi normatif 2 2 Referensi normatif Istilah dan definisi 3 3 Istilah dan definisi
ISO 9001:2000 ISO 22000:2005
Sistem manajemen Mutu 4 4 Sistem Manajemen Kemanan Pangan
Persyaratan umum 4.1 4.1 Persyaratan umum Persyaratan dokumentasi
Umum Manual mutu
Pengendalian dokumen
4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3
4.2 4.2.1 4.2.2
Persyaratan dokumen Umum
(33)
ISO 9001:2000 ISO 22000:2005
Pengendalian catatan 4.2.4 7.7
4.2.3
Pembaharuan informasi pendahuluan dan dokumen penentuan PRP dan HAACP plan Pengendalian catatan
Tanggung Jawab Manajemen 5 5 Tanggung jawab manajemen Komitmen manajemen 5.1 5.1 Komitmen manajemen
Fokus pelanggan 5.2 5.7 Kesiapan dan tanggap darurat Kebijakan mutu 5.3 5.2 Kebijakan keamanan pangan Perencanaan
Sasaran mutu
Perencanaan manajemen mutu
5.4 5.4.1 5.4.2 5.3
8.5.2
Perencanaan sistem manajemen keamanan pangan
Pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan
Tanggung jawab, wewenang dan komunikasi
Tanggung jawab dan wewenang Perwakilan manajemen Komunikasi internal 5.5 5.5.1 5.5.2 5.5.3 5.6 5.4 5.5 5.6.2 Komunikasi
Tanggung jawab dan wewenang Pemimpin tim keamanan pangan Komunikasi internal Tinjauan Manajemen Umum Tinjauan masukan Tinjauan keluaran 5.6 5.6.1 5.6.2 5.6.3 5.8 5.8.1 5.8.2 5.8.3 Tinjauan manajemen Umum Tinjauan masukan Tinjauan keluaran
Manajemen Sumberdaya 6 6 Manajemen Sumberdaya Penyediaan sumberdaya 6.1 6.1 Penyediaan sumberdaya Sumberdaya manusia
Umum
Kompetensi, awareness dan pelatihan 6.2 6.2.1 6.2.2 6.2 6.2.1 6.2.2 Sumberdaya manusia Umum
Kompetensi, awareness dan pelatihan
Infrastruktur 6.3 6.3
7.2
Infrastruktur
Prerequisites programes (PRPs) Lingkungan kerja 6.4 6.4
7.2
Lingkungan kerja
Prerequisites programes (PRPs) Realisasi produk 7 7 Perencanaan dan realisasi
produk yang aman Perencanaan realisasi produk 7.1 7.1 Umum
Proses terkait dengan pelanggan Penentuan persyaratan yang terkait dengan produk
Tinjauan persyaratan yang terkait dengan produk Komunikasi pelanggan 7.2 7.2.1 7.2.2 7.2.3 7.3.4 7.3.5 5.6.1 5.6.1
Pengguna yang dituju
Diagram alur, tahapan proses dan langkah pengendalian
Komunikasi eksternal
Komunikasi eksternal Disain dan pengembangan
Perencanaan desain dan pengembangan
Input disain dan pengembangan
7.3 7.3.1 7.3.2 7.3 7.4 7.5 Langkah-langkah pendahuluan untuk melakukan analisa bahaya Analisa bahaya
(34)
ISO 9001:2000 ISO 22000:2005 Keluaran disain dan
pengembangan
7.3.3 7.6 Penetapan HACCP plan
Tinjauan disain dan pengembangan
7.3.4 8.4.2 8.5.2
Evaluasi hasil verifikasi individual
Pembaharuan sistem manajemen Keamanan pangan
Verifikasi disain dan pengembangan Validasi disain dan pengembangan
Pengendalian perubahan disain dan pengembangan 7.3.5 7.3.6 7.3.7 7.8 8.2 5.6.2 Perencanaan verifikasi Validasi kombinasi langkah pengendalian
Komunikasi internal Pembelian
Proses pembelian Informasi pembelian
Verifikasi produk yang dibeli
7.4 7.4.1 7.4.2 7.4.3
7.3.3 Karakteristik produk Penyediaan produksi dan jasa
Pengendalian penyediaan produksi dan jasa
Validasi penyediaan produksi dan jasa
Identifikasi dan mampu telusur Barang milik pelanggan Pemeliharaan produk 7.5 7.5.1 7.5.2 7.5.3 7.5.4 7.5.5 7.2 7.6.1 8.2 7.9 7.2
Prerequisite programees (PRPs) HACCP plan
Validasi kombinasi langkah pengendalian
Sistem mampu telusur
Prerequisites programs (PRPs) Pengukuran, analisa dan
perbaikan
8 8 Validasi, verifikasi dan perbaikan sistem manajemen keamanan pangan
Umum 8.1 8.1 Umum
Pengukuran dan pemantauan Kepuasan pelanggan
Audit Internal
Pengukuran dan pemantauan proses
Pengukuran dan pemantauan produk 8.2 8.2.1 8.2.2 8.2.3 8.2.4 8.4 8.4.1 7.6.4 8.4.2
Verifikasi sistem manajemen keamanan pangan
Audit Internal
Sistem pengendalian Critical Control Point (CCP)
Evaluasi hasil verifikasi Individual
Pengendalian produk tidak sesuai 8.3 7.6.5 7.10
Tindakan jika hasil pengendalian melebihi Critical Limits (CP) Pengendalian ketidaksesuaian
Analisa data 8.4 8.2
8.4.3
Validasi kombinasi langkah pengendalian
Analisa hasil aktifitas verifikasi Perbaikan Perbaikan berkelanjutan Tindakan perbaikan Tindakan Pencegahan 8.5 8.5.1 8.5.2 8.5.3 8.5 8.5.1 7.10.2 5.7 7.2 Perbaikan Perbaikan berkelanjutan Tindakan perbaikan
Kesiapan dan tanggap darurat Prerequisites programs (PRPs) * ISO 2005a
(35)
F. PROGRAM PRASYARAT
Program prasyarat didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas dan kondisi-kondisi dasar untuk keamanan pangan yang diperlukan untuk memelihara sebuah lingkungan yang higienis di seluruh rantai pangan yang sesuai untuk proses produksi, penanganan dan penyediaan produk akhir yang aman untuk dikonsumsi. Program prasyarat yang diperlukan bergantung pada segmen rantai pangan yang mana organisasi beroperasi dan tipe dari organisasi. Beberapa contoh istilah yang sesuai adalah : Good Agricultural Practices (GAP), Good Veterinarian Practices (GVP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Hygienic Practices (GHP), Good Production Practices (GPP), Good Distribution Practices (GDP) dan Good Trading Practices (GTP). Sedangkan Program prasyarat operasional didefinisikan sebagai prerequisite programme yang diidentifikasi dalam analisa bahaya sebagai penting untuk mengendalikan kemungkinan masuknya bahaya keamanan pangan ke dan atau kontaminasi atau pengembangbiakan bahaya keamanan pangan dalam produk atau lingkungan proses produksi (ISO 2005a).
Sebelum penerapan HACCP, yang mana ISO 22000 didalamnya memasukkan prinsip-prinsip HACCP, organisasi perlu telah memiliki program prasyarat seperti good hygienic practices berdasarkan the Codex General Principles of Food Hygiene, Codex Codes of practice yang sesuai, dan persyaratan-persyaratan keamanan pangan yang sesuai (CAC 2003). Program prasyarat ini, termasuk pelatihan, seharusnya ditetapkan, dioperasikan sepenuhnya dan diverifikasi untuk memperlancar kesuksesan penerapan ISO 22000.
The Codex General Principles of Food Hygiene mengidentifikasi prinsip-prinsp food higien yang dapat diterapkan di seluruh rantai pangan (termasuk produksi primer hingga konsumsen akhir), untuk mencapai tujuan dalam menjamin pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Pengendalian-pengendalian dalam The Codex General Priciples of Food Hygiene ini diakui secara internasional sebagai penting untuk menjamin kemanan dan kelayakan pangan untuk dikonsumsi manusia.
Penggunaan standard dan codes of practices dari Codex oleh suatu negara/ pemerintah sifatnya discretionary (sesuai kebijaksanaan masing-masing negara). Dengan dibentuknya World Trade Organization (WTO) pada Januari 1995, persetujuan pada penerapan Sanitary and Phitosanitary Measures (The SPS Agreement) juga mulai
(36)
diberlakukan. Untuk pertama kalinya, persetujuan ini memberikan dukungan hukum yang kuat bagi negara / pemerintah untuk menggunakan standards dan code of practices dari Codex karena the SPS Agreement mengidentifikasi mereka sebagai referensi yang akan digunakan untuk mengukur persyaratan-persyaratan yang digunakan oleh suatu negara / pemerintah tersebut (Stanton 2000).
Secara umum, tingkat perlindungan yang melekat dalam standard-standard Codex diakui telah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagian besar, kalau tidak semua, dari negar-negara anggota CAC, dan penggunaan standard lebih ketat harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk memastikan validitas ilmiahnya dan untuk meminimalkan pengaruh negatip pada perdagangan (Randell 2000).
Program prasyarat yang dicakup dalam The Codex General Principles of Food Hygiene (CAC 2003) adalah :
1. Produksi primer
Produksi primer seharusnya dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa pangan aman dan layak untuk pengguna yang dituju. Bilamana perlu, hal ini termasuk :
a. Menghindari penggunaan area yang memiliki ancaman lingkungan terhadap kemanan pangan.
b. Pengendalian kontaminan, hama dan penyakit dari binatang dan tanaman sehingga tidak memiliki ancaman terhadap keamanan pangan.
c. Mengadopsi praktek-praktek dan langkah-langkah untuk menjamin bahwa pangan diproduksi dibawah kondisi higienis yang sesuai.
Dasar pemikiran dari higiene pada produksi primer ini adalah untuk mengurangi kemungkinan masuknya bahaya yang bisa berakibat buruk pada keamanan pangan atau kelayakannya untuk dikonsumsi, pada tahap berikutnya dari rantai pangan. Beberapa panduan yang diberikan dalam produksi primer ini antara lain Higiene lingkungan, Produksi higienis dari sumber pangan, Penanganan, penyimpanan dan transportasi, Pembersihan, pemeliharaan dan higiene personel di tempat produksi primer
(37)
2. Establishment : Disain dan Fasilitas
Tergantung dari sifat operasi organisasi yang bersangkutan dan resiko yang terkait dengannya, bangunan, peralatan dan fasilitas seharusnya berada atau diletakkan, didisain dan dikonstruksi untuk menjamin bahwa :
a. Kontaminasi diminalkan
b. Disain dan tata letak memungkinkan dilakukannya pemeliharaan, pembersihan dan disinfeksi yang sesuai dan meminimalkan kontaminasi yang berasal dari udara.
c. Permukaan dan material yang digunakan, khususnya yang kontak dengan pangan tidak beracun, jika perlu, tahan lama, dan mudah dipelihara dan dibersihkan.
d. Jika sesuai, tersedia fasilitas yang sesuai untuk pengendalian suhu, kelembaban dan lainnya.
e. Ada perlindungan terhadap serangan dan berlabuhnya hama.
Dasar pemikiran dari panduan ini adalah untuk memberikan perhatian pada disain dan konstruksi yang higienis, dan juga lokasi jika sesuai, dan penyediaan fasilitas yang sesuai, jika perlu untuk memungkinkan pengendalian bahaya yang efektif. Beberapa hal yang dicakup dalam panduan ini diantaranya Lokasi, Bangunan dan ruangan, Peralatan dan Fasilitas.
3. Pengendalian Operasi
Tujuan dari pengendalian operasi adalah untuk memproduksi pangan yang aman dan layak untuk konsumsi manusia dengan :
a. Memformulasi persyaratan-persyaratan disain terkait dengan bahan baku, komposisi, proses produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen untuk dipenuhi di dalam proses pabrikasi dan penanganan dari produk pangan.
b. Mendisain, menerapkan, memantau dan meninjau efektifitas dari sistem pengendalian.
(38)
Alasan dari panduan ini adalah untuk mengurangi resiko produk yang tidak aman dengan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan pada tahapan proses yang sesuai dengan pengendalian bahaya pangan. Beberapa hal yang dicakup dalam panduan ini adalah Pengendalian bahaya pangan, Aspek kunci sistem pengendalian higiene, Persyaratan bahan yang datang (incoming material), Kemasan, Air, Manajemen dan pengawasan, Dokumentasi dan catatan, Prosedur penarikan kembali (recall).
4. Establishment : Pemeliharaan dan Sanitasi
Tujuan dari pemeliharaan dan sanitasi ini adalah untuk menetapkan sistem yang efektif untuk :
a. Menjamin kecukupan dan kesesuaian pemeliharaan dan pembersihan. b. Pengendalian hama
c. Pengelolaan limbah
d. Pemantauan efektifitas prosedur pemeliharaan dan sanitasi
Dasar pemikiran dari panduan ini adalah untuk menunjang keberlanjutan pengendalian yang efektif dari bahaya pangan, hama, dan bahaya-bahaya lain yang mungkin mengkontaminasi pangan. Beberapa hal yang diatur dalam panduan ini adalah Pemeliharaan dan Pembersihan, Program pemebrsihan, Sistem pengendalian hama (pest control), Pengelolaan limbah, Pemantauan efektifitas.
5. Establishment : Higiene personel
Tujuan dari higiene personel adalah untuk menjamin bahwa orang-orang yang kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak mungkin mengkontaminasi pangan dengan :
a. Memelihara tingkat kebersihan personel yang sesuai b. Berperilaku dan bekerja dengan cara yang baik.
Dasar pemikiran dari higiene personel ini adalah bahwa orang-orang yang tidak menjaga tingkat kebersihan personel yang memadai, yang sedang memiliki suatu penyakit atau kondisi atau yang berperilaku tidak sesuai, dapat mengkontaminasi pangan dan membawa penyakit ke konsumen. Beberapa hal yang diatur dalam panduan
(39)
ini diantaranya Status kesehatan, Sakit dan luka, Kebersihan personel, Kebiasaan personel, Pengunjung.
6. Transportasi
Tujuan dari panduan transportasi ini adalah agar langkah-langkah diambil dimana perlu untuk :
a. Melindungi pangan dari sumber kontaminasi yang potensial
b. Melindungi pangan dari kerusakan yang bisa menyebabkan pangan tidak layak untuk dikonsumsi
c. Memberikan sebuah lingkungan yang secara efektif mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembusuk dan produksi toxin dalam pangan.
Dasar pemikirannya adalah bahwa pangan bisa menjadi terkontaminasi, atau tidak mencapai tujuan yang diinginkan di dalam sebuah kondisi yang sesuai untuk konsumsi, kecuali jika langkah pengendalian yang efektif dilakukan selama transportasi, bahkan dimana langkah pengendalian higienis yang sesuai telah dilakukan pada tahap rantai pangan sebelumnya. Beberapa hal yang diatur dalam panduan transportasi ini adalah Umum, Persyaratan-persyaratan, Penggunaan dan pemeliharaan.
7. Informasi produk dan consumer awareness
Produk seharusnya memngandung informasi yang sesuai untuk menjamin bahwa :
a. Informasi yang memadai dan mudah dibaca tersedia untuk orang berikutnya dalam rantai pangan untuk memungkinkan mereka dalam menangani, menyimpan, memproses, menyiapkan dan memajang produk secara aman dan benar.
b. Lot atau batch dapat dengan mudah diidentifikasi dan ditarik kembali jika perlu.
(40)
Konsumen perlu memiliki cukup pengetahuan dalam food hygiene untuk memungkinkan mereka untuk :
a. Memahami pentingnya informasi produk
b. Membuat pilihan atas informasi yang telah diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
c. Mencegah kontaminasi dan pertumbuhan atau daya tahan dari mikroorganisame patogen melalui penyimpanan, penyiapan dan penggunaan secara benar.
Dasar pemikirannya adalah bahwa informasi produk yang tidak mencukupi, dan atau pengetahuan yang tidak mencukupi dari food hygiene, dapat menyebabkan produk ditangani secara salah pada tahap berikutnya dalam rantai pangan. Salah penanganan seperti itu dapat menghasilkan penyakit, atau produk menjadi tidak layak untuk dikonsumsi, sekalipun jika langkah pengendalian untuk food higiene telah dilakukan pada tahap rantai pangan sebelumnya. Beberapa hal yang diatur dalam panduan ini adalah Identifikasi lot, Informasi produk, Pelabelan, Pendidikan konsumen.
8. Pelatihan
Orang-orang yang terlibat dalam operasi pangan yang secara langsung maupun tidak langsung kontak dengan pangan seharusnya dilatih, dan atau diberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas dalam melaksanakan tugas-tugas yang mereka lakukan. Dasar pemikirannya adalah bahwa pelatihan adalah sangat penting untuk setiap sistem food hygiene. Pelatihan higiene yang tidak mencukupi, dan atau perintah dan pengawasan atas semua orang yang terlibat di dalam pangan yang tidak memadai memeiliki ancaman yang potensial terhadap keamanan dan kelayakan pangan untuk konsumsi. Beberapa hal yang diatur dalam pelatihan ini adalah Awareness dan tanggung jawab, Program pelatihan, Instruksi dan pengawasan, Pelatihan penyegaran.
Beberapa program prasyarat lain yang bisa digunakan sebagai acuan oleh industri manufacturing dibidang pangan adalah Pedoman Penerapan Cara Produksi Makanan Yang Baik (CPMB) yang dibuat oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan (1996), dan juga Current Good Manufacturing Practices in Manufacturing, Packing, or Holding Human Food yang dibuat oleh U.S. FDA (2006).
(41)
Bernard dan Parkinson (1999) menyampaikan bahwa disampaing hal-hal yang diatur dalam CGMP, program prasyarat dapat memasukkan sistem-sistem yang lain seperti spesifikasi bahan baku, penanganan komplain pelanggan, program mampu telusur dan program persetujuan pemasok. SSOP (sanitation standard operating procedures) dipersyaratkan oleh regulasi FDA dan USDA sebagai prerequisite untuk program HACCP (Corlett 1998).
Penentuan hal-hal apa saja yang perlu dikelola dalam program prasyarat dan apa yang dimasukkan dalam program HACCP membutuhkan sebuah pertimbangan, dan sering sebuah keputusan yang sulit. Keputusan akan bergantung pada hasil analisa bahaya dan kajian tim HACCP atas kajian resiko yang potensial untuk konsumen. Perbedaan dasar antara program prasyarat dan hal-hal yang dicakup dalam HACCP plan adalah (Bernard dan Parkinson 1998) :
a. Program prasyarat hanya berhubungan secara tidak langsung dengan keamanan pangan, sedangkan HACCP plan semata-mata hanya berhubungan dengan keamanan pangan.
b. Program prasyarat bersifat lebih umum dan bisa diterapkan diseluruh pabrik dengan berbagai lini produk, sedangkan HACCP plan didasarkan pada analisa bahaya untuk lini produk tertentu.
c. Kegagalan untuk memenuhi persyaratan program prasyarat jarang menghasilkan bahaya kemanan pangan, sedangkan penyimpangan dari critical limit HACCP plan menghasilkan suatu tindakan terhadap produk.
Beberapa hal yang diatur dalam CGMP (U.S. FDA 2006) adalah sebagai berikut :
1. Personel
2. Bangunan pabrik dan lingkungannya 3. Operasi sanitasi
4. Pengendalian dan fasilitas sanitasi 5. Peralatan dan perlengkapan 6. Proses dan pengendalian 7. Penggudangan dan distribusi
8. Cacat alamiah atau tidak terhindarkan dalam pangan untuk konsumsi manusia yang tidak memiliki bahaya terhadap kesehatan
(42)
Sedangkan dalam pedoman penerapan cara produksi yang baik (CPMB) yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI (1996) diatur hal-hal sebagai berikut :
1. Produksi primer / hulu (pengadaan bahan mentah) 2. Disain dan fasilitas pabrik
3. Bahan
4. Proses pengolahan 5. Bahan pengemas 6. Mutu produk akhir 7. Keterangan produk
8. Higiene dan kesehatan karyawan 9. Pemeliharaan dan program sanitasi 10.Penyimpanan
11.Transportasi
12.Laboratorium dan pemeriksaan 13.Manajemen dan pengawasan 14.Dokumentasi/pencatatan 15.Penarikan produk
16.Pelatihan dan pembinaan
G. SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP)
Sanitation standard operating procedure (SSOP) adalah prosedur tertulis yang harus digunakan oleh pemroses pangan untuk memenuhi kondisi dan praktek sanitasi di dalam pabrik pangan. SSOP ini adalah merupakan bagian yang perlu dari prerequisite program untuk sistem HACCP. Program prasyarat perusahaan yang lain seperti penanganan keluhan pelanggan, program product recall, pereventive maintenance juga bisa dimasukkan. SSOP didasarkan pada Current Good Manufacturing Practices (CGMP) yang bersifat wajib untuk seluruh perusahaan pangan dan importir dibawah yurisdiksi FDA (Corlet 1998)
(43)
Sanitasi adalah salah satu perequisites program yang penting untuk kesuksesan impelementasi dan pemeliharaan program HACCP (Katsuma dan Jantschke, 1999). Sebuah program sanitasi yang baik akan mengendalikan banyak bahaya bilologi, kimia dan fisik di dalam operasi pangan, yang mana kalau tidak, harus dimasukkan dalam sistem HACCP. Upaya untuk memasukkan semua masalah higiene di dalam program HACCP akan membebani program dan akhirnya tidak bisa tertangani dengan baik. Namun, pengeluaran bahaya-bahaya yang memiliki resiko kecil seperti ini dari sistem HACCP hanya bisa dibenarkan jika ada jaminan bahwa sanitasi dan program pendukung yang lain efektif.
Disamping aspek keamanan pangan dari sanitasi, kondisi yang saniter juga menjamin produksi pangan yang tidak tercemar sehingga layak dan sesuai untuk konsumsi manusia. Sanitasi yang baik meningkatkan kualitas produk dan umur simpan, mengurangi biaya pemeliharaan, dan memberikan kontribusi dalam operasi yang efisien. Operasi perusahaan pangan yang modern tidak mungkin bisa bertahan tanpa program sanitasi yang efektif.
Berbeda dengan persepsi yang umum, sanitasi tidak terbatas pada pembersihan (cleaning) peralatan. Meskipun peralatan yang bersih dan lingkungan pabrik yang bersih adalah penting untuk menghasilkan produk yang aman dan tidak tercemar, sama pentingnya adalah praktek-praktek personel, fasilitas pabrik, operasi dan peralatan yang didisain secara sesuai, langkah pengendalian hama dan praktek-praktek penggudangan. Seluruh komoponen-komponen tersebut adalah program sanitasi umum yang diatur dalam regulasi FDA (Food and Drug Administration) dan USDA (US Department of Agriculture).
SSOP yang tertulis direkomendasikan oleh FDA untuk seluruh pemroses ikan dan produk perikanan dan diperintahkan oleh USDA untuk seluruh pemroses daging dan unggas. Prosedur tertulis yang lengkap perlu dikembangkan untuk seluruh pabrik pangan, khususnya untuk operasi-operasi dimana sanitasi diidentifikasi sebagai program prasyarat untuk kemanan pangan.
Kesuksesan pengelolaan program sanitasi melibatkan pendekatan proaktif dan partisipasi dari seluruh karyawan pada semua tingkatan proses pengambilan keputusan. Disamping prosedur dan SSOP yang detail, pendelegasian tanggung jawab yang sesuai
(44)
dan pendidikan karyawan diperlukan untuk membuat program sanitasi bekerja secara efektif. Karena perubahan personel sering terjadi dalam industri, maka proses pelatihan harus menjadi sebuah program yang terus berjalan.
Satu hal dalam program sanitasi yang sering dilupakan adalah pengembangan prosedur pemantauan. Tanpa pemantauan langkah-langkah sanitasi tertentu dan pemeliharaan catatan yang sesuai, pengkajian dari efektifitas program sanitasi tersebut akan sulit. Catatan pemantauan juga memberikan dasar untuk program verifikasi melalui pemeriksaan dan audit. Audit adalah alat yang perlu untuk menjamin bahwa kondisi saniter dipelihara sepanjang waktu.
SSOP tertulis seharusnya sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Deskripsi detail dari semua prosedur yang dilakukan setiap hari, sebelum, selama dan sesudah operasi, yang akan mencegah kontaminasi langsung atau pencemaran produk. Frekuensi dari setiap prosedur harus ditentukan. Karyawan yang bertanggung jawab untuk setiap prosedur harus diidentifikasi.
2. Deskripsi detail dari tindakan perbaikan yang sesuai yang diambil ketika ada kegagalan untuk mencegah kontaminasi produk. Tindakan perbaikan harus mencakup prosedur disposisi dari produk terkait.
3. Catatan harian yang dipelihara untuk mendokumentasikan penerapan dan pemantauan SSOP dan setiap tindakan perbaikan yang dilakukan.
Prosedur-prosedur SSOP merumuskan penerapan GMP dan memiliki karakteristik yang sama dengan HACCP. Hal ini termasuk pengembangan daftar atau rencana tertulis dari GMP tertentu untuk dioperasionalkan, dan mempersyaratkan bahwa GMP tersebut dimonitor, dilakukan tindakan perbaikan jika ditemukan ketidaksesuaian, diverifikasi dan didokumentasikan (Corlett, 1998).
Dalam kasus regulasi FDA untuk HACCP seafood, prosesor dipersyaratkan untuk memiliki SSOP tertulis berdasarkan pada CGMP. Untuk prosesor daging dan unggas dibawah regulasi HACCP USDA, perusahaan dipersyaratkan untuk mengembangkan, menerapkan dan memeliharan SSOP tertulis yang didasarkan atas
(45)
CGMP. SSOP dan GMP adalah sebuah bangunan pondasi yang penting untuk sistem HACCP yang efektif.
Beberapa hal yang diatur dalam SSOP sesuai dengan yang ditetapkan oleh FDA adalah sebagai berikut (Corlet 1998) :
1. Kemanan air yang kontak dengan pangan atau permukaan yang kontak dengan pangan, atau yang digunakan dalam pembuatan es.
2. Kondisi dan kebersihan dari permukaan yang kontak dengan pangan, termasuk peralatan, sarung tangan dan pakain luar.
3. Pencegahan kontaminasi silang dari barang yang tidak saniter ke produk pangan, bahan kemasan, dan permukaan yang kontak pangan lain, termasuk peralatan, sarung tangan, dan pakaian luar, dan dari bahan baku ke produk jadi.
4. Pemeliharaan pencucian tangan, sanitasi tangan, dan fasilitas toilet.
5. Perlindungan pangan, kemasan pangan, dan permukaan yang kontak dengan pangan dari pencemaran dengan pelumas, bahan bakar, pestisida, bahan pembersih, bahan sanitasi, kondensat dan bahan kimia lain, kontaminan fisik dan biologi.
6. Pelabelan yang sesuai, penyimpanan dan penggunaan bahan toksik.
7. Pengendalian kondisi kesehatan karyawan yang dapat menghasilkan kontaminasi mikrobiologi terhadap pangan, bahan kemasan pangan, dan permukaan yang kontak dengan pangan.
8. Pengendalian hama di pabrik pangan
H. HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
Hazard analysis critical control point (HACCP) adalah suatu pendekatan produksi pangan yang higienis dengan pencegahan masalah. HACCP ini tidak mencakup mutu produk. Proses produksi dievaluasi terhadap bahaya dan resiko yang terkait (Forsythie dan Hayes, 1998).
(46)
Stevenson (1999) mendefinisikan sistem HACCP sebagai sistem manajemen yang fokus pada pencegahan masalah untuk menjamin produksi produk-produk pangan yang aman untuk konsumsi. Hal ini didasarkan pada penerapan common-sense dari prinsip-prinsip teknik dan ilmu pengetahuan.
Sistem HACCP, yang sistematis dan science based, mengidentifikasi bahaya-bahaya spesifik dan langkah-langkah pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP adalah sebuah tool untuk mengkaji bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang fokus pada pencegahan dari pada bergantung pada pengujian produk jadi. Setiap sistem HACCP mampu mengakomodasi perubahan, seperti desain peralatan yang maju, prosedur pemrosesan atau perkembangan teknologi (CAC 2003).
HACCP dapat diterapkan di seluruh rantai pangan dari produksi primer hingga konsumsi akhir dan penerapannya seharusnya dipandu oleh bukti ilmiah dari resiko terhadap kesehatan manusia. Disamping meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP juga dapat memberikan manfaat signifikan yang lain. Disamping itu, penerapan sistem HACCP dapat membantu pengawasan oleh pihak berwenang dan meningkatkan perdagangan internasional dengan meningkatnya kepercayaan dalam keamanan pangan.
Beberapa negara telah mewajibkan penerapan HACCP ini. The EU (Europe Union) mengambil inisiatip di tahun 1993 dengan membuat HACCP wajib pada seluruh industri pangan (Council Directive 93/43/EEC). Penerapan Directive ini sejak saat itu telah berjalan dengan cepat di beberapa negara anggotanya dari pada di negara lain. Di Australia, New Zealand dan Amerika, pola penerapannya dimulai pada sektor industri tertentu (Cocker 2003).
Kesuksesan penerapan HACCP memerlukan komitmen penuh dan keterlibatan dari manajemen dan seluruh karyawan. Hal ini juga memerlukan pendekatan multidisiplin. Pendekatan multidisiplin ini seharusnya termasuk, jika sesuai, ahli dalam bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, kedokteran, kesehatan masyarakat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan teknik dan lain sebagainya. Penerapan HACCP adalah cocok dengan penerapan sistem manajemen mutu, seperti ISO 9001.
(47)
Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip yaitu Melakukan analisa bahaya, Menentukan Critical Control Point (CCP), Menetapkan Critical Limit, Menetapkan sistem untuk memonitor pengendalian CCP, Menetapkan tindakan koreksi yang perlu diambil jika pemantauan menunjukkan bahwa CCP diluar kendali, Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif, Menetapkan dokumentasi untuk seluruh prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini dan penerapannya (CAC 2003).
Untuk semua tipe bisnis pangan, awareness dan komitmen manajemen sangat perlu untuk penerapan sebuah sistem HACCP yang efektif. Efektifitas ini juga akan bergantung pada manajemen dan karyawan yang memiliki keahlian dan pengetahuan tentang HACCP.
Selama identifikasi bahaya, evaluasi, dan operasi berikutnya dalam mendesain dan menerapkan sistem HACCP, pertimbangan harus diberikan pada bahan baku, ingredient, praktek pabrikasi pangan, peran proses pabrikasi hingga pengendalian bahaya, seperti pengguna akhir dari produk, kelompok konsumen yang dituju, dan bukti epidemologi terkait dengan keamanan pangan. Maksud dari sistem HACCP adalah fokus pada pengendalian CCP. Disain ulang dari operasi seharusnya dipertimbangkan jika bahaya yang harus dikendalikan, diidentifikai namun tidak ada CCP yang ditemukan. Penerapan prinsip-prinsip HACCP yang terdiri dari langkah-langkah sebagaimana dididentifikasi di dalam urutan logis untuk penerapan HACCP dapat dilihat pada Gambar 1.
(48)
Gambar 1 Urutan logis untuk penerapan HACCP (CAC 2003) Menetapkan prosedur verifikasi
Menentukan CCP Membentuk Tim HACCP
Mendeskripsikan produk
Identifikasi pengguna yang dituju
Membuat flow diagram
Konfirmasi flow diagram di lapangan
Mendaftar semua bahaya potensial Melakukan analisa bahaya Mempertimbangkan langkah
pengendalian
Menetapkan Critical Limit untuk setiap CCP
Menetapkan sistem pemantauan untuk Setiap CCP
Menetapkan tindakan koreksi
Menetapkan dokumentasi dan pemeliharaan
(49)
1. Membentuk tim HACCP
Operasi pangan seharusnya menjamin bahwa pengetahuan produk spesifik dan keahlian yang sesuai tersedia untuk pengembangan sebuah HACCP plan yang efektif. Optimalnya, hal ini dilakukan dengan membentuk tim multidisiplin. Jika keahlian seperti itu tidak tersedia dalam organisasi, saran dari ahli perlu diperoleh dari sumber lain, seperti asosiasi perdagangan dan industri, ahli independen, pihak berwenang, literatur HACCP dan panduan HACCP. Dimungkinkan bahwa individu yang telah dilatih dengan baik dengan menggunakan panduan seperti itu mampu mengimplementasikan HACCP secara mandiri. Ruang lingkup dari HACCP seharusnya diidentifikasi. Ruang lingkup seharusnya menggambarkan bagian mana dari rantai pangan yang dicakup dan kelompok bahaya mana yang diperhatikan.
2. Deskripsi produk
Deskripsi yang utuh dari produk perlu dibuat, termasuk informasi keamanan pangan yang terkait seperti komposisi, struktur kimia / fisik (termasuk Aw, pH dan lain-lain), perlakuan untuk membunuh mikroorganisme (perlakuan panas, pembekuan, penggaraman, pengasapan dan lain-lain), kemasan, daya tahan dan kondisi penyimpanan dan metode distribusi. Dalam bisnis dengan produk yang bervariasi, sebagai contoh operasi catering, mungkin akan efektif untuk mengelompokkan produk dengan karakteristik atau tahap proses yang hampir sama, untuk tujuan pengembangan HACCP plan.
3. Identifikasi pengguna yang dituju
Pengguna yang dituju seharusnya didasarkan pada penggunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Di dalam kasus tertentu, kelompok yang rentan, mungkin harus dipertimbangkan.
4. Membuat flow diagram
Flow diagram seharusnya dibuat oleh tim HACCP. Flow diagram seharusnya mencakup semua tahap di dalam operasi untuk produk tertentu. Flow diagram yang sama mungkin digunakan untuk sejumlah produk yang dibuat menggunakan tahapan
(1)
No. Aspek yang dinilai Minor Major Serius Kritis OK KET/ TGL PERBAI KAN 78 Tidak dilengkapi dengan alat yang
mempunyai katup untuk mencegah masuknya air ke dalam pabrik.
X √
H. SANI TASI LI NGKUNGAN : I NVESTASI BURUNG, SERANGGA ATAU BI NATANG LAI N 79 Tidak ada pengendalian untuk mencegah
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan pabrik.
X √
80 Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif.
X √
I . FASI LI TAS PABRI K Fasilitas cuci tangan dan kaki
81 Tidak ada tempat cuci tangan maupun bak cuci kaki, kalau ada tidak mencukupi.
X √
82 Tempat cuci tangan dan bak cuci kaki tidak mudah dijangkau atau tidak ditempatkan secara layak.
X √
83 Fasilitas pencucian (sabun, pengering, dan lain-lain) tidak disediakan.
X √
84 Tidak ada peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah ke toilet.
X √
85 Peralatan pencucian tangan tidak cukup/tidak lengkap.
X √
Toilet/ Urinoir karyaw an
86 Tidak ada fasilitas/bahan untuk pencucian seperti tissue, sabun (cair) dan pengering atau tidak ada peringatan agar karyawan mencuci tangan mereka setelah menggunakan toilet.
X √
87 Peralatan toilet tidak lengkap. X √ 88 Jumlah toilet tidak mencukupi sebagaimana
yang dipersyaratkan.
X √ 1 toilet:1-10
org; 2 toilet:11-25 org, penambahan 1 toilet untuk setiap 20 orang 89 Pintu toilet berhubungan langsung dengan
ruang pengolahan.
X √
90 Konstruksi toilet tidak layak (lantai, dinding, langit-langit, pintu, ventilasi dll).
X √
91 Tidak dilengkapi dengan saluran pembuangan.
X √
92 Toilet tidak terawat atau digunakan untuk keperluan lain.
X √
P3K/ klinik/ Fasilitas keamanan kerja 93 Tak tersedia P3K atau fasilitas
keamanan/kesehatan kerja (klinik) yang memadai.
X √
94 Fasilitas klinik pabrik tidak digunakan untuk cek up rutin seluruh karyawan khususnya di bagian produksi.
J. PASOKAN AI R Sumber air
95 Pasokan air panas atau dingin tidak cukup. X √ 96 Air tidak mudah dijangkau/disediakan. X √ 97 Air dapat terkontaminasi, misalnya
hubungan silang antara air kotor dengan air bersih, sanitasi lingkungan.
X √
(2)
Treatment Air
98 Air baku tidak layak digunakan (potable) tidak dilakukan pengujian secara berkala.
X √
99 Air tidak mendapat persetujuan dari pihak berwenang untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan (tidak ada hasil uji).
X √
Es ( apabila digunakan) TB
100 Tidak terbuat dari air yang memenuhi persyaratan (potable).
X
101 Tidak dibuat dari air yang telah diijinkan. X 102 Tidak dibuat, ditangani dan digunakan
sesuai persyaratan sanitasi.
X
103 Digunakan kembali untutk bahan baku yang diproses berikutnya.
X
K. OPERASI ONAL SANI TASI DI PABRI K Program sanitasi
104 Tidak ada program sanitasi yang efektif di unit pengolahan.
X √
105 Kontrol sanitasi tidak efektif melindungi produk dari kontaminasi.
X √
106 Peralatan dan wadah tidak dicuci dan disanitasi sebelum digunakan.
X √
107 Metode pembersihan/pencucian tidak mencegah kontaminasi terhadap produk.
X √
L. PENCEGAHAN BI NATANG PENGGANGGU/ SERANGGA DALAM PABRI K 108 Ruang dan tempat yang digunakan untuk
penerimaan, pengolahan dan penyimpanan bahan baku/produk akhir tidak dipelihara kebersihan dan sanitasinya.
X √
109 Tidak ada pengendalian untuk mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di dalam pabrik.
X √
110 Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif di dalam pabrik.
X √
111 Binatang peliharaan tidak dicegah masuk ke dalam pabrik.
X √
112 Penggunaan obat pembasmi serangga tikus, binatang pengerat lain, serta kapang tidak efektif (pestisida, insektisida, fungisida, bahan repellent).
X √
M. PENGGUNAAN BAHAN KI MI A I nsektisida/ Rodentisida/ peptisdia
113 Insektisida/rodentisida tidak sesuai dengan persyaratan.
X √
Bahan kimia/ sanitizer/ deterjen dll
114 Bahan kimia tidak digunakan sesuai metode yang dipersyaratkan.
X √
115 Bahan kimia, sanitizer dan bahan tambahan tidak diberi label dan disimpan dengan baik.
X √
116 Penggunaan bahan kimia yang tidak diijinkan.
(3)
No. Aspek yang dinilai Minor Major Serius Kritis OK KET/ TGL PERBAI KAN
I I I . PERALATAN
PERALATAN PRODUKSI Sanitasi
117 Permukaan peralatan, wadah dan alat-alat lain yang kontak dengan produk tidak dibuat dari bahan yang sesuai seperti halus, tahan karat, tahan air dan tahap terhadap bahan kimia.
X √
118 Bahan yang terbuat dari kayu tidak dilapisi dengan bahan yang tidak berbahaya dan atau kedap air.
X √
Desain
119 Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah tidak menjamin sanitasi dan tidak dapat dibersihkan secara efektif
X √
120 Peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan baik.
X √
121 Perlengkapan monitoring suhu, kelembaban, pH dll tidak berfungsi dengan baik
X √
Peralatan tidak dipakai lagi
122 Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan.
X √
Kecukupan
123 Peralatan kebersihan tidak sesuai kapasitas produksi atau tidak cukup tersedia.
X √ Penyuci hamaan peralatan
124 Tidak dilakukan penyuci hamaan peralatan secara efektif.
X √
VI . PRODUKSI DAN PENGENDALI AN PROSES
A. PENANGANAN BAHAN BAKU DAN BAHAN TAMBAHAN LAI NBahan Baku
125 Penerimaan bahan baku tidak dilakukan dengan baik, dan tidak terlindung dari kontaminan atau pengaruh lingkungan yang tidak sehat.
X √
126 Spesifikasi bahan baku dan bahan tambahan tidak ada
X √
127 Tidak dilakukan pengujian mutu sebelum diolah.
X √
128 Bahan baku tidak sesuai dengan standar sehingga membahayakan kesehatan manusia
X √
129 Pencatatan dan pemberian label tidak
dilakukan dengan benar X
√ 130 Penyimpanan bahan baku pada kondisi yang
tidak tepat/sesuai
X √
131 Bahan baku yang dapat terlebih dahulu tidak diproses lebih dahulu (Sistem FIFO).
X √
Bahan Tambahan
132 Bahan tambahan pangan tidak sesuai dengan peraturan.
(4)
PERBAI KAN Bahan Kemasan
133 Bahan kemasan beracun, membentuk racun atau dapat menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan
X √
B. PENGENDALI AN PROSES PRODUKSI Proses Produksi
134 Campuran bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi.
X √
135 Pengawasan di setiap tahapan proses yang kritis tidak dilakukan.
X √
136 Penanganan bahan baku ataupun produk dari tahap satu ke tahap berikutnya tidak dilakukan secara hati-hati, higienes dan saniter.
X √
137 Penanganan produk yang sedang menunggu gilran untuk diproses tidak
disimpan/dikumpulkan di tempat yang saniter.
X √
138 Proses pengolahan/pengawetan dilakukan tidak sesuai dengan jenis produk dan suhu serta waktunya tidak sesuai dengan persyaratan.
X √
139 Produk akhir tidak mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur.
X √
Pengemasan
140 Produk akhir tidak dikemas dan atau diwadahi dengan cepat, tepat dan saniter.
X √
141 Sistem pemberian etiket atau kode-kode yang dapat membantu identifikasi produk tidak dilakukan.
X √
142 Produk akhir tidak diberi label yang memuat : jenis produk, nama perusahaan pembuat, ukuran, tipe, grade, (tingkatan mutu), tanggal kadaluarsa, berat bersih, nama bahan tambahan pangan yang dipakai, kode produksi atau persyaratan lain.
X √
143 Produk akhir tidak dilakukan pengujian mutu sebelum diedarkan.
X √
Penyimpanan
144 Kondisi penyimpanan tidak mampu melindungi produk akhir dari kerusakan dan kontaminasi
x √
145 Penyimpanan produk akhir dan bahan baku tidak dipisahkan.
X √
146 Susunan produk akhir tidak memungkinkan tidak memungkinkan produk akhir yang lebih lama disimpan dikeluarkan terlebih dahulu (tidak mengikuti FIFO).
X √
Penyimpanan bahan berbahaya ( apabila ada) 147 Tidak tersendiri dan dapat terhindar dari
hal-hal yang dapat membahayakan.
X √
148 Tidak ada tanda peringatan. X
Pengangkutan dan distribusi
149 Kendaraan (kontainer) yang dipakai untuk mengangkut produk akhir tidak mampu mempertahankan kondisi/keawetan yang dipersyaratkan.
(5)
No. Aspek yang dinilai Minor Major Serius Kritis OK KET/ TGL PERBAI KAN 150 Pembongkaran tidak dilakukan dengan
cepat, cermat dan terhindar dari pengaruh yang menyebabkan kemunduran mutu.
X √
C. TI NDAKAN PENGAWASAN Jaminan Mutu
151 Tidak dilakukan sistem jaminan mutu pada keseluruhan proses (in proses).
X √
Prosedur pelacakan dan penarikan ( recall procedure) 152 Tidak dilakukan dengan baik, teratur dan
kontinyu.
X √
Kontaminasi
153 Terindikasi adanya kontaminan setelah dilakukan pengujian bahan mentah atau produk akhir.
X √
154 Terindikasi adanya kemunduran mutu/deteriorasi/dekomposisi setelah dilakukan pengujian bahan mentah dan produk akhir.
X √
155 Terindikasi adanya pencemaran fisik benda-benda asing setelah dilakukan pengujian bahan mentah dan produk akhir.
X √
Pengujian bahan baku dan produk akhir
156 Tidak dilakukan pengujian X √
157 Tidak memiliki laboratorium yang sekurang-kurangnya dilengkapi dengan peralatan dan media untuk pengujian organoleptik dan mikrobiologi.
X √
158 Jumlah tenaga laboratorium tidak mencukupi dan atau kualifikasi tenaganya tidak memadai.
X √
159 Tidak aktif melaksanakan monitoring, terhadap bahan baku, bahan pembantu, kebersihan peralatan dan bahan baku.
X √
Hasil uji tidak memenuhi persyaratan
160 Angka lempeng total (ALT). X √
161 Staphylococci. X √
162 E Colli X √
163 Salmonella X √
HASI L DAN PENI LAI AN
1. Penyimpangan (Deficiency)a) Penyimpangan Minor 1 penyimpangan b) Penyimpangan Mayor 3 penyimpangan c) Penyimpangan Serius 0 penyimpangan d) Penyimpangan Kritis 0 penyimpangan
I A (baik sekali) √ II B (baik)
III C (kurang) 2. Tingkat (rating) unit pengolahan
(6)