Beberapa keuntungan yang diperoleh perusahaan dengan mengintegrasikan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dengan sistem manajemen mutu ISO
9001 ini diantaranya adalah : a. Perusahaan tidak perlu mengelola 2 buah sistem secara terpisah, namun
cukup memelihara 1 buah sistem manajemen yang merupakan integrasi dari kedua sistem tersebut.
b. Surveillance oleh lembaga sertifikasi bisa dijadikan satu yang mencakup kedua sistem manajemen tersebut.
c. Dimungkinkan bahwa perusahaan menunjuk 1 orang sebagai management
representative dan sekaligus food safety team leader jika memang
mempunyai kompetensi yang diperlukan. d. Internal audit bisa dijadikan satu yang mencakup kedua sistem tersebut
e. Perusahaan mampu menghasilkan produk yang berkualitas sekaligus aman
untuk dikonsumsi karena dikelola dengan menggunakan integrasi dari kedua sistem manajemen tersebut.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah sistem manajemen keamanan pangan sesuai dengan standar sistem manajemen keamanan pangan ISO
22000:2005 dengan model produk ekstrak teh hijau di PT. Indesso Aroma. Dengan telah dikembangkannya sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000
dengan menggunakan model salah satu produk yang diproduksi oleh PT. Indesso Aroma ini yaitu produk ekstrak teh hijau, maka bisa dijadikan panduan untuk produk-
produk ekstrak lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. Dipilihnya produk ekstrak teh hijau sebagai model karena produk ini adalah produk esktrak yang paling sering
diproduksi di PT. Indesso Aroma Cileungsi, tempat dimana penulis bekerja.
C. MANFAAT
Dengan telah dilakukannya pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000 dengan menggunakan model produk ekstrak teh hijau di PT.
Indesso Aroma, maka akan mempermudah dalam pengembangan untuk produk-produk ekstrak yang lain di perusahaan, yang pada akhirnya memungkinkan untuk dilakukan
sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 di perusahaan. Dengan demikian perusahaan bisa menjamin keamanan pangan untuk produk-produk ekstrak
yang dihasilkan, yang mana bisa meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan, dan pada akhirnya meningkatkan penjualan terhadap produk perusahaan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEH HIJAU
Tanaman teh adalah termasuk dalam genus Camelia yang mana di dalamnya terdapat sekitar 90 spesies. Teh, Camellia Sinenis L. O. Kuntze dikonsumsi sebagai
minuman di seluruh dunia. Camellia Sinensis terdiri dari dua varietas yaitu varietas sinensis
, yang ditandai dengan daun kecil dan pohonnya pendek, dan varietas assamica, yang memiliki daun yang besar dan pohonnya tinggi. Secara umum, teh hijau buatan
Jepang dan China diproduksi dari varietas sinensis, sedangkan teh hitam dibuat dari varietas assamica Takeo 1992. Kandungan senyawa flavanol dalam varietas assamica
dua kali lebih banyak dibandingkan dengan varietas sinensis. Varietas assamica tidak digunakan untuk produksi teh hijau karena kandungan flavanol-nya yang tinggi akan
menghasilkan minuman teh yang pahitnya berlebihan dan tidak sesuai untuk minuman. Sebaliknya kandungan flavanol yang rendah pada varietas sinensis sesuai untuk
memberikan rasa sepat pada minuman teh hijau. Pucuk daun teh hijau sangat kaya akan senyawa poliphenol, yang mana
kelompok paling besar adalah catechin flavan-3-ol yang menyusun hingga 30 berat kering. Meskipun ada kelompok phenol yang lain dalam pucuk daun teh hijau, semua
ada dalam jumlah yang relatif kecil. Spesies tanaman yang lain juga mensintesa senyawa flavanol, namun Camelia Sinensis adalah unik dalam hal kandungan flavanol-
nya. Enam senyawa flavanol ada dalam jumlah yang tinggi diatas 1 berat kering, yaitu +-catechin C, +-gallocatechin GC, --epicatechin EC, --
epigallocatechin EGC, --epicatechin-3-gallate ECG dan --epigallocatechin-3- gallate EGCG Robertson 1992.
Rasa sepat pada minuman teh hijau adalah disebabkan oleh senyawa polyphenol dalam teh hijau, yang mana lebih dari 75 adalah golongan flavanol. Flavanol utama
dalam daun teh adalah --epicatechin, --epigallocatechin, --epicatechingallate dan - -epigallocatechingallate. Rasa gurih brothy pada minuman teh berasal dari fraksi
asam amino, khususnya L-theanine yang berjumlah 60-70 dari total asam amino dalam daun teh. Caffeine memberikan kontribusi pada rasa pahit pada minuman teh
melalui pembentukan senyawa kompleks dengan flavanol. Teh hijau tipe Sen-cha
Japanese green tea telah dipisahkan dengan Sephadex G-75 chromatography dan
intensitas rasa pahit, sepat, gurih dan manis dari kelima fraksi diestimasi dengan uji sensori. 70 hingga 75 rasa pahit dan sepat disebabkan oleh flavanol dan 70 rasa
gurih disebabkan oleh asam amino Nakagawa 1975; Kubota dan Hara 1976; Nakagawa et al 1976; dalam Takeo 1992.
Teh hijau diproduksi dengan steaming tipe Sen-cha, Japanese green tea atau pan-firing tipe Kamaira-cha, Chinese green tea
dari daun teh segera setelah dipetik, sehingga aksi dari enzym dihambat dan komponen endogenous di dalam daun
dipertahankan tidak berubah signifikan. Oleh karenanya rasa dari teh hijau utamanya ditentukan oleh jenis pohon teh, waktu pemetikan, kematangan pucuk dan metode
penanaman. Di Indonesia proses pembuatan teh hijau sebagian besar menggunakan cara pan-firing Chinese green tea.
Proses pembuatan teh hijau ini melibatkan paling tidak tiga pemanasan yang bisa membunuh mikroorganisme diantaranya adalah pada saat proses pelayuan suhu
90 – 100 C selama sekitar 5 menit, pengeringan awal suhu sekitar 130 – 135 C selama sekitar 20 menit, pengeringan akhir suhu sekitar 70 – 100 C selama sekitar 2 jam.
Oleh karenanya bahaya potensial bahan baku teh hijau ini dari sisi mikrobiologi seperti bakteri-bakteri patogen yang berasal dari kontaminasi tanah serta kotoran manusia
hewan seperti Bacillus cereus, Clostridium dan E. coli, tidak signifikan. Bahaya potensial yang paling mungkin ada pada bahan baku teh hijau adalah residu pestisida
yang digunakan untuk pengendalian hama pada saat proses penanaman serta logam berat yang berasal dari lingkungan tanah yang digunakan untuk penanaman, karena
bahan-bahan ini tidak bisa dihilangkan selama proses produksi ekstrak teh hijau. Standar Nasional Indonesia SNI menetapkan spesifikasi persyaratan mutu teh hijau
untuk cemaran logam, arsen dan mikroba seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persyaratan mutu teh hijau untuk cemaran logam, arsen dan mikroba Cemaran Logam
ppm
Pb Cu
Zn Sn
Hg Maks. 2
Maks. 150 Maks. 40
Maks. 40 Maks. 0.03
Cemaran Arsen ppm
As Maks. 1
Cemaran Mikroba
Angka lempeng total kolonigr MPN Coliform APMgr
3 x 10
3
3 BSN, SNI 01-3945-1995
Ekstrak teh hijau termasuk dalam kelompok flavouring preparation sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Council Directive 88388EEC, yaitu suatu produk
selain dari pada senyawa kimia yang memiliki sifat perisa, yang kental atau tidak, yang memiliki sifat perisa, yang diperoleh dengan proses fisik yang sesuai termasuk distilasi
dan ekstraksi pelarut atau dengan menggunakan enzym atau dengan proses menggunakan mikrobiologi dari bahan yang berasal dari tanaman atau hewan, apakah
dalam bentuk mentah atau setelah mengalami pengolahan untuk konsumsi manusia dengan proses pengolahan pangan tradisonal termasuk pengeringan, torrefaction dan
fermentasi, yang mana cemaran logam dan arsen ditetapkan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Cemaran logam dan arsen dalam flavouring preparation
Cemaran Logam ppm
Pb Cd
Hg Maks. 10
Maks. 1 Maks. 1
Cemaran Arsen ppm
As Maks. 3
Council Directive 1988 Serangga, tikus, nematode adalah kelompok utama hewan yang sering
menginvestasi teh di Asia. Di Asia, negara penghasil teh yang paling penting adalah India, China, Indonesia, Jepang, Bangladesh dan Taiwan. Tanaman teh adalah subyek
untuk serangan lebih dari 300 spesies binatang. Oleh karenanya untuk mengendalikan
serangan serangga ini banyak digunakan pestisida pada saat penanaman teh. Karena luas permukaan daun teh lebar dan interval antara pemberian pestisida dan pemanenan
cukup pendek, maka residu pestisida pada teh biasanya akan lebih tinggi dari tanaman yang lain pada dosis pemakaian yang sama. Akan tetapi, pestisida biasanya dipakai
setelah pemanenan. Antara pemakaian pestisida dan konsumsi teh, jumlah yang sangat besar dari pestisida akan berkurang selama fase pertumbuhan, pemrosesan teh pada
suhu tinggi dan juga selama penyiapan minuman teh. Hujan, penguapan, photolysis dan biodegradasi juga merupakan salah satu penyebab residu pestisida berkurang. Selama
pemrosesan jumlah yang cukup besar dari pestisida akan berkurang karena penguapan dan dekomposisi panas. Namun demikian resiko akan adanya residu pestisida dalam teh
hijau akan tetap ada Muraleedharam 1992. FAOWHO merekomendasikan residu pestisida dalam teh seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Batas residu pestisida dalam teh Pestisida
Maximum residue limit MRL mg kg teh
Bromopropylate Cartap
Chlopyrifos-methyl Cyhexatin
Cypermethrin Deltamethrin
Dicofol Endosulfan
Ethion Fenitrothion
Methidathion Parathion-methyl
Permethrin Propargite
5 20
0.1 2
20 10
5 30
7 0.5
0.1 0.2
20 10
FAOWHO dalam Muraleedharam 1992 Pemerintah R.I. melalui peraturan pemerintah R.I nomor 6 tahun 1995 tentang
batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian menetapkan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Batas residu pestisida pada hasil pertanian Pestisida
Maximum residue limit MRL mg kg
Endusulfan Metidation
Klorpirifos Fenitrotion
Paration Cypermethrin
Permethrin Deltamethrin
30 0.1
0.1 0.5
0.2
20 20
10 PP RI No. 6 1995
B. KEAMANAN PANGAN EKSTRAK TEH HIJAU