11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Interaksi pada absorbsi
Ketika obat diberikan secara oral, maka akan terjadi penyerapan melalui membran mukosa dari saluran pencernaan, dan sebagian besar interaksi terjadi pada
penyerapan diusus. b.
Interaksi pada distribusi obat Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi ikatan
protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat. c.
Interaksi pada metabolisme obat Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme yaitu: yang
pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan aliran darah ke hati, dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi enzim,
ketiga inhibisi enzim, yang keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya interaksi isoenzim CYP450.
d. Interaksi pada ekskresi obat
Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan
aliran dara diginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal Stockley, 2008.
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor tertentu
misalnya agonis beta2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti propranolol namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi mekanime
fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:
a. Interaksi aditif atau sinergis Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara
bersama-sama maka dapat memberikan efek yang aditif. Misalnya, alkohol menekan SSP, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar misalnya ansiolitik, hipnotik,
dll dapat meningkatkan efek ngantuk.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Interaksi antagonis atau berlawanan Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang
obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif efek
vitamin K Stockley, 2008.
2.1.7.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat
Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkan tingkatan keparahanan : minor, moderate, atau major.
1. Keparahan minor
Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah interaksi
hidralazin dan furosemid. Dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin, tetapi secara klinis tidak signifikan.
Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan. 2.
Keparahan moderate Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan
pemantauan. Contohnya, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering
digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati. 3.
Keparahan major Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan, karena
dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Contohnya, ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval
QT dan mengancam jiwa. Sehingga kombinasi ini tidak disarankan untuk digunakan. Atkinson, et.al., 2007.
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak,