Gambar 2.2. FaktorVariabel yang Memengaruhi Kinerja Gibson, 1987
Menurut Robbins 2006, kinerja karyawan bergantung pada tingginya tingkat pengetahuannya akan apa yang harus atau tidak harus ia kerjakan.
Memahami cara yang benar untuk melakukan pekerjaan menunjukkan sosialisasi yang benar, yang mana sosialisasi yang dimaksud adalah proses penyesuaian
karyawan dengan budaya organisasinya. Jadi sosialisasi yang tepat menjadi faktor yang penting dalam memengaruhi kinerja.
Pada akhirnya kinerja sebuah organisasi masih tetap tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Kualitas sumber
daya manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pernah tidaknya mengikuti kegiatan pelatihan dan
pengembangan.
VARIABEL INDIVIDU
1. Kemampuan dan
keterampilan a. Mental
b. Fisik 2. Latar Belakang
a. Keluarga b. Tingkat sosial
c. Pengalaman 3. Demografis
a. Umur b. Etnis
c. Jenis kelamin PERILAKU
Apa yang dikerjakan
KINERJA
Hasil yang diharapkan
VARIABEL ORGANISASI
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan
4. Struktur
5. Desain pekerjaan
PSIKOLOGIS
1. Persepsi 2. Sikap
3. Kepribadian 4. Belajar
5. Motivasi
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Hubungan Budaya Organisasi dengan Peningkatan Kinerja
Menurut Robbins 2006, budaya organisasi dapat memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Persepsi subjektif karyawan secara keseluruhan terhadap
organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko, tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Persepsi yang mendukung
atau tidak mendukung ini kemudian memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar pada penguatan budaya. Pengaruh
budaya organisasi pada kinerja dan kepuasan dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan Robbins, 2006
Menurut Kotter dan Heskett dalam Tika 2008, hubungan budaya organisasiperusahaan dengan kinerja perusahaan, yaitu:
1. Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang.
Faktor Tujuan
1. Inovasi dan
penempatan resiko
2. Perhatian secara
jelas 3.
Orientasi hasil 4.
Orientasi orang 5.
Orientasi tim 6.
Keagresifan 7.
Stabil
Budaya Organisasi
Berdampak pada
Tinggi Rendah
Kekuatan Kinerja
Kepuasan
Universitas Sumatera Utara
2. Budaya perusahaan mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan
dalam dasawarsa yang akan datang.
3. Budaya perusahaan yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, mudah berkembang bahkan dalam perusahaan-perusahaan
yang penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakal sehat.
4. Walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja. Tentunya upaya ini membutuhkan
waktu dan menuntut kepemimpinan yang sedikit berbeda.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja setiap anggota organisasi dimana budaya organisasi
berpengaruh terhadap kinerja adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian Koesmono Zebua, 2009 menyatakan terdapat pengaruh
budaya organisasi terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di
Jawa Timur Tahun 2005. 2. Hasil penelitian Kotter dan Heskett dalam Soetjipto dan Firmansyah
2006 yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh pada kinerja jangka panjang di PT. Perkebunan Nusantara III Persero.
Universitas Sumatera Utara
3. Hasil penelitian Damanik 2007 menyatakan terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi berprestasi perawat di Rumah Sakit Umum
Daerah Pematang Siantar. 4. Hasil penelitian Zuliani 2008 menyatakan bahwa ada pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi.
5. Hasil penelitian Zebua 2009 menyatakan ada pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja staf rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik.
2.2.4 Penilaian Kinerja
Menurut Ilyas 1999, penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui suatu instrumen kinerja dan pada
hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kinerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Melalui penilaian
yang dilakukan, penilai dapat mengetahui apakah pekerjaan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan uraian tugas sebagai tolok ukur penilaian. Menurut
Mangkunegara 2005, penilaian kinerja merupakan suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya
sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pendapat Ilyas 1999 dan Mangkunegara 2005, Penulis menyimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian yang
dilakukan secara sistematis untuk mengetahui penampilan hasil kerja personil dan kinerja organisasi. Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan kunci utama untuk
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara
keseluruhan. Gibson, et.al. 1997 menyebutkan tujuan penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pimpinan untuk menentukan imbalan
upah, promosi, dan alih tugas, identifikasi kebutuhan pelatihan, dan sebagai umpan balik bagi para pegawai.
Robbins 2006 menyatakan ada 3 tiga kriteria yang paling umum dalam mengevaluasi hasil kerja individu, perilaku dan sifat, yaitu:
1. Hasil kerja seorang pekerja dilihat jika pada suatu pekerjaan mengutamakan hasil akhir, misalnya volume penjualan, biaya per-unit,
produksi dan sebagainya. 2. Perilaku, dilakukan bila terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi hasil
tertentu sebagai hasil langsung dari kegiatan seorang pekerja. Hal ini terutama pada pekerja sebagai bagian dari kelompok kerja.
3. Sifat, merupakan bagian yang paling lemah dari kriteria penilaian kinerja, sebab akhirnya sering dihilangkan dari kinerja aktual pekerjaan itu sendiri.
Sifat-sifat yang dinilai seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, inisiatif, loyalitas, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dreher dan Dougherty 2001, pengukuran kinerja karyawan secara umum terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu penilaian terhadap hasil
kerja result-oriented performance measures dan penilaian terhadap proses kerja process-oriented and human judgement system.
Menurut para ahli, kinerja dapat dinilai oleh berbagai pihak, yaitu: 1. Atasan langsung. Menurut Robbins 2006, penilaian atasan langsung
terhadap bawahannya merupakan cara yang paling banyak dilaksanakan pada suatu organisasi. Namun banyak juga organisasi yang merasa
penilaian tersebut mengandung kecacatan, karena ada atasan langsung yang enggan sebagai penentu dari karir bawahannya.
2. Rekan kerja. Penilaian dari rekan kerja merupakan salah satu sumber paling handal dari data penilaian, karena interaksi yang terjadi
menyebabkan rekan sekerja mengenal secara menyeluruh kinerja seorang karyawan. Penilaian dari rekan sekerja sering berguna bagi penilaian
kinerja profesional seperti perawat, pengacara dan guru besar Dreher dan Dougherty, 2001. Kelemahan dari penilaian ini adalah rekan sekerja tidak
bersedia untuk saling menilai, dan hasil yang bias kerena prasangka ataupun disebabkan hubungan persahabatan Robbins, 2006.
3. Diri sendiri. Penilaian diri sendiri cenderung mengurangi kedefensifan para karyawan mengenai proses penilaian. Kelemahan cara penilaian diri
sendiri adalah hasil penilaian yang sangat dibesar-besarkan, serta hasil penilaian diri sendiri dengan penilaian oleh atasan sering kali tidak cocok
Universitas Sumatera Utara
Robbins, 2006. Menurut Dreher dan Dougherty 2001 serta Robbins 2006, penilaian cara ini berguna sebagai konseling kinerja ataupun
feedback dari atasan terhadap bawahan, jadi lebih berguna untuk
pengembangan, bukan untuk maksud evaluatif. 4. Bawahan langsung. Menurut Robbins 2006, evaluasi bawahan langsung
dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer, karena penilai mempunyai kontak yang erat dengan yang
dinilai. Kelemahan cara ini adalah rasa takut bawahan terhadap pembalasan dari atasan yang dinilai.
5. Penilaian 360 derajat. Merupakan penilaian kinerja menyeluruh dari segala arah, sehingga pekerja mendapat umpan balik feedback dari berbagai
sumber, yaitu dari atasan langsung, dari rekan sekerja, dari bawahan, penilaian diri sendiri dan dari pelanggan baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal Dreher dan Dougherty, 2001. Menurut Landy dan Farr Rivai, 2005, secara umum data kinerja dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu judgement atau pengukuran bersifat subjektif dan nonjudgement atau pengukuran secara objektif. Pengukuran
subjektif lebih sering digunakan, terutama oleh psikolog dalam mengevaluasi sikap manajerial, dengan alasan pengukuran secara objektif cenderung
mempunyai reliabilitas rendah dan cenderung terbatas pada sejumlah pekerjaan.
2.3. Pengelolaan Data
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Data dan Informasi
Secara konseptual, data adalah deskripsi benda, kejadian, aktivitas, dan transaksi yang tidak mempunyai makna atau tidak berpengaruh secara langsung
kepada pemakai Kadir, 2003. Data merupakan bahan mentah. Data merupakan bahan, keterangan, fakta dan catatan Kartono, 2010. Data yang telah diolah
dengan cara tertentu akan menghasilkan informasi Jogiyanto, 2005 dengan bentuk yang diperlukan Amsyah, 2000. Menurut Lippeveld, et.al. 2000,
informasi merupakan kumpulan fakta atau data yang mempunyai arti. Informasi merupakan hasil pengolahan data yang dapat digunakan oleh
manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuan yang direncanakan sesuai sasaran secara
efektif dan efisien. Menurut Kadir 2003, informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam
pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang. Sutabri 2005 menjelaskan bahwa informasi adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau
diinterpretasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Sutabri 2003 menyatakan bahwa kualitas datainformasi tergantung pada:
1. Akurat accurate, dikatakan akurat jika bebas dari kesalahan, tidak bias atau menyesatkan.
2. Tepat waktu timelines, informasi tidak terlambat bagi penerima karena akan digunakan dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
3. Relevan relevance, dimana informasi bermanfaat bagi pemakainya. Relevansi informasi berbeda pada setiap orang. Oleh sebab itu sebaiknya
informasi disesuaikan dengan kebutuhan si pemakai. Sutanta 2003 menjelaskan tentang sepuluh sifat yang dapat menentukan
nilai informasi, yaitu: 1. Kemudahan dalam memperoleh; informasi yang penting dan sangat
dibutuhkan tidak bernilai jika sulit diperoleh; 2. Sifat luas dan kelengkapannya; informasi akan bernilai jika
lingkupcakupannya luas dan lengkap; 3. Ketelitian accuracy; informasi menjadi tidak bernilai jika tidak akurat,
karena akan mengakibatkan kesalahan pengambilan keputusan; 4. Kecocokan dengan pengguna relevance; informasi akan bernilai jika
sesuai dengan kebutuhan penggunanya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan;
5. Ketepatan waktu; informasi yang tepat waktu dapat dimanfaatkan pada saat pengambilan keputusan;
6. Kejelasan clarity; kejelasan informasi akan meningkatkan kesempurnaan nilai informasi;
7. Fleksibilitaskeluwesan; fleksibilitas informasi diperlukan oleh para manajer pada saat pengambilan keputusan. Fleksibilitas informasi
dipengaruhi oleh bentuk dan format tampilan informasi;
Universitas Sumatera Utara
8. Dapat dibuktikan; kebenaran informasi tergantung pada validitas dan sumber yang diolah;
9. Tidak ada prasangka; informasi akan bernilai jika tidak menimbulkan prasangka dan keraguan adanya kesalahan informasi; dan
10. Dapat diukur; informasi untuk pengambilan keputusan harus dapat diukur berdasarkan validitas data sumber yang digunakan.
Menurut Lembaga Administrasi Negara RI 2003, data hanya akan menjadi informasi apabila data tersebut memengaruhi perilaku seseorang, dalam
arti menggerakkan orang untuk berperilaku sesuai dengan maksud dan tujuan disampaikannya data tersebut, yaitu untuk mengambil keputusan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa data akan memengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
2.3.2 Manajemen Data dalam Suatu Organisasi
Manajemen berarti mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola. Menurut Muninjaya 2004, manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana
menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Peter
Drucker yang dikutip oleh Muninjaya 2004, manajemen dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi dan dapat dipelajari dari perilaku organisasi tersebut
dalam proses memecahkan masalah.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen berfungsi mencermati dan mengidentifikasi arti bagi beragam situasi yang dihadapi oleh organisasi, membuat keputusan, dan merumuskan
rencana aksi untuk memecahkan masalah organisasi. Para manajerpimpinan menghadapi tantangan dalam lingkungannya dan menetapkan strategi organisasi
untuk menjawab dan mengalokasikan sumber daya manusia dan keuangan untuk mencapai strategi dan mengkoordinasi pekerjaan Laudon dan Laudon, 2005.
Manajemen data adalah proses pengelolaan data sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi yang siap untuk dianalisis dan dapat dipercaya untuk
peroranganumum Kartono, 2010. Manajemen data merupakan proses yang sangat penting setelah data terkumpul melalui wawancara atau pengukuran
Ariawan, 2010. Menurut Siregar 1992, proses pengelolaan data menjadi informasi terdiri
dari beberapa kegiatan yaitu: 1. Pengumpulan dan penyimpanan data. Menurut Budiarto 2002, teknik
yang digunakan untuk pengumpulan data adalah 1 Wawancara; 2 Angket; 3 Pengamatan; dan 4 Pemeriksaan. Data dikumpulkan dengan
metode rutin dan non rutin. Data disimpan untuk selanjutnya diolah menjadi informasi.
2. Pengolahan data. Menurut Budiarto 2002, data yang kita kumpulkan merupakan data mentah yang harus diorganisasi sedemikian rupa agar
dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik hingga mudah dianalisa dan ditarik kesimpulan. Pengolahan data merupakan proses yang sangat
Universitas Sumatera Utara
penting dalam manajemen data sehingga harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data terdiri dari 1 Memeriksa
data editing; 2 Memberi kode coding; dan 3 Menyusun data tabulating. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dan hasilnya
akan dimasukkan ke dalam format yang telah disediakan yang berfungsi sebagai laporan untuk dikirimkan pada suatu periode waktu tertentu
Depkes RI, 2005. 3. Analisa data. Analisa adalah suatu pemeriksaan dan evaluasi dari suatu
informasi yang sesuai dan relevan dalam menyeleksi suatu tindakan yang terbaik dari berbagai macam alternatif variasi Depkes RI, 2009. Data
yang telah diolah harus dianalisis agar diperoleh informasi terkait dengan fenomena atau suatu fakta. Data dianalisis secara deskriptif, komparatif,
kecenderungan dan hubungan Purwanto, 2009. 4. Penyajian informasi. Setelah dianalisis, menurut Budiarto 2002,
informasi disajikan agar para pengamat dapat dengan mudah memahami fenomena atau fakta yang terjadi. Data yang disajikan harus sederhana dan
jelas agar mudah dibaca. Penyajian data dapat berupa tulisan, tabel, grafik, dan peta. Menurut Depkes RI 2009, penyajian informasi juga merupakan
kegiatan penyebarluasan informasi. Dari beberapa definisi di atas, maka Penulis menyimpulkan bahwa
manajemen data merupakan proses pengelolaan data menjadi informasi yang terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pengumpulan dan penyimpanan data,
Universitas Sumatera Utara
pengolahan dan pelaporan data, analisis datainformasi, dan penyajian datainformasi.
Dalam suatu organisasi, aktivitas manajemen data seringkali menemukan kendalamasalah terkait dengan keberadaan datainformasi sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan. Menurut Lippeveld, et.al. 2000, banyak faktor yang memengaruhi penggunaan informasi untuk pengambilan keputusan seperti politik,
ideologi, anggaran, donatur, tekanan dari kelompok tertentu, NGO, krisis, media, komunitas dalam masyarakat dan sebagainya.
2.4. Program Kesehatan Ibu dan Anak KIA
Pembangunan kesehatan dilakukan dengan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan keluarga melalui peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat dan keluarga antara lain ditentukan oleh derajat KIA sebagai kelompok penduduk yang rawan dan
strategis. Oleh karena itu perlu diupayakan penurunan AKI dan AKB yang merupakan indikator penilaian derajat kesehatan masyarakat Depkes RI, 1993.
Upaya penurunan kematian ibu dan bayi dapat dilakukan dengan peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan KIA, sehingga program KIA tetap
diharapkan menjadi kegiatan prioritas baik di tingkat Puskesmas maupun di tingkat kabupatenkota Depkes RI, 2009.
2.4.1 Tujuan Program KIA
Universitas Sumatera Utara
Secara umum pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien
Depkes RI, 2005. Menurut Depkes RI 2009, pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut: 1 Peningkatan
pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan; 2 Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan; 3 Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; 4 Peningkatan
pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; 5 Peningkatan deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat; 6 Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terus-
menerus oleh tenaga kesehatan; 7 Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; 8 Peningkatan pelayanan
kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; dan 9 Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
2.4.2 Petugas KIA
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan danatau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan bagian dari petugas kesehatan. Menurut KBBI 2005, yang dimaksud dengan petugas adalah orang
yang bertugas melakukan sesuatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa petugas KIA merupakan orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan danatau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang bertugas mengelola program KIA seperti Bidan di Desa Bides, Bidan
Koordinator Bikor di Puskesmas, Bikor di kabupaten, petugas KIA lainnya. Sejak tahun 1989, Depkes RI telah menetapkan kebijakan menempatkan
Bides dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak balita dan menurunkan angka kelahiran serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
hidup sehat Depkes RI, 2007. Menurut Depkes RI 1998, kegiatan Bides sejak penempatannya adalah:
1. Analisa situasi, yang meliputi 1 Mengenal wilayah kerjanya; 2 Melakukan pendataan langsung dengan bantuan kaderpamong; dan 3
Bersama Kepala Desa dan Ketua PKK serta kader dan dukun bayi menyusun jadwal kegiatan rutin yang akan dilaksanakan di desa.
2. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut 1 Upaya penurunan AKI; 2 Upaya penurunan AKB; dan 3 Manajerial program
KIA dan upaya pendukungnya. 3. Evaluasi, yang dilakukan yaitu 1 Merekam semua kegiatan yang
dilaksanakan; 2 Mengirimkan laporan pelaksanaan kegiatan ke Puskesmas secara rutin; 3 Melaporkan Kejadian Luar Biasa KLB ke
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas; 4 Menghadiri mini lokakarya di Puskesmas dengan membawa semua laporan dan rencana kegiatan serta permasalahan yang
dihadapi; dan 5 Memantau cakupan pelayanan KIA di wilayah kerjanya dengan membuat PWS-KIA.
Namun demikian, tentunya kemampuan klinis dan administrasi setiap Bides bervariasi, sehingga Bikor di Puskesmas dipandang sebagai orang yang
tepat untuk membina Bides, dan bahkan bidan praktek swasta di wilayah kerjanya. Gagasan yang sama untuk pembinaan tingkat Puskesmas juga memunculkan
adanya Bikor di kabupaten Depkes RI, 2007. Jadi upaya revitalisasi Bikor Puskesmas tidak hanya berperan membina Bides dalam aspek klinis medis, tapi
juga berperan dalam aspek manajerial program KIA Depkes RI, 2007. Peran Bikor adalah: 1 Membimbing keterampilan klinis profesi bidan
dan manajemen program KIA; 2 Merencanakan kebutuhan prasarana dan logistik; 3 Mendorong dan memotivasi untuk melakukan praktek terbaik dan
menjalankan program sesuai standar; 4 Menyelia dan memantau kinerja; dan 5 Melakukan kerjasama tim lintas program dan lintas sektor. Dalam menjalankan
peran ini, Bikor diharapkan bekerja sebagai tim dengan petugas kesehatan lainnya di Puskesmas. Hal ini penting mengingat program KIA di Puskesmas merupakan
bidang terpadu dari berbagai bidang yang pada tingkat pusat merupakan program yang bersifat terkotak-kotak, seperti kesehatan anak, kesehatan ibu, gizi, KB, dan
imunisasi Depkes RI, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depkes RI 2007, agar Bikor dapat menjalankan peran dengan baik, maka Bikor diharapkan dapat menjalankan tugas-tugas yang lebih rinci
sebagai berikut: 1. Menjalin komunikasi dan koordinasi kerja dengan Bides dan bidan praktek
swasta maupun sesama lintas sektor dan lintas program. 2. Merencanakan dan melaksanakan penyeliaan fasilitatif kepada Bides dan
bidan praktek swasta di wilayah kerja Puskesmas. 3. Menilai tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan KIA di Puskesmas
dan melakukan verifikasi tingkat kepatuhan terhadap bidan yang diselia. 4. Mengidentifikasi komponen yang tidak memenuhi standar dan secara
bersama-sama dengan bidan di desa mencari solusi pemecahan masalahnya.
5. Membuat rencana tindak lanjut bersama-sama dengan bidan yang diselia. 6. Melaksanakan dan memantau upaya perbaikan mutu yang dilakukan.
7. Membuat pencatatan dan pelaporan. 8. Memberikan masukan melalui Puskesmas untuk perencanaan tingkat
kabupaten sebagai bagian penguatan sistem penyeliaan. 9. Mengusulkan penghargaan bagi bidan berprestasi, peningkatan kompetensi
bidan dan pengembangan karir bidan. Dalam penyeliaan fasilitatif, seorang Bikor di Puskesmas minimal
mempunyai kualifikasi sebagai berikut: 1 Masih bertugas di Puskesmas; 2 Memiliki masa kerja minimal lima tahun; 3 Mampu dan terampil dalam bidang
Universitas Sumatera Utara
klinis profesi bidan dan manajemen program KIA; 4 Dapat bekerja sama dalam tim; 5 Mempunyai kemampuan pengambilan keputusan dalam keadaan darurat
pada pra-rujukan; dan 6 Mempunyai kemampuan melakukan penyeliaan fasilitatif Depkes RI, 2007.
Untuk penguatan program KIA, Bikor mengadakan pertemuan dengan Bides setiap bulannya, sementara pertemuan dengan Balai Pengobatan Swasta
BPS dan Rumah Bersalin RB di wilayah kerja Puskesmas diharapkan dilaksanakan sekali dalam tiga bulan. Bikor di Puskesmas melakukan koordinasi
dengan lintas program dan lintas sektor terkait untuk melaksanakan program KIA. Hasil kegiatan Bikor Puskesmas dilaporkan kepada pengelola program KIA dan
Kepala Puskesmas Depkes RI, 2007. Dalam melaksanakan koordinasi kerja di tingkat kabupatenkota, Bikor di
Puskesmas dan Bikor di kabupatenkota perlu bekerja sama dengan dokter spesialis kebidanan dan anak dari Rumah Sakit Umum Daerah RSUD,
organisasi profesi seperti Ikatan Bidan Indonesia IBI, Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia POGI dan Ikatan Dokter Ahli Anak Indonesia IDAI
yang ada di wilayah setempat. Dinas kesehatan kabupatenkota melaksanakan pertemuan setiap tiga bulan
dengan Bikor di Puskesmas. Pada pertemuan tersebut, Bikor di Puskesmas melaporkan kegiatan selama tiga bulan terakhir baik yang berasal dari kegiatan
penyeliaansupervisipemantauan. Laporan Bikor di Puskesmas ini dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
laporan program KIA dinas kesehatan kabupatenkota kepada dinas kesehatan propinsi Depkes RI, 2007.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan data, petugas KIA di Kabupaten Deli Serdang selain Bikor di Kabupaten adalah seksi kesehatan ibu dan kepala bidang
kesehatan keluarga memiliki rincian tugas sebagai berikut: 1. Seksi kesehatan ibu, yaitu:
a. Memeriksa, mengecek, mengoreksi, mengontrol dan merencanakan kegiatan pelaksanaan tugas;
b. Melaksanakan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan ibu dan Keluarga Berencana KB;
c. Melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap tenaga pengelola teknis di bidang kesehatan ibu;
d. Melaksanakan pemantauan terhadap kematian maternal dan perinatal; e. Menyampaikan saran dan pertimbangan pada atasan tentang langkah-
langkah yang perlu diambil dengan ketentuan yang berlaku; dan f. Menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. 2. Kepala bidang kesehatan keluarga, yaitu:
a. Menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi di bidang kesehatan keluarga;
b. Membina dan membimbing kegiatan pelaksanaan kesehatan ibu dan KB;
Universitas Sumatera Utara
c. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan tentang langkah- langkah yang perlu diambil dengan ketentuan yang berlaku; dan
d.
Menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang, 2009.
2.5. Landasan
Teori
Budaya merupakan nilai dan norma yang berlaku di suatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, memberikan identitas
organisasi dan merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya Matondang, 2008. Menurut Killman et.al.
Tika, 2008, bila budaya organisasi kurang didukung dan sangat dipaksakan, maka akan berpengaruh negatif pada organisasi dan akan memberi arah yang
salah kepada para anggotanya sehingga tugas-tugas tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan tentunya akan berpengaruh pada kinerja anggotanya.
Sashkein dan Kisher Tika, 2008 menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari dua komponen yaitu nilai value dan keyakinan belief yakni sikap
tentang bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang
karyawan Robbins, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Nilai-nilai yang terdiri dari berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi serta transparan dan akuntabilitas serta
keyakinan tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi menjadi pedoman perilaku bekerja bagi seluruh pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang, termasuk petugas KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang agar visi yang telah ditetapkan dapat direalisasikan.
Menurut Robbins 2006, budaya organisasi memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Persepsi subjektif karyawan secara keseluruhan terhadap
organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko, tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Keseluruhan persepsi ini
akan memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar pada penguatan budaya. Gibson 2003 berpendapat bahwa kepribadian
yang merupakan pola perilaku dan proses mental yang mencirikan seseorang amat banyak dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan sosial, yang akhirnya membentuk
kinerja orang tersebut. Jadi terdapat pengaruh antara budaya terhadap kinerja seseorang.
Penilaian kinerja dilakukan secara sistematis untuk mengetahui penampilan hasil kerja personil dan kinerja organisasi untuk mengembangkan
suatu organisasi secara efektif dan efisien sehingga dapat diketahui kondisikinerja yang sebenarnya. Demikian pula penilaian kinerja yang dilakukan pada Bikor di
Puskesmas maupun Bikor di kabupaten yang merupakan petugas KIA.
Universitas Sumatera Utara
Bikor di Puskesmas dan petugas KIA di kabupaten diharapkan tidak hanya berperan membina bidan di desa dalam aspek klinis medis, tapi juga berperan
dalam aspek manajerial program KIA termasuk dalam pengelolaan data KIA di Kabupaten Deli Serdang yaitu pengumpulan dan penyimpanan data, pengolahan
dan pelaporan data, analisa datainformasi, dan penyajian datainformasi. Sehingga dengan demikian data dan informasi yang dihasilkan dari program KIA
dapat dipakai sebagai dasarbukti pembuatan rencana dan anggaran untuk memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara
efektif dan efisien evidence based.
2.6. Kerangka Konsep