berorientasi pada tujuan yang sama yaitu memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien Depkes RI, 2005.
Sambas 2008 menyatakan bahwa kerjasama tim sangat diperlukan dalam meningkatkan kinerja staf di Unit Penunjang Medik Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik. Bentuk kerjasama yang diperlukan adalah kerjasama yang benar-benar solid, baik itu dalam bentuk kerjasama di dalam tim itu sendiri,
kerjasama dengan tim lain, kerjasama dengan atasan, dan kerjasama dengan bawahan.
Petugas KIA khususnya Bikor di Puskesmas sangat diharapkan untuk dapat bekerja sebagai tim dengan petugas kesehatan lainnya dalam menjalankan
perannya. Hal ini penting mengingat program KIA di Puskesmas merupakan bidang terpadu dari berbagai bidang yang pada tingkat pusat merupakan program
yang bersifat terkotak-kotak, seperti kesehatan anak, kesehatan ibu, gizi, KB, dan imunisasi. Selain itu, petugas KIA juga diharapkan dapat menjalin komunikasi
koordinasi kerja serta merencanakan dan melaksanakan penyeliaan fasilitatif dengan Bides dan bidan praktek swasta maupun lintas sektorprogram di wilayah
kerjanya Depkes RI, 2007.
5.5. Pengaruh Nilai Integritas yang Tinggi Terhadap Kinerja Petugas KIA
dalam Pengelolaan Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
Integritas berasal dari kata integrity yang berarti soundness of moral principle and character honesty
. Sahetapy dalam Amirsyahya 2007
Universitas Sumatera Utara
menyimpulkan bahwa orang yang memiliki integritas, lazimnya memiliki hati nurani yang bersih, mempunyai prinsip moral yang tangguh, adil serta jujur, dan
tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Tuhan. Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur
dan keyakinan budaya organisasi. Integritas adalah konsistensi antara tindakan dan nilai. Jadi dapat disimpulkan bahwa integritas mengandung makna memiliki
keselarasan niat, pikiran, perkataan dan perbuatan baik dan benar yang sesuai dengan nilai-nilai organisasi dan masyarakat serta prinsip-prinsip “Good
Governance ”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai integritas yang tinggi di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang termasuk dalam kategori
cukup yaitu sebesar 72,5 dan 27,5 berada dalam kategori baik. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara parsial variabel nilai integritas
yang tinggi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja responden dengan nilai signifikansi sebesar 0,030. Ini berarti implementasi nilai
integritas yang tinggi yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja petugas KIA
dalam pengelolaan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan kontribusi sebesar 3,706 Tabel 4.33.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, integritas diartikan sebagai keterpaduan, kebulatan, keutuhan, kejujuran, dan dapat dipercaya serta
bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode
Universitas Sumatera Utara
etik profesi. Dengan kata lain, integritas adalah apa yang kita lakukan ketika tidak ada seorangpun yang melihat. Hal ini berarti implementasi nilai integritas yang
tinggi di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang akan memengaruhi sikap dan perilaku kinerja seluruh petugas KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang untuk melaksanakan tupoksiwab yang diamanahkan kepadanya sekalipun tidak dilihat oleh pimpinanatasannya.
Sungguhpun demikian, dalam kenyataannya birokrasi belum sepenuhnya memiliki integritas yang tinggi dalam melaksanakan tupoksiwab yang
diamanahkan kepadanya LAN RI, 2003. Implikasinya, kinerja birokrasi belum sepenuhnya mencapai tataran optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa sekalipun 75 responden merasakan petugas KIA mempunyai sikap loyal kepada atasannya, namun dalam melaksanakan
tupoksiwab-nya masih ditemukan 17,5 responden yang ragu-ragu jika dinyatakan bahwa petugas KIA memiliki ketulusan hati, kejujuran, kepribadian
yang teguh dan moral yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan sebesar 22,5 responden merasa ragu-ragu dan tidak setuju jika dinyatakan bahwa
petugas KIA mempunyai rasa malu jika melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya.
Keberadaan hierarki kewenangan pada birokrasi sering sekali melahirkan sikap yang berorientasi vertikal sehingga menyebabkan hilangnya kreativitas dan
rasa takut berimprovisasi serta tidak berani mendapatkan reaksi yang negatif karena “kelihatan jelek” di mata atasannya. Hierarki kewenangan dalam birokrasi
Universitas Sumatera Utara
memang memudahkan koordinasi, tetapi sering kali memperluas komunikasi. Setiap tingkatan hierarki menghasilkan blok-blok komunikasi. Bagi bawahan,
sudah tentu mereka tidak akan melakukan komunikasi yaitu menyampaikanmelaporkan datainformasi yang menurutnya kelihatan jelek di
mata atasannya. Sebaliknya, bawahan akan cenderung melakukan komunikasi yaitu menyampaikanmelaporkan datainformasi yang hanya membuatnya
kelihatan baik di pikiran atasan, atau paling tidak atasan mau mendengarkannya Widodo, 2006. Tidak ada cara yang benar untuk melakukan hal yang salah.
Namun mereka tetap melakukannya dan sepertinya sudah menjadi suatu budaya sehingga terkesan tidak mempunyai rasa malu jika melakukan pelanggaran dalam
melaksanakan tupoksiwab-nya khususnya perihal pengelolaan data KIA. Salah seorang informan mengungkapkan fenomena di atas sebagai berikut.
“…Beginilah Dek, memang kita yang PNS ini, apapun ceritanya kita punya atasan. Kita harus loyal sama mereka walaupun
kadang-kadang kita harus berbuat yang tidak benar. Tidak benar dalam arti seperti tadi yang mengubah data karena harus
disesuaikan dengan target itu. Salah juganya itu, tapi memang sudah begitu semuanya. Kalau kita lain sendiri nanti jadi kita yang
aneh dan kita yang capek sendiri. Dan kalau kita loyal, ada yang back up kita orang Tingkat II. Mana yang baiknya ajalah kita
rasa…”
Dengan adanya nilai integritas yang tinggi yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, maka diharapkan setiap petugas khususnya
petugas KIA menjadi pribadi yang berintegritas. Menurut Sutrisno 2010, pribadi yang berintegritas adalah pribadi yang hidup sesuai dengan apa yang diketahui,
Universitas Sumatera Utara
apa yang dinyatakan, dan apa yang dilakukan, berkata benar, menepati janji, dan memberikan keteladanan tentang apa yang diyakini, dan memperlakukan orang
lain dengan adil dan murah hati. Menciptakan pribadi yang berintegritas berarti membutuhkan keteladanan pemimpin. Pemimpin yang dimaksud tentunya mulai
dari jenjang hierarki kepemimpinan tingkat bawah sampai dengan tingkat atas. Menurut Basri 2008, kepemimpinan berarti mengarahkan, membangun tim, dan
memberi inspirasi kepada anggota melalui teladan dan ucapan. Tim kerja yang sukses membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan memengaruhi
anggotanya untuk berpikir, bersikap, dan berbuat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai tim.
Covey dalam Matondang 2008 menyebutkan bahwa seorang pemimpin melaksanakan empat peran penting yaitu: 1Menjadi panutan moral personal,
2Menjadi perintis moral visioner, 3Menjadi penyelaras moral institutional, dan 4Menjadi pembudaya moral cultural. Jadi mulai dari Bikor di Puskesmas
sampai dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang menjadi panutan moral personal, perintis moral visioner, penyelaras moral institutional, dan
pembudaya moral cultural bagi bawahannya maupun orang di sekitarnya. Dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk meningkatkan
implementasi nilai integritas yang tinggi pada petugas KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang adalah dengan meningkatkan disiplin, pengawasan, dan
pemberian kompensasi pada setiap petugas KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
1. Disipilin Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, disiplin memiliki arti
ketaatankepatuhan kepada peraturantata tertib dan sebagainya. Sedangkan menurut Koentjoroningrat 1999, sikap disiplin diartikan sebagai sikap yang
selalu taat dan tertib terhadap segala bentuk peraturan yang diterapkan. Sikap disiplin timbul sebagai suatu bentuk sikap ikhlas untuk bertindak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku. Peningkatan disiplin yang dimaksud bukan hanya peningkatan disiplin dari aspek pelayanan klinis medis petugas KIA saja, tetapi
juga aspek manajerial program KIA yang dirasakan masih jauh dari harapan Depkes RI, 2005.
2. Pengawasan Menurut LAN RI 2003, pengawasan adalah salah satu fungsi organik
manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah
terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijaksanaan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan berlaku. Pengawasan adalah
tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Untuk menghasilkan kinerja pengelolaan data KIA yang lebih baik lagi, maka diperlukan pengawasan
dari setiap jenjang hierarki kepemimpinan mulai tingkat bawah sampai dengan tingkat atas; mulai dari Bikor sampai dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Deli Serdang. Keberadaan target secara berproses diharapkan menjadi pemicu
Universitas Sumatera Utara
bagi setiap petugas KIA untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik lagi, seperti yang diungkapkan informan berikut ini.
“…Aku tetap lebih setuju kalau bekerja ada target, dan aku senang kalau ada target. Dengan adanya target kita tahu sampai
sebatas mana kita harus bekerja dan apa yang mau kita capai. Hanya saja ke depan harapanku maunya target ini dibicarakan
lebih baik lagi biar nggak berat kali pertanggungjawaban kita ke depannya. Karena setahuku ke depan pemeriksaan bukan lagi duit,
tapi data. Dari data baru bergerak ke duit …”
Bukan sebaliknya, keberadaan target menjadi “momok” bagi petugas KIA seperti diungkapkan oleh salah satu informan berikut ini.
“…Memang berat kali kami rasa dengan adanya target itu, Dek, karena nggak sesuai dengan realita di masyarakat. Tapi karena
kita dituntut demikian, dan karena kita juga tahu kalau Tingkat II juga dituntut demikian oleh Tingkat I atau Pusat, makanya kita
jalankan sajalah, Dek. Yang penting di masyarakat tidak ada masalah. Jadi sebagai Bikor kita perlu melakukan pengawasan
atau pemantauan Bides-bides kita karena nggak sama semua tipe Bides itu. Harus terus itu kita pantau bagaimana mereka kerja di
masyarakat, jangan sampai ada masalah …”
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rizaldy 2007 yang menyatakan bahwa pengawasan dalam bentuk monitoring secara terus-menerus terhadap
petugas KIA Puskesmas sangat diperlukan agar sistem pencatatan dan pelaporan KIA menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian Rizaldy 2007, terdapat
beberapa kelemahan pada sistem pencatatan dan pelaporan KIA di Kabupaten Langkat akibat lemahnya pengawasan terhadap sistem pencatatan dan pelaporan
KIA itu sendiri. Pentingnya monitoring secara terus-menerus juga diungkapkan oleh informan di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
“…Saya pun merasa kalau saya perlu dibimbing dan diingatkan terus sama orang dinas, Dek. Kalau diam orang dinas, kami pun
juga diam, Dek. Jadi kita itu harus lihat gendangnya. Kalau gendangnya dibunyikan, maka kita pun ngelandek Bahasa Karo
yang berarti menari, red…”
Mengacu pada pernyataan LAN RI 2003 dan Depkes RI 2005, pentingnya pengawasan untuk perbaikan kinerja pengelolaan data KIA karena
hasil pengawasan akan dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan untuk menghentikanmeniadakan dan mencegah terulangnya kembali
kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban serta mencari cara-cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan dan
melaksanakan tupoksiwab yang diamanahkan kepada petugas KIA. 3. Pemberian kompensasi
Kompensasi yang dimaksud adalah imbalan yang diberikan atas hasil kerja yang diberikannya pada organisasi berupa promosi, insentif, pujian, dan dukungan
atas peningkatan karir Murlis, 2004. Menurut Sambas 2008, terdapat pengaruh kompensasi terhadap kinerja staf di Unit Penunjang Medik Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan β = 0,79. Hal ini sesuai dengan apa yang
dirasakan oleh informan berikut ini. “… Memang kita bukan minta penghargaan dalam bekerja. Tapi
sebenarnya kalau dikaji-kaji sudah banyak kalilah beban tugas yang diberikan pada kami, tapi apa yang kami terima? Lihat
bagaimana Bides dapat kereta, bagaimana Ka. Pustu dan Ka. Poskesdes dapat insentif? Tapi karena kita sudah dipercayakan
tanggung jawab itu, ya kita lakukanlah…”
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan pernyataan informan di atas, penelitian yang dilakukan oleh Zebua 2009 yang menyatakan terdapat pengaruh signifikan budaya organisasi
dan insentif terhadap kinerja staf rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yaitu sebesar 96,10. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo 2005, diperlukan stimulusrangsangan agar sikap yang merupakan sikap yang tertutup tersebut dapat diwujudkan dalam
tindakan reaksi terbuka, dan lingkungan internal dan eksternal yang kondusif tersebut dapat menjadi stimulusrangsangan.
Peningkatan disiplin,
pengawasan dan pemberian kompensasi pada
petugas KIA di dalam kebersamaan tim yang efektif tentunya akan melahirkan petugas KIA yang memiliki karakteristik integritas seperti yang dikemukakan
oleh Gostik dan Telford 2003 yaitu menyadari bahwa hal-hal kecil itu penting; menemukan yang benar saat orang lain hanya melihat warna abu-abu;
bertanggung jawab; menciptakan budaya kepercayaan; menepati janji; peduli terhadap kebaikan yang lebih besar; jujur namun rendah hati; bertindak bagaikan
tengah diawasi; mempekerjakan integritas; dan konsisten. Bila kondisi ini sudah tercipta, maka akan terciptalah suatu kondisi dimana bawahan loyal kepada
atasannya, atasan loyal kepada bawahannya dan bahkan ke samping dengan cara bertenggang rasa terhadap kebutuhan kebersamaan dalam mewujudkan tujuan
kedinasannya yaitu memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien Depkes RI, 2005.
Universitas Sumatera Utara
5.6. Pengaruh Nilai Transparan dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Petugas KIA dalam Pengelolaan Data di Dinas Kesehatan Kabupaten
Deli Serdang
Menurut LAN RI dalam Widodo 2006, akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja atas tindakan seseorangbadan hukumpimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban. Organisasi pemerintah dibentuk oleh publik, untuk publik, dan karena itu harus bertanggung jawab kepada publik.
Akuntabilitas birokrasi publik menjadi penting dan berdampak pada kinerja birokrasi. Dengan demikian, akuntabilitas publik menghendaki agar birokrasi
publik dapat menjawab dan menjelaskan secara transparan dan terbuka atas pertanyaan yang diajukan kepadanya, dan tindakan apa yang telah, sedang, dan
akan dilakukan kepada publik Widodo, 2006. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa secara parsial
variabel nilai transparan dan akuntabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja petugas KIA dalam pengelolaan data di Dinas
Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan nilai signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti implementasi nilai transparan dan akuntabilitas yang dikembangkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang berpengaruh negatif namun signifikan terhadap kinerja petugas KIA dalam pengelolaan data di Dinas
Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tabel 4.33. Peningkatan implementasi nilai
Universitas Sumatera Utara
transparan dan akuntabilitas justru akan menurunkan kinerja petugas KIA dalam pengelolaan data. Penilaian kinerja KIA yang menggunakan indikator pencapaian
target KIA selama ini telah “mengkondisikan” petugas KIA untuk memberikan datainformasi sesuai dengan target KIA yang dibebankan kepadanya. Dalam
suatu organisasi, aktivitas manajemen data seringkali menemukan kendalamasalah terkait dengan keberadaan datainformasi sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan seperti politik, ideologi, anggaran, donatur, tekanan dari kelompok tertentu, NGO, krisis, media, komunitas dalam masyarakat dan
sebagainya Lippeveld, et.al., 2000. Transparan harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi
LAN RI, 2003 agar publik menjadi tahu tentang apa yang telah dilakukan oleh birokrasi publik, berapa besarnya anggaran yang digunakan, dan bagaimana hasil
tindakan tadi Widodo, 2006. Ini berarti transparan mengandung unsur kejelasan dan keterbukaan disclosure. Menurut Hendriksen dalam Sihite 2010, apabila
kata “disclosure” dikaitkan dengan data berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan,
“disclosure” mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil dari aktivitas suatu
unitorganisasi. Dengan demikian, informasi yang diberikan harus lengkap, jelas, dan dapat menggambarkan secara tepat kejadian-kejadian yang berpengaruh
terhadap unitorganisasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, terlalu banyak informasi yang disajikan akan membahayakan dan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat
laporan keuangan tersebut sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, “disclosure” yang tepat mengenai informasi yang penting bagi publik dan pihak lainnya
hendaknya bersifat “cukup, wajar, dan lengkap”. Keterbukaan ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar informasi yang disajikan dalam
laporan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih bersifat positif. Dalam bahasa Inggris, keterbukaan yang wajar dan lengkap
disebut dengan istilah “fair and full disclosure”. Keterbukaan yang wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan
bersifat umum bagi semua pemakai informasilaporan, sedangkan keterbukaan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relevan
Sihite, 2010. Transparan juga mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian
mengenai prosedurtata cara dan persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur akuntabilitas kinerja
birokrasi publik diperlukan standar atau prosedur tetap atau Standard Operational Procedure
SOP agar tanggung jawab yang diberikan tersebut dapat dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi. Upaya manajemen untuk
implementasi nilai transparan dan akuntabilitas juga terlihat dari jawaban responden yang menyatakan petugas KIA memberikan pelayanan KIA secara
transparan kepada masyarakat sebesar 92,5 dengan menggunakan prosedur tetap
Universitas Sumatera Utara
sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan KIA sebesar 90. Namun demikian, beberapa reponden masih ragu-ragu bahkan tidak setuju jika dinyatakan
bahwa petugas KIA memberikan pelayanan KIA secara transparan kepada masyarakat dengan menggunakan prosedur tetap sebagai pedoman dalam
memberikan pelayanan KIA. Adanya prosedur tetap sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan
publik berimplikasi pada hadirnya sebuah peraturan dan pengaturan yang memungkinkan adanya kontinuitas, koordinasi, stabilitas, dan uniformitas, yakni
bagaimana nilai transparan dan akuntabilitas ini seringkali menghasilkan kekakuan rigidity dan pergeseran tujuan goal displacement organisasi. Para
aparatur birokrasi publik senantiasa berorientasi pada aturan rules. Banyak di antara aparatur birokrasi publik tersebut yang lupa bahwa “rules and regulations”
merupakan sarana untuk mencapai tujuan, dan bukan merupakan tujuan akhir Widodo, 2006. Setiap petugas KIA harus menyadari bahwa target yang
ditetapkan merupakan sarana untuk mencapai tujuan yaitu untuk menjamin bahwa seluruh masyarakat yang membutuhkan pelayanan KIA telah mendapatkan
pelayanan KIA, dan bukan sebaliknya dimana pencapaian target “dalam bentuk angka” menjadi suatu bukti bahwa petugas KIA telah mempertanggungjawabkan
tupoksiwab yang diamanahkan kepadanya. Dengan adanya peraturan dan pengaturan yang ditegakkan dalam birokrasi
publik, maka hubungan antarbagian dalam satu birokrasi hendaknya dilakukan secara formal impersonal dan tidak pribadi personal. Pendekatan impersonal
Universitas Sumatera Utara
akan memberikan tindakan hukuman kepada siapa pun yang salah, dan sebaliknya siapapun yang berprestasi sudah selayaknya mendapatkan hadiah atau imbalan.
Kendatipun demikian, upaya manajemen untuk implementasi nilai transparan dan akuntabilitas menunjukkan bahwa responden ragu-ragu bahkan tidak setuju
apabila dinyatakan bahwa selama ini baik Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang maupun Puskesmas telah memberikan hukumansanksi yang jelas dan
tegas kepada petugas KIA yang melanggar peraturan yaitu sebesar 47,5. Pelayanan publik yang profesional lebih diarahkan pada perilaku para
aparatur birokrasi publik yang benar-benar “mau dan mampu” bertanggung jawab responsible dan mempertanggungjawabkan accountable segala sikap, perilaku,
tindakan, dan kebijakan yang telah, sedang, dan akan dilakukan kepada masyarakat Widodo, 2006. Tanggung jawab didefinisikan sebagai kemampuan
dalam menanggapi dan menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan Poerwopoespito dan utomo, 2000. Upaya manajemen untuk implementasi nilai transparan dan
akuntabilitas terlihat dari jawaban responden yang menyatakan bahwa pelayanan KIA yang diberikan kepada masyarakat harus dapat dipertanggungjawabkan
sebesar 92,5. Dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk meningkatkan
implementasi nilai transparan dan akuntabilitas pada petugas KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang adalah dengan menetapkan suatu peraturan
dan pengaturan rules and regulations tentang pengelolaan data KIA yang
Universitas Sumatera Utara
beranjak dari akar permasalahan data selama ini yang dihadapi oleh petugas KIA, bukan berorientasi pada keputusan atau gagasan perorangan saja.
Kendatipun demikian, solusi yang ditawarkan ini sering sekali menjadi dilema dalam suatu organisasi pemerintahan. Banyak pelajaran dari beberapa
pengalaman yang menunjukkan bahwa hampir tidak ada satupun organisasi pemerintahan yang tidak terikat dalam peraturan dan pengaturan dalam
melaksanakan tupoksiwab yang diamanahkan kepadanya. Mungkin jawaban dari informan di bawah ini bisa menjadi alasan mengapa masalah dan solusi dari
“rules and regulation” ini selalu menjadi dilema jika birokrasi publik akan
mengimplementasikannya. “… Sepertinya PNS itu kok kebal hukum ya... Dikasih pun surat
teguran tetap juga nggak berubah. Bisa jadi memang karena kita rasa nggak mungkinlah kita dipecat hanya karena nggak kasih
laporan atau terlambat kasih laporan. Sepertinya memang nggak cocok lagi cara-cara tegas seperti itu. Yang iyanya kasih denda
saja misalnya Rp 25.000,- bagi Bides yang terlambat atau nggak kasih laporan. Ini sudah kami jalankan di Puskesmas kami dan
berhasil, tidak ada satupun Bides yang nggak kasih laporan. Nah, sekarang tinggal bagaimana memperbaiki kualitas laporan
datanya. Ini memamg masih kami rencanakan, tapi akan segera kami lakukan. Jadi dimulai dari Kepala Pustu dan Kepala
Poskesdes dulu untuk membuat presentasi laporannya, cakupannya, dan apa-apa saja hambatannya di rapat minilok
Puskesmas, nanti mudah-mudahan bisa merubah pelan- pelanlah…”
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kinerja petugas KIA dalam pengelolaan data, Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang perlu melakukan
pendekatan persuasif sambil berproses mencari cara bagaimana mengubah
Universitas Sumatera Utara
paradigma “target KIA” dari sekedar penyediaan data sesuai target menjadi pemicu bagi setiap petugas KIA untuk menghasilkan kinerja yang dapat
dipertanggungjawabkan secara “fair and full disclosure” kepada publik. Jika tidak dilakukan dengan pendekatan persuasif, maka bisa jadi upaya peningkatan
implementasi nilai transparan dan akuntabilitas justru akan menurunkan kinerja petugas KIA dalam pengelolaan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang.
5.7. Pengaruh Keyakinan