Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keterangan: 1. Aspek memberikan penjelasan sederhana
2. Aspek membangun keterampilan dasar 3. Aspek kesimpulan
4. Aspek membuat penjelasan lebih lanjut 5. Aspek strategi dan taktik
Berdasarkan hasil posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol, rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol. Namun demikian, hasil
uji homogenitas menyatakan kedua kelompok memiliki kemampuan yang homogen. Sedangkan hasil uji normalitas, menunjukan bahwa kedua kelompok
berdistribusi normal. Karena kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis posttest menggunakkan uji-t. Hasil uji-t menyatakan bahwa
skor posttest kedua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara hasil keterampilan berpikir kritis
kelompok eksperimen dengan hasil keterampilan berpikir kritis kelompok kontrol. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t, pada taraf kepercayaan 95. Uji
hipotesis pretes dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest kelompok eksperimen dan pretes kelompok kontrol,
diperoleh nilai t-hitung = 0,197 dan t-tabel= 1,99. Hasil pengujian diperoleh bahwa nilai t
hit
t
tab,
atau 0.197 1.99 dengan demikian Ho diterima dan Ha
ditolak pada taraf kepercayaan 95. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest kelompok ekperimen dengan skor
pretest kelompok kontrol. Uji hipotesis posttest juga dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor posttest kelompok ekperimen dengan skor posttest kelompok kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t-hitung=2.13
dan nilai t-tabel =1.99, maka t
hit
t
tab,
2.131.99. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf kepercayaan 95, hal ini menunjukan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor posttest kelompok eksperimen dan kontrol. Berdasarkan rata-rata hasil pretest kelompok ekperimen dan kelompok
kontrol mempunyai nilai yang hampir sama, jika terjadi perbedaan hasil posttest dikarenakan perbedaan perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Adapun hasil posttest menunjukan adanya perbedaan yang signifikan.
Maka pembelajaran model Sains Teknologi Masyarakat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis.
Hasil ini dicapai karena dalam penerapan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat guru memberikan motivasi dan kesempatan lebih banyak
kepada siswa untuk belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, seperti pada saat proses pembelajaran siswa dihadapkan dengan
permasalahan, melakukan investigasi, menganalisis dan menarik kesimpulan kemudian mempresentasikannya. Dengan membangun pengetahuannya sendiri,
sisiwa dapat melatih kemampuan berpikir siswa lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Smarabawa dkk dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat membuat siswa memiliki keterampilan berpikir lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
8
Beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bahwa kelompok Sains Teknologi Masyarakat lebih baik dalam pencapaian keterampilan berpikir kritis
dibandingkan dengan kelompok konvensional adalah sebagai berikut; Pada kelompok STM terdapat empat fase pembelajaran, fase pertama yaitu
invitasi dimana guru mengajak siswa untuk mengungkapkan isu-isu atau masalah terkait dengan situasi kehidupan nyata siswa. Hal ini mengharuskan siswa
berfikir untuk menganalisis isu tersebut. Dengan demikian ada interaksi antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa lain. Proses interaksi ini
menuntut seseorang untuk berfikir tentang ide-ide dan analisis yang akan dikemukakan atau cara mempertahankan pandangan tentang isu-isu tersebut,
sehingga aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat muncul dan dikembangkan dalam langkah ini adalah membangun penjelasan sederhana.
Pada fase eksplorasi, siswa mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan kristisspesifik yang diperlukan untuk mengarahkan isu-isu yang dibahas pada
materi pembelajaran. Dalam hal ini, siswa bersama kelompoknya menganalisis informasi yang telah dikumpulkan dari kegiatan eksperimenstudi pustaka
kemudian mensintesis pemecahan masalah berdasarkan hasil analisanya. Fase eksplorasi memberikan dasar untuk memecahkan masalah dengan cara mencari
8
IGBN, Smarabawa, IB. Arnyana, IGAN, Setiawan, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif
Siswa SMA, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013, h.9
informasi, berpendapat, bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data hingga merumuskan kesimpulan. Aspek keterampilan berpikir
kritis yang dapat dikembangkan dan dilatih pada tahapan ini adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, dan
inferensi. Penyelidikan dan aktivitas memecahkan masalah yang dilakukan pada tahap ini
akan mampu melatih kemampuan siswa dalam memahami atau menginterpretasi data dan informasi yang diperoleh, menganalisis data hasil diskusi, memberikan
argumen-argumen dalam kegiatan diskusi, mengambil keputusan atau memutuskan konsekuensi yang harus diambil dari informasi yang diperoleh
terkait dengan solusi terhadap permasalahan. Pada fase yang ketiga yaitu aplikasi konsep, siswa mengaplikasikan konsep
yang telah dipelajari pada permasalahan lain yang terkait dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan seluruh kegiatan yang telah
dilakukan. Pemecahan masalah yang diperoleh masing-masing kelompok dipresentasikan melalui kegiatan diskusi kelas sehingga setiap kelompok dapat
membandingkan hasil yang mereka peroleh. Aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat dilatih dan dikembangkan pada tahap ini adalah memberikan
penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, inferensi, membuat penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik. Pada tahap ini, siswa diberikan
kesempatan untuk
mengemukakan argumen,
memberikan penjelasan,
menyatakan hasil pemikiran yang disertai dengan bukti dan fakta, menganalisis berbagai penjelasan dan argumen melalui forum diskusi kelas, melakukan
kegiatan diskusi dengan menguji dan menilai berbagai argumen, dan mampu memberikan kesimpulan berdasarkan data, informasi, serta argumen-argumen
yang dikemukan dalam kegiatan presentasi. Pada fase terakhir yaitu tahap pemantapan konsep, guru mengelaborasi
hasil kegiatan siswa serta meluruskan terhadap konsepsi siswa yang keliru. Aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat dikembangkan adalah inferensi, membuat
penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik. Dalam model pembelajaran langsung guru sangat dominan dan guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan yang dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah, sehingga kurang melatih keterampilan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan hasil keterampilan berpikir kritis pada lembar kerja siswa dalam tabel 4.4 diperoleh bahwa rata-rata skor terendah terdapat pada aspek
membuat penjelasan lebih lanjut dengan skor 61,11 dan skor tertinggi pada aspek kesimpulan dengan perolehan skor 80,56. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
gambar 4.2 berikut ini:
Gambar 4.2 Grafik rata-rata hasil keterampilan berpikir kritis lembar kerja siswa
Keterangan: 1. Aspek memberikan penjelasan sederhana
2. Aspek membangun keterampilan dasar 3. Aspek kesimpulan
4. Aspek membuat penjelasan lebih lanjut 5. Aspek strategi dan taktik
Berdasarkan tabel 4.4, jika dilihat dari rata-rata tiap kelompok ada satu kelompok yaitu kelompok 4 yang rata-ratanya dibawah 70 sedangkan kelompok
lainnya rata-ratanya diatas 70. Hal ini mengindikasikan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa belum merata dengan baik. Hal ini pun menunjukan bahwa
penguasaan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dipahami karena pembelajaran yang dilakukan hanya 2 kali. Paul Eggen dan Don Kauchak
mengemukakan bahwa keterampilan berpikir harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kondisi anak.
9
Demikian pula halnya dengan keterampilan berpikir kritis, semakin kompleks latihan yang diberikan
maka akan makin meningkat pula keterampilan berpikirnya. Pada Tabel 4.2 dan tabel 4.3 Persentase ketercapaian aspek keterampilan
berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kontrol terjadi peningkatan. Hasil
9
Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT Indeks, 2012, h. 112
- 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
1 2
3 4
5 Aspek Keterampilan Berpikir Kritis
posttest kelompok eksperimen dari lima aspek berturut-turut dari perolehan tertinggi sampai terendah, yaitu kesimpulan, memberikan penjelasan sederhana,
strategi dan taktik, membangun keterampilan dasar, dan membuat penjelasan lebih lanjut.
Aspek memberikan penjelasan sederhana mendapat nilai sebesar 69,175 dengan kategori cukup. hal ini dikarenakan siswa sudah dapat menjawab
pertanyaan berdasarkan informasi yang diberikan sehingga siswa dapat mengemukakan alasannya. Dalam hal ini siswa sudah dapat mengemukakan
alasan, namun cenderung tidak memperhatikan fokus pertanyaan yang ada. Menurut Susan M Brookhart, yang menjadi perhatian dalam berpikir tingkat
tinggi dapat terjadi jika siswa dapat menganalisis dengan dirinya sendiri. Siswa masih cenderung menganalisis berdasarkan contohnya, bukan berdasarkan fakta-
fakta yang dijelaskan.
10
Aspek membangun keterampilan dasar sebesar 61,67 dengan kategori cukup. Aspek ini berada diposisi ke empat setelah strategi dan taktik. Pada aspek
ini, siswa diminta untuk mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber untuk memberikan alasan yang tepat. Namun rata-rata nilai aspek ini tidak begitu tinggi,
hal ini diduga karena dalam proses pelaksanaan indikator membangun keterampilan dasar belum dapat menstimulus siswa dalam membuat keputusan
untuk mempertimbangkan jawaban berdasarkan sumber yang ada. Aspek membuat kesimpulan mendapat nilai yang tertinggi yaitu 72,5
dengan kategori cukup. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mampu membuat kesimpulan dari informasi yang. Contohnya dalam membuat deduksi siswa telah
mampu menginterpretasi pertanyaan dengan melihat informasi yang diberikan. Menurut Alec Fisher, kesahihan deduktif merupakan gagasan yang mudah
dipahami meskipun inferensi yang memenuhi standar ini, tidak begitu lazim dalam argumentasi yang biasa, sehingga dengan memulai gagasan ini karena
dapat membantu orang memahami standar-standar lain untuk menilai inferensi.
11
10
Susan M Brookhat. Assess Hingher-Order Thingking Skills in Your Classroom. USA:ASDC, 2010, h. 47
11
Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, Jakarta: Erlangga, 2009, h. 120
Aspek membuat penjelasan lebih lanjut mendapat nilai 58,75 dengan kategori kurang merupakan aspek yang mempunyai nilai paling rendah dibanding
aspek yang lain. Siswa diminta untuk membuat penjelasan lebih lanjut pada sub aspek mengidentifikasi sebuah asumsi, yang mana indikator alasan yang tidak
dinyatakan, contoh soalnya: “Bakteri gram positif lebih rentan terhadap antibiotik penisilin, tetapi lebih
resisten terhadap gangguan fisik. Sedangkan bakteri gram negatif resisten terhadap antibiotik penisilin, tetapi kurang resisten terhadap gangguan
fisik. Berikan analisismu mengenai hal ini berdasarkan struktur yang dimiliki gram positif maupun gram negatif
”
12
Hal ini diduga karena siswa belum terbiasa membuat alasan-alasan dari sebuah permasalahan yang dihubungkan dengan teori yang ada. Alec Fisher
menjelaskan bahwa terdapat kesalahan umum ketika berpikir penyebab yang akhirnya kita bisa salah membuat penjelasan lebih lanjut, yaitu: a kita hanya
mempertimbangkan satu penyebab yang mungkin dan menerimanya tanpa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain, b kita memperhatikan
hanya sebagian bukti yang relevan dalam menentukan apa yang menyebabkan atau telah menyebabkan sesuatu.
13
Selain hal tersebut, proses pelaksanaan indikator membuat penjelasan lebih lanjut tidak didefinisikan kepada siswa secara
langsung, dengan kata lain tidak secara eksplisit dikemukakan kepada siswa, sehingga rata-rata persentase ketercapaian aspek ini rendah.
Pada aspek strategi dan taktik mendapat nilai sebesar 68,75 dengan kategori cukup, hal ini dikarenakan siswa telah menjawab pertanyaan pada LKS
dengan benar dan alasan yang tepat serta sesuai dengan konsep yang dipelajari dan melakukan diskusi kelompok dengan baik. Strategi dan taktik terlihat dengan
presentasi yang telah dilakukan oleh siswa sehingga siswa mampu memutuskan suatu tindakan yang akan dilakukan dalam suatu masalah.
Dari hasil yang diperoleh pada lima aspek keterampilan berpikir kritis yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata keseluruhan siswa
cukup memiliki keterampilan berpikir kritis. Hasil posttest uji-t setiap aspek berpikir kritis diperoleh aspek kesimpulan menunjukan perbedaan signifikan. Hal
12
Lampiran 8
13
Loc.cit., h. 139
ini disimpulkan bahwa aspek ini berpengaruh terhadap model Sains Teknologi Masyarakat dibanding pembelajaran konvensional dengan pendekatan saintifik.
Berikut alasan pada aspek kesimpulan memperoleh pengaruh yang signifikan terhadap model pembelajaran sains antara lain: a aspek kesimpulan lebih banyak
di eksplorasi dalam tahapan STM pada tahap eksplorasi, aplikasi konsep dan pemantapan konsep, b kelebihan dari pendekatan STM ini menekankan konsep,
proses, dan aplikasi dibanding dengan pendekatan saintifik yang menekankan pada konsep dan proses, kesimpulannya pendekatan STM lebih konstektual
dibanding dengan pendekatan saintifik. Dalam penelitian Fety Herira dalam skripsinya yang menggunakan tiga
aspek berpikir kritis yaitu, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, menilai informasi yang berhubungan dengan informasi yang diberikan, dan menentukan
solusi masalah dan kesimpulan. Dari ketiga aspek tersebut diperoleh skor keterampilan berpikir kritis siswa meningkat pada tes siklus I dan meningkat lagi
pada tes siklus II. Pada aspek I, mendefinisikan dan mengklarifikasi masalah pada tes pra-tindakan dalam kriteria sedang meningkat dalam kriteria tinggi pada siklus
II. Aspek II menilai informasi yang berhubungan dengan informasi yang diberikan pada tes pra-tindakan dalam kriteria rendah meningkat dalam kriteria tinggi pada
siklus II. Dan aspek III, menentukan solusi masalah dan kesimpulan pada tes pra- tindakan dalam kriteria rendah meningkat dalam kriteria sedang pada tes siklus
II.
14
Berdasarkan penelitian, hampir seluruh aspek keterampilan berpikir kritis mengalami peningkatan, kecuali aspek membuat penjelasan lebih lanjut.
Rendahnya keterampilan berpikir kritis pada aspek membuat penjelasan lebih lanjut diduga karena beberapa siswa masih belum terbiasa membuat penjelasan
lebih lanjut berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan. Selain itu, kurangnya pertanyaan di LKS pada aspek ini yang hanya berjumlah dua soal pada
artikel dua.
15
Aryana menjelaskan pada dasarnya keterampilan berpikir kritis bukanlah kemampuan yang diberikan tetapi kemampuan yang dapat dilatih dan
14
Fety Herira, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Kelas X Administrasi Perkantoran AP SMK Negeri 1 Depok pada Pembelajaran Matematika. Skripsi
pada Universitas Negeri Yogyakarta: 2011. Tidak dipublikasikan
15
Lampiran 2
harus dipelajari di sekolah.
16
Frankel juga menjelaskan bahwa seberapa baik seseorang dalam berpikir bergantung pada usahanya dalam menemukan suatu
makna atau materi yang dapat dilihat dari kemauannya untuk berusaha dan proses yang dia lewati, karena kemampuan berpikir tidak dapat diberikan oleh suatu guru
kepada siswa. Perbandingan hasil posttest siswa yang menggunakan model Sains
Teknologi Masyarakat dengan posttest siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional, dapat dikatakan bahwa kelompok yang menggunakan
model Sains Teknologi Masyarakat berbeda signifikan dari pada kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional, artinya model Sains Teknologi
Masyarakat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian yang telah dilakukan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yager yang mendapatkan bahwa model pembelajaran STM terbukti berbeda signifikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
17
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Nurchayati, yang menunjukan bahwa terdapat perbedan keterampilan berpikir kritis yang lebih baik
antara kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran sains teknologi masyarakat dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran langsung.
Menurutnya, siswa diberikan kesempatan mengeksplorasi kemampuannya dan mencari solusi terhadap isu yang ditemukan, sehingga siswa menjadi tertarik
untuk belajar dan mengoptimalkan kemampuan berpikirnya dalam mencari berbagai solusi isu sains dan teknologi yang dibahas dalam pembelajaran.
18
16
Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi.” Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 Th. XXXVIII ISSN 0215-8250. Oktober 2005 h. 648
17
Yager, Robert E. 1994. Assessment Results with the Science Technology Society Approach. Artikel. Tersedia pada:
http:userpages.umbc.edu~blunckpdf4.20publicationsbackup20publication20filesassess ment20results20with20the20stsassessment20results20with20the20sts.pdf.
Diakses tanggal 13 april 2015
18
N. Nurchayati, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat STM terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Sains Siswa SMP, Jurnal Ilmiah Progressif, Vol.
10, 2013, h. 39-40
71