meninggalkan pekerjaan sebelum keputusan untuk meninggalkan pekerjaan diambil.
Munandar 2006 menyatakan dampak terakhir dalam ketidakpuasan kerja adalah dampak terhadap kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Kornhauser dalam Munandar, 2006 dapat disimpulkan bahwa ukuran- ukuran kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi longevity atau
panjang umur atau rentang kehidupan seseorang. Ketika seseorang memiliki kepuasan yang tinggi, rentang umur kehidupannya akan semakin panjang.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor dari dalam diri karyawan faktor individual dan faktor lain di luar diri
karyawan faktor pekerjaan. Schultz 2006 membagi faktor individual yang mempengaruhi kepuasan kerja menjadi sebelas bagian, yaitu faktor umur,
gender, ras, kemampuan kognitif, pengalaman kerja, penggunaan ketrampilan, kecocokan kerja, keadilan organisasi, kepribadian, kontrol kerja,
dan level kerja. Wijono 2010 menyebutkan faktor lain di luar diri karyawan faktor pekerjaan yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja, yaitu
organisasi, lingkungan sosial, komunikasi, keamanan, pekerjaan monoton, serta penghasilan. Wijono 2010 juga menyebutkan faktor pekerjaan lain
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu manajemen dan supervisi langsung. Hal ini sangat berkaitan dengan kepemimpinan dalam organisasi
karena manajemen dan supervisi langsung melakukan pengawasan, pengaturan, dan pengelolaan terhadap karyawan layaknya seorang pemimpin.
Smither 1994 secara khusus menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan adalah faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja. Jika gaya
kepemimpinannya efektif, maka kepuasan kerja tinggi dan juga sebaliknya ketika gaya kepemimpinannya tidak efektif, maka kepuasan kerja karyawan
akan rendah. Dalam dunia usaha, gaya kepemimpinan akan memiliki dampak bagi kelangsungan perusahaan. Peran pemimpin dalam menjalankan
perusahaan sangatlah berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan karyawan. Kualitas dari kepemimpinan merupakan faktor penting dalam sebuah
pekerjaan, di setiap karir pekerja, dan dalam kesuksesan maupun kegagalan perusahaan Kaiser, Hogan, dan Craig, dalam Schultz, 2010.
Kepemimpinan melibatkan proses pengaruh sosial di mana seseorang mengarahkan anggota kelompok menuju sasaran Bryman, dalam Weiner,
2003. Menurut Ivancevich dkk dalam Anoraga, 1995 kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik
individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan. Terdapat
berbagai jenis
kepemimpinan, salah
satu jenis
kepemimpinan yang
dapat ditemukan
dalam perusahaan
adalah kepemimpinan situasional. Kepemimpinan situasional merupakan gaya
kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan antara kadar perilaku tugas dan perilaku hubungan yang diberikan pemimpin terhadap karyawan, serta
level kematangan yang diperlihatkan karyawan dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan tujuan tertentu Hersey dan Blanchard, 1996. Dalam
kepemimpinan situasional seorang pemimpin harus memenuhi tuntutan
lingkungan dalam perusahaan, artinya permimpin harus dapat berperilaku atau bertindak gaya kepemimpinan sesuai dengan berbagai kematangan
yang dimiliki karyawannya sehingga level kematangan karyawan akan semakin meningkat Munandar, 2006.
Kepemimpinan situasional yang efektif adalah ketika seorang pemimpin dapat membantu bawahan untuk meningkatkan tingkat
kedewasaannya serta dapat menyesuaikan dirinya terhadap situasi tidak hanya secara pasif tapi juga aktif Munandar, 2006. Oleh karena itu, kepemimpinan
situasional yang efektif sangat merujuk pada kesesuaian antara perilaku pemimpin dan kematangan bawahan. Kepemimpinan situasional yang
berjalan efektif dapat berdampak positif bagi perusahaan. Oleh karena itu karyawan menjadi lebih senang dan optimal dalam bekerja karena merasa
diperhatikan oleh atasannya, sedangkan kepemimpinan situasional yang tidak efektif muncul ketika pemimpin bertindak tidak konsisten, artinya pemimpin
tidak menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan situasi yang terjadi Hersey dan Blanchard, 1996. Di sinilah permasalahan muncul, apalagi jika
pemimpin hanya menerapkan satu metode kepemimpinannya untuk berbagai situasi yang ada. Akibatnya karyawan kurang senang, bekerja tidak optimal,
dan dapat berdampak pada ketidakpuasan kerja karyawannya serta perusahaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kepuasan kerja karyawan
berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kepuasan kerja karyawan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya dalam ilmu psikologi industri, yaitu dengan
memberikan informasi tentang kepuasan kerja dan efektivitas gaya kepemimpinan situasional.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi perusahaan untuk meningkatkan kepuasan kerja
karyawannya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. KEPUASAN KERJA
1. Definisi Kepuasan Kerja
Menurut Lofquist dan Davis 1991, tokoh yang menyusun Minnesota Satisfaction Questionnaire kepuasan kerja merupakan reaksi
afektif positif individu sebagai akibat dari penilaian individu terhadap sejauh mana kebutuhannya dipenuhi oleh lingkungan kerja. Locke 1976
mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah kesenangan dalam keadaaan emosional positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman kerja Statt, 1994. Kepuasan kerja juga merupakan perasaan yang positif maupun negatif dalam suatu pekerjaan yang dilakukannya
Riggio, 2008. Senada dengan pernyataan tersebut, kepuasan kerja juga diartikan sebagai perasaan dari seseorang yang telah memiliki pekerjaan,
sejauh mana orang tersebut merasa positif atau negatif tentang aspek intrinsik atau ekstrinsik dari suatu pekerjaannya Bhuian dan Menguc,
2002; Hunt et al., 1985, dalam Business Intelligence Journal, 2010. Sebuah penelitian yang penuh kontroversial Arvey, Bouchard,
Segal dan Abraham, Arvey, McCall, Boucgard, Taubman dan Cavanaugh, Keller, Bouchard, Arvey, Segal dan Dawis, dalam Aamodt, 2010
menyatakan bahwa kepuasan kerja tidak hanya cukup stabil dalam pekerjaan, tetapi juga bisa ditentukan secara genetik. Ada juga yang
9
menyebutkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu hal yang mencerminkan perasaan seseorang tentang pekerjaannya secara keseluruhan yang dilihat
dari berbagai sudut pandang Spector, 1996. Di samping itu kepuasan kerja merupakan perasaan yang umum, dari seseorang terhadap
pekerjaannya Robbins, 1996. Dari keseluruhan definisi tentang kepuasan kerja tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu hal yang mencerminkan perasaan seseorang tentang pekerjaannya secara keseluruhan yang dilihat
dari berbagai sudut pandang Spector, 1996
2. Komponen Kepuasan Kerja
Di dalam Minnesota Satisfaction Questionnaire, terdapat beberapa komponen kepuasan kerja, yaitu Weiss, Dawis, England, dan Lofquist,
1967 :
a. Ability Utilization penggunaan kemampuan
Dalam dunia kerja, kemampuan seorang karyawan belum tentu akan terpakai dalam perusahaan. Oleh karena itu, ketika kemampuan
karyawan tersebut digunakan dan dapat bermanfaat bagi perusahaan, karyawan itu akan merasa bangga dan puas atas kerjanya.
b. Achievement prestasi
Karyawan dalam sebuah perusahaan memiliki pekerjaannya masing-masing sesuai jobdesk mereka. Dalam menyelesaikan
pekerjaannya, ada karyawan yang berhasil menyelesaikan dengan baik dan ada juga yang kurang berhasil dalam pekerjaannya. Ada karyawan
yang berprestasi dan ada yang tidak berprestasi dalam kerjanya. Ketika karyawan berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, karyawan
tersebut merasa bahwa dirinya memiliki prestasi yang lebih baik. Dengan prestasi itu, karyawan tersebut akan merasa lebih puas dalam
bekerja daripada karyawan yang kurang berprestasi.
c. Activity aktivitas
Dalam bekerja, seorang karyawan dituntut untuk dapat bekerja secara maksimal setiap harinya. Oleh karena itu, ketahanan tubuh dalam
bekerja sangat penting bagi karyawan. Karyawan dengan ketahanan kerja yang baik akan mampu bekerja dalam waktu yang lama. Dengan
ketahanan kerja yang lama itulah karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya sehingga karyawan bisa merasakan kepuasan
kerja.
d. Advancement kenaikan pangkat
Jabatan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan. Setiap karyawan dalam perusahaan
akan selalu menginginkan posisi atau jabatan yang lebih baik dari apa yang telah ia raih sampai saat ini. Tetapi untuk mendapatkan kenaikan
jabatan bukanlah hal mudah untuk setiap karyawan. Mereka diharapkan
mampu berprestasi dan dapat bermanfaat untuk perusahaannya. Dengan memperoleh jabatan yang lebih tinggi, tingkat kepuasan kerja karyawan
tersebut akan lebih baik dari sebelumnya.
e. Authority Kekuasaan
Kewenangan dalam suatu hal di perusahaan dapat membuat karyawan memiliki kepuasan kerja yang lebih baik. Dengan memiliki
kewenangan atau otoritas pekerjaan, karyawan merasa bahwa dirinya memiliki kedudukan yang tinggi dengan kewenangannya tersebut.
Karyawan yang memiliki wewenang akan memiliki tingkat kepuasan yang lebih baik daripada karyawan yang tidak memiliki wewenang.
f. Company Policies and Practices Kebijakan perusahaan untuk
diterapkan
Kebijakan perusahaan memiliki peran penting dalam kepuasan kerja karyawan. Kebijakan perusahaan juga diharapkan dapat
menguntungkan dan berpihak pada karyawannya. Karyawan akan merasa puas dalam bekerja ketika kebijakan perusahaannya berpihak
pada mereka dan mudah untuk diterapkan oleh karyawan.
g. Compensation kompensasi
Salah satu faktor kepuasan kerja karyawan adalah kompensasi gaji. Ketika karyawan memperoleh kompensasi gaji sesuai dengan