Sample T-Test dari program SPSS 18. Skor kepemimpinan situasional merupakan hasil kesesuaian antara skor skala kematangan pekerjaan dan
psikologis M dengan skor skala perilaku hubungan dan tugas G. Dalam melakukan uji t, ada syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu,
yaitu data yang diperoleh dari uji normalitas harus menghasilkan distribusi yang normal Agung, 2010. Dari uji normalitas menggunakan
Kolmogorov-Smirnov, dihasilkan skor normalitas untuk kepuasan kerja karyawan yang efektif dan yang tidak efektif dalam gaya kepemimpinan
situasional yaitu sebesar 0,200 dan 0,176. Dari uji normalitas tersebut dapat dinyatakan bahwa data dalam penelitian yang memiliki variabel
kepuasan kerja dan kepemimpinan situasional berdistribusi normal 0,05.
Tabel. 10. Independent Samples Test
Levenes Test for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig.
t df
Sig. 2-tailed Mean
Differenc e
Std. Error Difference
95 Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
skortotal Equal variances assumed
4.793 .031 -.266 82
.791 -.598
2.246 -5.066
3.870 Equal variances
not assumed -.254 59.621
.800 -.598
2.350 -5.298
4.103
Berdasarkan hasil dari uji homogenitas terlihat bahwa output data menunjukkan varian dari dua kelompok yang tidak sama tidak
homogen karena nilai signifikansinya 0,031 0,05. Maka dari itu, dilakukan uji analisis Independent Samples T-Test menggunakan nilai
yang Equal variances not assumed. Hasil analisis Uji Independent Samples T-Test antara kepuasan kerja dengan gaya kepemimpinan
situasional menunjukkan t hitung sebesar -.254 dengan p sebesar 0,800. Kesimpulan dari hasil analisis Independent Samples T-Test adalah
Ho diterima karena p 0,05 atau 0,800 0,05. Dari hasil tersebut maka tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kepuasan kerja
karyawan, baik yang memiliki gaya kepemimpinan situasional yang efektif ataupun yang tidak efektif. Hal ini bisa juga dilihat dalam nilai
mean kepuasan kerja karyawan, baik yang memiliki kesesuaian 64,88 ataupun ketidaksesuaian 65,48 gaya kepemimpinan situasional
menunjukkan nilai mean yang tinggi, artinya kedua kelompok efektif dan tidak efektif sama-sama memiliki kepuasan kerja yang tinggi.
Dengan kata lain tidak ada perbedaan kepuasan kerja karyawan berdasarkan efektivitas gaya kepemimpinan situasional.
E. Pembahasan
Hasil uji t menunjukkan nilai t hitung sebesar -0.254 dan nilai signifikansi 0.800, yang artinya Ho diterima p0,05. Dengan kata lain tidak
ada perbedaan yang siginifikan antara kepuasan kerja karyawan berdasarkan efektivitas gaya kepemimpinan situasional.
Deskripsi data menyatakan bahwa pada skala kepuasan kerja memiliki kategori yang cenderung tinggi. Hal ini bisa dilihat dari perolehan nilai mean
empirik 65.24 lebih tinggi daripada nilai mean teoretik 60. Selain itu, pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis memiliki hasil yang cenderung
tinggi pula dengan nilai mean empirik 37,75 dan nilai mean teoritik 27. Pada skala perilaku tugas dan skala perilaku hubungan diperoleh mean empirik
28,54 dan nilai mean teoritik 22,5. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pemimpin memiliki tingkat perilaku tugas dan perilaku hubungan yang
cenderung tinggi. Kemudian keseluruhan skala yang dipakai berbeda secara signifikan karena nilai signifikasninya sebesar 0,000.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek tidak memiliki kesesuaian antara kematangan pekerjaan dan psikologis dengan
perilaku tugas dan hubungan. Subjek yang memiliki kesesuaian dalam gaya kepemimpinan situasional sebanyak 34 orang 40,48. Sedangkan subjek
yang tidak memiliki kesesuaian antara kematangan pekerjaan dan psikologis dengan perilaku tugas dan hubungan sebanyak 50 orang 59,52.
Dengan merujuk pada hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepuasan kerja karyawan
yang menerima gaya kepemimpinan situasional efektif maupun tidak efektif di PT. Adi Satria Abadi. Peran pemimpin dalam perusahaan dipandang kurang
begitu penting untuk memunculkan kepuasan kerja karyawan. Hal ini bisa dilihat ketika kepuasan kerja karyawan yang tinggi dirasakan baik oleh
karyawan yang memiliki efektivitas gaya kepemimpinan situasional maupun
karyawan yang tidak memiliki efektivitas gaya kepemimpinan situasional. Karyawan memiliki persepsi sendiri mengenai kepuasan kerja selain gaya
kepemimpinan karena setiap orang memiliki banyak kebutuhan yang semuanya secara terus-menerus saling bersaing untuk mempengaruhi perilaku
Hersey dan Blanchard, 1996. Kepuasan kerja karyawan PT. Adi Satria Abadi bisa disebabkan oleh
faktor-faktor lain selain gaya kepemimpinan. Menurut Schultz 2006 kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh faktor internal dalam diri karyawan, misalnya
usia, gender, ras, kemampuan kognitif, pengalaman kerja, penggunaan ketrampilan, kecocokan kerja, keadilan organisasi, kepribadian, kontrol kerja,
dan level kerja. Sedangkan menurut Wijono 2010 kepuasan kerja juga bisa dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, seperti lingkungan sosial, komunikasi,
keamanan, pekerjaan yang monoton, dan penghasilan karyawan. Jika menganalisis ke lapangan tempat karyawan bekerja, banyak mesin-
mesin berukuran besar yang dipergunakan dalam proses produksi. Tetapi tidak berarti semua pekerjaan di PT. Adi Satria Abadi menggunakan tenaga mesin
tersebut, melainkan ada pula beberapa pekerjaan yang menggunakan peralatan manual. Dalam proses produksi, baik yang menggunakan mesin atau peralatan
manual ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan seorang karyawan dalam bekerja. Misalnya ketika proses triming, yaitu proses
pengguntingan pembentukan kulit supaya lebih rapi dengan menggunakan gunting manual. Ketika ketrampilan yang dimiliki seorang karyawan dapat
diaplikasikan dan dikembangkan ke dalam dunia kerja, maka karyawan