perusahaan. Tetapi jika hubungan antara pekerjaan dan kemampuan rendah, maka tingkat kepuasan kerjanya dapat berkurang.
8 Keadilan Organisasi
Keadilan kerja dalam perusahaan merupakan bagaimana seorang karyawan diperlakukan oleh perusahaannya dalam bekerja.
Perlakuan perusahaan yang tidak adil terhadap karyawan sangat berdampak pada kepuasan kerja, performansi, dan komitmen dalam
bekerja akan mengalami penurunan. Ketika karyawan mengalami hal tersebut, perusahaan dapat meningkatkan kembali keadilan
kerja karyawan dengan mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan Schminke, Ambrose, dan Cropanzano,
2000, dalam Schultz, 2006.
9 Kepribadian
Faktor kepribadian yang berkaitan dengan kepuasan kerja adalah sikap keterasingan dan locus of control. Karyawan yang
memiliki keterasingan yang rendah dan internal locus of control akan lebih mudah merasakan kepuasan kerja yang tinggi. Dalam
meta analisis penelitian kepuasan kerja, menyebutkan bahwa ada hubungan positif antara internal locus of control dan kepuasan
kerja. Dalam penelitian tersebut juga menemukan bahwa self esteem dan self efficacy tinggi, serta low neuroticism rendah
berhubungan dengan kepuasan kerja yang tinggi Judge dan Bono, 2001, dalam Schultz, 2006. Selain itu, dua dimensi dalam
kepribadian tipe A yaitu achievement striving dan impatience irritability juga memiliki kaitan dengan kepuasan kerja. Karyawan
yang memiliki achievement striving kerja keras dan keseriusan akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Sedangkan karyawan
yang memiliki sifat irritability impatience permusuhan, marah, tidak toleran akan memiliki kepuasan kerja yang rendah.
10 Kontrol Kerja
Kontrol kerja tidak hanya dilakukan dan menjadi kewajiban seorang supervisor, melainkan kontrol kerja juga sangat dibutuhkan
oleh setiap karyawan perusahaan. Karyawan yang memiliki kontrol kerja yang baik akan menjadikan karyawan tersebut memiliki
motivasi yang tinggi sehingga karyawan tersebut mempunyai tingkat kepuasan kerja yang lebih baik.
11 Status atau Level Kerja
Kedudukan karyawan
dalam perusahaan
sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja karyawan. Biasanya
orang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi akan memiliki kepuasan kerja yang lebih baik daripada bawahannya dalam
perusahaan. Selain itu, kedudukan yang tinggi dalam perusahaan
biasanya menawarkan wewenang yang lebih, tanggung jawab, dan tantangan dalam kerja. Hal ini berarti karyawan tersebut dapat
mengaktualisasikan kemampuannya
dalam bekerja,
yang merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
b. Faktor Pekerjaan
Selain dari faktor individu, kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh faktor karakteristik pekerjaan. Menurut Wijono 2010 faktor
karakteristik pekerjaan tersebut terdiri dari :
1 Organisasi dan Manajemen
Ketika karyawan perusahaan memiliki performansi dan moral yang rendah dalam bekerja, seharusnya dari pihak
perusahaan melakukan pengorganisasian dan manajemen karyawan karena hal tersebut merupakan indikasi dari ketidakpuasan
karyawan dalam bekerja. Organisasi dan manajemen karyawan dapat meningkatkan kembali moralitas kerja karyawan sehingga
performansi dan kepuasan kerja karyawan dapat meningkat. Dalam penelitian Brazziel dalam Hassan dkk, dalam Wijono, 2010 yang
menggunakan Index Morale terhadap para karyawan yang berpendidikan dari akademi dan universitas, menemukan bahwa
manajemen praktis berhubungan signifikan dengan moral yang rendah yang merupakan indikasi dari kepuasan kerja yang rendah
di kalangan para karyawan.
2 Supervisi Langsung
Dalam sebuah perusahaan selalu terdapat supervisor yang berfungsi untuk memotivasi, mengawasi, dan mengatur karyawan
supaya dapat bekerja secara produktif bagi perusahaan. Ketika karyawan dalam kondisi yang kurang bagus dalam bekerja
ketidakpuasan kerja, supervisor dapat langsung memotivasi atau mensupervisi kepada karyawan tersebut. Tapi, supervisi langsung
ini membutuhkan dukungan dari karyawan itu sendiri. Dalam penelitian Pelz dalam Hassan dkk, dalam Wijono, 2010
menunjukkan bahwa orientasi kerja terhadap sebagian “immediate supervision
” adalah tidak menjamin kepuasan kerja secara memadai.
3 Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial perusahaan akan menjadi penting terhadap kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang bekerja dalam
sebuah kelompok akan memiliki kepuasan kerja yang lebih baik daripada karyawan yang bekerja secara individual Zalesnik et al,
dalam Wijono, 2010. Karyawan dapat saling melengkapi satu sama lain dalam bekerja. Selain itu, Veroff dan Feld 1960
mengatakan bahwa bekerja secara kelompok mempunyai manfaat penting untuk memenuhi kebutuhan interpersonal dan persahabatan
yang dijelaskan sebagai sumber kepuasan kerja Wijono, 2010.
4 Komunikasi
Dalam penelitiannya, Leaviit 1961 mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi di kalangan anggota kelompok adalah
jika mereka diletakkan ke dalam jalinan komunikasi yang erat. Oleh karena itu, komunikasi kerja merupakan hal penting dalam
suatu pekerjaan. Dengan intensitas komunikasi yang tinggi antar pekerja dalam perusahaan dapat menciptakan kepuasan kerja
karyawan yang tinggi.
5 Keamanan
Dalam mempekerjakan karyawannya, setiap perusahaan diwajibkan untuk memberikan keamanan dalam bekerja. Faktor
keamanan merupakan faktor utama dalam kepuasan kerja karena faktor keamanan merupakan hasil dari ketidakhadirannya dalam
suatu situasi dibandingkan dengan kehadirannya. Ketika faktor keamanan hadir dalam setiap langkah kerja karyawan, karyawan
tersebut dapat merasakan kepuasan kerja atas fasilitas keamanan yang diberikan perusahaan. Dalam eksperimen yang menggunakan
skala sikap analisis faktor, Crites 1961 membuktikan bahwa sumber keamanan yang kuat membuat kepuasan kerja tercapai.
6 Pekerjaan yang Monoton
Setiap karyawan dalam perusahaan memiliki tugas kerja jobdesk masing-masing, tergantung di bagian mana karyawan
tersebut ditempatkan. Ketika karyawan melakukan pekerjaan di bidangnya, terkadang karyawan melakukannya secara berulang-
ulang. Hal tersebut dapat menyebabkan karyawan merasa bosan yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan bekerja. Oleh karena itu,
karyawan mengharapkan perluasan kerja untuk memperoleh kepuasan yang lebih dalam pekerjaan yang dilakukan berulang-
ulang Kennedy dan O’Neill, dalam Wijono, 2010. Namun, pekerjaan yang monoton tersebut belum tentu mengakibatkan
kepuasan kerja yang rendah karena tergantung pada sumber umpan balik terhadap pekerjaan yang monoton.
7 Penghasilan
Dalam setiap pekerjaannya, karyawan selalu mengharapkan upah atau penghasilan yang mencukupi bagi kebutuhannya.
Menurut para karyawan perusahaan, penghasilan yang diberikan perusahaan terhadap dirinya akan membuat setiap karyawan
merasa puas, jikalau penghasilan yang diberikan tersebut dapat mencukupi kebutuhannya. Tetapi hubungan antara penghasilan dan
kepuasan kerja sangatlah kompleks karena bertumpang tindih
dengan faktor-faktor lain, seperti usia, jabatan, dan pendidikan Schultz, dalam Wijono, 2010.
B. KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik individual maupun kelompok ke arah
pencapaian tujuan dalam Anoraga, 1995. Kepemimpinan melibatkan proses sosial di mana seseorang mengarahkan anggota kelompok menuju
sasaran Bryman, dalam Weiner, 2003.
2. Definisi Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan arahan perilaku tugas yang diberikan pemimpin, kadar
dukungan sosioemosional perilaku hubungan yang disediakan pemimpin, dan level kesiapan kematangan yang diperlihatkan pengikut dalam
pelaksanaan tugas, fungsi, atau tujuan tertentu Hersey dan Blanchard, 1996. Selain itu, kepemimpinan situasional juga merupakan teori yang
berfokus pada kesiapan atau kematangan bawahan Robbins, 1996. Selaras dengan pernyataan tersebut, kepemimpinan situasional merupakan
kepemimpinan yang dapat dihasilkan dari bagaimana seorang pemimpin berhubungan dengan kematangan bawahan Smither, 1994. Dalam
sumber terbaru menyebutkan bahwa kepemimpinan situasional adalah