Kolonialisme Barat di Indonesia
79
f. Perlawanan Kesultanan Makassar
Makassar berada dalam jalur perdagangan internasional. Per saingan antara VOC dan Makassar
terjadi sejak pertengahan abad ke-17. Persaingan ini menjadi perang hebat pada 1654 sampai 1658.
Perlawanan yang sangat hebat dilakukan oleh Sultan Gowa, yaitu Sultan Hasanuddin 1653–1669.
Kesultanan Makassar sangat bergantung pada perdagangan rempah-rempah dari Maluku. Pada
saat Maluku dikuasai VOC, Makassar mengalami kemunduran. Oleh karena itu, Makassar menentang
monopoli VOC di Maluku. Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC serta menjual rempah-
rempahnya kepada bangsa-bangsa Eropa lainnya selain Belanda.
Untuk menghadapi Sultan Hasanuddin, VOC men dapat bantuan dari Arung Palaka. Arung Palaka
adalah sultan Bone yang pernah ditaklukkan raja Gowa pada 1644. Pada 1666, pasukan VOC di bawah
pimpinan Cornelius Speelman dan pasukan Arung Palaka menyerang Makassar dari segala penjuru, baik
dari darat maupun laut. Sultan Hasanuddin tidak dapat menahan serangan-serangan tersebut. Akhirnya,
ia harus menyerah dan menanda tangani Perjanjian Bongaya 1667.
2. Perlawanan-Perlawanan Rakyat
Setelah tahun 1816, Belanda kembali berkuasa di Indonesia dan berupaya memperbaiki perekonomian
negerinya. Muncullah per lawanan-perlawanan di berbagai daerah menentang pemerintah kolonial
Belanda.
a. Perjuangan Rakyat Saparua 1817
Rakyat Saparua Maluku berjuang menentang pemerintah kolonial Belanda di bawah pimpinan
Pattimura atau Thomas Matulessy dan pejuang wanita Christina Martha Tiahahu.
Pada perang 15 Mei 1817, rakyat Saparua berhasil menduduki Benteng Duurstede. Mereka membunuh
serdadu-serdadu dan Residen Saparua, Van den Berg. Hampir seluruh keluarga residen tersebut mati terbunuh
pada 16 Mei 1817 oleh pasukan Pattimura.
Isi Perjanjian Bongaya 1667, yaitu:
1. Sultan Hasanuddin harus memberikan kebebasan
kepada VOC berdagang di kawasan Makassar dan
Maluku;
2. VOC memegang monopoli perdagangan di wilayah
Indonesia bagian timur dengan pusatnya Makassar;
3. Wilayah Kesultanan Bone yang diserang dan
diduduki Sultan Hasanuddin dikembalikan kepada Aru
Palaka dan dia diangkat menjadi raja Bone.
Maestro
agang ga
a n
n n
Makas s
sa a
a r
r rsaing
g a
an n
n pai 16
6 58
8 .
eh Sult t
an a
ng pada ku. Pada
engalami
Is Is
i i
i i
Pe Pe
Pe Pe
rj rj
rj rj
an an
an ji
ji ji
ji j
an an
an B
B B
B on
on on
n ga
ga ya
16 1667,
ya ya
it u:
1. Sultan Hasanuddin harus memberikan kebebasan
kepada VOC berdagang
M M
M Ma
Ma a
e es
s t
tr
Sumber: Lukisan Sejarah, tt.
Gambar 4.15
Pelabuhan di Sulawesi Selatan pada masa lalu di kuasai Kerajaan Gowa.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas VIII
80
Siasat licik Belanda berhasil melumpuh kan pasukan Pattimura dengan politik devide et impera. Pada 16
Desember 1817, Pattimura dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan Benteng Victoria di Ambon bersama
Anthoni Rhebok, Philip Latumahina, dan Raja Said. Pejuang wanita, Christina Martha Tiahahu juga
ditangkap dan diasingkan ke Jawa. Dalam perjalanan, beliau menghembuskan napas terakhir dan jenazah nya
dibuang ke laut.
b. Perang Paderi 1821–1837
Pada awal abad ke-19, tiga orang haji baru kembali dari Makkah, mereka adalah Haji Miskin, Haji Piabang,
dan Haji Sumanik. Mereka mendirikan Gerakan Paderi yang bertekad untuk membersihkan agama Islam dari
perbuatan yang melanggar agama.
Sejak 1804, terjadilah perang antara kaum adat dan kaum Paderi. Suasana diperkeruh dengan hasutan dan
adu domba oleh Belanda pada 1819. Belanda bersekutu dan mendukung kaum adat yang berperang melawan
kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, Datuk Bandoro, dan Tuanku Nan Renceh. Akan tetapi,
akhirnya kaum adat dengan kaum paderi bersatu dan bersama-sama melawan Belanda.
Belanda mendirikan Benteng Van der Capellen di Batusangkar dan Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi
sebagai pusat pertahanan. Selain harus menghadapi per- lawanan kaum Paderi, Belanda juga harus menghadapi
per lawanan Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi.
Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda berniat me lanjut kan peperangan di Minangkabau. Belanda
mendatangkan kesatuan Jawa yang dipimpin oleh Sentot Alibasa Prawirodirdjo. Akan tetapi, Sentot
Alibasa Prawirodirdjo kemudian membelot bergabung dengan kaum Paderi. Oleh karena itu, Belanda segera
memulangkan Sentot Alibasa Prawirodirdjo beserta pasukannya ke Jawa.
Di samping itu, Belanda melancarkan siasat perdamaian dengan mengeluarkan pengumuman yang
dikenal dengan nama Plakat Panjang pada 25 Oktober 1833. Pada 1834, daerah Tuanku Imam Bonjol dikepung
oleh pasukan Belanda. Pada November 1836, pasukan Belanda mulai menembakkan meriamnya ke arah kubu
pertahanan Tuanku Imam Bonjol. Pada 15 Agustus
Sumber: www.seripahlawannasional.com
Gambar 4.16
Patimura merupakan seorang pemuda yang berani melakukan
pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada Juli–Desember
1817.
Gambar 4.17
Tuanku Imam Bonjol 1772–1864 dikenal sebagai ulama serta pemimpin
Gerakan Paderi dan Perang Paderi.
Sumber: Ensiklopedi Populer Anak, 1998
Di unduh dari : Bukupaket.com
Kolonialisme Barat di Indonesia
81
1837, kaum Paderi menembakkan meriam untuk terakhir kalinya karena kehabisan peluru. Kaum Paderi
selanjutnya meneruskan perang di hutan-hutan. Ketika pada 16 Agustus 1837, Belanda masuk daerah Tuanku
Imam Bonjol ternyata kampung itu sudah kosong.
Pada 28 Oktober 1837, setelah lama bertempur di hutan-hutan, Tuanku Imam Bonjol memenuhi undangan
Residen Francis untuk berunding di Palupuh. Akan tetapi, sesampainya di tempat tersebut, beliau ditangkap dan
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian, dipindahkan ke Ambon dan selanjutnya ke Manado sampai beliau
wafat pada 6 November 1864. Perjuangan kaum Paderi masih terus berlanjut dipimpin oleh Tuanku Tambusai.
Sampai akhirnya pada 1845, kekuasaan Belanda di Sumatra Barat benar-benar tertanam.
c. Perang Diponegoro 1825–1830