Perang Diponegoro 1825–1830 Perlawanan-Perlawanan Rakyat

Kolonialisme Barat di Indonesia 81 1837, kaum Paderi menembakkan meriam untuk terakhir kalinya karena kehabisan peluru. Kaum Paderi selanjutnya meneruskan perang di hutan-hutan. Ketika pada 16 Agustus 1837, Belanda masuk daerah Tuanku Imam Bonjol ternyata kampung itu sudah kosong. Pada 28 Oktober 1837, setelah lama bertempur di hutan-hutan, Tuanku Imam Bonjol memenuhi undangan Residen Francis untuk berunding di Palupuh. Akan tetapi, sesampainya di tempat tersebut, beliau ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian, dipindahkan ke Ambon dan selanjutnya ke Manado sampai beliau wafat pada 6 November 1864. Perjuangan kaum Paderi masih terus berlanjut dipimpin oleh Tuanku Tambusai. Sampai akhirnya pada 1845, kekuasaan Belanda di Sumatra Barat benar-benar tertanam.

c. Perang Diponegoro 1825–1830

Banyak hal yang menyakitkan hati para pembesar dan rakyat Pulau Jawa. Seperti, campur tangan orang asing dalam urusan pemerintahan dalam negeri sehingga wilayah kekuasaan Kasultanan Surakarta dan Yogyakarta semakin kecil. Van der Capellen juga mengeluarkan peraturan yang melarang menyewakan tanah kepada orang-orang swasta yang merugikan kaum bangsawan. Kekecewaan itu tampak pula di kalangan kaum ulama. Pengaruh Belanda mengakibatkan munculnya penyakit sosial, seperti minuman keras dan kemerosotan akhlak pada umumnya. Pada 1817, Sultan Hamengku Buwono III meninggal dunia. Beliau, berwasiat agar posisinya digantikan oleh Pangeran Diponegoro atau Antawirya putra sulung dari selir. Akan tetapi, Pangeran Diponegoro menolak karena Sultan Hamengku Buwono mem punyai anak laki-laki dari prameswari, yaitu Mas Djarot. Beliau juga lebih suka mendiami rumahnya sendiri di Desa Tegalrejo. Pangeran Diponegoro tidak suka melihat cara hidup kaum bangsa- wan yang telah menjadi kaki tangan Belanda. Beliau tidak tahan melihat penderitaan rakyatnya menjadi kuda beban untuk meme nuhi kebutuhan Belanda dan para bangsawan. Pada 1825, pemerintah Hindia Belanda hendak membuka jalan baru dari Yogyakarta ke Magelang melalui Tegalrejo. Pembukaan jalan tersebut melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro. Tindakan Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, menurutmu apa yang menyebabkan terjadinya pertentangan antara kaum paderi dan kaum adat. Apakah hal tersebut masih kita temukan pada masa sekarang? Aktivitas Individu Sumber: Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, 2002 Gambar 4.18 Pangeran Diponegoro lahir pada 1785 di Yogyakarta. Pada 1825–1830, beliau memimpin perang melawan Belanda. Beliau diasingkan ke Makassar pada 1834. Di unduh dari : Bukupaket.com Jelajah Cakrawala Sosial untuk Kelas VIII 82 Belanda yang berbuat sewenang-wenang tanpa izin darinya menimbul kan kemarahan Pangeran Diponegoro. Patok-patok dicabut dan diganti dengan tombak. Belanda menanggapi sikap itu sebagai suatu tan tangan. Tempat tinggal beliau kemudian dibumi- hanguskan oleh Belanda. Dengan taktik gerilyanya, Pangeran Diponegoro selalu men dapat kemenangan. Beliau dibantu oleh Kyai Madja dan Sentot Alibasa Prawirodirjo. Kyai Madja meng gerakkan semua umat Islam untuk membantu Pangeran Diponegoro mengusir penjajah Belanda. Begitu juga dengan Sentot Alibasa Prawirodirjo. Meskipun baru berusia 17 tahun, ia cakap sekali dalam ilmu peperangan. Banyak pangeran dan bupati yang memihak dan menggabungkan diri dengan Pangeran Diponegoro. Pada 1827, panglima tentara Belanda, De Kock, mengadakan siasat baru dengan mendirikan benteng- benteng di tempat yang telah direbutnya Benteng Stetsel . Akibatnya, daerah gerilya Pangeran Diponegoro menjadi sempit dan hubungan dengan para bupati yang memberi bantuan menjadi terhambat. Pada 1828, wilayah kekuasaan Diponegoro tinggal daerah Rembang. Kyai Madja yang tertangkap kemudian diasingkan ke Manado. Adapun Sentot Alibasa dikirim ke Sumatra Barat untuk menghadapi kaum Paderi, tetapi ditangkap kembali karena bergabung dengan kaum Paderi lalu dibuang ke Cianjur. Pada akhirnya Sentot Alibasa Prawirodirjo dipindahkan ke Bengkulu dan meninggal di sana pada 1855. Pangeran Diponegoro akhirnya mau berunding dengan Belanda di Magelang. Sebenarnya, perundingan yang ditawarkan De Kock hanyalah suatu siasat agar dapat menangkap Pangeran Diponegoro. Karena perundingan tidak mencapai kata sepakat, Pangeran Diponegoro ditangkap pada 1830. Beliau diasingkan ke Manado dan sempat dipindahkan ke Makassar. Beliau wafat di dalam Benteng Rotterdam di Makassar pada 8 Januari 1855.

d. Perang Banjar 1859–1905